Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. End

Tik!

"...Maaf Ayah, Ayah sendiri yang mau akhir hidup seperti ini 'kan?"

Gempa memeluk Taufan dari samping, ditatapnya Taufan yang berlinangan air mata.

"Maaf harus melibatkanmu dalam hal ini, Fan."

Taufan menggeleng pelan, ia menunduk. "Gak, Gem. Aku memang harusnya turun tangan."

Tinit!

Alat teleportasi milik Solar berbunyi. Sang empu melirik benda ciptaan almarhum ayahnya. Matanya membelalak.

"Kalian! Waktu kita di dunia ini udah habis! Kita akan kembali ke sana dalam kurun waktu 5 detik!"

1

"Kalau begitu ayo berpegangan," ajak Gempa menautkan tangannya dengan Taufan dan Halilintar.

2

"Lalu apa jadinya sama dunia yang ini?" tanya Blaze tak terima bahwa ia akan meninggalkan tempat ini. Mereka merusak tempat ini untuk masa depan di dunia lain.

3

Solar berdecak. Dengan kasar ia menautkan tangan Blaze padanya, sedangkan di samping kirinya ada Thorn. "Ikuti aja instruksi Gempa."

4

Blaze melepas tautan itu. "Aku gak seegois itu, Solar. Ayahku di dunia ini, aku belum ketemu sama dia!"

5

"Ayahmu yang di dunia ini bahkan udah dibunuh sama Beliung, Blaze!"

Tit!

Pufff

Mereka menutup mata, saat cahaya matahari menyinari mereka, barulah kelopak mata itu kembali mereka buka.

Solar menatap alat teleportasi milik ayahnya yang sudah berubah menjadi debu. Benda itu hanya sekali pakai.

"Dimana mereka?" Gempa melirik sana-sini mencari keempat kawannya yang susah-susah mereka selamatkan di dunia sebelah.

Di sini, di lokasi terakhir sebelum mereka berangkat ke masa lalu- hanya ada mereka bertiga.

Halilintar, Gempa dan Solar.

Dimana yang lainnya?

Solar menatap debu bekas alat teleportasinya, lalu terhenyak.

Mereka lupa akan sesuatu.

"Usaha kita sia-sia."

Kedua temannya itu menghadap sang jenius.

"Kalian gak lupa kan apa yang aku ucapkan terakhir kali sebelum kita ke sana?"

"Tiga yang pergi maka tiga juga yang kembali."

"J-jadi, mereka?"

"Solar? Kukira itu cuma omong kosong," lirih Gempa.

"Lamp Head! Ini beneran?! Kau gak pernah sekalipun coba ubah sistem benda itu waktu kita sampai?! Kita bahkan punya 3 minggu di sana, Solar!" Halilintar sibuk menguncang bahu Solar tanpa kata pelan.

Solar dengan kasar melepaskan diri dari genggaman temannya. "Lepas, sialan! Alat itu sudah tidak bisa kuubah walau bagaimanapun caranya!"

"Atau kau menyuruhku buat ulang alat itu?! KAU MAU MENUNGGU 1 TAHUN, SIALAN?!"

"Setidaknya katakan padaku kalau mereka sudah tidak bisa kembali! Jangan membuatku berharap! Aargh!!" Halilintar seenaknya menumbuk besi rongsokan di sekitar mereka.

Solar berjongkok, kedua tangannya memeluk lutut. "Aku lelah, Hali. I've told you in that day waktu kita sampai kesana!"

"KAU MASIH MENYALAHKANKU?!"

Halilintar menghampiri sang rival sekolahnya dahulu. Matanya mengkilat sesaat. Ditariknya kerah baju Solar. Tangan kanannya terangkat hendak memukul. "Kau pikir saat itu aku bisa berpikir apa?! Dasar-"

"BERHENTI!"

"Jangan sakiti Solar!"

Gempa terdiam menatap keenam orang yang baru tiba tersebut. Dua di antaranya sedang menahan Halilintar dari belakang dan satunya berdiri di depan Solar layaknya tameng.

Tangan seorang remaja mendarat di bahu Gempa membuatnya sontak menoleh ke samping. Ice memandang dirinya dengan ekspresi datar seperti biasanya.

Namun kali ini sedikit tampak kerutan di dahinya. "Kau baik-baik saja? Ada apa dengan mereka?"

_________________________

"Oalah... makanya gelud, toh." Taufan menggeleng-geleng kepala mendengar cerita Gempa perihal emosinya Halilintar tadi.

Solar tak henti-hentinya memandang enam orang yang mereka kira sudah tak selamat di masa lalu. "Gantian ceritanya. Gimana kalian bisa ikut ke sini? Kukira alat teleportasi itu memang hanya bisa three by three."

Blaze menggaruk lehernya. Suatu alasan membuatnya terkekeh malu, padahal tadi ialah yang paling keras kepala ingin menetap di sana.

"Well... setelah kalian teleport tadi, kami berempat yang tertinggal terheran-heran. Mikir kenapa kitanya gak ikut teleport. Tiba-tiba ni dua anak narik kami untuk ikut serta." Blaze mengarahkan dagunya menunjuk Fang dan Kaizo yang duduk di sudut ruangan.

 Fang menaikkan sebelah alisnya kala dihujani tatapan menginginkan jawaban dari mantan musuhnya itu.

"Kalian bertanya padaku? Kasusnya sama. Kami mencuri alat teleportasi milik Beliung."

"Aku balik ke masa lalu dengan Flame dan Beliung, semuanya berjumlah tujuh orang. And kami mendapat kesempatan kembali hidup di sini."

Halilintar mengernyit. "Tujuh? Lalu siapa satu lagi?"

Si rambut ungu itu hanya menggedik bahu.

>>>>>>

Sekian tahun berlalu, kini Taufan dapat tersenyum lebar melihat kebebasan desa yang dibangun mereka bersembilan. Tempat yang dulu gelap tak berpenghuni sudah menjadi pusat perdagangan teknologi canggih sekarang.

Sungguh berterima kasih pada Solar.

Berkat ingatan dan berkas aneh yang diambil ketiga temannya kemarin di sembarang rumah, ketujuh sahabat itu dapat meng-claim bahwa kota berada dalam tanggung jawab mereka sesuai dari surat wasiat orang tua masiang-masing.

Mungkin ada yang bertanya-tanya apa yang terjadi pada Antagonis dunia sebelah? 

"Yeah, kalau dia tidak mati karena kami palingan mati karena bom yang disusunnya sendiri." Itu kata Kaizo kemarin saat ditanya bagaimana dengan Beliung yang satu lagi.

"Kebetulan sih kami belum sempat mematikan timer bom nuklirnya," tambah Fang.

Cklek!

Taufan menoleh ke belakang kala suara ceklekkan pintu menyapa telinganya. Rupanya itu teman-temannya.

"Upaaann~ ayok makan bareng yok!"

"Yokkk!"

.

.

.

Dua orang mengintip dari pintu ruangan Taufan yang sedikit terbuka. "Mereka banyak berubah, ya."

Salah satunya terkekeh samar. "Sama sepertimu, mantan musuhku."

"Aku seakan tak punya nama dipanggil begitu."

"Haha, iya-iya, Beliung."

.

.

.

//I guess just it?//

Thank you yang sudah membaca sampai habis~

Secara official fanfic ini tamat~

Selamat tahun baru, kawan~

Next, cerita seperti apa yang ingin kalian baca? Manatahu aku bisa buat OwO

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro