Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prolog

Kamera yang dipegang oleh seorang lelaki itu seakan tidak berhenti terangkat. 

Terhitung sudah 2 bulan dia ada di tengah hiruk pikuk Jakarta ini. Iya, lekai yang sedang memotret bangunan-bangunan tua peninggalan sejarah di daerah Kota Tua itu sudah 2 bulan ini berjalan mengelilingi Jakarta.

Mungkin tangannya tidak akan selesai membidik kalau bukan karna perutnya mulai kukuruyuk meminta dimasukkan makanan. Dengan langkah santai dia masuk ke dalam cafe Batavia yang paling dekat di Kota Tua. Mengambil tempat duduk di samping jendela sehingga ia juga masih bisa mengambil gambar jika ada yang bagus menurutnya. 

Setelah memesan, dia memakai headphone di kepalanya untuk mendengarkan musik. Kepalanya tak henti melihat ke luar jendela. 

Jika dipikir-pikir, ternyata Jakarta banyak tempat bagus untuk dibidik. Suatu keputusan yang tepat untuknya pergi kesini kali ini. 

Drrttt drrttt

Meskipun hapenya sudah bergetar entah berapa kali diatas meja, Minhyuk tidak ada niatan untuk mengangkat telepon itu. Sebaliknya, dia hanya meliriknya saja tanpa ingin menjawab begitu melihat nama yang tertera di layarnya. Karena dia sudah tau apa yang akan dikatakan. 

Tak lama pelayan datang dan meletakkan secangkir kopi latte panas diatas mejanya. Sesekali lelaki itu menyeruput kopinya, sambil menghirup wangi kopi yang sudah memenuhi hidungnya begitu dia masuk ke dalam cafe tadi. 

Dan begitu melihat ada sesuatu yang menarik perhatiannya, Minhyuk langsung membidik kamera dan mengambil gambar. 

Dan itulah yang lelaki itu lakukan sekarang. Membidik dari tempatnya, seorang perempuan yang tertawa bebas sambil menggoes sepedanya berputar, diikuti dengan anak kecil yang berlari kecil mengejar sepeda itu. Tanpa sadar, lelaki yang bernama Go Minhyuk itu tersenyum simpul melihatnya, bertepatan dengan makanan yang sampai di mejanya.

***

Selesai membayar tagihannya di cafe, dia kembali berjalan di tengah hiruk pikuk Kota Tua yang seakan tak pernah sepi. Kala dia sedang membidik gambar, perutnya terasa sakit lagi, kali ini lebih sakit daripada biasanya. 

Sebenarnya, sudah dua hari ini dia merasa sakit perut, tapi adiknya yang di Korea sudah memberikan resep obat untuknya dan berkata untuk pergi ke rumah sakit saja kalau terasa sakit lagi. Takutnya karna keracunan makanan. 

Jadi, karna dia mengingat kata-kata adiknya itu, dengan segera Minhyuk pergi ke rumah sakit terdekat, mengikuti saran dari adiknya yang dokter itu. 

Mengurus administrasi pendaftaran dan semuanya sendiri, sekarang disinilah Minhyuk. Berbaring di ruang instalasi gawat darurat, menatap langit-langit yang sedikit menyilaukan matanya. Suasana sepi dan tenang sekali, ah, kalau adiknya dengar apa yang ia katakan sekarang, dia pasti akan dihantam langsung. Tidak boleh mengatakan sepi dan tenang di rumah sakit. Membawa hal buruk. 

Ya, intinya begitulah. Infus terpasang di tangan kirinya. Dan sepertinya adiknya ini memang seorang dokter yang benar, karna memang benar dia keracunan makanan. Dengan infus di tangan kiri, dia hanya bisa memakai tangan kanannya. Jika ketahuan adiknya kalau dia memakai tangannya yang diinfus untuk bermain hape, pasti akan dimarahi. 

Sebenarnya bosan juga sendirian disini. Karna dia tidak bisa melakukan apapun juga. Untungnya infusan yang terpasang juga sudah mau habis. 

Seorang suster datang disusul seorang dokter juga. Berbincang masalah apa yang tidak boleh dimakan dan lainnya. Ya, kalian tau lah ya. Lalu setelah itu jarum infus dilepas. Dan Minhyuk sudah boleh pulang. 

Tapi karna dia daritadi hanya tiduran saja, tanpa ke toilet, sekarang baru terasa kalau ia harus ke toilet. 

BRUGH!

Saat dia belok untuk masuk ke toilet lelaki, saat itulah dia tertabrak seorang perempuan. Hadeh, apa lagi ini.

***

Sekian lama tak pulang ke Jakarta karna jadwalnya yang super padat di Korea, tentu saja Yura sangat, sangat, sangat excited dengan liburannya kali ini. Bahkan sejak dia membereskan bajunya untuk dimasukkan ke koper saat di Korea, dia sudah bersenandung riang sampai temannya sendiri apakah dia sesenang itu kembali ke Jakarta.

Dan, yang ditunggu-tunggu tiba. Begitu melihat kopernya di depan mata, tangannya langsung mengambilnya dan menarik koper itu ke pintu kedatangan. Katanya keluarga sudah datang untuk menjemputnya. 

Matanya sibuk mencari kesana kesini mencari keluarganya. Dan begitu melihat mamanya yang melambaikan tangannya pada dia, perempuan itu langsung berlari dan memeluk mamanya dengan erat.

"Han Yura, kau tidak boleh berlari seperti itu. Nanti kalau jatuh gimana," kata Mamanya sambil memeluk anak bungsunya itu.

Yura melepaskan pelukannya dan tersenyum menyengir. "Tenang saja, Eomma. Aku tidak akan jatuh." Kini ia gantian memeluk appanya yang juga ikut menjemput. "Appa, na jinjja bogosipheoseo!!

"Uri ttal eonje ireohge kkeosseo?" ucap appanya sambil tersenyum terharu melihat anaknya kini sudah tinggi. 

"Ya, aku juga ada disini tau!"

Yura memutar bola matanya tapi tetap memeluk eonni satu-satunya itu yang baru saja menikah tahun kemarin. "Aku juga bisa liat kau ada disini. Kau baik-baik saja kan dengan hyungbu? Kau tidak merisaknya kan?"

Tak!

Satu pukulan pelan melandas di bahunya. "Eomma! Kenapa memukulku?"

"Kau sendiri kapan akan membawa pacar ke rumah?"

Lagi. Entah kenapa mamanya ini selalu membicarakan masalah pacar belakangan ini. 

Yura menghela napas dan memutuskan untuk menyembunyikan dirinya di balik appanya dan memeluk lengan appanya.

"Appa. Memang aku harus berpacaran dengan cepat kah?" tanyanya sambil sedikit memberengut. Mengundang wajah sedikit kesal dari mamanya karna sudah tau pasti bagaima Yura jika ingin meminta bantuan. 

Appanya hanya terkekeh dan menepuk-nepuk tangan Yura, lalu melihat mamanya, "sudahlah biarkan saja dulu. Dia juga baru pulang ke Jakarta setelah sibuk di profesinya."

"Tetap saja, sudah berapa lama dia sendiri. Bukankah sudah waktunya untuk mencari pasangan?"

Yura semakin merajuk, "Appa, aku besok ikut ke byeongwon  saja ya!"

"Han Yura, kau mau kabur dari ocehanku kan?" Yura memelet singkat pada mamanya walaupun semakin menyembunyikan diri di balik appanya. 

Appanya sudah mulai memijit pelipisnya dan membenarkan letak kacamatanya. "Geumanhae, Yeobo. Biarkan dia berlibur dulu."

"Dangsin selalu memanjakannya, jadi dia seperti ini sekarang. Dia sudah umur berapa sekarang," rajuk mamanya sambil memukul lengan suaminya itu.

Yura yang tidak terima mendengar umurnya disinggung, membuka suara. "Eomma. Aku juga masih tergolong muda loh. Orang-orang di Korea itu baru menikah umur tiga puluhan, bahkan ada yang belum sampai empat puluhan."

"Jarang-ida jinjja. Geuge eomma hante hal sori-nya? Ayo cepat pulang!"

Yura terkekeh dan mengangguk menurut sambil menarik koper mengikuti keluarganya ke parkiran.  

***

Esoknya, Yura memang benar-benar ikut ke rumah sakit, walaupun sebelumnya dia sempat ke Kota Tua dulu sih untuk melihat seberapa berubahnya salah satu tempat wisata di Jakarta itu.

Dan dia benar-benar ke perpustakaan untuk belajar. Sudah berapa lama dia disana, hanya duduk, mencatat sambil mendengar lagu dari headphonenya, sampai kantung kemihnya terasa penuh sekali dan dia langsung berlari ke toilet -yang sepertinya membuat kejadian tidak akan pernah dia lupakan untuk beberapa waktu-

Kalian pernah tidak sih? Saking kebeletnya, jadi kalian tidak melihat yang mana toilet pria dan wanita? Iya, hm.. Yura merasakan itu. Dia benar-benar kebelet hingga salah masuk toilet. Dia masuk ke toilet pria, dan parahnya lagi, dia baru sadar saat kelar membuang air. Dengan tangan yang menutupi wajahnya, dia berlari keluar dari toilet saking malunya, berharap tidak ada yang melihatnya.

BRUGH!

Matilah, batin Yura saat tubuhnya sedikit limbung karna tertabrak orang yang ingin masuk toilet. Yura melirik dari antara tangannya, lelaki yang lebih tinggi darinya sedang menatapnya dengna pandangan... yang sulit dideskripsikan, tapi Yura pasti akan memandang orang yagn salah masuk toilet seperti itu juga. 

"Maaf," ujarnya pelan tanpa menurunkan tangannya. Kakinya sudah bersiap untuk kabur, tapi tak bisa. Lelaki itu menahan topi hoodienya dan menariknya mundur. Aish. Kenapa juga aku memakai hoodie sih, batinnya kesal. 

Sambil menggigit bibir bawahnya, tangannya turun. Maish tidak berani melihat lelaki itu. "Maaf, aku tadi--"

"Whatare you doing in men's toilet?" kata laki-laki itu dengan logat Korea yang khas. Sesaat kemudian setelah menyadari kalau orang di depannya ini orang Korea, akhirnya Yura mengangkat wajahnya untuk menatap lelaki itu. 

Dan.. Wah, ganteng sekali. 

Yura, sadarlah! Bukan saatnya untuk mengagumi wajah seseorang. "Aku salah masuk toilet. Tadi benar-benar kebelet sekali. Maafkan aku," jawab Yura dalam Bahasa Korea. 

Lelaki itu menatapnya bingung, "kau orang Korea?" 

Yura merapihkan bajunya dan balik menatap lelaki itu sedikit sinis, padahal dirinya sadar kalau dia yang salah, "iya. Sudah, kan? Aku sudha minta maaf, jadi aku akan pergi sekarang."

"Hei, tunggu!" Sebodo amat dengan panggilan dari lelaki itu, Yura tidak mengindahkannya. Dirinya sudah terlanjur malu sekali dengan masuk toilet laki-laki, sekarang malah ditambah dengna ketahuan oleh lelaki itu. 

Oh astaga, semoga mereka tidak bertemu lagi.

Saat dirinya sudah ingin menghilang, rintihan yang Yura yakini dari lelaki itu -ya iya, siapa lagi. Karna lorong itu sepi, tidak ada orang. Agak ngeri jug akalau dari setan ternyata- mau tidak mau Yura berbalik sambil sedikit menyesal di tiap langkahnya. 

Semakin dekat jarak mereka, semakin terdengar parah suaranya. 

Yura mulai sedikit panik dan berlari. Dia langsung berjongkok dan bertanya dimana letak sakitnya, layaknya seorang dokter. Iya, dia adalah seorang dokter di Korea. Ah, lupakan perkenalan diri ini. Lelaki ini lebih penting sekarang. 

Lelaki itu sudah terjatuh di lantai sambil memegang perutnya kesakitan. Wajahnya memucat, keringan dingin sudah mulai mengucur. 

"Eodi aphayo? Malsseum haeboseyo."

"Perutku-- perutku sakit sekali."

"Apakah kau bisa berdiri?"

Lelaki itu mengangguk di tengah rintihannya. Dengan tenaga yang Yura yakin tidak sekuat lelaki itu, Yura membantunya berdiri untuk berjalan ke IGD. 

"Dok. Tolong, dia merintih perutnya sakit."

[TBC]

------------

28 Januari 2025

YAPPPP welcome to the new story!!!! wkwkkwk kali ini akan berlatar di pekerjaan dokter dan fotografer eakkkk wkkwkwkw kapan bakal dipublish? hmmm semoga setelah BETWEEN US selesai uda bisa dipublish yawww karna outlinenya masih setengah jalan wkkwkwk 

semoga kalian juga suka cerita ini ehehehe see you!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro