Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Si Ayah


Tolong baca chap sebelumnya, ya~ Ada beberapa perubahan~

_______________

Kadang Taufan berpikir apakah ada yang namanya mesin waktu?

Kalau ada Taufan ingin menuju ke latar 17 tahun lalu untuk sekedar mengingatkan ibunya agar tidak menikahi Beliung secara terpaksa karena akibatnya bukan hanya pada keluarga, tapi seluruh kota.

Lagipula Beliung dan ibunya tidak saling mencintai saat itu.

Ternyata ada dan temannya yang menggunakannya.

Sekilas Solar memberitahu bahwa mesin waktu itu adalah benda ciptaan ayahnya.

Terlalu terlambat untuk pergi lagi ke 17 tahun lalu, dirinya di masa depan sudah mati dan Halilintar, Gempa dan Solar di masa sekarang juga mokad- digantikan oleh mereka yang datang dari masa depan.

Alur ini agak sulit untuk Taufan pahami, ia mengakuinya.

Entah benar atau tidak, Taufan tidak ingin tahu.

Satu kata, malas.

Anyway, kini mereka tengah melarikan diri. Halilintar menitahkan mereka mengungsi ke tempat lain mengingat rumah yang tadi akan dibom oleh Qually yang mengabdikan hidupnya pada Beliung.

Sembari itu juga mereka merampok berkas penting milik para pendiri kota di salah satu rumah kosong. Perampasan kali ini terasa lebih singkat dengan jumlah mereka yang terbilang cukup banyak.

Halilintar mengernyit. Ia membuka sebuah loker penting tapi tiada apapun di sana. Seharusnya loker itu berisi berkas kode khusus untuk membuka pusat kota.

 Jikalau kode itu hilang, bagaimana mereka akan mengambil alih pusat?

Bzzt... zzttt...

Bunyi radio seperti hampir rusak menghampiri indera pendengarannya mengakibatkan si pemilik netra merah ruby itu teralihkan dari pikirannya yang abstrak.

Didengarkannya suara radio yang menyamai bunyi listrik berembes tersebut secara saksama. Sekitar 5 detik kemudian barulah ia menyadari apa yang terjadi.

Panik, Halilintar mendatangi kawan-kawannya yang ikut merapat.

"Guys, aku mendengar radio hidup dan itu sama sekali gak wajar," ujar Gempa seakan otot wajahnya tidak berniat lagi memaparkan riak ramah.

Thorn menyela, "Bentar. Yang suara bzzt zztt itu kan? Thorn juga dengar!"

"Energi gerak benda mati?" Solar bertanya mengabsen sekiranya energi apa yang sanggup menghidupkan radio usang itu.

"Hampir tidak ada." Ice menjawab seakan menjadi asisten profesor Solar.

"Energi cahaya?"

"Juga tidak ada karena listrik mati. Penerangan kita satu-satunya hanya cahaya matahari dan senter kalau ada."

"Apa mungkin saluran radio bereaksi karena cahaya matahari yang panas sekali hari ini?" Blaze menyela dengan pernyataan yang tiba-tiba nyangkut di otaknya.

Kalau tidak salah Blaze belajar mengenai jenis-jenis energi dan benda yang memengaruhinya di kelas 5 SD. Ternyata masih ada beberapa yang ia ingat.

Kiranya fungsi sekolah sia-sia.

Taufan tidak dapat menyangkal, hari ini memang terasa lebih panas dari kemarin. "Kalo emang gitu, harusnya radionya bunyi dari tadi, bukan sekarang."

Ia melirik jendela dimana sang cakrawala menyurutkan sinar jingga kemerahan pertanda sebentar lagi malam akan menyelimuti.

"Opini kalian berdua benar juga. Tapi kurang tepat." Solar membalas.

Gempa punya alibi yang lebih ekstrim. "Atau radionya bereaksi karena mendeteksi adanya tekanan dari bom nuklir yang ditanamkan mereka?"

Saat itulah mereka baru ingat bahwa malam ini juga akan terjadi ledakan yang menghanguskan seluruh kota. Seluruh rangkaian kejadian yang pernah mereka alami, sekarang sedang mereka lakukan.

Pantas saja dari tadi Solar merasa familiar akan sesuatu. Merasa seperti sudah pernah melakukan hal ini sebelumnya.

"Kalau begitu... kita harus cepat ke gedung pusat!" Solar berseru setelah mengelus dagunya, kemudian otaknya otomatis membuat sebuah rencana.

Gedung pusat adalah segalanya yang dapat mengatur apapun di kota Rintis. Mau masalah signal komunikasi, aparat, keamanan, dll.

Seandainya suatu masalah terjadi, yang pertama dicari pastilah gedung pusat. Termasuk pengendalian bagi bom nuklir yang sudah ditanam jauh di bawah tanah oleh Thunder dan Beliung.

Awalnya Flame berniat merampas bom/ senjata ciptaan Diancel agar kota tetap dalam kendalinya. Flame mengutus Nut dan Fang. Tetapi gagal.

"Seandainya kita punya kendaraan aku mau saja, Solar. Sungguh," balas Ice yang kelihatan sekali malas jalannya.

"Kita bisa membajak mobil orang." Taufan menunjuk mobil truk di depan mereka.

"Kunci?"

"Suruh Solar buatin, dong~" Thorn menjeling sahabatnya yang paling jenius itu.

"Kalian kira aku babu apa?" Solar memasang raut emot batu.

Mendadak Blaze mengingat sesuatu. Syukur pada Yang Maha Esa ternyata otak Blaze masih bekerja, tidak bolong seperti punya Thorn.

//Mungkin itu alasan Thorn polos sampai saat ini

"Thorn, kau punya akses ke gedung pusat, kan?"

Sang empu nama mengangguk. "Iya, keluarga kami bahkan punya kode tersendiri untuk masuk ke sana sebagai tamu terhormat."

Blaze menghembus napas lega. Jadi, ketika mereka sudah berada di sana, mereka tidak perlu menghancurkan kaca gedung agar bisa masuk.

Dan tidak akan ada bahaya lagi kala mereka mengatur kembali dan memberantas para penjahat.

"Tapi... kode itu udah Thorn kasih ke Fang."

Ahh, Blaze terlalu cepat membuat alibi.

"APPAAAA?!"

---------------

Brumm...

Cittt!

Brak! Dhup! Dhup! Dhup!

Hoek!

"Uhuk-Uhuk! Sialan kau Hali, kau mau ngejar bom atau main sama malaikat maut HAH?!" Merenungkan kembali flashback betapa kencangnya Halilintar mengendarai truk mengundang rasa mual Taufan kembali.

Blaze mendelik horor, sanking cepatnya kendaraan berpacu membuat mereka berenam terguncang bagai air yang diputar-putar dalam mesin cuci.

Hampir saja kesucian mulutnya ternodai karena Ice terlempar ke arahnya dan nyaris menciumnya.

iuhh, Blaze masih minat cewek, ya Tuhan... monolognya.

Ternyata ini alasan Upan dari tadi ngereog keras kepala mau duduk depan, Thorn tepar di tanah. "Untung Gempa menahan Ufan, jadinya menderita bersama."

Melihat wajah pucat nan tersiksa dari teman-temannya menarik simpati seorang Halilintar. Si tampan itu mulai merasa bersalah.

Ia menggaruk rambutnya kaku. "Sorry, tadi kebablasan sampai kecepatannya lebih dari 100 km/jam."

All be like : * (ノ•̀_•́)ง*rasa ingin mencekik Halilintar 📈

"Lagian kita harus segera menghentikan Fang," ucap Halilintar membela diri.

Kemudian mereka menghampiri pintu darurat gedung pusat. Mereka tidak boleh sampai ketahuan. Kalau ketahuan, Fang akan menghancurkan kota lebih cepat hanya dengan segenggam remot.

"Tunggu." Suara seorang lelaki berat menghentikan mereka yang berniat menuju tangga darurat ke lantai atas.

Mata Ice menyipit tajam, ia mengenal orang itu siapa.

Kaizo, antek-antek Beliung sekaligus abangnya Fang- sekaligus yang juga menyelamatkan Fang dari pembunuhan tempo hari.

Dari cerita temannya mengenai kisah hidup Fang dan Kaizo, tampaknya Kaizo yang ini berasal dari masa ini. Sedangkan Fang, berasal dari masa depan seperti Halilintar, Gempa dan Solar.

"Apa maumu?"

Kaizo menatap Halilintar intens. "Kalian berasal dari masa depan... di dunia sebelah kami juga tiada 'kan?"

Gempa mengernyit seketika mendengar pertanyaan mantan kakak kelasnya dulu. Batinnya bukan bertanya siapa 'kami' yang dimaksud, tetapi darimana dia tahu mereka berasal dari masa depan?

Halilintar sebenarnya tidak berniat menjawab. Logikanya seakan menambah sumpah serapah pada kedua abang-adik itu. Mereka berdua berperan besar dalam bencana pembunuhan keempat temannya di dunia sebelah.

Tetapi ketika menatap lurus ke arah mata ungu Kaizo, hati mungilnya tersentuh. Tiada benci maupun dendam di situ. Hanya ada harapan, lelah, dan kepasrahan yang sulit ia jelaskan.

Walaupun Halilintar jengkel setengah mati pada orang di depannya ini, mungkin ia harus membantu Kaizo hidup damai bersama Fang nanti karena sebenarnya si landak hanya dikendalikan oleh Flame kemudian dirampas Beliung.

"Ya, tapi tidak menutup kemungkinan kalian akan mati dengan cara yang berbeda."

Kaizo menunduk sembari tersenyum miris. "Begitu rupanya?-"

Belum sempat melanjutkan perkataannya, lampu gedung pusat tiba-tiba berkedip sendiri. 

Halilintar berdecih. "Heck, lampu pasti berkelap-kelip karena mendeteksi signal bahaya dari bom yang akan segera diaktifkan."

Solar mendelik. "Logika dari mana energi listrik bisa mendeteksi signal?"

"Argh, apapunlah! Intinya sekarang kita harus rebut remot mematikan itu dari Fang!" Halilintar mengusap wajahnya lantas matanya membola kala mendapati seorang bapak-bapak yang paling dibencinya saat ini.

"Kau mau merebutnya, anak muda?" Beliung tersenyum lebar sembari melambai-lambaikan remot unik yang seharusnya ada pada Fang.

Mereka berdelapan diam sejenak.

Kaizo tersentak. Kalau remot penting ini tiada di genggaman adiknya berarti Fang sudah-

"Apa yang kau lakukan pada adikku?!"

Beliung pura-pura menampilkan raut wajah sedih. "Hmm... mungkin sudah menyusul ibunya~"

Si abang berambut ungu itu spontan berlari menghampiri ruangan pengendali dimana Fang seharusnya berada. Tetapi sosok lain menghalangi langkahnya.

Taufan menggaruk kepala. "Kok bapakku ada dua, sih?" tanyanya pening. Ia menoleh sana-sini ke dua orang yang seiras itu. Ya, Beliung ada dua.

Beliung yang berdiri di depan Halilintar terkekeh, menunjukkan alat portal dimensi yang sedikit berbeda warna dibandingkan punya Solar. "Kau pikir hanya mereka yang bisa ke sini, anakku?"

Halilintar berdecih untuk yang kedua kalinya. "Setelah tak sengaja membunuh anakmu di dunia sebelah, sekarang kau mau mengambil Taufan di dunia ini? Dasar sialan tidak tahu diri!" makinya tak tanggung-tanggung.

Beliung dengan senyum yang masih terpasang, mencoba membelai kepala Halilintar namun ditepis dengan mudahnya oleh si empu kepala.

"Padahal aku tidak berurusan dengan kalian semua, lho, anak nakal~"

Halilintar yang mulai naik pitam mengarahkan pedang perahnya ke leher Beliung. "Tidak berurusan?! Lalu siapa yang menghasut ayahku untuk membunuh Balacke?"

"Siapa yang membuat Quake untuk merampok istrimu sendiri? Siapa yang membuat reputasi Flame dan Sofer rusak?"

"Siapa?! JAWAB AKU BAJINGAN!"

Beliung kelihatan cukup terkejut. "Rupanya kau sudah tahu, ya~" Ia membalas dengan todongan sebuah pistol. Tak perlu berlama-lama, ia menembak Halilintar tepat di jantungnya, sama seperti yang ia lakukan pada Fang beberapa menit lalu.

Dorr!

"Hali!"

Sang pemilik topi hitam berjalur merah itu tumbang dengan mudahnya. Pedang merahnya jatuh terantuk lantai menimbulkan bunyi dentingan yang jelas di telinga Taufan. 

Seorang temannya meninggalkannya lagi?

Karena ayahnya lagi?

Dorr!

Dor!

Gempa juga?

Sejumlah air mata sudah berkumpul di pelupuk matanya.

Beliung menghela napas. Ia menatap Taufan dengan senyum yang kembali merekah. "Ayo anakku, kita kembali ke rumah."

"Kita akan membuat keluarga baru lagi... kamu mau 'kan?"

Bukan Taufan, malah Solar yang menjawab sambil memaparkan riak menyampah. "Dih! Rayuanmu gak mempan, paman! Jangan berani kau melukai temanku lagi."

"Aku gak bicara sama kamu, anak muda. Pergilah mengikuti jejak Diancel dan Balacke."

Solar berdecak ketika nama ayahnya yang sudah tiada disebut-sebut.

Pang!

Rupanya bukan ia saja yang kesal.

Thorn memukul kepala Beliung dengan panci pink Gempa yang selalu ia bawa kemana-mana. "Jangan menyebut nama ayah Thorn! Kalian bapak-bapak bertujuh sama besar dosanya!"

Niat Solar tertawa melihat tingkah konyol Thorn, namun kemudian temannya yang paling polos itu ditendang hingga menabrak dinding membuatnya khawatir.

Taufan melangkah maju, seakan bergantian menjadi tameng bagi teman-temannya. "Ayah... kalau kau ingin membawaku, jangan libatkan mereka."

"Tapi maaf, kali ini aku menolak ajakan ayah."

Beliung mendesah kecewa. "Sepertinya Upan sudah terlalu lama tinggal di panti asuhan sampai terlalu nyaman dengan anak-anak tidak berguna ini."

"GRR-" Blaze menggeram, berniat membalas tetapi ditahan oleh Ice.

"Akhir-akhirnya juga harus pakai cara kasar, ya?" Beliung mengambil ponsel dari sakunya lalu mengarahkan benda kotak itu ke arah Taufan.

Tit!

Sungguh demi dewa neptunus, tubuh Taufan langsung kaku tak bisa bergerak. Taufan ingin berontak panik tak karuan menyadari ini tapi tidak bisa!

"Nah, sekarang Taufan jadi anak baik," desis Beliung senang. Ia baru akan menarik Taufan turun ke lobi di saat Halilintar tiba-tiba bangun mengenggam tangan kanan Beliung yang dibalut perban itu.

"Khe, kau ingat pernah memasukkan partikel pengendali ke anakmu tapi kau lupa pernah melakukannya pada kami?" Halilintar menendang Beliung tepat di perutnya, tak lupa merampas ponsel yang mengendalikan Taufan.

Dipijaknya benda itu hingga hancur tak berbentuk.

Beliung memuntahkan gumpalan darah, ia tertawa keras. "Benar juga. Seharusnya kepalamu yang kupenggal tadi, ya?~"

Berkat partikel hasil eksperimen Diancel dan Beliung, kini mereka bertiga tidak takut lagi menghadapi musuh. Mereka kebal bahkan jika digigit ular berbisa dan peluru bersarang di mana-mana.

Hanya saja satu kelemahan yang Solar sadari, mereka akan mati jika kepala dan badannya terpisah.

Di saat yang sama Fang datang menghampiri mereka lalu bergelut dengan Beliung yang satu lagi bersama Kaizo.

Blaze menyikut lengan temannya. "Mereka aja adu jotos, masa kita enggak?" Ia menaik-turunkan sebelah alisnya kemudian merapat ke area pertarungan.

Ice hanya diam menonton saja.

Beliung menahan tebasan pedang Halilintar dengan badan pistolnya, tak ayal menembak asal ke segala arah. Siapa yang tidak panik dikeroyok oleh tiga anak muda yang dipenuhi aura membunuh ini?

Sekali tebasan dibalas tembakan, sekali adu tinju dibalas tendangan dan saat Gempa mencuri kesempatan untuk menikam Beliung, Taufan berteriak menghentikan pergerakan Gempa.

"Jangan Gem!"

Beliung terkekeh mendengar jeritan anaknya. Oh~ lugunya! batinnya senang. Kiranya Taufan berpihak padanya.

Crash!

"Biar aku yang mengakhirinya."

Semua itu tidak bertahan lama ketika Taufan mengeraskan segenap hatinya ayal melibas pedang ke leher ayahnya sekali. "Itu untuk ibuku!"

Crash!

Kedua kalinya pedang berlapis darah itu terhujam ke dada Beliung, terseret ke bawah perutnya "Dan itu untuk semua temanku!"

.

.

.

.

.

Satu chapter lagi dan tamatt~

Gomenasaii kalau adegan geludnya tidak cukup seru :3

Pssst! Plot twist akhir ada di chapter berikutnya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro