4
VOTE YUK
Tatapan Komandan Min yang dingin masih terbayang jelas di mataku, seakan menancap di pikiran seperti duri yang tak bisa dihilangkan. Setiap kali aku mengingat sosoknya, jantungku berdetak lebih cepat—campuran antara ketakutan yang mencekam dan sesuatu yang... lain, sesuatu yang tak ingin kuakui pada diriku sendiri. Di tengah kesunyian sel ini, aku terus mengulang pertemuan singkat kami, mencoba mencari petunjuk tentang siapa dia sebenarnya.
Appa selalu berkata bahwa pemimpin Libera itu tanpa ampun, berbahaya, dan sanggup mengorbankan siapa saja demi tujuan mereka. Dan memang, ada sesuatu dalam tatapan Komandan Min yang membuatku merasa kecil dan rentan. Tapi, entah mengapa, bukan hanya rasa takut yang muncul. Di balik kecurigaanku, aku malah menemukan diriku terpesona oleh ketenangan dan kekuatan yang terpancar dari caranya berbicara, dari sikapnya yang tak tergoyahkan.
Aku bergidik. Ini bukan aku. Bagaimana mungkin seorang Lee Kyon, bisa merasa tertarik pada musuh negaraku sendiri? Apakah ini bagian dari rencana mereka? Apakah ini awal dari usaha mencuci otakku? Mungkin mereka sengaja menempatkanku di sini, dibiarkan dalam kebingungan, terperangkap di antara rasa takut dan pesona yang tak terjelaskan. Mungkin, tanpa kusadari, aku sedang digiring ke arah yang mereka inginkan.
Mati-matian aku mengarahkan otakku agar mengingat Jun.
Di distrik satu, seorang gadis berusia 21 tahun sepertiku akan dijodohkan dengan seorang pria berdasarkan status sosial keluarganya, kontribusi mereka pada masyarakat, dan prestasi yang dicapai. Jatuh cinta? Itu kata yang asing bagi kami, sesuatu yang hanya eksis di cerita-cerita lama atau dalam buku yang pernah diam-diam kubaca di perpustakaan. Cinta dianggap berbahaya, penuh risiko, dan tidak perlu. Konsepnya berlawanan dengan prinsip pemerintah yang selalu mendahulukan kestabilan di atas segalanya.
Hubunganku dengan Jun yang baru berjalan singkat. Aku merasa kami tidak pernah dekat, belum pernah berbagi mimpi atau keinginan. Jun adalah pria yang baik, tentu saja. Sikapnya selalu tenang dan wibawa yang ia bawa membuatku merasa bahwa negara tidak salah memilihnya untukku. Namun, aku mulai bertanya-tanya, apakah aku benar-benar menginginkannya? Atau ... apakah aku benar-benar menginginkan diriku sendiri berada dalam ikatan yang telah diatur tanpa melibatkan suara hati?
Ah, aku jadi teringat saat-saat ketika aku melihat Jun di acara formal yang diwajibkan negara, ketika kami berusaha berbicara meskipun percakapan kami selalu terhenti di titik yang canggung. Kami membahas hal-hal yang terkesan penting—politik negara, keamanan, isu sosial, dan terkadang topik akademis. Namun, aku tak pernah merasakan ikatan dalam kata-kata kami. Tidak ada kedalaman yang nyata, tidak ada percikan perasaan yang membuatku ingin lebih mengenalnya. Mungkin karena aku tahu, aku tidak punya pilihan lain selain menerimanya. Dan aku bukannya tidak berusaha, perjalanan kami ke Distrik 16 yang bermaksud mengunjungi nenek barang kali menjadi pembuka kedekatanku dengan Jun, yang sayangnya harus berkahir kacau.
Aku kembali menggeleng keras, menelan ludah, perasaan takut semakin menusuk. Komandan Min... dia adalah musuhku. Dia adalah sosok yang seharusnya kubenci, seseorang yang tak bisa kupercaya. Tapi mengapa aku merasa bahwa dia memiliki alasan di balik setiap kata dan gerakannya? Mengapa aku merasa bahwa dia bukan sekadar pemberontak kejam seperti yang selalu digambarkan oleh The Centra?
Dan pertanyaan yang kuulang-ulang dalam otak adalah apa yang terjadi dengan Minji? Apakah appa tahu aku berada di sini? Apakah Jun juga sedang mencariku? Dan apa yang akan dilakukan The Centra pada pamberontak Libera ini?
Suara langkah-langkah terdengar di kejauhan, aku kembali tersadar akan kenyataan yang mengurungku. Aku tak boleh lengah. Komandan Min bisa saja memiliki rencana yang tak pernah kubayangkan. Aku harus waspada, harus tetap curiga... meskipun setiap detik aku semakin sulit meyakinkan diriku sendiri.
***
Pintu selku terbuka, dan Hana muncul dengan senyuman cerah seperti biasanya. Dia membawa semangat yang hampir tidak cocok dengan suasana di tempat ini.
"Hai, kau tidak menyentuh makananmu?" katanya dengan nada menyayangkan, menatap makanan di atas piring yang tadi pagi dia simpan tidak tersentuh sama sekali, lalu mengganti dengan makanan yang dia bawa. "Padahal ini enak sekali, loh. Bu Jung adalah koki terbaik kami setelah koki sebelumnya ditembak tentara The Centra di perbatasan. Di beberapa hari ke depan kau tidak akan menemukan makanan semewah ini lagi lho, mengingat ...." Hana tak melanjukan dan memilih membekap mulutnya sendiri.
Aku menatap piring yang tergeletak begitu saja di lantai, aroma yang tercium menggugah rasa lapar yang mulai kutahan. Namun, entah mengapa, perutku tetap terasa kosong meski hidangan di hadapanku tampak menggiurkan. Aku takut mereka membubuhkan racun di sana.
"Ini tidak beracun kok, aku cicipi ya," ucapnya lagi sambil mengambil sedikit bagian, "atau barang kali, kau sedang berdiet?" Hana melanjutkan dengan tawa kecil, sedikit menggoda. "Kalau benar, aku akan memberitahu Komandan Min supaya memberimu ekstra menu."
Aku hanya terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Minatku berbicara padanya hilang, tatkala aku berteriak menanyakan Minji dan dia tak pernah menjawabnya.
Hana mengangkat piring itu sedikit, seolah mengarahkan perhatianku padanya.
"Apa yang kau pikirkan, Hana? Mengapa kau masih bersikap begitu ceria di situasi seperti ini?" ucapku akhirnya memutuskan untuk bersuara.
Hana mengerutkan kening sejenak, tapi senyumnya tidak hilang. "Wah, senang sekali kau tau namaku. Kau masih memikirkan tentang Minji, ya? Aku tahu, Nona Lee. Kadang-kadang kita tidak bisa melihat gambaran besar, tapi percayalah dia berada di tempat yang baik dan semua ini dilakukan demi perdamaian."
Hana duduk lebih dekat, matanya menatap lurus ke arahku, seolah mencoba mencari cara untuk mengurangi ketegangan yang semakin menguasai sel. Suasana di sini terasa semakin berat, dan meskipun ia berusaha tersenyum, aku bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang ia simpan.
"Aku tahu kau penasaran," katanya dengan suara lebih pelan, seolah berbicara lebih pada dirinya sendiri. "Tapi aku tidak bisa mengatakan banyak hal padamu, kecuali kau mau membuka dirimu untuk mengetahui lebih jauh tentang Libera... mengapa kami memberontak meski dalam kondisi yang begini, dan aku juga tidak akan mengunci sel ini, kalau kau mau bekerja sama."
Hana menghela napas, lalu melanjutkan. "Kami tidak ingin dijajah. Kami ingin merdeka, Nona Lee, seperti lima puluh tahun lalu saat The Centra tidak mulai mengusik kehidupan kami. Kami tidak ingin menjadi bagian dari sistem yang menindas seperti yang ada di The Centra." Suaranya mulai terkesan lebih serius, namun tetap ada nada penuh tekad di balik kata-katanya.
Ia menatapku, seakan menunggu reaksi, dan aku hanya mengangguk perlahan, merasa campur aduk di dalam. "Mereka ingin kami diam saja, tunduk pada kekuasaan mereka. Tapi kami... kami tidak akan menyerah," lanjutnya.
Aku bisa merasakan intensitas dalam setiap kata yang keluar dari bibirnya, seolah dunia luar, seluruh pertempuran itu, tak bisa dihindari. "Libera bukan hanya sekadar tempat, Nona Lee. Ini adalah rumah bagi mereka yang ingin melawan ketidakadilan. Itulah mengapa kami berjuang, untuk memastikan bahwa kami tidak dilupakan." Hana tersenyum, kali ini senyum yang lebih tulus, meski tetap ada kelelahan yang samar terlihat. "Mungkin itu terdengar seperti mimpi, tapi kami lebih baik mati dengan mimpi daripada hidup dalam penindasan."
Aku terdiam, mendengarkan kata-katanya yang penuh tekad. Ada sesuatu yang berbeda dari Hana. Di balik senyumnya, aku merasakan kelelahan dan kesedihan yang samar. Kata-katanya tentang Libera—tentang perjuangan mereka melawan penindasan—membuat pikiranku semakin kacau.
Tiba-tiba, suara keras dari luar menginterupsi pikiran kami. "Hana, sudah saatnya. Mereka mulai bergerak!"
Hana berdiri dengan cepat, wajahnya berubah serius. Aku bisa merasakan intensitas yang meningkat di udara. "Siapa yang mulai bergerak? Apa yang sedang terjadi?" pikiranku berlomba dengan detak jantungku. Sesuatu sedang berlangsung di luar sana, sesuatu yang bisa mengubah segalanya.
Dan aku tahu, ini bukan sekadar pertempuran biasa.
-16112024-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro