Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mama

Rajidan berjalan lunglai keluar dari sekolah. Semua menatapnya dengan berbagai pandangan. Dan tak ada pandangan kagum tertuju padanya, lagi.

"Ampuni hamba Ya Tuhan.."
"Salah apa Rajidan gantenk ini,"
"Iya si bogem-bogem temen. Ya salah lah. Dasar Rajidan bego."

Rajidan berguman sendiri, dan terkekeh sendiri. Sepertinya, mentalnya bermasalah saat ini.

"Sehat lo ?" Tanya Rio, salah satu musuhnya.

"Menurut kamu?" tanya Rajidan santai.

"Sakit." Rio berguman dengan singkat. Rajidan malah terkekeh geli.

"Dasar buta! Saya masih jalan dengan sempurna kamu kira sakit. Kasian saya sama kamu, ganteng-ganteng tapi matanya buta!" Rajidan terkekeh dengan kerasnya. Membuat Rio kesal sendiri.

"Muka kamu santai aja kali, saya tau kamu grogi ketemu sama panutan," ucap Rajidan sambil menepuk bahu Rio pelan.

"Basi kalo ngomong sama lo tuh," Rio akhirnya pergi meninggalkan Rajidan yang makin menertawainya.

"Lah dia sendiri yang mulai, dia sendiri yang kesel." Rajidan tertawa keras sekali. Sampai beberapa orang di sekitarnya melihatnya dengan berbagai tatapan.

"AH KAYA CEWE KAMU AMBEKAN." Ucap Rajidan dengan kekehan keras. Rio mengacungkan jari tengahnya dengan perasaan kesal.

"Astagfirullah, Astagfirullah, Ahahahah astagfirullah. Tobat saya tobat. Tu anak lucu amat." Rajidan serasa ingin berguling-guling karena muka Rio yang merah padam.

"Muka kamu kaya setrikaan ga rapi yo!" teriak Rajidan yang masih di dengar oleh Rio. Rio masih mengacungkan jari tengahnya pada Rajidan.

"Gila ya, lagi berantem sama sahabat masih bisa ketawa keras. Kalo gue, makan aja gamau." Seorang gadis berceletuk keras. Rajidan mendengarnya dengan jelas sekali.

"Sorry dori mori stoberi di kasih ke Pak Ansori ni ya neng, ngerasa kehilangan sahabat tu cuma buat orang yang lemah doang. Lagi pula ya neng ya, sahabat saya ga kaya sahabat kamu, doyannya pas seneng. Pas susah nyari tempat yang bisa buat happy-happy." Rajidan tertawa saat melihat ekspresi gadis itu tiba-tiba berubah.

"Lagi pula ya neng, kamu tuh bukan club malam. Yang disinggahin pas ada masalah. Terus di tinggalin pas mereka dah sadar,"

"Cari sahabat yang mau jadi angin saat kamu kepanasan. Dan jadi air saat kamu kehausan. Jadi jangan ngocehin saya, kalau sahabat kamu aja masih ga bener." Rajidan mampu membuat gadis itu terdiam dan tak dapat memandangnya dengan sinis lagi.

"Satu lagi, kalo masih aja berisik, saya sumpel bibir kamu pake bibir saya mau? Jadi diem aja kalo ga mau!" ucap Rajidan santai sambil beranjak pergi dari hadapan gadis yang tadinya berniat mengerjainya.

***

Rajidan berjalan dengan lunglai, makin lama terasa kekosongannya tanpa mereka semua.

"Saya kangen kalian, sorry." Lirih Rajidan dalam hati. Namun ekspresi yang di tunjukkannya hanya datar. Tak seperti biasanya.

Rajidan melihat Aidan, Attariq, serta Devan yang sedang tertawa lepas membicarakan sesuatu.

Rajidan langsung masuk ke dalam mobilnya, dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Pikirannya saat ini sedang kalut, dia sama sekali tak mengerti kenapa semua ini terjadi.

"Saya ko cepet marah ya? Udah kaya Tiffani pas PMS aja." Rajidan berkata pada dirinya sendiri.

Perasaan rindu menyelimutinya. Biasanya, teman-temannya akan mengejeknya dengan sejuta lelucon. Namun saat ini, hanya kesunyian yang menyertainya.

***

'Brukk'

Rajidan menjatuhkan dirinya di kasur kamarnya. Sudah lama dia tak mengunjungi rumah ini.

Aroma yang sangat di kenalinya, menjalar memenuhi rongga paru-parunya. Terasa penuh dan menghangatkan. Melepas semua penat yang di rasanya.

Seorang wanita dengan terusan, tertidur damai di hadapannya.

"Mama apa kabar? Rajidan kesini loh," Rajidan tersenyum saat melihat wajah ibunya yang damai.

"Ma, Rajidan berantem sama temen Rajidan. Tapi tenang aja, Rajidan ga bakal buat mereka ninggalin Rajidan." Ceritanya pada ibunya yang tertidur.

"Bu Ipah bilang, Mama udah inget Rajidan lagi ya? Kemaren Mamacuma inget Aji doang." Rajidan terlihat bahagia dengan sinaran mata yang berbinar.

"Makasih ya Ma, udah bertahan buat Rajidan. Maaf buat Mama sakit dulu," ucap Rajidan. Perlahan air matanya mengalir membentuk sungai kecil.

"Ma, cepet sembuh. Biar rumah rame lagi. Terus Mama cerita ke tetangga soal Rajidan sama Aji waktu kecil."

"Rajidan kangen Mama buatin kentang goreng asin..."

"Rajidan kangen saat mama ngelus rambut Rajidan. Terus Rajidan malah marah sama Mama, bilangnya kalo Rajidan tuh dah besar ga boleh di gituin lagi."

Rajidan menangis dengan erangan tertahan. Sulit untuknya menerima ini lagi, menerima saat-saat dimana ibunya berjuang sendiri untuk dirinya.

Di saat ibunya yang menyelamatkannya dari semua maut yang menghantuinya, yang memberi jembatan untuk disebranginya. Dari jurang ke hancuran.

Yang sanggup menangis dalam diam, yang sanggup di cambuk hatinya beberapa kali dengan kenyataan pahit yang di telannya.

Yang sanggup di tinggali suami kesayangannya. Dan salah satu anak kembarnya.

Rajidan sangat mencintainya, dengan segenap hatinya. Segenap jiwa raganya.

Perlahan, Rajidan meredakan tangisnya dan terlelap di hadapan ibunya dengan tangan yang saling berkaitan.

***

"AIDAN YANG ITU KESANA. IYA KESANA." Teriak Attariq saat Aidan mulai melenceng dari kerjanya.

"Gausah kea mak-mak nyuruh anaknya mandi dah. Berisik amat." Devan memegangi telinganya. Guna menghindarkan bencana budeg pada telinganya.

"GUA GA BISA SABAR NIH, KALIAN KERJA KAYA PUTRI KERAJAAN. ANGGUN AMAT, CEPET ELAH." Attariq berteriak dengan semangat.

"Ya sabar la mas bro," Devan mengambil alih perkerjaan Aidan. Sedangkan Aidan malah beranjak untuk mengambil minuman.

"Untung temen coba kalo engga, gua tembak kalian satu - satu." Attariq berucap dengan kesal.

***

"Aji.. Alfa.." suara seseorang menginterupsi Rajidan dari tidurnya.

"Alfa.. anak mama," guman seorang wanita dengan mata berkaca - kaca.

Seketika Rajidan bangkit dan menghampiri wanita tersebut. Dia adalah ibu Rajidan, Issabel.

"Mama? Mama udah bangun? Kenapa ga bangunin aku?" Rajidan melihat ibunya menangis saat melihatnya.

"Mama sayang Alfa.." lirih ibunya tak menjawab pertanyaan Rajidan.

"Alfa sayang Mama juga." Rajidan memegang tangan ibunya dengan erat dan menciuminya sesekali.

"Alfa, Mama mau pulang.." lirih Issa dengan pelan. Matanya masih terlihat kosong.

"Ini rumah kita Ma, Mama mau pulang kemana lagi?" Rajidan bertanya dengan mata berkaca - kaca. Tak kuat rasanya berbica dengan ibunya.

"Mama mau pulang ke rumah, yang ada Papa sama Aji. Alfa mau bawa Mama kesana?" tanya Issa dengan wajah berbinar.

"Mama, Papa lagi diluar kota, Aji juga lagi pergi study tour ke luar kota. Jadi Mama di sini aja ya?" pujuk Rajidan pada Issa dan untungnya Issa mengangguk sambil tersenyum sayu.

"Tapi Alfa di sini ya? Mama kangen sama anak Mama yang nakal ini..."

"Aku ga bakalan pergi kok ma," ucap Rajidan sambil memeluk ibunya. Rajidan terpaksa berbohong. Sebenarnya, ia sudah memutuskan untuk pergi ke pesta Fakhri.

Sebelum datang menuju pesta, hal yang diharuskannya adalah. Kembali kerumah, dimana semua barangnya tertinggal disana.

Rumah yang sama sekali tak ingin di tempatinya. Rumah pilihan ibu tirinya.

Rajidan melepaskan pelukan ibunya dan pergi. Ibunya sempat bertanya mau kemanakah dia, dan hanya di jawab dengan alibi yang biasa dia gunakan untuk menenangkan ibunya.

"Alfa mau kebengkel dulu buat perbaiki mobil Ma, biar bisa ajak Mama jalan."

Dan sialnya, Isaa percaya dengan perkataan tak masuk akalnya itu. Setidaknya ini yang terbaik untuk ibunya. Aman dari ancaman berbahaya dan tetap di sisinya.

***

Cr : emak saya pieput

MAKASI DAH BUATIN GIP KAYA BEGINI❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro