I Hope I Can be Agresif
I Hope I Can be Agresif
Kuroko x Shy! Reader x Momoi
Story © Nikishima Kumiko
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
▪▪▪▪▪▪
Aku menghela nafas melihat mereka berdua, Kuroko Tetsuya dan Momoi Satsuki. Mereka berdua... pasangan yang serasi ya? Walaupun mereka belum jadian sih.
Momoi sangat agresif terhadap Kuroko. Bahkan saat melihatnya, ia langsung memeluknya.
Itu membuatku iri sekaligus cemburu.
Aku berharap aku juga bisa se-agresif dia. Kuroko juga tidak protes sama sekali saat Momoi memeluknya. Ia hanya menjawab dengan.
"Ittai desu, Momoi-san."
Selalu seperti itu. Membuatku tertawa kecil dalam hati. Sifatnya, entah kenapa aku menyukai sifatnya yang datar dan tenang. Terkadang, karena sifatnya, Aomine dan Midorima sampai marah-marah. Bahkan Kise sampai menangis di pojok.
Sangat hebat ya?
"Oi [Name]! Jangan melamun! Mana handukku?" seru Aomine.
Shimatta! Aku lupa mengambilkannya.
Aku pun berdiri dari bench. "Gomen! A-aku akan mengambilnya segera."
Aku berlari mengambil handuk Aomine. Kenapa aku bisa lupa? Hontou no Baka watashi...
Dibandingkan dengan Momoi, aku tidak ada apa-apanya. Ia manajer tim basket yang hebat. Aku merasa seperti orang ketiga dalam mereka berdua.
Tentu saja... Aku ini pengganggu ya.
"[Name]-san lagi-lagi kau melamun. Apa sedang terjadi sesuatu?" tanya Kuroko yang tiba-tiba saja muncul di hadapanku.
Blush~
"Ti-tidak ada apa-apa Kuroko-san. Aku pergi dulu."
Aku berucap lalu meninggalkannya dan memberikan handuk untuk Aomine. Jantungku berdebar sangat kencang.
Aku malu! Bahkan berbicara dengannya saja, aku tidak bisa. Lagipula kalau aku bersama Kuroko, aku merasa ada seseorang yang menatap tajam ke arahku.
"[Name]-chan! Apa boleh kita bicara hanya berdua saja?" tanya Momoi. Aku mengangguk mengiyakan. Ia pun tersenyum manis.
Hah... bahkan bila dibandingkan denganku Momoi lebih cantik. Aku ini benar-benar tidak berguna.
▪▪▪▪▪▪
Aku berjalan menuju atap. Momoi menyuruhku untuk berbicara dengannya setelah latihan di gym tadi. Aku tidak tau apa yang akan dibicarakannya. Tapi, aku harap ini bukanlah sesuatu yang buruk.
"Ah... kau sudah sampai ya [Name]-chan."
"Uhm~ J-jadi... apa yang ingin kau bicarakan denganku?"
Ia membalikkan badannya menatapku masih dengan senyuman manis diwajahnya. "Aku tau kalau kau menyukai Tetsu-kun―"
"―E-eh?! Tu-tunggu Mo-momoi-san!! A-aku.."
Aku menundukkan kepalaku malu. Meremas rokku dengan erat. Kenapa ia tiba-tiba membahas soal ini? Dan darimana dia mengetahuinya?
Ia tertawa kecil melihat reaksiku. "Aku tau kok. Karena aku juga menyukai Tetsu-kun!" ujarnya ceria.
Hah, sangat bersinar. Tidak seperti diriku yang pemalu dan redup ini. Tentu saja Kuroko pasti akan menerima Momoi.
"Karena hal itulah, kita akan menjadi rival. Jadi.... jauhi Tetsu-kun."
Suaranya menjadi dingin. Kenapa ia seperti itu?
"E-eh... i-itu..."
"Aku yakin kalau kau sangat malu ketika bertemu dengan Tetsu-kun. Jadi, kau tidak punya kesempatan sedikit pun. Berhentilah menemuinya. Itu saja. Jaa ne~"
Ia berjalan meninggalkanku. Aku masih diam tak menjawab. Kenapa aku merasa sedih? Apa yang harus kulakukan?
Kurasa... aku tau apa jawabannya. Ini karena aku pemalu. Ini semua karena sifatku. Andai saja aku bisa seperti Momoi. Andai saja aku bisa se-agresif seperti dirinya.
Ini semua tidak akan terjadi...
Aku berjalan menuju kelasku dengan langkah gontai, perasaan sesak memenuhi dadaku. Aku akan pulang kerumah dan berusaha melakukan apa yang Momoi katakan.
"[Name]cchi?!"
"Huh? Oi [Name]! Kenapa kau menangis?"
Eh? Aku menangis? Dengan kasar aku mengusap pipiku lalu mengulas senyum. Kuharap mereka tidak curiga.
"A-aku tidak menangis... hehe~"
Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Kise mengangguk mengerti. Syukurlah ia bisa dikecoh. Tapi, Aomine menatapku tak percaya.
"Benarkah? Lalu yang kulihat tadi apa hah?"
"I-itu... t-tadi aku habis mendengar kabar kalau tokoh animeku di-ship dengan karakter yang kubenci. M-makanya aku menangis, haha~"
Aku berujar, berusaha meyakinkannya. Ia mengerutkan alisnya. Kenapa kau masih tidak percaya sih Aomine? Kukira Aomine itu orang yang mudah dikecoh mengingat sifatnya yang―ehem, maafkan aku―aho.
"Hah, terserah kau saja."
Kami bertiga diam. Tidak ada yang bicara sama sekali. Sampai aku merasa kalau aku harus memecah keheningan ini.
"Kise-san. Menurutmu bagaimana kalau kau menyukai seseorang. T-tapi, kau sangat malu k-ketika dekat dengannya?"
"EH?! [Name]cchi menyukai seseorang-ssu?!"
"Bu-bukan begitu! I-ini hanya tentang... A-anime, novel dan sejenisnya―ya."
Kise mengangguk polos lalu berfikir sejenak. Aomine melirik malas kami berdua. "Uh... Aku tidak menyukai seseorang sih, gomen-ssu"
"Begitu ya. Oh ya, b-bagaimana menurutmu kalau Momoi-san dan Kuroko-san b-berpacaran...?"
"Aku setuju-ssu! Mereka sangat cocok-ssu!"
Ah... benar juga. Apa yang bisa kuharapkan? Mereka berdua sangat cocok. Aku ini hanyalah pengganggu. Bahkan teman-teman lainnya menganggap kalau mereka berdua itu cocok.
"A-aku pulang dulu ya, Jaa..." Aku meninggalkan mereka berdua.
"Oi Kise! Kau bahkan lebih bodoh dariku ya."
"Hidoi-ssu! Apa maksudmu Aominecchi?!"
"[Name] itu menyukai Tetsu dan kau malah bilang kalau Satsuki dan Tetsu itu cocok."
Kise menutup mulutnya kaget tak percaya. "[Name]cchi menyukai Kurokocchi ya-ssu? Lho, kok aku baru tau?" gumamnya.
Aku benar-benar tidak tahan. Aku ingin menjadi agresif seperti Momoi agar aku bisa menyatakan perasaanku pada Kuroko. Walau hanya sebentar. Aku ingin mengatakan kalau aku suka padanya.
"Ah, itu... Kuroko-san dengan Momoi-san." gumamku sendu ketika melihat mereka berdua yang terlihat sangat senang. Kuroko masih dengan pokerface-nya. Tapi kurasa ia senang bersama dengan Momoi.
Aku menghela nafas pasrah melihat mereka. Sekaligus mengingat perkataan Kise..
"Aku setuju-ssu! Mereka sangat cocok-ssu!"
Perkataan Kise terus saja terngiang di kepalaku. Membuatku mengacak suraiku frustasi dan berjalan menjauhi mereka.
▪▪▪▪▪▪
Tok! tok! tok!
"Iya! Masuk!"
"[Name]? Apa kau sudah putuskan keinginanmu?" tanya Otou-san sambil membuka pintu kamarku. Aku menoleh lalu memamerkan cengiranku.
"Hehe~ g-gomen Otou-san... aku lupa."
"Haah, kau ini. Bagaimana kalau kau ikut Tou-san ke Inggris? Kurasa Kaa-san juga akan senang. Kau juga bisa belajar piano denganmya," ajak Otou-san.
Yah... Okaa-san adalah seorang pianis terkenal di Inggris dan Otou-san memutuskan untuk menemani Okaa-san disana selama 3 tahun.
Apa ini kesempatanku untuk menjauhi mereka?
Tapi, mereka adalah temanku... Aku sangat susah mendapatkan teman karena sifat pemaluku ini. Waktu itu Kurokolah yang mengajakku berbicara. Namun, seketika aku tersadar.
Tidak!
Aku tidak boleh mengganggu hubungan mereka! Tidak.
"Kalau kau tidak ingin ikut―"
"―A-aku mau!" ujarku dengan nada yang sedikit keras. Otou-san tersentak kaget lalu menghela nafas.
"Kau yakin?" tanyanya sambik menatapku. Aku menganggukkan kepalaku tanpa ragu.
"Selesaikan urusanmu disini. Kita akan berangkat 3 hari lagi. Jangan ada yang ketinggalan ya!"
Setelah perkataan itu, Otou-san menutup pintu kamarku. Aku menghempaskan badanku di big bed milikku.
3 hari lagi?
Apa aku harus mengucapkan salam perpisahan pada Kuro―Dame! Momoi sudah melarangku untuk bertemu dengan Kuroko.
Aku akan berpamitan dengan yang lainnya. Tapi, tidak masalah 'kan, kalau aku berpamitan dengan Kuroko selama masih ada Momoi?
"Padahal, aku menyukainya...," gumamku sedih.
▪▪▪▪▪▪
Hari pertama, karena aku sekelas dengan Aomine dan Kise, hari ini aku akan memberitahu mereka saja...
"Kise-san! Aomine-san! b-boleh berbicara sebentar?"
"Huh? Boleh. Bicara saja."
"Apa itu [Name]cchi?"
Aku menunduk menyembunyikan wajahku. Agak susah mengatakannya. Tapi, kalau aku tidak berani maka aku tidak bisa mengatakannya.
"Itu... tapi sebelumnya kalian berjanji untuk tidak m-mengatakannya pada s-siapa pun, ya," ujarku dengan nada kecil.
"Tentu saja-ssu!"
"Hh..."
"Itu, kurasa kalian tidak terlalu peduli akan hal ini sih. D-dua hari kedepan aku akan ke inggris me―"
"--Oi, oi! Tunggu, ke Inggris? Kau kenapa [Name]? Jangan bilang karena Satsuki dekat dengan Tetsu jadi kau ingin melarikan diri ya?" Iris Aomine yang sebelumnya menatap malas menjadi menyipit meyelidikiku.
"T-tidak! Bu-bukan begitu. Aku hanya ingin belajar piano bersama Okaa-san. Lagipula... Pasti aku akan ditinggal sendiri, karena Otou-san akan pergi se-selama 3 tahun."
"[Name]cchi! Jangan pergi-ssu! Apa karena perkataanku tentang Momocchi dan Kurokocchi itu cocok-ssu?!"
Kise menjadi panik. Ternyata lebih nyaman dengan mereka. Melihat tingkah Kise membuatku terkekeh pelan.
"Eh?"
Mereka berdua menatapku bingung.
"Jangan khawatir. Aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Oh ya, tolong datang di tempat ini saat hari Rabu. Saat itu, aku akan mengucapkan salam perpisahan untuk kalian. Ah! Aku harus memberi tahu Akashi-san juga yang lain. Aku pergi dulu ya!" ujarku lalu berlari meninggalkan mereka.
"Itu kalimat pertama [Name]cchi tidak gagap ya-ssu," gumam Kise.
Aku memegang dadaku yang terasa sakit. Memang betul yang mereka katakan. Tapi, aku tidak ingin membuat mereka merasa bersalah dan khawatir di hari terakhir aku berada di Jepang.
"[Name]? Apa yang kau lakukan di tempat seperti itu?" tanya Akashi yang tiba-tiba muncul di hadapanku.
"Sedang... Lho―Akashi-san?!"
"Ya. Memangnya kenapa?" tanyanya sambil menautkan alisnya menatapku tajam. Aku menggeleng pelan. Ia membuatku kaget.
"Tidak. Hanya saja kau me-membuatku kaget. Ah, Ada yang ingin kubicarakan denganmu dan juga Mi-midorima-san."
"A-aku nodayo?" Midorima menyahut heran seraya menunjuk dirinya. Aku pun menceritakan semuanya.
"Jadi, kau akan pergi ke Inggris ya?" tanya Akashi.
"Uhm... T-tolong datang di tempat itu saat hari rabu ya?" pintaku.
"Ya. Aku akan datang." Ujar Akashi sambil tersenyum tipis. Aku menatapnya lega. Sisanya tinggal Midorima. Aku menatapnya dengan tatapan memohon.
Ia memalingkan wajahnya.
"Ba-baiklah! Bukan berarti aku ingin datang nanodayo!" Aku tersenyum tipis. Lalu meninggalkan mereka berdua.
Sisanya tinggal Momoi dan Kuroko yah...?
Hari kedua, aku belum memberitahu mereka berdua. Untung saja Kiseki no sedai sudah berjanji untuk tidak membicarakan hal ini.
Bahkan kemarin, aku menyogok Murasakibara dengan setumpuk vanilla puding-ku agar datang. Dan itu berhasil.
Aku masih menonton di bench. Memperhatikan permainan basket mereka. Sepertinya aku akan merindukan saat-saat seperti ini. Sayang, aku harus menjauhi mereka.
"[Name]-san, kau melamun lagi. Apa kau sedang ada masalah?"
Blush~
Ke-kenapa dia bisa ada disini?! A-aku tau kalau ia juga anggota basket! M-maksudku kenapa ia berada di dekatku, batinku menjerit.
"T-tidak ada apa-apa K-kuroko-san... A-aku pergi dulu."
Hari terakhir dan aku belum juga memberitahu mereka berdua. Sifat pemalu sialan! Kenapa aku tidak bisa mengatakannya?! Bahkan di dekatnya saja aku sudah gugup setengah mati.
"[Name]. Apa kau sudah memberitahu Tetsuya?" tanya Akashi.
"I-itu..."
"Jadi belum ya. Apa kau ingin aku yang memberitahunya?"
"Ti-tidak! M-maksudku, biar aku saja yang memberitahunya."
"Baiklah kalau begitu."
Ia pun pergi. Kowai~ Kenapa saat Akashi bilang ingin memberitahunya aku merasa takut sekaligus gugup?
Hari sudah sore, aku bahkan belum bicara sepatah kata pun mengenai hal ini pada Kuroko dan Momoi.
Kurasa ini memang takdir. Karena sifatku yang sudah ditakdirkan begini. Aku tidak bisa memberitahunya.
Biarlah...
Aku pergi ke aula konser pribadi milik Okaa-san yang dikelola Otou-san. Disana terdapat piano yang biasa kumainkan bersama Okaa-san.
"Kau lama sekali, [Name]." Akashi berujar.
"K-kalian sudah datang? G-gomen!" ujarku sambil membungkuk di hadapan mereka berlima.
"Jadi, dimana Kurokocchi?" tanya Kise sambil menoleh ke kanan dan kiri.
Aku menunduk, "soal itu―"
"Aku disini."
Aku menatapnya terkejut. Kenapa ia bisa ada disini? Aku kan tidak mengajaknya. Kenapa bisa?!
"Aku yang mengajaknya," ujar Akashi seakan mengerti pikiranku.
"A-akashi-san...?"
"Kau membuatku marah [Name]-san. Hanya aku yang satu-satunya tidak diajak. Itu membuatku marah." Kuroko mengucapkannya dengan pokerface-nya. Aku tau walau dengan ekspresi seperti itu. Ia pasti marah besar.
"M-ma... Maaf," ujarku pelan. Menundukkan kepalaku tak berani menatapnya. Di hari terakhir seperti ini, aku malah membuatnya marah.
"Bagaimana kalau kita masuk kedalam dan mendengar permainan [Name]?" ajak Akashi.
"Ah, iya."
Sedangkan yang lain bersorak gembira―maksudku hanya Kise saja. Aomine menanggapi dengan menguap, Midorima menaikkan kacamatanya yang kuyakin itu tidak turun sama sekali, Murasakibara masih memakan snack-nya. Kuroko berjalan mengikuti masih dengan wajah yang datar.
Doushiyou...?
Dia pasti sangat marah sekarang. Aku naik ke panggungnya. Menyentuh piano berdebu itu. Sudah lama sekali ya. Mengingat terakhir kali aku bermain piano saat Okaa-san masih tinggal di Jepang.
Aku duduk dan membuka penutupnya. Mengetes tuts-tutsnya. Sepertinya masih bagus, walaupun sudah lama aku tidak memainkannya. Aku pun mulai memainkan piano ini.
Aku akan menyampaikan perasaanku melalui lagu ini. Memang tidak se-agresif Momoi yang tiap hari mendekatinya.
Tapi, kurasa... ini sudah lebih dari cukup. Menarik nafas dalam-dalam. Lalu, aku mulai menyanyikan lagu kesukaanku.
[noted. sfx : wishing - Rem (CV : Inori Minase)]
🎼Asa ni nattara futari me o awasete
Tawai nai koto sukoshi hanashi shitai na
Hareta koko wa sotto te o tsunai de
Odayaka na machi o sukoshi aruite mitari
Sonna souzousa e itoushikute
Itsu made mo onaji chigau o
Issho ni sugoshite takute
Datte asa mo yoru mo
tsutaetai koto takusan atte
Kyou mo ashita mo
sukita nante
Aa...ietara
Ii no ni🎼
Aku menghentikan nyanyianku. Menyudahi permainanku. Suara tepuk tangan terdengar di telingaku. Menggema di ruangan yang besar ini.
Eh? Kuroko dimana? Sepertinya ia masih marah soal yang tadi. Aku tidak melihatnya di bangku penonton.
"[Name]-san."
Su-suara ini...!
Aku menoleh mencari asal suara tersebut. Kudapati Kuroko yang tengah menatapku dengan pokerface-nya.
"Ku-kuroko-san...? Ke-kenapa kau bisa disini? Bu-bukannya kau tadi." Aku menundukkan kepalaku malu menatapnya. Ah! Pasti wajahku sangat merah sekarang!
"Aku menyukaimu [Name]-san. Aku tidak ingin kau pergi ke Inggris. Summimasen, karena telat mengatakannya."
...eh?
Bruk!
"[Name]! Oi [Name]! Oi, Tetsu! Kenapa [Name] bisa pingsan hah?!" tanya Aomine panik.
"Mana kutau Aomine-kun," jawab Kuroko dengan pokerface-nya.
"Jangan menjawab dengan wajah seperti itu!/-ssu!/nanodayo!" bentak Aomine, Kise dan Midorima bersamaan.
"[Name]-chin~ apa kau baik-baik saja~?" tanya Murasakibara.
"Lebih baik kita membawanya pulang kerumahnya dulu," titah Akashi.
Dan akhirnya, mereka pun membawa pulang [Name] ke rumahnya dan mengunci tempat itu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro