Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

The heart is for her


"Selamat malam, Nona Parkinson"

"K-kau?!"

Adeline yang berada di dapur heran mengapa Miranda masih belum kembali dari membuka pintu. Sementara Miranda masih terpaku kaget didepan pintu utama. 

"Miranda sayang, kenapa lama seka- Oh Severus! ternyata kau datang! Bagaimana kabarmu?  Aku mengira kau tidak akan kemari, apakah Jessie sedang berada di Malfoy Manor dengan Travey sekarang?"

Adeline yang melihat kawan lamanya berkunjung tak bisa mengutarakan ekspresi lain selain senyum sumringah yang terpasang di bibirnya.

"Kau tak berubah rupanya, masih bertanya tanpa henti. Bagaimana denganmu Nona Parkinson? Apa kau dijaga dengan baik disini?"

Miranda yang sedari tadi terpaku diam kini menoleh masih dalam kebingungan, Severus yang menyadari ekspresi Miranda hanya menghela nafas.

"Jesseline sudah memberitahu ku tentang hal ini, jadi tidak apa-apa, dan tentu saja tidak ada  guru-guru yang tahu selain aku"

Miranda yang terdiam mendengarkan sedari tadi diam-diam tersenyum lega, namun ia tiba-tiba merasakan hangat dikepalanya, dan melihat keatas hanya mendapati tangan Severus tengah mengelus kepalanya.

"Aku lega. . kau baik-baik saja. . ."

Adeline yang memperhatikan sedari tadi hanya tersenyum dengan Miranda yang mengangguk pelan, juga Severus yang melepaskan tangannya dari kepala Miranda.

"Jadi, apa dia membuatmu tak nyaman?"

"Pardon? Apa maksudmu aku membuatnya tak nyaman?"

"Entahlah, mungkin pengalaman pribadi?"

"Jahat sekali~ , oh iya, masuklah Severus! diluar pasti dingin, ayo kita bersiap untuk makan malam bersama!"

Saat perjalanan ke ruang makan, Severus melihat sebuah potret dimana didalamnya ada dua orang teman yang lain, Adeline, Asher serta Lucine yang tengah berbaris bersama.

"Ini saat. . .?"

"Oh itu saat kami memenangkan kuis, serta quidditch saat itu, Helena dan Alfred yang memenangkan kuis sedangkan Lucine nilai tertinggi diangkatan kita saat itu, ingat?"

Severus masih menatap lekat wajah Lucine yang tersenyum ria, berdiri ditengah-tengah antara Emmanuel dan Adeline, ia menoleh dan berbicara sedikit dengan Emmanuel lalu kembali berbaris dan tersenyum.

"Saat itu, Lucine sangat senang, dia bersusah payah berada di peringkat hanya untuk dilihat olehmu, namun sayang hari itu kau malah memilih untuk masuk kelas tambahan, padahal kau bisa saja menolak dan melihatnya berdiri disana bersama kami, jadi tentu saja kau tak ingat, tidak apa-apa"

Severus yang mendengar jawaban Adeline terdiam, ia tahu betul mengapa ia menekankan kalimat-kalimat diakhir.

"Yah, begitulah, ayo. .makan malam nanti dingin"

Dan Adeline sama sekali tak mengucapkan sepatah kata pun sampai tiba di ruang makan bersama.


.

.

.

.



"Skakmat, paman Lucius"

Travey yang sedari tadi memperhatikan permainan, tertawa melihat kekalahan ayahnya.

"Three win in a row, you're dead father!"

Lucius hanya bisa menerima kekalahannya. Jesseline sudah bermain catur dengannya selama lebih dari 3 jam, tentu saja kini mereka tengah terjaga hampir menuju tengah malam.

"Aku masih tidak percaya dikalahkan oleh seorang Potter. . tiga babak sekaligus?"

"Hey-hey, yang menjadi juara quidditch adalah ayahku bukan? itu sudah mengalir dalam darah, terima nasib saja paman"

Kata Jesseline bangga sambil meminum susu yang dari tadi ada di sampingnya.

"Ayahmu bukanlah Potter yang mengalahkanku, gadis kecil, sungguh bagaimana dia bisa mempunyai nilai tinggi dibanding aku dulu?. . ."

Lucius yang menyadari apa yang baru saja dia katakan, memijat kepalanya sambil menunduk. Berharap gumamannya barusan tak didengar oleh Jesseline.

"Lalu sia-?"

"Anak-anak, ini sudah tengah malam, ayo segera bersiap untuk tidur ya"

Narcissa yang sudah mengenakan piyama tiba-tiba datang sambil membawa penerang di tangan kanannya.

"A-ah, baiklah Ibu, ayo Jessie, aku akan menggendong Draco ke kamarnya"

Travey kemudian mengangkat badan Draco yang tadinya tengah tertidur sambil duduk disamping Lucius, memperhatikan mereka bermain catur namun tertidur 30 menit yang lalu.

"Dan Jessie sayang?"

Jesseline menoleh begitu Narcissa memanggilnya.

"Ganti bajumu sebelum tidur ya, agar badanmu tidak gatal"

"Baiklah bibi, akan ku ganti nanti"

~~~


"What do you think you're doing Lucius?!"

"Apa? ada apa?"

"Oh kau tahu betul ada apa, kau hampir menceritakan pada Jesseline tentang Lucine! Merlin! , semoga ia tak berpikiran tentang itu"

Lucius yang mulai merasa risih langsung menggerutu.

"Memangnya kenapa jika ku beritahukan? Bukannya lambat laun dia akan tahu?"

"Ya setidaknya rahasia kan sebelum dia tahu!"

Lucius terdiam, ia kini ingat alasan mereka merahasiakan siapa itu Lucine dari Jesseline.

"Kita berdua sama-sama berhutang padanya, dia sudah melakukan banyak hal pada kita, setidaknya kita harus membalas budi"

Narcissa menghela nafas kemudian melanjutkan.

"Kita berdua bisa 'melihat' Lucine pada gadis itu, anak itu harus tumbuh dewasa tanpa mengalami hal yang sama yang dialami Lucine, bukankah itu alasan kita merawatnya bersama Severus sekarang ini?"

Istri dari Lucius Malfoy itu tertawa kecil ketika melihat raut wajah suaminya yang masih terlihat tidak puas dengan jawabannya.

"Selain itu, bukannya dulu kau selalu ingin anak perempuan setelah Draco lahir?"

"I-itu, sekarang kan sudah tidak"

"Tapi kau sering memanjakannya bukan?"

"Cissy-!"


.

.

.

.

.




Severus menatap lekat liontin yang ada di telapak tangannya, benda itu dulu milik seseorang yang tak ada bedanya dari seorang malaikat, kini hatinya dimiliki oleh sang pemilik liontin itu, hatinya yang dulu hancur dan sampai sekarang belum direkatkan kembali dimiliki oleh gadis yang semua orang sayangi.

'  "Kamera ini hanya menangkap satu adegan, ayah menghadiahkanku ini saat ulang tahun ke 9, memang benar ini adalah kamera muggle, tapi bukankah ini sangat bagus Sev?"  '

'  "Menghadaplah kesini Sev! Lily kau juga!"  '


'  "Wah hasilnya bagus, akan ku cuci dan aku perlihatkan pada kalian segera"  ' 


'  "Ah, bisa kau temani  Lily hari ini Sev? Aku ada urusan dengan Regulus dan Bella, maaf ya" '


'  "Tidak bisa Sev..."  '


Sampai Severus mengingat satu hari menyakitkan dimana disanalah hati itu hancur tanpa ia sadari.

"Masih terjaga? Snivellus?"

Snape menghadap kearah pintu, mendapati Asher yang tengah bersender pada pintu.

"Kau masih memanggilku dengan sebutan itu?"

"Tentu saja, aku masih membencimu"

Serverus lagi-lagi tahu kenapa Asher menekankan kalimatnya di akhir sama seperti yang dilakukan kakaknya tadi. Oh jika bukan karena urusan yang ia perlu lakukan disini, di Equories manor, ia tak mungkin akan mau berada disini, dia lebih memilih menghabiskan natal hanya berdua bersama Jesseline.

"Oh, jangan salah paham, aku sudah melupakan masa lalu, tapi selalu ada rasa mengganjal disini dan disini"

Asher menunjuk dada dan kepalanya saat itu juga.

"Aku masih membenci atas apa yang kau lakukan pada Lucey hari itu, dengan tangan itu"

Severus yang mendengar perkataan Asher hanya terkekeh kecil.

"Tidak apa-apa, aku juga sangat membenci tangan ini sampai aku sangat ingin memotong nya, "

Asher terdiam sebentar lalu menghela nafas.

"Kalau-"

"Tapi, dia tidak akan menyukainya 'kan? dia hanya akan semakin membenciku jika aku melakukan itu"

Asher sekali lagi membungkam mulutnya sendiri dan hanya memperhatikan Severus sebelum mengatakan sesuatu.

"Anak-anak sudah tidur, kita bisa melakukannya jika kau mau"

Severus langsung menoleh kearah Asher dengan wajah sedikit terkejut.

"Haruskah?"

"Bukannya kau datang jauh-jauh kemari untuk itu?"

Severus berdiri dari duduknya dan berjalan keluar melewati Asher.

"Baik, ayo lakukan"


.

.

.

.


"Kau sudah siap, Sev?"

Addeline yang tengah membawa sebuah lilin sebagai penerang sambil memakai syal dan Asher sedang mempersiapkan apa yang akan mereka lakukan.

Sementara Severus yang mengenakan jubah hitam mengangguk.

"Kau ingat aturannya?"

"Jangan menjawab bisikan-bisikan yang ada didalam, kalau kau terlanjur menjawabnya, balas mereka sampai mereka terdiam, jangan terlalu dekat dengan adegan yang diperlihatkan, jika kau terlalu dekat, menjauhlah secepat mungkin, dan semuanya akan selesai ketika lilin-lilinnya mati dan cerminnya menyala"

"Dan?"

"Dan.. Jangan biarkan bentuk dari cermin itu menghasutmu, aku akan melakukannya sekarang"

"Hmm, berhati-hatilah Snape"

Disanalah dia, Severus sudah memasuki ruangan itu, dimana disanalah terdapat cermin Alitheia, cermin warisan keluarga Equories.

Ruangan dimana terdapat sebuah cermin keramat, disaat kau menginjakkan langkahmu, mungkin kau tak akan keluar dengan pikiran yang waras.

Segera setelah Severus masuk kedalam ruangan tersebut, pintu tertutup keras disertai dengan  hembusan angin.

Dan dia disambut oleh sebuah cermin berukuran besar yang mampu memperlihatkan seluruh tubuhnya.

ruangan yang gelap dan dingin itu tiba-tiba menerang dengan lilin-lilin di ruangan itu menyala disusul hangatnya tempat tersebut.

(Gambar diatas bukan milik saya, murni hanya untuk tujuan deskripsi)



Tiba-tiba, cermin itu memperlihatkan sosok yang selama ini ia rindu dan cintai.


Sosok itu tersenyum dan menatap Severus lekat lalu berkata.

"Aku penasaran, apakah kau akan menggila, atau bertahan seperti dia?"


Severus merasa tersedot kedalam cermin tersebut.

Lalu dunia yang menyedotnya itu meredup memperlihatkan seorang Lucine yang lebih muda dari yang barusan ia lihat, pakaian, tempat, dan situasinya berbeda.

Severus melihat dirinya yang tengah berada ditempat rerumputan hijau, tak lama ia mendengar suara orang sedang bersenda gurau.

Tempat itu adalah Hogwarts, lebih tepatnya sebuah danau tempat pohon rindang dimana mereka selalu menghabiskan waktu disana.

Tapi kali ini berbeda. Disana hanya ada Lucine dan Regulus.

Mereka mengobrol sambil tertawa ria dan saling tersenyum satu sama lain.

Itu salah.

Seharusnya yang disana adalah dia, seharusnya yang duduk di dekat Lucine adalah Severus, dia ingat itulah yang terjadi dimasa lalu.

Tapi ia tak boleh marah, ia tak boleh mengikuti nafsunya untuk menghampiri adegan yang seharusnya tak ada itu.

Severus menatap dua orang itu dengan wajah datar, walau dalam hati ia sedikit senang, setidaknya dia mampu melihat wajah Lucine selain yang pernah dilihatnya selama ini.

Bahkan mungkin Severus sedikit menyunggingkan senyumnya melihat wajah gembira Lucine.

Belum 1 menit berlalu, ruangan itu kembali menghitam, berganti dengan Lucine yang sedang mengejar si kecil Harry dan Jesseline di pekarangan rumah keluarga Potter, sedangkan Lily, James, Regulus, dan dirinya hanya memperhatikan dari teras rumah, dan Sirius yang bergabung bersama Lucine untuk bermain dengan kedua malaikat kecil itu.

Senyum Severus kembali merekah, mungkin jika segala hal buruk itu tak pernah terjadi, mungkin mereka bisa bersama sampai saat ini juga.

Lucine berhasil menangkap Jesseline dan membawanya kepada kedua orang tuanya, setelah itu ia mulai bersandar dibahu Severus.

Sedangkan Regulus dibelakangnya hanya menghela nafas lalu menggelengkan kepalanya, setelah itu dia menghampiri sang kakak untuk menyuruhnya membawa Harry kecil masuk sedangkan ia mulai mengangkat Jesseline dan ikut masuk.

 Lily dan James masuk karena langit mulai memberi isyarat bahwa malam akan datang.

Sementara, Severus dan Lucine masih disana, duduk bersama, dan menikmati matahari yang melambai-lambai, pertanda dia akan pamit.

Severus yang memperhatikan dari jauh, tersenyum dan juga bahagia serta sedih akan adegan tersebut, bahagia karena yang baru saja ia lihat adalah momen yang sangat indah, di lain sisi, ia sedih karena hal itu tidak akan pernah terjadi.

Dan, adegan itu kembali berganti, menjadi sesuatu yang jauh dari kata 'indah'.

Sekarang, pemandangan yang dilihat olehnya adalah Lucine yang terjatuh setelah sosok didepannya mendorongnya. Sudah jelas bahwa ia kembali berada di Hogwarts namun lokasinya berubah menjadi lorong-lorong sekolah.

Severus terkejut dan segera menjernihkan matanya, namun begitu sosok itu berbalik hingga terlihat wajahnya, jantungnya seakan berhenti berdetak saat itu.

Itu adalah dia.

Sosok yang mendorong Lucine adalah Severus, disampingnya berkumpul Bellatrix, Barty Crouch Jr. , bahkan Narcissa, Lucius dan Regulus.

Wajah Lucine sangat takut, badannya bergetar hebat dan matanya bagai meneriakkan kesengsaraan.

Jantung Severus berdetak kencang, yang dilihatnya kali ini adalah sesuatu yang menyakitkan. Lucine masih terpaku dengan air mata yang sudah mengalir deras di pipinya.

Mereka semua yang berada disana, sejatinya memiliki hubungan baik dengan Lucine, tapi tentu saja sang cermin harus membuat adegan yang tak pernah terjadi itu terpandang olehnya.

Severus muda yang berada pada kejadian itu mengangkat dagu Lucine lalu menamparnya. Di titik tersebut, Severus langsung menerjang pemandangan tersebut dan berteriak.

"HENTIKAN, APA YANG KAU LAKUKAN, KENAPA KAU MELAKUKANNYA!"

Severus tersadar dari apa yang dia lakukan langsung menjauh dari tempat itu sejauh mungkin, bahkan ia bersandar pada tembok yang berada di lain sisi.

Seperti yang aturan katakan, dari adegan itu orang-orang yang berada disana menoleh kearah Severus, sedangkan Lucine menatapnya dengan tatapan kengerian.

Seakan-akan Lucine muda mencoba mengatakan sesuatu.

' Ini semua salahmu '

Tatapan itu seolah mengartikan itu.

Semua itu lenyap menjadi hitam gelap.

Dan sekali lagi, adegan itu berubah, jauh-jauh jauh lebih buruk dari yang ia lihat sebelumnya.

Lucine berada di pangkuan James, terlihat disekujur badannya terdapat banyak sekali luka sayatan serta darah yang mengalir deras dari setiap sayatan yang ada.

Peter dan Addeline muda yang berada disampingnya, menangis melihat keadaan salah satu teman baik mereka dalam keadaan sekarat. 

Remus tengah mencoba menenangkan keduanya.

Narcissa, Lily dan Regulus yang merapalkan mantra mantra agar Lucine dapat bertahan.

Bellatrix, Asher dan Sirius yang menunjuk tongkat sihir mereka pada bayangan orang yang berdiri didepan kumpulan mereka, melontarkan segala umpatan yang ada di otak mereka kepada bayangan tersebut.

Kesadaran menghantamnya.

Itu adalah efek dari sihir Sectumsempra.

Mantra sihir buatannya.

Mantra sihir yang terlahir dari tangannya.

Mantra berbahaya yang bisa mengancam nyawa seseorang.

Dan sekarang mantra itu sedang membunuh Lucine secara perlahan.

Dan bayangan yang ia lihat barusan, tak lain dan tak bukan adalah dirinya sendiri.

Vulnera Sanentur.

Mantra malaikat yang sangat berbanding terbalik dari Sectumsempra itu belum ada didunia pada zaman tersebut.

Snape sama sekali tak ingat apakah dia sudah menciptakannya atau belum pada waktu adegan itu berlangsung.

Tapi nampaknya, jika ia tahu sekalipun pada saat itu, orang-orang yang tengah mengerubungi gadis Potter itu takkan membiarkan Severus selangkah lebih dekat lagi dengan mereka.

"Kau b*deba* tak tau malu!! Apa yang sudah Lucine perbuat padamu hingga kau mau membunuhnya seperti ini!"

Bellatrix meneriaki Severus sambil mengumpat. Sirius dan Asher yang berada disampingnya sedang dalam kondisi yang sama.

"B*jing*n, bagaimana bisa Lucine jatuh cinta pada orang sebusuk kau.."

Severus yang asli, yang dari tadi memperhatikan kejadian itu jatuh berlutut, syok atas apa yang baru saja ia lihat.

Gadis itu, gadis yang sudah mencuri hatinya dan mungkin tak akan pernah mengembalikannya, sekarat dengan mantra buatannya sendiri.

Severus ingin berteriak sekencang-kencangnya, ingin berlari kearah tempat itu, dan mengangkat tubuh sang gadis sehingga bisa ia sembuhkan.

Ini tak nyata.

Itulah yang terus Severus rapal dalam otaknya.

Ini tidak pernah terjadi.

Severus akan bohong jika dirinya berkata ia tak akan gila sebentar lagi jika adegan selanjutnya memperlihatkan mimpi buruknya.

Tanpa Ia sadari, tempat itu hilang dan kembali berganti.

Ini adalah puncaknya.

Apakah Severus layak untuk mendapatkan jawaban dari sang cermin agung, atau dia akan keluar dari ruangan tersebut dengan membawa tak lain dan tak bukan pikirannya yang sudah gila.

Tapi Tuan Snape nampaknya sudah bertekad kuat. Ia kembali melirik cermin Alitheia tersebut sambil mempersiapkan segala keberanian dan kesadaran yang tersisa agar ia kuat menerima apapun yang akan disuguhkan cermin keramat itu.

Agar ia tahu dimana keberadaan dia yang terkasih, gadis yang selalu membuatnya merasa menjadi pria paling pasrah di dunia begitu ia menghilang.

Sang cermin kembali memperlihatkan sesuatu. Membuat pemandangan disekitarnya meredup lalu kembali terang menunjukkan bahwa ia sekarang berada di tempat lain.

Tempat yang kini diperlihatkan adalah sebuah gereja dengan kumpulan bunga mawar hitam yang ada didepan pintu masuk gereja.

Aura yang ia rasakan dari gereja tersebut sangat sunyi dan gelap.

Ia mulai mengambil langkah dan berjalan masuk kedalam gereja itu.

Masuk dan terus masuk.

Sampai akhirnya terlihat di altar gereja ada sebuah peti mayat dengan ukiran yang indah ditempatkan ditengah-tengah selayaknya sebuah upacara duka.

 Langkah bodoh, Severus mendekatinya.

Begitu ia melihat orang yang berada dalam peti itu, jantungnya seperti berhenti berfungsi.

Orang yang berada didalam peti itu tak lain adalah Lucine Antonella Potter.

Wajahnya begitu pucat juga tubuhnya yang terasa sangat dingin. Dengan memakai gaun sutra putih dan seikat mawar hitam terpasang di genggaman tangannya.

Sebenarnya jika dipahami dengan akal yang logis, adegan sekarang tak kalah bedanya dari adegan dimana Lucine sedang sekarat, bahkan mungkin adegan sebelumnya lebih menakutkan dari yang sekarang.

Severus mencoba berpikir seperti itu, sampai akhirnya dia berbalik.

Disana ada Lily, James, Regulus, Sirius, Remus, Helena, Alfred, Narcissa, Lucius, Bellatrix, bahkan Asher dan Addeline.

Mereka menatap Severus dengan sangat-sangat tajam.

Suasana yang mencekam seakan-akan tengah mencekik Severus. Dia berpikir situasi ini tak bisa lebih buruk lagi dari ini.

Sampai Lily mulai membuka mulutnya.

"Ini semua adalah salahmu"

Dan yang lainnya mulai melakukan hal yang sama.

Menyalahkan, mengejek, serta menghinanya.

"Kau yang membuat Lucine begini"

"Mati saja kau bangs*t"

"Tidak tahu malu"

"Bunuh diri saja sana"

"Kau pantas mati"

"Lebih baik kau tiada"

"Dasar bajin*an"

Kata-kata itu terus terus terus dan terus berulang menggema di telinga Severus.

Bahkan menutup kedua telinganya dengan tangan sangat sia-sia.

Suara-suara keji itu tetap terdengar olehnya.

Addeline dan Asher yang masih menunggu diluar mulai tumbuh rasa cemas pada diri mereka.

Apakah Severus tak sekuat yang mereka bayangkan?

Akankah.. mereka kehilangan dia?


...

Penjelasan jika kalian bingung.

Jadi cermin Alitheia menguji orang dengan cara memasukkan roh orang tersebut ke dunia ilusi cermin yang sebenarnya tidak terlalu berbeda dari dunia yang asli, tapi tempat perbedaannya adalah orang tersebut tidak boleh berinteraksi langsung dengan adegan-adegan yang diperlihatkan, namun ada beberapa situasi dimana orang tersebut harus mencari tahu sendiri adegan apa yang akan diuji pada mereka selanjutnya.

Misalkan adegan gereja kosong yang dialami Severus Snape.

Pengujian itu tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, kecuali orang yang akan menerobos pengujian itu adalah keturunan Equories sendiri.

To be Continued.



This is one of a hell long chapter. Capek banget gila.

Also Hii Readboos! apakabar nih? Nungguin ga si??


Maaf ya kalo chapter ini banyak salah ketik dan semacamnya, kalau sempat bakalan ku edit dari chapter awal dari akun sebelumnya juga.

And, feel free to ask nor correct me kalo kalian bingung tentang sesuatu dan aku salah dalam pengetikannya.

Dahlah aku ga pinter basa-basi.

Terima kasih ^^.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro