Bagian 1
Hembusan angin yang menerbangkan dedaunan kering ke langit dengan aroma musim panas yang sangat terasa menyengat dan terik matahari yang mulai bersinar dengan terangnya.
Hari senin tanggal 21 Juli 2008, di sekolah yang terlihat luas dengan gedung bertingkat dua dan dinding kelas bercat warna hijau tua dan perpaduan dengan cat berwarna kuning menghiasai setiap dinding sekolah.
Dan hari ini pendaftaran ulang untuk mengetahui kelas mana yang akan aku tempati selanjutnya di kelas 12. Aku melihat daftar nama yang sudah tertera di papan mading dekat ruang kepala sekolah. Papan yang cukup besar dari ukuran tubuhku yang tidak terlalu besar dan gempal.
"Minggir... Minggir gue gak kelihatan nih!"
"Yah sekelas lagi sama lu, males gue!"
"Yes, gue masuk ke kelas ini."
"Alhamdulillah kita sekelas lagi ya, hihihihi."
"Ya elah gue sekelas lagi sama lu, ah ampas kelapa. Lagi-lagi gue lihat muke lu, muak bro muak gue!"
"Ah, kampret lu! Gue sleding mau lu, ntar mampus lagi."
Suara mereka memenuhi di kerumunan para siswa lainnya yang sedang melihat daftar nama mereka dan kelas yang mereka dapat. Namaku tertera di kelas 12 IPS 1, kelas terkahir yang akan aku singgahi di masa putih abu-abu ini dan namaku adalah...
Abiyu Hifrizi, usia 16 tahun dan sebentar lagi akan memasuki usia 17 tahun. Seorang kutu buku dengan frame kacamata berwarna hitam dan model kacamata petak, rambut yang pendek sedikit acak-acakan dengan kulit tidak terlalu putih, memiliki tinggi sekitar 170 cm.
Aku mulai melangkah berbalik arah meninggalkan kerumunan orang banyak dan mulai mencari kelas yang akan aku tempati selanjutnya. Kelas yang letaknya di lantai 1 tepat bersebelahan dengan ruang klub Marching Band.
"Hoii Abi, sini-sini," ucap seseorang yang tidak asing lagi bagiku--Andi.
Andi Chandra adalah mantan ketua OSIS di sekolah ini dan dia pernah satu kelas denganku di saat kelas 11 kemarin dan lebih tepatnya aku mengenal Andy karena dia duduk tepat di meja paling depan dan aku meja kedua di menghadap meja guru.
"Ehh, iya Di. Tunggu gue!
Aku lekas berlarian dari kerumunan orang banyak tadi dan mulai mendekati ruang kelas 12 IPS 1 dan disana tepat Andy sedang berdiri dengan lambaian tangannya.
"Perut gue laper nih, yuk temenin gue ke kantin. Lagian kan ini hari pertama juga, pasti gak ada guru dan pelajaran di hari pertama sekolah."
"Ah, lu sendirian aja deh. Gue dah kenyang."
"Sama gue juga dah kenyang banget, yang ada gue makin gendut makan mulu. Ntar oppa gak sarangheyo gue lagi."
"Dih, najis tralala deh gue denger lu. Ya, udah deh gue ke kantin ya, nanti kabarin aja kalau udah mau masuk."
Aku terus berlarian menuju Andy dengan raut penuh senyuman, karena cuma orang ini yang aku kenal dan satu kelas denganku kembali. Tapi, lantai keramik yang sangat licin membuatku tergelincir akibat masih terlihat basah dan entah kenapa aku merasa sedang menabrak seseorang tepat di hadapanku.
Burgh
"Aww, sakit banget! Aduh lecet nih tangan gue. Punya mata gak sih!"
Lirih suara seorang perempuan yang terpuruk di lantai dengan sikut kanan nya yang sedikit lecet.
"Mana kacamata, kacamata dimana kau berada?" Aku mulai meraba-raba di sekitar aku terjatuh untuk mencari kacamata yang terjatuh di lantai koridor sekolah.
"Eh, lu pake mata gak sih. Kalau lari itu hati-hati, lu kira ini taman kanak-kanak yang sesuka hati lu lari kesana kemari."
Omelan perempuan itu membuatku sedikit terdiam dan mulai merasa bersalah, dan memang aku bersalah dalam hal ini.
"Ma-,...maaf! Gue salah," ucapku sambil masih meraba-raba lantai dan akhirnya aku menemukan kembali kacamataku.
"Sekali lagi gue minta maaf sama lu! Pliiis maafin gue ya," sambungku dengan memohon maaf dari perempuan yang tepat berada di hadapanku.
Perempuan itu bernama Zahra Adresia Saifana. Seorang siswi paling populer di sekolah ini dan dia juga anak pemilik sekolah ini. Dia adalah tipe perempuan idaman para pria di sekolah ini, bahkan mereka rela melakukan apa saja untuk mendapatkan perhatian Zahra, sekalipun harus adu jotos satu sama lain.
Dia adalah salah satu anggota klub Basket di sekolah ini, dan ketenarannya tak hanya membuat kaum pria jatuh hati padanya tetapi juga membuat para siswi di sekolah ini makin membenci keberadaannya. Bagaimana tidak orang ini memiliki sifat yang kurang bagus dan sombong.
Wajar saja banyak siswi lain iri akan kehadirannya Zahra sebagai primadona sekolah. Parasnya yang manis dengan rambut terurai panjang dan terlihat hitam pekat, kulit putih bagaikan susu dan matanya yang berwarna cokelat menambah anggun wanita ini di hadapan para pria di sekolah ini.
Beberapa kali Zahra harus di panggil ke ruang BP karena kerap bermasalah dengan siswi lainnya. Mulai dari saling jambak, saling pukul dan berbagai catatan buruk lainnya. Tapi, semua tidak berdampak apa-apa bagi sekolah. Bahkan beberapa kali dia mampu membawa trophy untuk sekolah setelah memenangkan kejuaraan Basket.
"Kalau jalan pake mata, jangan pake dengkul lu. Dasar ya otak di letakin di dengkul ya suka gini deh, minggir lu. Mau gue tonjok muka lu sampai babak belur?" ucap Zahra dengan ekspresi marah lalu pergi begitu saja.
Aku hanya terdiam sejenak dengan kucuran keringat yang perlahan mulai membasahi wajahku.
***
"Sial banget sih gue pagi-pagi begini udah ada aja kejadian yang bikin apes. Ketemu orang geblek kek dia lagi, bikin mood gue hancur aja!" gerutuku sambil membersihkan luka di bagian sikut kanan ku.
"Ya elah, ternyata lu masih di sini Zah. Lu jajan apa lagi bersemedi di kantin gini?" ucap seorang perempuan dengan rambut pendek--Yurika.
"Tau nih, di cariin juga daritadi eh gak taunya masih di sini. Kan kampret lu!" ucap satu orang lagi dengan rambut di kuncir kuda bagian belakang--Dinda.
Kedua orang ini adalah teman terdekat yang mulai berteman denganku saat duduk di kelas 10. Keduanya sih loyal berteman denganku, tapi tak kerap juga mereka jadi bahan cemo'oh bagi siswi lainnya karena mereka yang selalu ada-ada saja mengusik kehidupanku.
"Ehh, lu bacot doang dah. Gak lihat apa temen lagi dapet musibah gini, bukannya di tolongin. Ini malah ceramah kek Mamah Dedeh lu."
"Ya elah Zahra, sabar dah. Gak usah pake otot, mending makan bakso deh. Gue yang traktir deh," goda Yurika pada Zahra.
"Gue gak di beliin nih, oke gue ngambek nih!" sahut Dinda.
"Ya elah bumbu rendang pake ngambek segala, iye iye gue traktir deh lu!" sambung Yurika.
___________________________-NEXT-____
Asik udah kelar, maaf kalau cerita dan alurnya aku ubah. Jadi harap maklum, karena ada beberapa ide baru yang masuk dan ide yang kemarin kurang menarik dan harus di tulis ulang.
Selamat membaca dan jangan lupa berikan vote dan komentar kalian disini, terimakasih atas vote dan komentar kalian 😋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro