Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4 - Bioluminescence Under The Full Moon

Dua bulan sebelum terpenjara di dalam kuil dan terbelenggu tugas sebagai Vasto Guardia yang tidak pernah diinginkan, Wandolf ingin memberi kejutan pada dua sahabat sekaligus pelayan pribadinya.

"Jangan mengintip. Sebentar lagi kita sampai." Di tengah-tengah, Wandolf memegangi tangan Lanna dan Abel untuk menuntun mereka ke suatu tempat.

"Tuan Muda, Anda tidak bermaksud menenggelamkan kami, bukan?" Abel bisa mencium aroma air asin yang pekat. Deru ombak yang dipecahkan karang sesekali melabrak telinganya.

"Ide yang bagus," olok Lanna bersemangat.

"Berhati-hatilah. Di depan jalannya tidak rata." Praktis Lanna dan Abel bergantung pada arahan Wandolf hingga sampai di tepi pantai yang selalu didatanginya sejak dikirim ke kastel Klan Cabang Ultrez.

Setelah mendudukkan mereka di atas bebatuan yang rata, ia melontarkan teka-teki, "Apa yang akan kalian lakukan bila melihat mereka?" Jelas sepenggal pertanyaan singkat ini mengundang reaksi dari keduanya yang belum juga diizinkan mendapatkan penglihatan mereka kembali.

"Bisakah aku tahu siapa 'mereka' itu?" Abel mendengus gusar sambil merapat ke arah Lanna.

"Jangan dekat-dekat!" protes Lanna sambil mendorong Abel supaya menjauhinya. "Tuan Muda Wandolf, tolong jangan terlalu banyak berteka-teki. Siapa yang Anda maksud?"

"Mereka." Wandolf menarik simpul selembar kain hitam yang membekap kepala kedua pelayannya.

Seturut dengan jatuhnya kain, sepasang mata perak pucat mereka langsung dimanjakan dengan ombak yang sekarang bercampur cahaya neon kebiruan. Kejadian alam yang waktu itu, bioluminensi.

"Ini ...." Lanna bangkit. Matanya tidak lepas dari kerlap-kerlip biru yang terhampar dan sesekali membelai kaki mereka.

"Kunang-kunang samudra! Bukan, bintang lautan!" Abel menangkup air yang menggenang sejenak. Gradasi kerlip butiran-butiran biru menyala seolah membungkus tangannya sebelum lolos dari sela-sela jemari.

Merasa kurang, Abel melompat dari tempatnya duduk. Saat kakinya menjejak permukaan pasir yang basah, untuk sesaat tumbukan tersebut meninggalkan riak biru. Seolah menemukan mainan baru, Abel mengambil beberapa langkah dan denyut riak yang sama muncul kembali.

"Hei! Lihatlah Ksatria Cahaya ini!" teriaknya untuk meminta perhatian Lanna yang sibuk menendang-nendang air untuk melihat cipratan cahaya biru.

Wandolf tersenyum melihat dua sahabat yang seakan lupa dengan kewaspadaan mereka terhadap air, terutama laut. Lengkung di wajahnya semakin lebar sewaktu Abel masih berpura-pura menjadi Ksatria Cahaya.

Abel mengentakkan kaki kuat-kuat sambil membusung bangga. " Takutlah padaku, wahai makhluk rendahan! Lari, larilah sebelum kalian menjadi butiran-butiran cahaya! Riak Biru Penghancur Sukma!"

Nama jurus yang diciptakan Abel menyemburkan tawa kecil dari celah hidung menjulang berujung bulat milik Wandolf.

Riak cahaya biru yang lebih besar menjalar membentuk lingkaran dan terus bergerak sebelum menghilang atau buyar dan menciptakan cipratan biru kecil akibat menabrak karang. Berbeda dengan Abel, Lanna memberanikan turun ke dalam air hingga terendam sebatas pinggang.

"Cih! Sama sekali tidak estetik!" ejek Lanna.

"Memangnya kau bisa apa, hah?" balas Abel, tidak kalah sewot.

"Lihat saja sendiri!" Lanna menghilang di bawah permukaan air sejenak lalu mendorong tubuhnya kuat-kuat ke atas hingga melayang di udara beberapa saat. Entah bagaimana, gadis yang berpendar biru ini melakukan gerakan berputar yang elegan hingga gaun panjang yang dipakainya mekar seperti bunga.

"De—Dewi Bulan ...." gumam Abel, sambil menahan kelopak mata supaya tidak berkedip sama sekali, meski embusan angin malam menggigit bola matanya.

Pendapat Abel tidaklah berlebihan. Gerakan anggun Lanna bersatu dengan latar belakang bulan keperakan di atas sana. Terakhir, semburan cahaya kebiruan yang terpental dari pakaian dan rambut terurai sepinggangnya yang basah, seolah perwujudan dari taburan bintang yang berotasi pada si cantik di antara mereka.

Sekelebat cahaya biru melayang sesaat di atas Lanna sebelum menghilang dan meninggalkan riak air yang juga berpendar biru. Tidak lama ia menyembulkan kepala di samping Wandolf.

"Miobe. Kau ingin menari sepertinya?" bisik Wandolf pada wanita yang telinga siripnya bergerak-gerak semangat, lalu saling melempar senyum. "Aku ingin melihatmu menari."

Punggung tangan Wandolf mengelus pipi Miobe yang mengerjap-ngerjap sesaat lalu melakukan hal yang sama.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro