Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 01

"Well, according to the maps, finally we have been to the coastline of Seogwipo."

Kalimat pendekku berhasil mencuri atensi setidaknya 10 dari 18 orang penumpang minibus yang kini melaju melewati pesisir pantai bagian selatan Pulau Jeju. Mendengar kata 'coastline' membuat sebagian dari mereka menoleh ke kiri dan mencuri pandang pada keindahan yang terbentang di sepanjang jalan. Seolah terbius akan pesona pantai selatan Jeju yang tak kalah dari pantai utara, mereka sibuk mengambil gambar dengan ponsel ataupun gawai lainnya.

"Wow, it's magnificent," ucap seorang penumpang berambut pirang yang duduk di bangku depan, tak jauh dari tempatku berdiri. Ia menunjuk bibir pantai dengan batuan hitam yang tampak kontras dengan tepian laut kebiruan.

Aku tersenyum mendengarnya. Sebagai seorang tour guide, kebahagiaanku tak hanya terletak pada keindahan tempat yang kukunjungi, melainkan seberapa excited wisatawan yang pergi bersamaku. Mungkin terdengar dangkal, tapi senyum bahagia mereka saja sudah membuatku girang dan bersemangat.

"Fortunately, you enjoy the scenery. As I said, tours in Seogwipo will be slightly different from other Jeju Island tours. Even though both cities in Jeju island have a wide and beautiful coastline, this city is not as developed as Jeju city and you won't see luxury modern cottages on the beach as much as in Jeju city. So, you could enjoy more natural tourist destinations."

Saking terpesonanya akan pemandangan yang sudah kusaksikan lebih dari 5 kali seumur hidupku, wisatawan tersebut seperti tak mengindahkan paparanku barusan. Ya, mau bagaimana lagi, mereka turis asing yang baru pertama kali mengunjungi Korea Selatan, khususnya Jeju. Sempat terpikir, sebagai wisatawan asing, mengapa mereka tidak mengunjungi Kota Jeju, tapi ternyata faktor budget dan 'kepolosan' Kota Seogwipo yang membuat mereka tertarik pada destinasi ini.

"Yeju! So, how long will we arrive at our next destination?" teriak pria berkulit gelap yang duduk di bangku paling belakang, "I'm here just to go snorkeling!"

Sayang sekali, tidak semua elemen dari suatu perjalanan menyenangkan hatiku. Terkadang, ada satu atau dua orang, atau bisa jadi hampir semuanya bersikap menyebalkan. Salah satunya adalah pria berkulit gelap yang berasal dari Zimbabwe ini. Sejak di bandara, ia tak henti menanyakan perihal snorkeling yang menjadi salah satu dari itinerary yang tim marketing tawarkan.

"Keep calm, Joe. We'll visit Jeju Camellia Arboretum first and have lunch at Wimi Port Raw Fish Center, then ... go snorkeling."

Pria itu merotasikan bola matanya dengan mimik wajah tak bersahabat. "Too bad, I thought we would enjoy the underwater beauty in the morning."

Kalau dia merasa 'too bad,' sudah seharusnya dia cari paket snorkeling saja, bukan tur 3 hari 2 malam di Seogwipo.

"Sst, Joe."

Untung saja wanita cantik di sampingnya mencoba menenangkan dan memberikan senyuman tulus padaku.

"We just spend about 2 hours in the Arboretum and an hour to eat. I guess we will arrive at the beach and meet All Blu –snorkeling– instructors by noon," jelasku dengan antusias, "some tourists even said the underwater view at noon is more beautiful. So, I'm sure that our trip will be superb and ... more memorable."

Pria Zimbabwe tadi melirikku dan pasangannya bergantian. Lantas, ia mengangguk setuju. Sebenarnya, aku juga tidak tahu sebagus apa underwater di siang hari karena aku sendiri selalu memilih snorkeling ketika matahari tak lama naik dari cakrawala Timur. Namun, satu hal yang kuyakini sebagai tour guide selama hampir 3 tahun, mood wisatawan adalah hal terpenting dalam sebuah tur. Mau seindah apapun view-nya, kalau mereka sedang bad mood, perjalanan ini akan menjadi suram.

***

Di luar dugaan, wisatawanku kali ini tampak senang selepas meninggalkan arboretum. Sepertinya karena sebagiannya adalah wanita yang menikmati momen-momen berfoto di sana. Meskipun bukan tempat favoritku, harus kuakui kalau Jeju Camellia Arboretum merupakan tempat yang indah. Ibuku saja bisa menghabiskan lebih dari 4 jam di sana dengan tiket seharga 7.000 won. Namanya saja Camellia Arboretum, tentu yang ditonjolkan adalah bunga berwarna merah yang mampu berbunga selama 3 musim, sejak musim gugur sampai musim semi di mana bunganya akan mekar sempurna. Aku memang tidak menyebutkan musim panas tadi karena sayangnya, bunga camellia itu tidak bermekaran sekarang. Hal yang menjadi daya tarik wisatawan di musim panas benar-benar tidak terpikirkan kalau hanya mendengar nama tempatnya. Festival Bunga Hortensia.

Di musim panas, Jeju Camellia Arboretum hampir dipenuhi oleh warna-warni bunga hortensia. Bentuknya unik dan warna bunga ini dapat dikendalikan oleh petaninya. Bukan serta merta karena varietas. Selain itu, kudengar bunga ini bisa menjadi racun sekaligus obat, tergantung penggunaannya. Aku tidak menyukai bunga, tapi menurutku bunga ini sangat keren. Sayangnya, tak pernah sekalipun ada yang memberikanku buket bunga hortensia.

Sesuai janjiku pada Joe dan tentunya itinerary yang sudah dibuat oleh agen di Incheon, kami menghabiskan waktu untuk beristirahat di salah satu restoran seafood terkenal tidak lebih dari satu jam. Aku bisa melihat wajah antusias Joe ketika kami bersiap menaiki mini bus. Mirip anak kecil yang dijanjikan pergi ke taman hiburan. Kalau saja dia masih akan membuat ulah, mungkin aku akan sangat meratapi perjalananku ke Seogwipo. Ya, sebenarnya aku lebih ingin menghabiskan musim panasku kali ini untuk menemani pendakian ke Jirisan. Sayangnya aku kalah cepat dengan rekanku untuk mengambil job tersebut.

Dunia seolah tak mengizinkanku bernapas lega lebih lama ketika kudapati orang asing berkaki jenjang menginvasi tempat dudukku– di dalam bus– dan bangku kosong di sebelahku. Mataku menyipit melihat sosok tersebut tertidur pulas meskipun semua penumpang sudah kembali ke tempat duduk masing-masing dan suasana jadi lebih berisik.

"Ehm."

Dehamanku cukup keras agar sosok berkacamata hitam ini mau bangun sebentar dan memberikan penjelasan akan keberadaannya. Atau, segera pergi karena menyadari kesalahannya.

"Ehm ... ehm ...."

Aku mengulang dehamanku sebagai peringatan kedua agar pria itu segera sadar dan meninggalkan bangkuku. Dilihat dari penampilannya, aku yakin dia bukan preman iseng atau kriminal, tapi tetap saja aku khawatir. Ingin rasanya aku menendang pria ini sebelum aku sadar bahwa itu sangat tidak sopan.

"Permisi, Tuan. Apa Anda tidak salah bus?" ujarku seraya menepuk lengannya yang menyilang di belakang kepala.

Pria itu memutar posisi tidurnya menjadi menghadap sandaran kursi, yang artinya membelakangiku. Karena itu, aku memukul punggungnya dengan lebih bertenaga. Mau tak mau, harus kuabaikan soal sopan santun untuk kasus satu ini.

"Yeju, why don't you sit?"

Terdengar suara Joe yang sepertinya risau mendapatiku tak segera duduk. Pasti dia sudah kembali tak sabar lagi.

"Ya! Siapapun kau, bangun dari kursiku! Atau, kuminta sopir bus ini untuk menceburkanmu ke laut!" tegurku mulai tak bersahabat.

Aku bisa mendengar helaan nafas panjang dan setelahnya pria itu berbalik, mendudukkan tubuhnya dengan kaki selonjor. Apakah orang berkaki panjang memang perlu dua bangku untuk duduk di bus? Kurasa tidak. Lagi pula, turis-turis asing di bus ini cukup duduk dengan satu kursi.

Senyum pria itu tampak sinis, tapi aku tak bisa memastikan apakah bola mata di balik sunglasses hitam itu berrotasi malas atau tidak. Yang jelas, aku sangat yakin, dia tampak terganggu dengan keberadaanku.

"Apakah tidak ada bangku lain yang kosong?"

"Tidak," jawabku ketus.

Ia melongok ke belakang dan lantas menggeser kakinya ke depan. "Duduklah."

Wah. Kalau aku seekor naga, sudah kusemburkan api ke wajahnya yang sok tampan ini. Bisa-bisanya, ia mempersilakanku duduk di kursiku sendiri tanpa rasa bersalah.

"Kenapa tidak segera duduk? Busnya tidak akan jalan kalau kau masih di situ."

"..."

"Apa masih ada yang ditunggu, Kisanim*?"

"Sepertinya tidak," ucap sopir mini bus dengan tatapan terarah padaku, "benar 'kan, Agassi*?"

"Tidak ada yang ditunggu, tapi ada yang harus dibereskan," ucapku dingin sambil melirik pria itu.

"Oh, baiklah. Silakan kau bereskan. Aku tidur dulu."

Aku mengusap wajahku dengan kesal. Bisa-bisa pria itu akan kembali tidur tanpa penjelasan apapun. Apakah dia tebal muka?

"Maaf, Tuan. Sepertinya Anda salah bus, ini adalah mini bus untuk Tur Seogwipo 3D 2N yang berangkat dari Jeju Airport."

"Ya, aku tahu."

"Tapi, Anda tidak terdaftar di list kami."

"Oh, ya? Agen tur yang kuhubungi bilang kalau aku harus menunggu di Wimi Port Raw Fish Center dan naik minibus berwarna silver dengan plat Jeju bernomor 70-2791."

Aku menoleh pada Pak Sopir dan dia mengangguk setuju–mengiyakan ciri-ciri mini bus yang disebutkan. Padahal, aku sendiri tidak hafal nomor minibus ini. Masih tak percaya, aku memastikan kebenaran nomor kendaraan sambil menghubungi agen tur tempatku bekerja di Incheon.

"Ahjussi*, ini Yeju. Apa benar ada tambahan wisatawan di rombonganku?"

"Rombonganmu untuk tur kapan?"

"Tentu turku hari ini sampai tiga hari ke depan. Ada orang asing tiba-tiba masuk minibus dan mengaku sebagai bagian dari rombonganku."

"..."

"Bagaimana, Ahjussi? Aku khawatir kalau ia penyelundup."

"Sebentar, aku tidak dapat laporan dari Naeun. Coba kuperiksa file di komputernya."

Pria asing itu tertawa mengejek ketika aku menyebut kata 'penyelundup', tapi toh memang ada potensi seperti itu, bukan?

"..."

"Ah, sepertinya Naeun memang lupa memberitahumu. Ada satu tambahan wisatawan domestik yang baru menghubungi semalam. Sepertinya diikutkan rombonganmu karena tidak ada rombongan domestik ke Seogwipo hari ini. Dia akan menyusul siang ini di Wimi Port atau menunggu bersama All Blu. Namanya Moon Sangmin. Akan kukirimkan nomor ponselnya."

"Tidak perlu. Dia sudah di sini, Ahjussi," ucapku kesal. Buat apa lagi nomor ponselnya, kalau ia sudah tersenyum penuh kemenangan di hadapanku.

***

Catatan kaki:

Kisanim: Pak Sopir

Agassi: Nona

Ahjussi: Paman

Terima kasih untuk antusiasme di Blurb kemarin :)

Btw, aku lagi bereksperimen pakai POV orang pertama jadi sepertinya jumlah katanya akan relatif lebih sedikit dari setiap chapter stories yang lain. Hopefully, ini bisa menghibur kalian, ya.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro