15 | Kekacauan, Ketiga
"Bagus, saatnya melindungi Sienna dan dapatkan berkatnya!" ucapan Deon membuat Isolda merasa kian getir, apalagi saat si lelaki beralih menarget Esmeralda, kendati harapannya memang diletakkan pada Nyog-Sothep.
Walau dewa asing tak kenal ampun itu belum memberkatinya, Isolda berharap sang dewa bisa menghancurkan Kakek.
Isolda kembali menatap kepada Archer, yang tak bisa bergerak karena tubuhnya terpengaruh oleh Nyog-sothep. Lihat, bahkan sang dewa saja telah menyentuh pemuda Isigalla itu.
Sedikit lagi, jika Nyog-sothep bisa mengalahkan semua orang, maka hal yang sama juga bakal menjadi nasib Kakek.
"Sebaiknya kau seperti itu saja, Archer. Daripada kau bertingkah dan kehabisan mana."
Isolda melancarkan serangan lagi, tetapi--barangkali melihat sosok Archer yang terbujur dikendalikan Nyog-sothep, dengan tatapannya yang nanar... mantra yang dilempar Isolda meleset mengenainya.
Isolda berdecak.
Sekejap, bola api berpetir melesat melewati Isolda, tertuju ke arah Deon dengan telak. Dari balik kabut yang menipis, Archer menyeringai berhasil melukai mantan walinya itu.
Isolda membeliak melihat Archer menyerang Deon. "Jangan serang Deon! Dia bahkan tidak menyerangmu!" serunya, lantas melemparkan bola petir sekali lagi kepada Acher. Namun, bola itu meleset.
Kepala Isolda memanas, membiarkan emosinya tumpah ruah ke segala arah. "Archer, awas kau!"
"Buka matamu lebar-lebar, Isolda!" balas Archer. "Deon bahkan tidak tahu betul apa yang dia katakan! Dia dihipnotis seperti Nyog-Sothep memengaruhi orang-orang!"
Esmeralda bergabung. Ia merangsek dari balik kabut. Dalam sekejap mata, gadis itu melesat dan pedang-pedangnya sudah bersarang di dada Deon. Darah terpancar ketika si putri Qasalon mencabut pedangnya dan membiarkan Deon tumbang.
Darah bercipratan, hangatnya terpercik di pipi Isolda.
"De—"
Di sisinya, Archer menyeringai dengan mata berkilat. Ekspresinya itu membuat Isolda ngeri. Jika ia disebut pengkhianat, maka bagaimana dengan Archer yang menyeringai melihat kematian semacam itu?
Semua orang iblis bagi satu sama lain!
"Itu yang kalian—orang Isigalla—berusaha anggap sebagai penyelamat kalian? Menyedihkan," olok Esmeralda. Walau ia menyebut orang Isigalla, sudah pasti itu tertuju pada Isolda, sebab Deon telah tewas di tangannya.
Nyog-Sothep pun sekali lagi mengayunkan cambuk tentakelnya, kali ini berhasil menyapu tempat di mana para delegasi berdiri. Marah atas berbagai serangan yang ditimpakan padanya, dan pada Deon yang telah dicabut nyawanya melalui pedang Esmeralda.
Tanpa ampun dia menghantam siapa pun yang tak sanggup menghindar.
Tak terkecuali Isolda.
Gadis itu terempas ke dinding, matanya membeliak kaget. Kenapa Nyog-Sothep ikut menyerangnya? Bukankah dia—tidak, apakah Isolda belum nampak cukup setia padanya seperti Deon, sehingga Isolda ikut diserang?
Atau, Nyog-Sothep tak menganggap Isolda pantas?
Badannya yang nyeri tak seberapa dibandingkan rasa sakit yang menyerang hatinya. Gadis itu linglung. Di bawah denyut menyakitkan di sekujur tubuh, ia melihat Archer menyerang Nyog-Sothep, dan berhasil.
Isolda terbengong-bengong. Apa ia baru saja ditolak oleh sang dewa asing? Inikah ... hasil dari mencoba membuat keputusan sendiri? Aadis itu terduduk lemas di antara kabut, sadar bahwa apa pun cara yang diambilnya, ia tetap akan mati.
Seakan mengetahui bahwa Isolda mengalami perubahan hati, Nyog-Sothep kembali mengarahkan lecutan ke gadis yang sedang berusaha memulihkan diri.
Isolda terkesiap. Tepat sebelum kabut itu mampu melecutnya, Isolda menghindar. Jantungnya berdentam-dentam menyaksikan kabut itu melesat melewatinya, amarah menggelegak di dalam nadi.
Nyog-Sothep memang tidak menganggapnya.
Rasa sakit yang amat sangat—perpaduan antara kekecewaan, ketidaktahuan, dan rasa malu tidak terkira—menyengat mata gadis itu, dan Isolda menangis.
Suara-suara asing di benak yang sempat memengaruhinya tadi tergantikan oleh satu suara familiar yang nyata. Suara Kakek, yang menggaung selaiknya wejangan rutin tiap tahun.
Jangan termakan emosi, Isolda. Kau bisa mati.
Ia sudah yakin pasti dirinya menjadi bahan olok-olokan di hati orang-orang di sekitarnya. Namun, apa pedulinya dengan rasa malu kalau Isolda dikungkung ancaman kematian?
Dengan marah, Isolda melancarkan serangan kepada Nyog-Sothep—ia menumpahkan kekecewaan pada monster itu. Ia tak peduli apakah itu bakal berbalik mencelakainya, tetapi Nyog-Sothep telah berulang kali meraung marah, menunjukkan rasa sakit yang sama.
Namun, sihirnya meleset, seolah semesta pun ikut mengejeknya. Sang putri Isigalla hanya bisa memandang bola sihirnya yang terbuang sia-sia dengan air mata mengalir.
Sang dewa asing yang diserang terus menerus mulai merasakan dampaknya, walau dia masih dalam keadaan murka dan berusaha menyerang para kutu yang berkerumun di sekitarnya, yang terjadi adalah sebaliknya. Tentakelnya menghantam langit-langit dan mengakibatkan sebuah batu menghantamnya.
Nyog-Sothep nyaris tumbang. Isolda sempat tak bisa memercayai penglihatannya, tetapi itulah yang sedang terjadi.
Satu per satu serangan yang dilancarkan kepadanya membuat tentakelnya putus dan energi kosmiknya terburai. Darah hitam berkilau dengan ribuan bintang mengalir deras dari bekas-bekas luka dan menguap begitu menyentuh lantai, seluruh eksistensinya melebur dan hilang.
Dengan satu serangan dari kapak Astrid, dewa asing itu mengeluarkan raungan terdistorsi yang tak dapat dipahami oleh telinga manusia. Berbicara bahasa-bahasa yang tak seharusnya diketahui. Tubuhnya menghantam pilar, menimbulkan suara bedebum yang menggema kasar.
"Satu serangan lagi!" seru sebuah suara yang familiar.
Sienna yang tersadar dari pingsannya, berdiri dan berjalan tertatih ke arah Nyog-Sothep. Matanya menatap penuh tekad ke arah tubuh sang dewa. Dia mengulurkan tangan mengeluarkan cahaya, mengungkung Nyog-Sothep. Namun, di saat bersamaan, Isolda merasa sekujur tubuhnya meringan.
Denyut perih di lukanya memulih, dan rasa lelah menguap begitu saja. Sang gadis terbengong-bengong. Ia bisa memahami jika Sienna menyokong pejuang-pejuang lain, tetapi ... dirinya? Yang sempat percaya pada monster itu dan menyerang Archer?
Isolda menggigit dinding mulut. Perih berkeriap di hatinya kendati tubuhnya kembali prima, tersebab sakit hati yang begitu banyak sebab. Sayangnya ini bukan waktu yang tepat untuk bersedih lama-lama. Sienna benar: Nyog-Sothep segera hancur.
Satu per satu, muda-mudi melecutkan diri kepada sang monster. Katha memangkas seluruh tentakel Nyog-Sothep yang masih menjejak bumi laiknya panah api yang memelesat kilat. Einar mencabik tubuh sang monster dengan pedang dan kilatan perak yang menyilaukan—mengingatkan Isolda sekali lagi bahwa Einar memang benar adalah putra lain mendiang Ayah.
Kala Einar mendarat di sisi Isolda, gadis itu menahan napas. Sempat terbayang berbagai skenario apa yang diinginkan pemuda itu, tetapi perhatian mereka teralih. Esmeralda si putri Qasalon tengah menebas kabut yang menghalangi pandangan mereka semua, membelah kegelapan yang takkan kembali lagi.
Kini, Isolda bisa melihat jelas apa yang sebenarnya terjadi di sana. Tepat saat itu, Archer merapal mantra pamungkas. Dalam sekejap, api merah mengitari sang dewa asing. Membakarnya dalam kungkungan tornado neraka.
Isolda seketika teringat akan pertemuan pertamanya dengan Archer dahulu--di hutan yang dibakar sang pemuda. Walau mereka baru kenal beberapa hari ini, tetapi Isolda sudah paham gaya sihir si pemuda. Kendati Archer telah mengabaikannya--yang memang pantas Isolda terima atas pengkhianatannya--tetap tidak menghentikan sang gadis untuk bertindak.
Bergegas, ia membuka lingkaran sihir yang menyebar di sekujur ruangan, dan menghapusnya di sekitaran Nyong-Sothep. Sebelum badai api itu mampu membakar orang-orang di sekitar, ia memekik, "ORBIS AQUA!"
Ia melemparkan bola air itu ke arah Nyog-Sothep, tetapi bukan itu tujuannya menyerang sang monster. Ia tahu, tornado api Archer terlalu kuat. Dan sesuai harapannya, bola air Isolda pecah saat terbentur sihir tornado Archer, meledak menjadi bulir-bulir hujan yang menyebar ke segala arah.
Hawa panas yang nyaris menyengat para remaja pun terempas, mendinginkan mereka semua dari dampak tornado api Archer, dan membilas legam yang melapisi tubuh mereka akibat terciprat darah Nyog-Sothep dan lainnya.
Isolda terengah-engah. Ia ... ia tidak tahu bagaimana pandangan orang lain terhadap tingkahnya. Mungkin ia akan disebut labil, tetapi yang pasti ia adalah pengkhianat. Buruknya lagi, ia tidak mati seperti Deon, yang tak perlu mendengar cemoohan dan dipermalukan seumur hidup. Namun Isolda sudah melakukan yang terbaik.
Sambil mengatur napas, ia menyeka air mata di pelupuk. Usai sudah.
Dan segalanya berakhir. Termasuk hidupnya. Akan.
Tubuh Nyog-Sothep yang tergeletak diserang beruntun hingga energi kosmiknya terburai. Perlahan, ketika darah hitamnya tak lagi keluar dan menguap menjadi tak kasat mata, tubuhnya yang besar pun terburai menjadi udara. Kabut yang selama ini memenuhi tubuhnya ikut memudar seiring hilangnya kekuatan sang dewa.
Kemudian, sunyi.
Hanya desah napas para pejuang yang terdengar di ruang kosong yang kini terasa terlalu besar. Pertarungan telah usai, tapi mereka pun tahu bahwa ada banyak hal yang belum terselesaikan.
Pertanyaan pun muncul dalam benak, apa yang terjadi di atas sana?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro