[Berenam lebih asix]
"Lah ngambek," Attariq menatap kepergian Aidan dengan muka bingung.
"Udah ah, ayo cepet kita pergi," Devan menarik Attariq dan Rajidan secara bersamaan.
"Astagfirullah Depan, sesungguhnya saya masih normal...." ucap Rajidan saat tangannya di tarik.
Reflek saja, Devan melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Rajidan. Devan menatap Rajidan sinis, Rajidan yang merasa di tatap itu pun hanya dapat terdiam memasang ekspresi polosnya.
"Kenapa?" tanya Rajidan polos.
"Pikir lo aja sendiri gob...." belum sempat Devan memuntahkan kemarahannya pada Rajidan.
Rajidan memberhentikan ucapan Devan dengan meletakkan jari telunjuknya kedepan bibir Devan.
"Ssst stt stt," desisnya sambil menatap Devan syahdu.
"Diem Dep diem." Ucapnya tanpa dosa.
"Saya terlalu baik untuk kamu ceramahin. Attariq aja, biar dia tobat," sambung Rajidan sambil menatap Attariq polos.
"Eh anjir! Kenapa jadi bawa-bawa gue?" Attariq menatap Rajidan kesal.
"Ah banyakan bacot, udah ayo." Kesal Devan dan melepaskan telunjuk Rajidan dari bibir sexynya itu. Devan mulai berjalan meninggalkan kedua teman barunya itu.
"Gara gara kamu sih," ucap Rajidan kesal.
"Tai, gue mulu, nyet." Attariq menatap Rajidan sebal. Dan berlajan meninggalkan Rajidan yang masih berdiri tegap di tengah koridor.
"Tai mulu sih ya, doyan apa? Disebut sebut mulu," celetuk Rajidan dan mengejar ke tiga temannya yang sedang berpencar itu.
***
Setelah lama mencari, akhirnya mereka menemukan kelas mereka. Yaitu 10 ipa 6. Kelas yang paling terakhir, Namun bukan yang paling akhir.
Aidan, Devan, Rajidan, dan Attariq memutuskan untuk duduk dibarisan ketiga dan keempat sebelah pintu di dekat jendela.
Ada dua orang gadis yang duduk di depan mereka, dengan tampang malas mereka hanya duduk dan memainkan handphone mereka. Tak seperti yang lain, yang heboh karena sekelas dengan mereka.
"Kayaknya mereka beda deh!" celetuk Devan.
"Demi apa, seorang Devan bisa merhatiin sekitar? Oh my god! Aidan terkejut!" ucap Aidan tak percaya.
"Lebay," celetuk Devan dan mendapatkan tatapan sinis dari Aidan.
"Tapi, serius. Mereka bahkan engga perduli kita duduk di belakangnya." ucap Devan sambil menatap punggung dua gadis cantik itu.
"Kenalan lah. Sikat," ucap Rajidan.
Mereka bertiga langsung melongo melihat Rajidan, yang malah maju duluan untuk berkenalan.
"Lah kok dia yang gerak cepet?" tanya Attariq heran.
"Iya ya, biasanya juga dia ceramah. Sampe panas kuping Aidan!" tambah Aidan yang disetujui oleh Attariq dan Devan.
"Woi! Ngapain di sono. Nama mereka itu Beryl sama Tiffani." ucap Rajidan yang menghampiri mereka.
"TUNGGU !" teriak Devan tiba-tiba dan mengagetkan mereka semua.
"Apa lagi sih, kenalan aja ribet," Attariq menatap Devan gemas.
"Siapa tadi namanya ?" tanya Devan pada Rajidan.
"Beryl sama Tiffani,"Aidan yang menjawab pertanyaan yang diajukan untuk Rajidan.
"Beryl? Berylia Queenzy?" tanya pada Rajidan. Dan Rajidan hanya mengangguk pertanda benar.
"LAH DIA SIH CEWE GUA BEGO, PANTES AJA BEDA." Teriak Devan heboh, dan berjalan menuju tempat Beryl yan dia sebut sebagai 'pacar'nya tadi.
"Huss, minggir. Aa Depan mau duduk sama neng Beryl tercintah.." ucapnya mengusir Tiffani dari tempat duduknya.
"Dasar lu, saitonirojim," celetuk Tiffani kesal.
***
Sudah empat bulan mereka menjadi sahabat, dan Aidan pun sudah di tetapkan menjadi ketua kelas sekaligus ketua osis. Dan semakin banyak gadis yang gencar mendekati ke 4 pria itu, karena karisma mereka masing masing. Beryl dan tiffani? Mereka juga sama.
Devan menjabat sebagai ketua basket dan Attariq menjadi wakilnya.
Rajidan yang menjabat sebagai wakil ketua osis.
Tiffani yang menjabat sebagai bendahara osis, dan Beryl sebagai sekretaris osis.
"AIDANNN!!" teriak seorang gadis dengan suara cemprengnya. Mengejar Aidan yang berlari pontang-panting menghindar darinya.
Aidan berlari menuju kelasnya, meminta bantuan para temannya. Biasanya, Beryl-lah yang mengusir para wanita centil yang mengejarnya.
Namun sepertinya, Aidan mendapat sebuah ide yang terlintas begitu saja di otak tampannya itu.
Aidan memberhentikan larinya, dan menatap gadis yang tadi mengejarnya.
"Aidan, kenapa kamu lari sih? Aku cape lari lari kaya tadi!" ucap gadis itu manja.
"Bell. Gua mau ngomong sesuatu deh." Ucap Aidan dengan senyuman manisnya.
"Kenapa?" tanya Bella penasaran.
"Gua suka sama lo Bell...." ucapan Aidan bak petir di siang bolong yang menyambar diri Bella.
"Astagfirullah Aidan, kayanya tadi bunda bener dah ngasih makan. Dan sadar Dan, sadar. Ini saya Rajidan, Dan. Baba Idan, Dan." histeris Rajidan yang tak terima. Dia juga menggoncang kuat bahu Aidan.
"Baba kira Aidan amnesia? Sampe di ingetin begit?" tanya Aidan kesal.
"Saya kira kamu kepentok dinding, siapa tau amnesia!" ucap Rajidan dengan tampang polos.
"Diem deh, ganggu aja. Tapi, Aidan kamu beneran suka aku?" tanya Bella manja, setelah membuat Rajidan bungkam.
"Iya bener kok Bell." Ucap Aidan sungguh sungguh.
"Aku engga mimpi?" tanya Bella pada Aidan.
"Engga lah. Atau mau aku cubit?" tawar Aidan dan disetujui oleh Bella.
Aidan mulai mencubitnya, bukan mencubit. Tapi menjewer telinga Bella dengan kuat.
"Kalo mau ngejar ketos itu, pakaiannya yang rapi. Jangan kaya cabe-cabean gini. Itu lagi, sepatu warna-warni dah kaya renbo. Rambut segala di ombre. Ini lagi, rok di sempit-sempitin. Kalo robek, malu, tahu rasa lo. Lagi pula ngeliatnya sesak tau!"omel Aidan sambil menjewer telinga Bella.
"Aww.. Sakit Aidan!" teriak Bella dan memegang tangan Aidan yang menjewer telinganya. Bella berusaha melepaskan jeweran Aidan, namun sepertinya tidak bisa. Karena jeweran Aidan yang sangat kuat.
"Ini biar lo sadar, kalo lo engga lagi mimpi." ucap Aidan kesal.
"Tapi katanya kamu suka aku...."
"Suka pengen nabok iya. sekarang, ikut gua ke BK." Ucap Aidan sambil menarik telinga Bella menuju ruang BK.
"Alhamdulillah ya Allah, Aidan masih waras dan engga jadi amnesia.." ucap Rajidan sambil mengelus dadanya.
Rajidan memutuskan untuk menuju ke kelas. Karena banyak yang akan ia urus di kelas nanti. Juga ingin memberi tahu kepada keempat temannya yang lain, bahwa Aidan baru saja berhasil mengalahkan satu spesies Cabe-cabean
Sesampainya dikelas, Rajidan hanya menyaksikan curhatan seorang temannya dan melupakan cerita hangat itu.
"Gue mah apa, cuma adek kelas sepuluh yang mengaguminya dari jauh. Sedangkan dia, anak kelas 12 yang banyak fansnya. Walaupun lengser gara gara si monyet Tariq. Gue tuh bisa apa?" curhat seorang gadis dengan muka nelangsa.
"Bisa gila!!" teriak Attariq dengan ekspresi muka menahan ketawa.
"Dasar Tariq sempak sialan!" kesalnya karena curhatannya berganti dengan ejekan.
Yang sedang mencurahkan hatinya adalah Agustiana. Gadis gendut dengan tampang sangar namun hatinya terpaut lembut seperti hello kiti.
"Apa lu gong. Kasi peniti kempes lo," ejek Attariq dan Ana hanya mendengus kesal.
"Gue doain jomblo selamanya lo." umpatnya dan memalingkan wajahnya kesal. Attariq hanya tertawa terbahak bahak melihat ekspresi kesal ana.
"Gausah sok imut, muka lu dah kaya dugong kebelet boker," ejek Attariq dan masih dengan tawa menggelegarnya.
"YA ALLAH ATTARIQ," seseorang berteriak dengan sangat keras membuat dirinya terdiam tak lagi tertawa.
Melihat siapa yang memanggilnya. Dia hanya cengengesan dan tangannya membentuk tanda peace.
"Hehe Bu, saya cuma becanda doang sama Ana. Yakan Na?" tanya Attariq. Sebelum itu, matanya di kedip kedipkan pertanda meminta pertolongan.
"Riq, mata lo cacingan? Kok kedap-kedip?" tanya Ana. Dan sepertinya, ia ingin membalaskan dendamnya pada Attariq.
"Sialan Na." ucap Attariq tanpa bersuara. Hanya gerakan pada mulutnya. Dan Ana hanya menyeringai puas.
"ATTARIQ , KAMU KODE-KODE KE AGUSTIANA YA?!" Teriak guru yang tadi memanggil nama Attariq.
"Bu Sri cantik, ngapain saya ngodein si Ana ? Toh dianya itu udah lama peka sama saya, cuma dia gengsi aja. Saya juga niatnya mau menghibur, satu senyuman dari orang aja bisa jadi ibadah. Masa ibu enggak mau pahala?" terang Attariq tanpa dosa
"Berani kamu ngajarin saya ya?" murka Bu Sri. Pasalnya, Attariq atau tidak Devan adalah sasaran kemarahan Bu Sri.
"Saya engga ngajarin ibu kok, saya hanya memberi pertanyaan pada ibu," elak Attariq santai.
"LARI DUA PULUH LIMA PUTARAN DI LAPANGAN. SEKARANG!!" teriak Bu Sri murka.
"Ah Bu, saya padahal cuma ngeledek dugong doang. Kok di hukum. Its so sepele buk" ucap Attariq tak terima.
"LIMA PULUH PUTARAN!!"
"LIMA BELAS BUK, ANGKUT!" Attariq berteriak balik dan segera berlari menuju lapangan.
Bu Sri juga ikut mengawasi Attariq. Dan satu kelas mendadak lega, karena pembelajaran dihentikan sementara.
"Harusnya makasih sama Ariq, gara-gara dia,kita jadi ga belajar...." celetuk Ana.
"Tapi dia harus menderita dulu gitu? Ngotak dulu kalo mau bilang makasih." Beryl yang kebetulan mendengar langsung menjawabnya dengan perkataan pedas.
Dan benar saja, seketika, Ana menjadi merasa bersalah. Karena dirinya, Attariq kena hukuman. Coba saja dia membantunya. Mungkin dikelas, Attariq dan Rajidan sedang berkelahi karena berebut meminjam sebuah pena darinya.
"Sorry Riq, gue jahat tadi." Ucap Ana merasa bersalah karena dirinya, Attariq dihukum.
"Weh dugong , kesambet apa lo minta maap? Attariq tu setrong. Jadi santai aja," ucap Attariq dengan senyuman manisnya. Dia pun berlalu dan duduk di bangkunya. Sebelum itu, dia menepuk pundak Ana lembut.
"Apanih! Gue baru balik dari BK di omelin Bu Sri." Geram Aidan pada teman kelasnya. Pasalnya, dia baru saja keluar dari ruang BK dan langsung terkena pidato singkat Bu Sri.
"Attariq di hukum, keliling lima belas putaran." ucap Devan singkat.
"Lah engga mati? Yah sedih penonton." Kecewa Aidan sambil duduk di bangku miliknya dengan manis.
"Bangke emang jadi temen!"
"Ya kan, gua hanya menyuarakan hati aja. Kalo kata Baba, sebaiknya kamu berkata jujur walaupun itu pahid jangan lupa pake kolkolah pahitnya." ucap Aidan tanpa dosa sama sekali.
"Gih sana terjun laut. Biar ketemu hiu terus tidur berduaan,"
"So sweet ya Riq kalo Aidan tidur sama hiu." Canda Aidan sengaja membuat Attariq marah.
"Iya, lu tidur di perutnya. So sweet banget ngalahin yang ada di sinetron!"
"Bangsat...."
"Astagfirullah Aidan, janganlah kamu berkata kotor. Karena sesungguhnya perkataan tersebut sangat candu bagi penyebutnya," ceramah Rajidan dan hanya di pandang malas oleh teman sekelasnya.
"Terserah Baba aja deh, yang penting Baba bahagia."
****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro