Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Awal atau akhir ?

Sudah sekitar 2 jam mereka bertiga berdiam diri di taman. Tanpa ada yang mau membuka percakapan mereka. Devan menatap ketiga temannya jengah.

Mereka berdua malah tertidur pulas direrumputan. Wajah mereka yang polos, dan Devan menatap mereka dengan tatapan melembut.

Tatapan yang tak sekalipun orang dapat melihatnya. Kecuali mantan pacarnya, Beryl. Dan tatapan itu hanya dapat ditunjukkan Devan saat dia benar - benar menyayangi sesuatu.

Itu berarti, Devan sangat menyayangi kedua temannya yang sangat waras ini.

"Gatau kenapa, cuma kalian yang ngebuat gua lupa caranya gimana ngejaga image. Terus gua juga lupa sama sedih dan kegagalan gua." Ucap Devan sambil terus menatap kedua temannya itu.

"Iya Dev, gue tau gue ganteng, jangan di liat mulu dong! Nanti gua geer loh." Ucap Attariq yang sedikit membuka matanya.

Aidan terkekeh mendengar menuturan Attariq. Dan Devan hanya mendengus sebal.

"Nyesel gua ngomong begitu." Ucap Devan sambil beranjak pergi menuju rumahnya.

Aidan dan Attariq langsung berlari mendekat ke arah Devan. Mereka memutuskan untuk pulang ke rumah Devan.

***

Sesampainya di rumah Devan, Attariq dan Aidan langsung pergi ke kamar milik Devan.

Sedangkan Devan, dia malah pergi menuju dapur dan membuat beberapa camilan untuk kedua temannya.

Saat sedang asik-asiknya dengan dunia mereka masing-masing. Tiba-tiba, suara dengan hantaman keras.

Devan, Aidan, serta Attariq yang mendengar itu langsung berlari cepat menuju sumber suara.

***

Flashback on

Setelah acara makan malamnya dengan Tiffani, dia memutuskan untuk pulang ke rumah Devan. Karena dia yakin, teman- temannya berkumpul disana.

Saat di perjalanan, dia malah merasa seperti diikuti oleh sebuah mobil. Rajidan, dengan segala perasaan tak enaknya, langsung tancap gas untuk menghindar dari kejaran.

"Mereka siapa sih.." tanya Rajidan dalam hati. Tak lupa pandangannya berubah menjadi was - was.

"Saya tau saya ganteng, tapi gausah diikutin juga. Bikin parno." Celetuknya saat kejadian genting terjadi.

Sebuah sedan hitam mengimbanginya, namun dengan cepat, Rajidan menghindar dan melaju. Terjadilah aksi kejar - kejaran di jalan raya.

"Ngajak balap ini mobil." Ucap Rajidan sambil menatap ke spion sampingnya dengan sinis.

"Belum tau dia, kalau Jiwa Valentino Rossi saya keluar." Ucap Rajidan yang sama sekali tidak jelas dan tidak nyambung.

Setelah 15 menit kebut-kebutan. Akhirnya dia sampai juga di depan kompleks perumahan Devan. Dengan cepat, Dia memarkirkan mobilnya.

Namun, sepertinya terlambat. Karena mobilnya di tabrak terlebih dahulu dengan sebuah mobil.

'Brakk'

Flashback off.

***

Devan berserta ketiga temannya yang lain pergi melihat kearah sumber suara. Dengan panik, mereka bergegas mendekati mobil yang sudah hancur bagian depan dan sampingnya.

Terlihatlah, seorang teman yang mereka sayangi di sana. Dengan raut muka yang tak bisa dijelaskan. Rajidan berada di antara kaget dan kesal.

Sehingga wajahnya, tidak bisa dideskripsikan.

"Baba!" Teriak Aidan dan Attariq secara spontan mereka langsung mendekati Rajidan.

Namun segera di cegah oleh Rajidan. Dengan kesadaran yang semakin menipis, Rajidan melihat siapa yang menabrak mobilnya.

Dan dia tahu, siapa dalang semua ini. Belum sempat dia mendatangi mobil yang tadi menabraknya, dunia hitam nan kelam, malah menghampirinya. Mengajaknya untuk masuk kedalamnya.

'Brukk'

Rajidan terkapar tak sadarkan diri di dalam mobilnya. Devan dengan cepat masuk dan mengeluarkan Rajidan dari mobilnya.

"Untung bukan mobil gua.." ucapnya lega. Aidan dan Attariq yang mendengar itu hanya menatapnya sebal.

'Pletakk'

"Lagi genting juga, malah mikir mobil!" Ucap Aidan kesal, dan tak lupa dia menghadiahi sebuah sentilan maut di dahi Devan.

"Ya, kan gua nolongin juga. Bayangin, uang jajan gua di potong, ga bisa jalan bareng cewe, ga bisa ngebayarin kalian makan. Gara-gara mobil gua rusak. Kan horror." Devan malah mencurahkan isi hatinya, padahal Rajidan terkapar tak berdaya didekapannya.

"Serah! Ayo Dan, kita bantu Baba." Ucap Attariq sembari mengambil alih tubuh Rajidan dari Devan.

Tanpa mereka sadari, mobil si penabrak malah pergi begitu saja.

Attariq dan Aidan berusaha membawa tubuh Rajidan yang tinggi dan berat ini. Devan hanya menatap mereka dengan tatapan sebal.

Seketika dia tersadar, bahwa mobil si penabrak pergi entah kemana. Devan hanya mengumpat kesal, dan membawa mobil Rajidan yang rusak ke dalam bagasinya. Sedangkan Attariq serta Aidan membawa Rajidan ke dalam.

***

Sekitar 30 menitan mereka menunggu. Rajidan belum menunjukkan matanya juga. Rasa khawatir menyelimuti mereka semua.

"Kalo ga bangun 30 menit lagi, bawa ke rumah sakit aja deh." Ucap Aidan khawatir.

"Iya ndoro, akan saya kerjakan." Ucap Devan dengan kesal.

"Gua serius tau!" Ucap Aidan dengan nada sedikit tinggi.

"Saya juga, ndoro." Ucap Devan datar. Aidan hanya menatapnya kesal.

'Byurr'

Attariq dengan tak berdosanya malah menyiramkan Air pada Rajidan yang tengah tak sadarkan diri.

Aidan serta Devan menatapnya dengan tatapan tak percaya. Sedangkan yang di tatap, hanya menunjukkan wajah datarnya.

"Biasanya kalo orang pingsan di siram biar bangun. Nah liat, si Baba bangun." Ucap Attariq santai, dan benar ucapannya. Rajidan sadar dengan kondisi basah kuyup.

"Kalo mau bangunin orang tuh, lembutan dikit kek! Masa saya di guyur air dingin kaya gini. Ga punya hati banget. Sesungguhnya, membangunkan orang dengan baik adalah salah satu perbuatan yang baik, niscaya kalian mendapatkan pahala dari yang maha kuasa." Ucap Rajidan kesal. Mereka bertiga hanya menatapnya jengah.

"Ya jadi, gua harus ngapain? Nyium bibir lu gitu? Biar bisa bangun? Kaya di senow wait? Ato kaya aurora?" Tanya Attariq kesal. Aidan dan Devan hanya mengangguk menyetujui pertanyaan Attariq.

"Ya jangan gitu juga, saya kan normal." Ucap Rajidan marah. Attariq menatapnya dengan tatapan sebal.

"Ya gua juga normal, makanya gua guyur. Nah lu bangun. Jadi gausah protes." Ucap Attariq singkat. Rajidan hanya menatapnya dengan tatapan sebal.

"Sesungguhnya, kalian semua kejam terhadapku, tidak baik membuat teman basah seperti ini. Nanti kalo saya mati gimana?" Rajidan berucap dengan nada dimelas - melaskan.

"Kalo mati tinggal di kubur. Sama kalo lu mati, ya dah takdir kali!" Ucap Devan sambil berlalu meninggalkan Rajidan dengan Aidan. Aidan sendiri, hanya menggelengkan kepalanya maklum.

"Ganti baju sana, kita tunggu di ruang tengah." Perintah Aidan sembari berlalu meninggalkan Rajidan juga.

"Tinggal sendiri lagi saya, untung bukan jomblo. Jadi ga jones, hehe."

***

Devan, Attariq, dan Aidan menunggu Rajidan yang membersihkan badannya, serta mengganti bajunya. Mereka menunggu, tanpa ada suara yang keluar dari mulut mereka.

Mereka sedang bergelut dengan pikiran mereka sendiri. Bergelut tentang siapa yang menabrak Rajidan, dan mengapa dia menabrakkan mobilnya. Pertanyaan itu, menganggu mereka bertiga.

"Gua kira, si Baba insyaf. Ga ada lagi yang ngengangguin dia." Ucap Aidan menyuarakan pikirannya.

"Lu ketos baik - baik aja. Banyak yang sirik. Apa lagi dia, pensiunan Bad boy." Ucap Devan dengan gelengan kepala.

Attariq membenarkan perkataan Devan dengan anggukan kepalanya.

"Tapi, itu kan cerita lama. Masa baru sekarang balas dendamnya," ucap Aidan dengan tatapan anehnya. Rajidan yang sedang menuruni tangga pun mendengarnya.

"Biasalah Dan, namanya juga artis, banyak pengagumnya. Banyak juga hatersnya." Ucap Rajidan sambil terkekeh geli. Ketiga manusia yang mendengar perkataannya barusan langsung memandangnya tajam.

"Saya tau, siapa yang ngegangguin saya. Jadi tenang aja. Dia ga bakal ngebuat saya masuk rumah sakit. Paling ngebuat duit saya abis doang." Ucap Rajidan dengan nada kesal dan wajah konyolnya.

"Emang siapa?" tanya Devan penasaran. Rajidan berjalan mendekatinya, dan duduk lumayan dekat dengannya.

"Fakhri, temennya Aji. Gatau kenapa, dia masih punya dendam kali sama saya. Saya juga gatau." Ucap Rajidan sambil terkekeh.

"Bukannya dia kemaren,," ucap Aidan menggantung. Rajidan hanya menatapnya sebentar dan tersenyum tipis.

"Mungkin dia kelihatannya udah baik. Tapi siapa yang tau hati orang? Beda hati pasti beda penghuni kan?" tanya Rajidan pada ketiga temannya yang menatapnya dengan berbagai tatapan.

"Maksudnya?" tanya Aidan tak mengerti.

"Maksudnya, beda hati, beda juga prilakunya. Kaya lu dah. Keliatannya baik, coba kalo dah marah, banci sebelah aja takutnya bukan main." Ucap Devan dengan kekehan ringannya. Aidan menatapnya sebal.

"Aidan kalo marah, imut - imut tau. Enak aja!" Aidan malah tak terima dengan contoh yang Rajidan berikan.

"Iya deh yang imut," Rajidan mengalah dan Aidan hanya memeletkan lidahnya pada Rajidan.

Mereka berempat tersenyum bersama, mengucapkan rasa syukur yang mereka panjatkan karena bisa dipertemukan sebagai sahabat.

Semoga di kedepannya walaupun banyak masalah yang berterbangan kesana-kemari, mereka tetap bersatu juga.

***

Tamat...






Gadeng hehehe.

Bersambung~

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro