Ombak dan Tempat Aneh
Ini adalah kejadian beberapa tahun silam... Ketika usiaku masih tujuh tahun.
Suatu hari di musim panas, keluargaku berkunjung ke pantai selatan. Tempat wisata yang sangat populer. Selain karena memang pemandangannya yang cantik, tempat itu juga terkenal akan kisah mistisnya. Ya, benar. Nyi Roro Kidul sang Ratu Pantai Selatan. Siapa yang tidak kenal?
Setiap berkunjung ke pantai, aku selalu bermain di pasir. Entah itu membuat istana pasir, mencari cangkang kerang, atau sekadar menggambar di pasir basah. Tidak seperti kebanyakan orang, tubuhku ini hampir tidak pernah kuyup. Alasannya sederhana, aku tidak bisa berenang, tapi meskipun begitu berada di tempat wisata air sangat menyenangkan.
Kedua tanganku sibuk meraba-raba pasir untuk mencari cangkang kerang yang bersembunyi. Perlu hati-hati karena bisa saja ada pecahan batu atau benda lainnya, terkadang malah ada bulu babi. Setelah bergeser beberapa langkah, akhirnya aku menemukan satu. Ukurannya sebesar ibu jari kaki dengan motif garis-garis bergelombang seperti kerang pembuat mutiara di film kartun. Warnanya juga cantik sekali, perpaduan krem dan putih. Tak lama kemudian, terdengar bising dari kejauhan. Di sana ada mama, papa, dan kakak. Mereka melambai sambil berteriak.
"Ma! Aku nemu cangkang kerang yang lucu banget!" sahutku berteriak sambil melambaikan tangan, bertujuan memamerkan hasil temuan.
Beberapa saat, aku merasa aneh karena mereka terus berteriak, bahkan semakin kuat. Apa mereka melihat cangkang kecil ini, ya? Heboh sekali, ini 'kan bukan penemuan besar. Beberapa saat kemudian, suara angin yang berisik tiba-tiba lenyap dan bayangan gelap mengelilingiku. Tadinya kukira itu bayangan dari awan mendung, tapi mataku masih melihat keluargaku dengan latar belakang langit cerah. Ketika itu, jantungku berdetak sangat cepat, dengan perasaan was-was dan penasaran aku menoleh. Belum selesai otakku mencerna bahwa ada bahaya besar di depan, tapi ombak itu sudah menghantam dan menyeret tubuhku.
Kini aku paham apa alasan mereka memanggil-manggil sejak tadi adalah supaya aku bisa berlari sejauh mungkin. Namun, semua sudah terlambat. Mungkin sejak awal ombak itu berniat membawaku ke lautan. Membuat tubuhku merasakan sisi lain dari lautan. Tak pernah kubayangkan kalau laut yang terlihat indah di mata ternyata bisa memberikan rasa sakit, sesak, panas, dan dingin. Kupejamkan mata menahan napas yang sesak karena menghirup air. Pada saat ini, aku sangat berharap bahwa diriku adalah ikan.
Tubuh kecilku sama sekali tak bisa melawan tekanan air, membiarkannya membentur pasir panas dan bebatuan kecil. Hingga akhirnya, tak terasa apa-apa lagi. Maksudku, perlahan rasa sakit itu berkurang, bahkan lama kelamaan napasku tak terasa sesak. Apakah aku sudah berada di dasar laut? Apa aku akan mati?
"Nduk, buka matamu."
Suara lembutnya mirip seperti mama, tapi jelas sangat berbeda. Seperti berasal dari dalam kepalaku. Apa mungkin ini mimpi? Tidak, jelas sekali kejadian tadi bukan mimpi. Bagaimana kalau di depan ada hiu yang siap memakanku? Mama, aku takut.
"Nduk, buka matamu."
Nada suara yang lemah lembut itu pun membuatku tenang.
"Nduk, buka matamu."
Kelopak mataku terbuka. Aku tak mau percaya apa yang mataku lihat, tapi semua ini bukanlah mimpi. Aku benar-benar sadar sepenuhnya. Kini aku berada di sebuah tempat yang seperti di dunia fantasi. Sebuah tempat yang luas, dari latarnya seolah berada di dalam air, tapi sama sekali tak basah. Di sekitarku ada pilar-pilar yang tinggi. Lalu, ada ikan terbang. Serius, ikan itu terbang. Di sini tidak ada air, tapi ikan-ikan itu bergerak seperti di akuarium.
Aku tidak tahu ini dimana, tapi semua pemandangan di sini tampak menakjubkan sekaligus menyeramkan. Tempat ini mirip seperti di film fantasi. Peradaban di dalam air, mungkin bisa disebut begitu.
Di antara pilar-pilar ada sebuah singgasana tinggi. Seseorang duduk di sana dan beberapa makhluk berada di sisinya dan melayaninya.
Hanya saja sosoknya tidak jelas karena terlalu jauh dari tempatku. Begitu juga apa yang mereka lakukan. Yang aku tahu, adegan ini mirip seperti para pelayan yang melayani raja di dalam istana.
"Beliau adalah Kanjeng Ratu, penguasa tempat ini."
Suara tadi terdengar lagi. Sebenarnya suara itu bicara dengan bahasa lain, tapi kurang lebih kalau diartikan seperti itu yang disampaikan. Heran juga, rasanya aku tak pernah mendengar bahasa itu, tapi entah mengapa aku bisa mengerti ucapannya.
"Pengalaman kamu sekarang ini adalah supaya kamu mengetahui, bahwa ada kehidupan lain di dunia ini. Mungkin tempat seperti ini bagi manusia hanyalah khayalan semata. Tetapi sebenarnya tidak. Kamu sudah melihatnya sendiri. Bahwa kami ada dan hidup berdampingan dengan kalian di suatu tempat yang tidak bisa kalian temukan."
"Kami memang memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh manusia. Kalian mengakuinya dan menyembah kami. Padahal sebenarnya kami ada bukan untuk disembah oleh kalian."
Belum sempat aku mengatakan sepatah kata pun, tiba-tiba pusaran air menerjang tubuhku. Rasanya persis ketika dibawa ombak tadi. Tetapi kali ini aku tidak membentur pasir, hanya berputar-putar. Hingga akhirnya tubuhku keluar dari dalam air, persis berada di atas ombak. Dalam posisi duduk di atas ombak.
Aku merasa kalau air di bawahku terasa keras seperti kursi. Seolah aku sedang berselancar, tapi di bawahku sama sekali tidak ada papan selancar. Hanya ada air ombak dan diriku. Ombak itu bergerak cepat dan halus, membawaku ke pesisir pantai tempat keluargaku berada.
"Adek! Ya ampun, adek kamu nggak apa-apa?"
Mama langsung memelukku erat dan memeriksa setiap inci tubuhku. Baik mama, papa, maupun kakak, mereka bertanya macam-macam. Namun, pendengaranku tak menangkap perkataan mereka. Pikiranku terlalu sibuk mengingat semua kejadian tadi. Kejadian aneh yang terjadi dalam waktu singkat, tapi terasa lama bagiku.
Waktu itu aku sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi. Kupikir semua itu hanyalah mimpi, tapi keluargaku melihat ketika aku berada di atas ombak itu. Bahkan sempat terlintas pikiran bahwa aku tidak akan kembali lagi dari tempat asing itu.
Sampai hari ini, aku masih memikirkan apa maksud dari kejadian itu. Tempat apa sebenarnya? Siapa yang duduk di singgasana? Siapa yang berbicara denganku? Kenapa aku bisa dibawa ke sana? Apa tujuannya? Bagaimana bisa ombak itu mengantarku pulang?
Tak peduli sebanyak apa aku bertanya, semua pertanyaan itu tidak akan terjawab. Bertanya kepada orang lain juga tidak menjadi solusi, beberapa menganggap bahwa aku hanya bermimpi. Keluargaku yang melihatku dibawa ombak itu bahkan tidak mengerti. Diriku pun tidak tahu apa maksudnya.
Terlebih, apa maksudnya bahwa mereka ada bukan untuk disembah? Jika memang begitu, kenapa masih ada manusia yang melakukan ritual di laut itu?
Semakin dipikirkan rasanya semakin pusing. Hanya ada ketidaktahuan dari setiap pertanyaan. Haruskah aku melupakannya dan menganggap itu semua hanya mimpi?
-selesai-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro