Chance
Chance
Karma x Reader x Asano
Story © Nikishima_Kumiko
Ansatsu Kyoushitsu © Yusei Matsui
▪▪▪▪▪▪
Kau merasa risih dengan pemandangan di hadapanmu, sepasang kekasih yang tengah bermesraan lebih tepatnya. Akabane Karma dan Okuda Manami. Siapa yang tidak mengenal mereka?
Seluruh murid kelas E-yang sekarang kini telah berpisah karena sekolah yang berbeda-mengetahui hubungan mereka. Bahkan saat Koro-sensei masih hidup, ia pun ikut mendukung hubungan mereka. Hanya kau saja yang menolaknya, dalam hati pastinya.
Apalagi, kau dan Karma memiliki rahasia. Kalian berdua dijodohkan, kau yang menyukainya diam-diam sudah tentu merasa senang. Berbeda dengan Karma yang mati-matian nenolaknya. Kau tersenyum miris membayangkannya.
Dia sudah punya orang yang ia sukai, mengapa aku masih menghalanginya?
Kau menghela nafas, mengetahui jawaban yang ada di pikiranmu. Tidak ada yang tau tentang perjodohan kalian. Kalian berdua telah menyimpan rahasia ini selama 3 tahun lebih. Kau memalingkan wajahmu, menatap ke arah jendela.
Bodoh! Kenapa aku masih mengharapkannya?!
Rasanya ingin kau berteriak, tersiksa akan perasaan yang terus menyesakkan dadamu. Kau berpikir, tidak seharusnya kau jatuh cinta pada orang itu. Memikirkan hal ini, hanya membuat kepalamu sakit.
"Apa yang harus kulakukan...?" gumammu. Menutup matamu dengan pasrah.
"[Name]-chan~? Jangan tidur di kelas, nanti dimarahi sensei lho~" Tiba-tiba Karma datang menghampirimu setelah bermesraan dengan Okuda.
Kau mendelik sinis kepadanya, satu-satunya cara agar orang-orang tidak mengetahui apa yang kau rasakan. Memang, ia menolak untuk dijodohkan denganmu, tetapi ia tidak bersikap dingin terhadapmu. Membuatmu kembali menaruh harapan kepadanya. Buru-buru kau enyahkan pikiran seperti itu lagi.
Bukankah ia selalu seperti itu pada semua orang? Percuma saja berpikiran seperti itu.
Kau berdiri, mengabaikannya yang menatap bingung ke arahmu. "Jangan mengikutiku." Kau berujar sinis sebelum ia ikut melangkahkan kakinya. Kau meninggalkannya yang masih terdiam di tempat.
"Ada apa Karma-kun?" tanya Okuda ketika melihat ekspresi bingung Karma. Karma menoleh lalu tersenyum, menggelengkan kepalanya lalu mengusap surai kekasihnya itu.
"Tidak ada apa-apa."
Karena pada akhirnya, ia hanya akan selalu memberikan senyumannya pada gadis itu.
Kau menghela nafas, duduk di bawah pohon sakura. Menekuk lututmu dan memeluknya dengan erat. Ingin rasanya kau menangis, ingin rasanya kau menghilangkan perasaan ini. Mau bagaimana lagi? Semua adalah kehendak kami-sama.
Memikirkan hal itu, membuatmu merasa frustasi. Kau mengacak suraimu pelan. Andai saja, kau tidak menyukainya. Andai saja kau dapat memilih orang yang kau sukai.
Tentu saja, hal itu tidak mungkin bukan? Manusia tidak bisa memaksakan perasaannya. Kau selalu mengerti akan hal itu. Yah ... Kau selalu paham dengan hal itu.
"Sedang apa kau disini?" Suara baritone itu menyadarkanmu. Kau menengadahkan kepalamu mencoba melihat siapa pemilik suara itu.
"Aa... Asano-kun," ucapmu pelan, lalu menunduk kembali. Tak menjawab pertanyaan Asano sama sekali. Asano pun menyandarkan tubuhnya pada pohon sakura itu. Sesekali melirikmu yang masih diam tak bersuara.
"Tidakkah kau seharusnya bersama dengan Akabane?" tanyanya. Mendengar nama itu, dadamu terasa sesak lagi. Kau men-deathglare-nya. Walaupun itu tidak berpengaruh sama sekali.
"Itu bukan urusanmu." Kau menjawab ketus.
"Terserah saja. Oh iya, aku ada permintaan padamu," ujarnya sambil berdiri, kau menatapnya sambil mengerutkan dahimu.
"Kudengar kau cukup berbakat dalam bidang menggambar. Aku ingin kau mengikuti lomba ini," ujarnya, memberikanmu lembaran poster lomba tersebut. Kau menatap selembar poster itu.
"Temanya?"
"Ah, iya. Temanya bebas, kau dapat menggambar apapun."
Tanpa pikir panjang, kau menganggukkan kepalamu setuju. Asano tersenyum tipis, merasa lega karena kau menerima ajakannya.
Sebuah perasaan yang tidak tersampaikan, itulah alasanku menggambar selama ini.
Semenjak saat itu, kau dan Asano semakin dekat. Dan setiap bertemu dengan Karma kau selalu berusaha mengabaikannya, berusaha menjauh darinya. Sempat kau berpikir kalau pertemananmu dengan Asano hanyalah pelampiasan akan perasaaanmu terhadap Karma. Tapi, kau selalu berusaha menepis pikiran itu.
Bukan hanya itu saja, ada beberapa hal yang mengganggumu. Kau selalu merasa gelisah. Semua perasaan negatif mungkin tengah berada di pikiranmu saat ini.
Dan hal utama yang paling membuatmu bimbang, Apa kau harus menyatakan perasaanmu dan tidak membatalkan perjodohannya? Atau tetap memendamnya dan membatalkan perjodohannya?
"Apa aku harus menolak perjodohannya?" gumammu lirih.
"Awalnya aku merasa cukup dengan hanya melihat tingkahnya dari jauh-tapi entah kenapa aku menjadi serakah setelah perjodohan itu. Aku... tidak ingin melepaskannya." Kau meringkuk di atas kasurmu dengan selimut yang membungkus seluruh tubuhmu. Kau menangis dalam diam.
"Aku... Ingin bersamanya...."
Aku menjadi semakin serakah karena dirimu dan selalu mencoba untuk mengeluarkan perasaan terpendam ini.
"Besok adalah harinya ya? Jujur saja, sketsa milikmu mudah dipahami. Hanya saja-aku tidak menyangka kalau selama ini kau... menyukai Akabane. Kupikir kalian hanya sebatas teman," ujarnya tanpa melirikmu sama sekali, sibuk dengan proposal dan dokumen-dokumen lainnya, mengingat dia adalah ketua OSIS SMA Kunugigaoka.
Kau menatapnya tajam, lalu menunduk. Beberapa anak surai milikmu menutupi wajahmu. Kau menatap lantai dengan tatapan yang datar.
"Sketsaku mudah dibaca ya?" gumammu sambil melirik sketch book milikmu.
"Aku juga tidak menyangka kenapa aku bisa menyukainya. Hah... rasanya aku ingin menghilangkan perasaan ini."
"Kalau begitu, kenapa kau tidak menyatakan perasaanmu saja?" tanya Asano sekali lagi tanpa melirikmu lagi.
Kau diam tak menjawab, lalu meremas rokmu pelan. Seakan tau jawabannya, Asano menatapmu dan menghela nafas. Keheningan mulai terjadi di antara kalian berdua. Kau tak menjawab, begitu pula Asano yang tidak bertanya lagi.
Aku tau, karena saat aku mengatakannya. Maka-kau akan menjauh dariku.
Hari ini lah saatnya. Tentu saja, karena kau mewakili sekolah maka beritanya menyebar luas di kalangan murid kelas 3-E dulu. Yah, kau tidak tau mereka datang darimana.
"[Name]-chan! Ganbatte!" ujar Kayano memberi semangat padamu. Kau mengangguk sambil tertawa kecil.
"[Last Name]-san, Ganbare!" seru Nagisa.
"Gambar yang bagus ya~ [Name]~" sahut Nakamura. Yang lainnya ikut mengangguk, kau memberi senyum kepada mereka. Sudah lama tidak seperti ini, pikirmu.
Kau mengedarkan irismu ke sekeliling dan menghela nafas ketika mendapati dua sosok yang bisa dibilang kau benci, kalau begini kau tidak bisa fokus karena melihat mereka berdua. Kau pun masuk ke dalam, meninggalkan teman-temanmu yang menatap bingung dirimu.
"Hei, Kulihat kau gugup. Abaikan saja mereka berdua, fokus saja dengan sketsamu. Anggap kalau kau ingin menyatakan perasaanmu lewat sketsa milikmu."
Asano berbisik sembari menepuk bahumu sebelum keluar dari daerah peserta. Kau tersenyum tipis, merasa berterimakasih pada pemuda bersurai strawberry blonde itu. Walau tidak yakin, apakah itu benar untuk menyemangatimu? atau supaya kau fokus pada lomba agar tidak memalukan nama sekolah.
Yah... walaupun pada dasarnya kau memang harus memenangkan lomba ini. Kau tersentak lalu mengerjapkan matamu seperti tengah menemukan jawaban.
Kau menutup matamu sambil tersenyum, kau telah mendapatkan jawabannya. Kau menggoreskan pensil kesayanganmu di atas sketsa berwarna putih milikmu. Goresan-goresan itu membentuk gambar seorang gadis yang tengah menangis sambil memegang Bunga akasia.
Karena itu, aku tidak perlu kata-kata untuk mengutarakannya dan hanya perlu menggoreskannya di atas sketsa. Dengan begitu, aku tidak perlu menjadi serakah.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Aish~ hanya dapat Juara 2, pasti si juara 1 curang! jelas-jelas gambar [Name]-chan itu lebih baik dari gam-Ittai!" oceh Maehara terhenti ketika Hinata memukul kepalanya dengan keras.
"Kau saja yang tidak tau menggambar, makanya tidak tau membedakan yang mana bagus dan mana tidak," dengus Hinata kesal. Sedangkan Maehara tengah mengusap-usap kepalanya. Yang lain hanya bisa tertawa melihat kelakuan mereka berdua.
Kau terkekeh melihat kelakuan mereka berdua. Sedangkan Asano melirikmu yang sedang tertawa. Kenapa ia bisa ikut bersamamu? Kau yang mengajaknya, merasa tidak enak jika membeda-bedakan teman.
Lagipula, yang lainnya juga tidak mempermasalahkannya. Karena masalah kelas A dan kelas E sudah lama berakhir.
"Kurasa, karena jurinya buta. Jadi, dia memilih si juara 1 itu, bukan [Name]," cibir Nakamura. Kau hanya bisa menggelengkan kepala ketika mereka mulai membahas perihal juara 1 dan 2.
"Hm... sebenarnya aku yang salah menggambar. Waktu itu, aku menggambar gadis itu sepenuhnya menangis, bukan tersenyum sambil menangis. Kurasa itu kelihatan seperti tidak cocok. Bunga Akasia melambangkan cinta yang terpendam, cinta suci dan keindahan. Kalau dia menangis seperti itu, tanpa tersenyum. Tidak terlihat seperti menyembunyikan sesuatu bukan?" tanyamu yang membuat seluruhnya diam.
"Ah! berarti kau ingin membuat gadis itu ceria di luar padahal menderita ya?!" sahut Fuwa bersemangat. Kau mengangguk kecil.
"Aku tidak terlalu mengerti...," gumam Okuda.
"Yah~ intinya juri tidak melihat kalau gadis didalam sketsa [Name]-chan itu menderita, makanya dia mendapat juara 2." Karma menjawab kebingungan Okuda sambil merangkulnya. Seketika tatapanmu yang sebelumnya hangat menjadi dingin.
"Kalau ingin mengumbar kemesraan jangan disini, Akabane," Slsinis Asano. Karma menyeringai.
"Hee~? Kau cemburu ya karena belum punya pasangan~?" goda Karma jahil.
Asano mengepalkan tangannya, kesal dengan pemuda yang satu ini. Kau menghela nafas. "Asano-kun, sudahlah. Abaikan saja dia. Aa... aku ingin pulang cepat, aku duluan ya minna!"
Kau berlari kecil meninggalkan yang lainnya. Kemudian, membalikkan badanmu.
"Asano-kun! Kau mau ikut atau tidak?!" Kau berteriak memanggil Asano.
"Tunggu, Aku akan ikut." Asano segera berlari kearahmu, ikut meninggalkan yang lainnya. Kalian berdua pun pulang bersama.
Yang lainnya menatap curiga dengan keadaan kalian. "Ngomong-ngomong, apa [Last Name] dan Asano-kun itu pacaran? Mereka terlihat dekat sekali," sahut Isogai.
"Hm~ mereka terlihat dekat sekali. Aku iri...," timpal Kayano, melirik Nagisa malu-malu.
"Huh~ kalau mereka pacaran... Fufu~ aku akan minta pajak jadian." Nakamura berujar dengan wajah jahilnya.
"Oh iya, tadi kulihat Asano membisikkan sesuatu pada [Last Name] sebelum lomba." Sugino menyahut.
"Sesuatu?! Hehe~ tidak salah lagi. Aku akan minta pajak jadian dengan [Name]~" Nakamaru mengeluarkan seringai jahilnya, Nagisa dan yang lain hanya bisa ber-facepalm ria melihatnya.
"Hm~ tapi, apa kalian tidak sadar kalau [Last Name] sedikit berubah?" Hayami yang tadinya tidak bersuara sama sekali, kini mengangkat suaranya, membuat seringai dan tawa yang lainnya luntur dari wajah mereka.
Mereka mulai berpandangan satu sama lain, memikirkan hal yang sama dengan Hayami. "Benar juga, [Name]-chan akhir-akhir ini tidak dingin pada kita. Apa jangan-jangan karena dia sudah berteman dengan Asano-kun?!" tanya Maehara heboh.
Bugh!
Sekali lagi, Hinata memukul Maehara. "[Name] hanya dingin pada playboy sepertimu tau!" bentaknya.
Hayami yang melihat itu hanya menghela nafas, "Bukan Maehara. Dia seperti menyembunyikan sesuatu-"
"Itu privasi orang masing-masing bukan~? Lagipula, kita tidak boleh mencampuri urusan yang bukan kita." Karma memotong perkataan Hayami dengan seringainya. Hayami mendelik sinis pada Karma, sedikit merasa kesal. Tapi, entah kenapa ia juga merasa aneh dengan pemuda merah ini.
Walaupun aku sudah menetapkan keputusan, entah kenapa aku merasa sakit ketika melihatmu.
"Tou-san, aku ingin membatalkan perjodohan ini," ujarmu datar, tak berekspresi sama sekali. Tou-sanmu mengangkat alisnya sebelah, bingung dengan keputusanmu.
"Memangnya Karma-kun tidak bersikap baik padamu?" tanyanya heran.
Kau menggeleng pelan, "Bukan itu, aku tidak menyukainya, lagipula dia menyukai orang lain."
-dan tentu saja itu adalah pacarnya, lanjutmu dalam hati.
"Kenapa tidak mengatakannya dari awal? Padahal Kaa-san bilang kalau kau menyukai Karma-kun."
"Tidak Tou-san... Aku hanya menyukainya sebatas-teman. ya, teman."
Dan sekali lagi, kau harus berbohong pada dirimu sendiri dan orang lain. Tou-sanmu setuju setelah terus-terusan didesak olehmu.
Setelah mengatakan hal itu, Karma mengetahuinya beberapa hari kemudian.
Dengan senyum yang berseri-seri, ia datang ke kelas. Menatapmu dengan wajah bahagianya. Kau tau kalau senyuman itu untuk menunjukkan rasa bahagianya karena tidak ada lagi yang menjadi penghalang untuk dirinya dan Okuda.
"Ha~ akhirnya~ aku bisa bebas dari kekangan itu~ Arigatou na [Name]-chan~" ujarnya tulus.
Kau tidak merespon perkataannya dan langsung mengabaikannya, berjalan menuju Asano yang tengah berdiri di depan pintu kelas, menunggumu tentunya.
Aku akan memutuskan ikatanku denganmu, apapun yang terjadi. Karena saat bersamamu, aku hanya bisa merasakan sakit.
"Kau masih belum mengatakan apapun pada Akabane?" tanya Asano ketika melihatmu yang masih fokus dengan sketsa milikmu.
"Hm."
Kalian berdua diam lagi, kau masih sibuk dengan sketsamu tak meliriknya sama sekali. Bertanya kenapa kau sering di ruang osis bersamanya? Itu karena Asano menyuruhmu-lebih tepatnya memaksamu-untuk berada di ruangannya dengan dalih 'menghindar dari Akabane'.
Kau yang mendengar hal itu dengan cepat menyetujuinya, sedikit memanfaatkan kebaikan hatinya. Ehm... mungkin. Namun, malas bertemu atau melihat kemesraan pasangan itu adalah hal yang paling utama yang berada dalam pikiranmu.
"Ne, kau pernah berpikir untuk menghilang dari dunia ini Asano-kun?" tanyamu yang memecah keheningan.
"Sedikit, tapi itu saat masih kecil. Sekarang aku tidak ingin berpikir seperti itu."
Kau tersenyum-atau bisa dibilang menyeringai kecil. "Tak kusangka seorang Asano Gakushuu memiliki pikiran seperti itu," ujarmu.
Asano balas menyeringai padamu, "Dan tak kusangka gadis sedingin dirimu, ternyata mempunyai sisi rapuh seperti ini," balasnya.
Kau terdiam, lalu menunduk. Menghela nafas dan melanjutkan sketsamu. Melihat sikapmu yang berubah drastis, Asano merasa bersalah walaupun tidak mau meminta maaf. Ego seorang Asano terlalu tinggi bukan?
"Dulu..."
Kau membuka suara, membuat Asano kembali menatapmu.
"Dulu... Aku tidak seperti ini, sebelum perjodohan itu dan dia menolaknya dengan kasar di depanku dan juga orangtua kami. Aku berubah pada saat itu, yah... teman-temanku terkadang terkena sifatku yang dingin tetapi aku masih bisa tersenyum dan bersikap ramah pada mereka."
"Aku bersikap dingin karena dua orang itu. Aku hanya pengganggu diantara mereka, tapi entah kenapa aku merasa tidak ingin melepaskannya. Egois 'kan? Karena itu aku tidak menolak sama sekali perjodohan itu," sambungmu lagi, dengan wajah yang sedih.
"Jadi, kau dan Akabane dijodohkan? Aku baru pertama kali mendengar hal itu."
Kau terkekeh pelan mendengar nada tidak percaya dari Asano. "Sebenarnya kami sudah bertunangan tapi aku lebih menyukai sebutan perjodohan dan kau orang pertama yang tau rahasia ini selama 3 tahun, aku dan Karma menyimpannya lho~"
"Hm... Jadi kalian berdua menyembunyikannya? Heh, hebat sekali." Ia menimpali dengan nada sarkastik.
"Yah, tapi beberapa hari yang lalu aku sudah memutuskan untuk membatalkan perjodohannya. Dan Tou-san akhirnya setuju dengan hal itu setelah kudesak beberapa kali, sih...."
Aku tidak ingin jadi egois, karena itu aku mengorbankan perasaanku.
Kelas 3-E mengadakan reuni kecil, untuk mengenang kematian Koro-sensei. Siapa yang tidak mengenal Koro-sensei? Dia adalah guru yang sangat berjasa. Berterima kasihlah pada Koro-sensei, karenanya kau juga menjadi pandai dalam menyembunyikan perasaanmu.
Hal itu bermula, saat kau yang tidak tahan melihat Karma dan Okuda. Kau mencoba melampiaskan emosimu dengan berlatih menggunakan pistol. Dan saat itu, Koro-sensei datang dan memberi nasehat sambil bergerak ke kanan dan kiri dengan kecepatan 20 mach-nya. Tentu saja, siapa yang tidak akan bergerak seperti itu jika menjadi sasaran pistol milikmu?
Awalnya, ia menyuruhmu untuk jujur pada perasaanmu sendiri, tapi kau malah meminta saran bagaimana untuk menyembunyikan perasaanmu.
Mengingat hal itu, kau tersenyum tipis. Walau, Koro-sensei sangat mendukung hubungan mereka berdua, tapi Koro-sensei juga memperhatikan perasaanmu. Yah, satu-satunya orang yang mengerti akan perasaanmu hanya Koro-sensei saja. Walaupun ia tidak tau tentang perjodohanmu dengan Karma.
Beberapa mantan murid kelas 3-E mulai berdatangan, kau datang paling awal tentunya. Dan setelah mereka mulai ramai. Kau beranjak pergi menjauhi mereka, berjalan menuju halaman belakang sekolah.
Dimana tempat itu menjadi tempat latihan para murid kelas 3-E dulu. Kau mengambil pistol dengan peluru bb yang masih tersisa di tas kecil milikmu. Yah, kau masih menyimpan hal-hal seperti ini. Mencoba fokus dengan sasaranmu, kau menarik pelatuknya.
"Masih berlatih seperti biasanya ya?" Tanya Hayami dengan senyum tipis, menatap ke arahmu yang dibuatnya terkejut.
"H-hayami...? Betsuni, aku hanya ingin mencobanya saja," jawabmu mengalihkan pandanganmu, tak menatapnya. Hayami tiba-tiba mengambil pistol di tanganmu. Lalu membidik salah satu.
"Topengmu sudah terbuka sedikit demi sedikit [Last Name]. Pasti ada sesuatu yang mengganggumu dan itu berhubungan dengan salah satu orang di kelas 3-E bukan?"
Mendengar ucapan Hayami, kau tersentak kaget lalu menunduk. Kau mengepalkan tanganmu.
"Bukan urusanmu Hayami."
Hayami menghela nafas, "Bukan berarti aku peduli padamu atau apa. Hanya saja, Koro-sensei berpesan agar kita selalu membantu satu sama lain. Kau tau, setelah kejadian Koro-sensei memberimu nasehat-yang tidak kutau apa itu-ia menyuruhku untuk membantumu jika kau ada masalah. Hh... merepotkan saja." Ia mengeluh sambil memainkan anak rambutnya.
Kau mengernyitkan dahimu, "Kalau kau tidak peduli padaku, lalu kenapa kau mencoba membahas hal ini?"
Wajahnya tiba-tiba memerah, ia terlihat salah tingkah. "B-bukan itu maksudku. Aku-Aku hanya menjalankan pesan Koro-sensei saja!" ujarnya memalingkan wajah dan melipat tangannya di depan dada.
Kau mengerjapkan matamu, lalu tertawa pelan. Wajah Hayami makin merah ketika mendengar suara tawa milikmu yang terdengar meledek dirinya.
"Haha, kau berusaha membantuku, tapi yang ada sisi Tsundere-mu keluar Hayami," kekehmu pelan. Mendengar hal itu, wajah Hayami tambah memerah.
"Oi! Kalian berdua! Reuninya sudah mau dimulai lho~!" panggil Isogai. Kau dan Hayami menoleh ke arah Isogai dan berjalan ke arahnya.
Apa kau lihat? Perasaanku yang terpendam mulai diketahui oleh orang lain.
Kau berniat untuk segera mengakhirinya, yah... melarikan diri setelah membuat masalah pada orang lain memang bukanlah hal yang baik. Tapi, daripada mereka mengetahuinya sedikit demi sedikit, hanya akan membuatmu bertambah sakit. Apa yang akan mereka katakan jika mengetahui kalau selama ini kau selalu menyembunyikan perasaanmu dan bersikap seolah tidak ada hal yang terjadi?
Asano juga sedikit memberi saran padamu, walau kau tidak yakin apakah dia memang berpengalaman soal hal ini. Tapi mau tidak mau kau harus menghargainya kan? Lagipula kau memang sudah tidak memiliki cara lain untuk mengatasi masalah ini.
Karena itulah, kau mengajak Karma untuk bertemu di cafe tempat Isogai pernah bekerja dulu. Ingat bukan? Tempat dimana Asano memergoki Isogai bekerja paruh waktu yang membuat aura Ikemen Isogai bertambah. Ok, abaikan.
Kau menunggunya sendirian, tentu saja kau memintanya untuk datang kesini sendirian, tanpa Okuda pastinya. Bisa gawat kalau kau menyatakan cinta didepan anak itu.
"Gomen [Name]-chan, tadi aku ada urusan. Makanya, aku terlambat. Jadi, kau ingin bicara apa? Tidak biasanya kau memanggilku seperti ini."
Ia mulai berceloteh ria sambil memamerkan cengirannya. Kau menatap sinis padanya.
"Kalau kukatakan... Tolong jangan marah," ujarmu pelan.
"Heh~ memangnya aku pernah marah padamu ya~?"
Kau tau kalau itu hanya kata-kata penenangnya saja dan kau tau kalau respon yang akan dia berikan diluar prediksimu saat kau mengatakan hal ini.
"Aku... menyukaimu sejak dulu... bahkan sebelum kau berpacaran dengan Okuda."
Tidak ada respon darinya. Kau melihat sikap Karma yang mulai berubah. Ia mengerjapkan matanya agak terkejut, dan mematung diam. Berusaha mencerna perkataanmu. Lalu, ia mulai mempertahankan senyum jahilnya.
"Eh...? Tunggu, kau tidak sedang bercanda kan [Name]-chan?"
"Sejak kapan aku suka bercanda Akabane?" Kau menatapnya balik, mengeratkan jaketmu berusaha menutupi kegugupanmu.
"Jadi, selama ini kau membiarkan perjodohan itu karena kau menyukaiku?" Ekspresinya mulai berubah. Ia menggebrak meja lalu menatapmu dengan tatapan kesal.
"Apa kau tidak tau betapa sedihnya Minami saat aku bilang kalau aku sudah punya tunangan? Karena itu aku berusaha keras untuk membatalkannya. Kukira kau diam karena tidak berani membantah pada orang tuamu tapi... kau sama saja. Harusnya kau mengatakan ini dari dulu agar aku menjauhimu dan dapat membatalkan pertunangannya dengan cepat. Cih... Mulai sekarang jangan mendekatiku atau menghancurkan hubunganku dengannya." Dan ia pun pergi meninggalkanmu.
Kau menghela nafas pelan, lalu menjatuhkan kepalamu ke atas meja. Air mata mulai mengalir di pipimu.
Maaf, Aku memang egois... Bahkan aku sampai membuatmu menderita.
Setelah kejadian itu, kau tidak masuk sekolah selama tiga minggu. Tentu saja kau memegang perkataan Karma yang menyuruhmu untuk tidak pernah muncul lagi di hadapannya. Orang tuamu sangat khawatir karena kau jarang keluar kamar. Dan kalaupun saat keluar, wajahmu sangat berantakan, mata yang merah dan berkantung tebal juga wajah yang sedikit pucat serta nafsu makanmu yang berkurang drastis.
Asano sesekali datang berkunjung ke rumahmu err... ralat mansionmu. Dan kali ini ia juga datang mengunjungimu, memberimu tugas-tugas yang belum sempat kau kerjakan. Bahkan saat ada ulangan, ia meminta---maksudnya menyuruh sensei untuk datang ke rumahmu, mengadakan ulangan. Pembaca narasi heran, apakah sekarang kau jadi homeschooling ya?
"[Last Name], ini tugas yang diberikan sensei tadi."
"Ah... terimakasih."
"Datanglah ke sekolah lagi. Mau sampai kapan kau seperti ini?" keluhnya.
"Sampai 'dia' tidak ada di kawasan sekolah. Yah... kurasa itu tidak mungkin. Daripada itu, bisakah kau menemaniku berjalan-jalan sebentar?" tanyamu mengalihkan topik.
"Baiklah kalau itu maumu."
"Terimakasih."
Kau pun bersiap-siap. Segera memakai jaket tebal berwarna putih dan memakai rok panjang selutut serta sepatu boots berwarna cokelat tua. Setelah itu, kalian berdua pun pergi ke taman.
"Ah... akhirnya..." Kau berujar sembari menghirup udara segar dan merentangkan kedua tanganmu.
"Itu karena kau jarang keluar rumah [Last Name]." Asano sedikit mendelik padamu, kau hanya terkekeh pelan.
"Hei, [Last Name]... Kau tau, aku menyukaimu." Kau mengerjapkan matamu, melirik ke arahnya dengan tatapan terkejut.
"Kau bilang apa tadi?"
"Lupakan."
Suasana tiba-tiba hening, seketika kau teringat tujuanmu untuk meminta Asano menemanimu keluar rumah.
"Hey, Asano-kun. Aku ingin jalan-jalan sendiri sekarang. Apa kau bisa pulang?" Kau meliriknya, sedikit merasa bersalah karena berusaha mengusirnya.
"Kau mengusirku?"
"Ehm... mungkin saja? Aa! Bilang dengan orangtuaku kalau jangan mengkhawatirkanku lagi, dan teman-teman kelas E yag lain. Kau juga... tidak boleh mengkhawatirkanku lagi."
"Dasar tidak tau diri. Lagipula siapa akan khawatir dengan gadis sepertimu? Baiklah aku akan pulang. Kalau ada apa-apa telfon saja," balasnya dan kemudian dia berjalan menjauhimu. Irismu meredup, menatap sosoknya yang semakin pudar di hadapanmu.
Maaf, aku sekali lagi memanfaatkan kebaikan hati orang lain...
Kau berjalan mencari jembatan, kalau tidak salah di sekitar sini ada satu jembatan yang agak tinggi, dan seingatmu daerah itu adalah daerah yang jauh dari kata keramaian.
Lama mencari dan pada akhirnya kau menemukannya. Dan sekarang kau berada di tengah jembatan itu, menatap ke arah sungai yang memang agak dalam.
Kau tersenyum sedih, disini adalah tempat dimana Karma pernah menyelamatkanmu sewaktu kecil dan semenjak itu kau menyukainya dan kalian mulai bermain bersama. Mengingat hal itu, matamu terasa panas lagi.
"T-... t-tolong...!"
Kau mengerjapkan matamu ketika melihat seorang gadis kecil yang berusaha untuk berenang... Bukan itu! maksudnya kau melihat seorang gadis kecil yang tengah tenggelam. Bagaimana ini? Kau juga tidak tau berenang sama sekali. Tapi jika ingin minta tolong, tempat ini... sungainya cukup dalam dan...
Bahkan tidak ada satu orang pun yang lewat!
Dengan terpaksa kau berlari ke pinggir sungai dan melepas jaket dan bootmu. Peduli amat dengan kau bisa berenang atau tidak. Yang penting gadis itu bisa selamat dan untung saja kau memakai celana pendek.
Kau berjalan menuju gadis itu, awalnya airnya masih agak dangkal, tapi lama kelamaan airnya mulai berada di bagian lehermu, kakimu mulai mengapung dan kau berusaha untuk mengingat cara mengambangkan diri saat pelajaran olahraga. Sedikit lagi... dan kau bisa meraih tangan gadis itu. Saat kau meraihnya, kau menariknya dan mendorongnya ke tempat yang lebih dangkal.
Kau merasa lega ketika tinggi air itu telah mencapai bahunya, Tapi karena terlalu lelah, kau jatuh pingsan dan terbawa arus sungai yang dalam. Gadis yang kau selamatkan masih terbatuk-batuk, tapi ia dapat melihat sosokmu yang mulai menjauh dibawa arus.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jika saat itu, kau diberikan kesempatan oleh kami-sama untuk memperbaiki kehidupanmu... Apakah kau tetap akan memilih Karma untuk menjelaskan semuanya atau kau akan memilih Asano untuk melupakan semua yang terjadi padamu sekarang?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro