Not So Revealed identity
Daniel's POV.
Hari yang indah, sungguh. Walau tak bisa ku lihat, hawa hari ini sangat nyaman. Bahkan langka menurutku. Sirkulasi udara di tempat ku berada sangat sejuk. Didukung dengan suara-suara anak-anak bermain di taman sekolah membuat semuanya kian sempurna.
Masih dengan tongkat berjalan di tangan kananku, aku berjalan menyusuri lorong-lorong Hogwarts yang selalu dideskripsikan oleh Everett sebagai lorong-lorong seram. Aku tak begitu peduli, dan salah satu faktornya karena tentu, kan aku ini buta?
Tapi jujur saja. Lorong-lorong ini perlahan sudah menjadi safe zone bagiku setelah 3 tahun berada di Hogwarts. Hantu-hantu sering berlalu-lalang disini. Mereka kerap menyapaku, menanyakan bagaimana kabarku, dan semacamnya.
Perjalanan yang jauh, tapi aku berhasil sampai di depan perpustakaan.
"Aku menyuruh kalian mencari di bagian yang salah. Bagaimana mungkin aku sebodoh itu?"
Suara seorang gadis dibarengi dengan suara bantingan buku menyita perhatianku. Perlahan aku mencari tempat duduk yang nyaman namun dekat dengan suara itu.
"Aku membaca ini dulu, untuk bacaan ringan"
"Ini.. ringan?"
Aku terkekeh kecil. Dari suaranya saja sudah terdengar buku yang ia banting tadi pasti tebal.
"Nicholas Flamel adalah satu-satunya pencipta Batu Bertuah"
Dadaku terasa merosot jatuh.
Nicholas Flamel? Mengapa beliau? Apa yang ingin diketahui anak-anak ini? Tentu saja setelah insiden Troll, aku dan yang lainnya mungkin lebih sensitif dengan kata 'Batu Bertuah' ini. Bagaimana tidak? Batu itu diincar malam itu. Kami semua mati-matian memastikan batu itu tak jatuh ke tangan orang yang mungkin saja adalah Quirrel.
Mereka sudah sering mendapatkan ancaman dari luar. Kemungkinan mereka ingin mencari tahu apa yang menyerang mereka tidak kecil. Mungkin hanya terdengar seperti murid-murid yang ingin mencari tahu tentang pelajaran mereka. Tapi setelah Jesseline memberitahuku informasi miliknya kini semua masuk akal.
Mereka bertiga sudah tahu tentang apa yang Fluffy jaga.
"Daniel, maaf aku terlambat. Apa yang ingin kau bicaraka-?"
"Everett, maafkan aku, tapi ayo pindah tempat lain saja ya? jangan disini"
"Memangnya kenapa?"
"Sekarang. Everett, Kumohon"
Aku ingin mengumpat kesal. Everett datang di situasi yang tidak tepat. Aku berencana untuk memberitahunya apa yang terjadi semalam. Apa yang terjadi selama aku ditinggal untuk berjaga di tempat ini.
Dan dengan apa yang anak-anak ini bicarakan, firasatku mengatakan mereka akan terlibat dengan masalah ini suatu saat nanti.
Masalah besar yang hampir mencelakai kami.
End POV.
Flashback.
Di malam yang sama pada saat itu.
"Daniel, kau yakin ingin menunggu di perpustakaan? Kami mungkin akan lama"
Ucap Everett dengan aksen Paris-nya yang khas. Mempersiapkan benda-benda untuk meng-introgasi target mereka. Berharap akan ada petunjuk yang mereka dapatkan.
"Sudah, tak mengapa, aku harus ada disini, jaga-jaga jika ada seseorang yang akan kemari"
Balas Daniel dengan senyum kecil di bibirnya, dan terus meraba buku-buku yang tertera di rak berdebu disebelah kanannya.
"Daniel benar Everett, lagi pula pendengarannya yang paling tajam diantara kita, itu akan sangat berguna untuk misi kita malam ini"
Tegas Danica yang sedang mengikat rambutnya dan menghangatkan diri dengan memperketat ikatan syalnya.
"Jesseline meminta kita mencari petunjuk. Dia sudah melakukan banyak hal, akan sangat tidak enak rasanya membiarkan hanya dirinya yang bekerja keras diantara kita"
Tambah Daniel yang mulai mengambil suatu buku sebelum Danica membantunya begitu melihat buku disebelah buku Daniel akan segera terjatuh.
"Astaga, jangan ceroboh, Lee"
Yang hanya terjawab oleh tawa kecil yang lepas dari mulut Daniel. Sementara Everett masih membalut kedua tangannya dengan perban, tahu bahwa malam ini kekuatan ototnya akan berguna.
8 menit berlalu. Danica dan Everett pamit untuk menjalankan bagian dari misi mereka sementara Daniel masih duduk manis di tempat duduk yang lumayan tak terlihat oleh siapapun dan akan aman mengetahui siapa yang akan lewat dan siapa tahu dia akan mendengar percakapan yang mencurigakan.
Di tengah sunyi malam, Ia membuka buku novel yang dicetak dengan huruf timbul. Yang tak lain adalah buku-buku khusus untuk orang-orang spesial seperti dirinya.
Sedikit masa lalu tentangnya. Daniel Lee adalah seorang anak yang pemalu sejak dahulu. Kebutaan yang Ia miliki dari lahir membuatnya semakin menutup diri, Ia takut jika Ia mencoba membuka diri, sesuatu yang kejam akan terjadi padanya. Lebih baik mencegah hal buruk terjadi daripada menunggu untuk kejadian itu sendiri terjadi, bukan?
Lagi pula, siapa yang ingin dilahirkan buta?
Tapi dibalik kebutaannya, Daniel adalah anak cerdas. Sejujurnya dia hanyalah anak yang takut tersakiti saja. Hanya itu.
Ia mencoba mengembangkan diri di berbagai aspek yang ia bisa pelajari. Perlahan tapi pasti. Ia akan membuat semua orang tak lagi memandangnya sebelah mata hanya karena kekurangan yang ia punya. Apalagi tatapan tidak suka dari ayahnya yang sering mencaci kebutaannya hanya membuat ia semakin terdorong.
'Aku tidak suka merasakan tatapan mereka yang melihatku rendah. Menjijikan, padahal mereka bisa saja lebih busuk dariku'
Anak kecil yang tak tahu apa-apa terpaksa dewasa untuk melindungi diri dari realita yang jahat.
Tidak, jangan salahkan Ia karena dirinya bermuka dua. Salahkan para bajing*n yang membuatnya seperti ini.
Kembali ke masa sekarang. Daniel sibuk meraba-raba halaman-halaman buku yang ada ditangannya, mencoba mencermati apa isi buku tersebut. Indra-indranya saling bekerja satu sama lain. Tangan yang meraba, telinga yang mendengar, dan otak yang mencoba mencermati dua informasi yang disalurkan padanya dari indra peraba maupun pendengaran.
Sampai terdengar suara langkah kaki yang menggunakan sepatu wedges. Hentakan sepatu kian menggema memenuhi lorong didepan perpustakaan. Sampai akhirnya berhenti setelah masuk kedalam perpustakaan dan kini berada 8 meter jauhnya dari tempat Daniel duduk.
Orang itu, tidak. Gadis itu tahu dimana Daniel duduk sejak awal. Bahkan mungkin sudah tahu keseluruhan rencana yang akan Daniel dan kawan-kawannya lakukan. Mencurigakan. Apa yang gadis ini sebenarnya inginkan?
Tapi nampaknya insting Daniel bergerak, identitas gadis itu diketahuinya. Orang yang amat mencurigakan semenjak beberapa minggu sebelum natal.
"Apa yang membawamu kemari, Nona yang bukan Miranda"
Gadis itu terkekeh kecil sebelum akhirnya mencoba lebih dekat kearah Daniel.
"Ahh santai saja. Aku disini sungguh.. netral. Tidak aku sungguhan, aku tak begitu niat untuk menggantikan si Miranda ini. Anak-anak itu terus menanyakan kenapa aku dan si rambut jahe tidak sering bersama lagi. Menyebalkan"
Daniel hanya terdiam, sabar menunggu 'Miranda' selesai berbicara sebelum menepuk tempat duduk disebelahnya, mengisyaratkan kepada gadis itu untuk duduk disampingnya.
"Baiklah nona, duduklah, tidak baik berbicara sambil berdiri saat lawan bicaramu duduk"
Nada yang Daniel gunakan terbilang datar tapi penuh kelembutan dan disaat yang sama terdengar tajam. 'Miranda' tadi tak menghiraukan perkataan Daniel, lantas memperhatikan buku di genggamannya, semacam kisah romansa dan fantasi.
"Never ending Nocturnal ? Bab kelimanya membunuhku. Tokoh utama wanitanya tertembak oleh ayahnya sendiri, untung saja tokoh utama prianya menyelamatkannya. Walau sebenarnya itu kecelakaan, tapi tetap saja"
"Benar bukan? Aku sungguh berharap mereka menikah di buku selanjutnya"
Tanpa disangka,percakapan mereka berubah suasana. Namun, ditempat itu pula perlahan ramuan polyjuice yang si gadis kenakan memudar. Pelan-pelan ciri tubuhnya berubah. Rambut hazel itu berubah menjadi surai hitam legam. Mata hijau daunnya berganti warna menjadi coklat tua. Sedangkan bintik-bintik kecil di wajahnya sedikit demi sedikit menghilang.
180 derajat, memang sejauh itu perbedaannya.
"Jika memang tak niat, mengapa kau melakukannya sejauh ini? Kau diancam?"
Tak sepatah kata pun keluar dari mulut gadis itu. Sebelum akhirnya ia berkata.
"Malam yang indah, aku harus kembali ke asrama Tuan Lee, "
"Ahh, ramuannya sudah memudar ya? Baik-baik aku mengerti,berhati-hatilah di perjalanan kembali
Nona Malvolia Odile"
Hentakan kaki yang tadinya memudar tanda ia menjauh sekarang terhenti. Miranda terdiam sejenak kemudian melanjutkan perjalanannya.
Daniel sudah tau sejak lama dan ia sama sekali belum memberitahu siapapun kecuali Jesseline, bahkan Snape masih tak mengetahui siapa identitas peniru Miranda itu.
Setelah percakapan singkat itu, Daniel kini kembali di temani kesunyian sebelum akhirnya ada suara langkah kaki pelan yang memasuki perpustakaan. Dibarengi dengan bisikan kecil.
"Flamel. Nicholas Flamel. Dimana engkau?"
Flashback Off. Current Reality.
Malam tanpa terasa telah tiba. Kini giliran Travey untuk berjaga bersama beberapa prefek. Menyusuri tempat demi tempat dengan waktu yang kian berlalu sampai akhirnya ia memilih beristirahat di menara astrology dengan seorang prefek Slytherin.
"Senior, ada baiknya kau kembali ke asrama lebih dulu. Disini sangat dingin, aku khawatir penyakitmu akan kambuh"
Ucap Travey mengawali obrolan singkatnya dengan sang prefek. Yang dimana lelaki yang lebih dewasa itu hanya terdiam sembari memeluk dirinya sendiri untuk mencari kehangatan sejenak. Travey benar, disana sungguh dingin.
"Ah Malfoy, tak apa. Aku baik-baik saja"
"Oh ayolah, kau harus istirahat Fiddlewood. Lihat tanganmu, bahkan sudah mulai lebih putih dari rambutku"
'Fiddlewood' kini memperhatikan tangannya yang amat pucat bahkan ujung-ujung dari jarinya mulai membiru.
"Tapi, ayahmu-"
"Ayahku tak akan mendengar tentang ini, sekarang pergilah. Kalau bisa mampirlah ke Hospital Wings sebentar, Madam Pomfrey harus tahu keadaanmu. Dan ini"
Travey melepas jubah yang menyelimutinya sedari tadi dan menarik badan Fiddlewood untuk mendekat kearahnya. Segera ia pasangkan jubah itu padanya dengan perlahan namun hanya di balas penolakan kecil dari pria itu.
"Astaga Travey, tidak perlu melakukan seperti ini"
"Sudahlah tidak apa, semoga kau merasa cukup hangat untuk pergi ke Hospital Wings. Berhati-hatilah dijalan Maverick"
Maverick Fiddlewood pun segera berjalan keluar dari menara tersebut. Sesekali ia menoleh kebelakang untuk melihat Travey. Namun lelaki bersurai putih itu hanya memasang senyum ramah padanya dan menyuruhnya untuk segera beristirahat.
Travey's POV.
Aku benci ini, sungguh. Ayah memperlakukan keluarga Maverick dengan semena-mena. Hanya karena ekonomi mereka tengah tidak stabil. Ayah menawarkan bantuan dengan syarat Maverick harus menjadi pengawal milikku dan harus bersedia ku suruh-suruh selama berada di Hogwarts.
"Ayah sudah keterlaluan jika sampai begini"
Dan, aku tidak bisa membiarkan Maverick melihat Draco yang berkeliaran malam ini entah apa tujuannya. Tapi yang pasti dia sedang mencoba membuat Harry Potter, Ronald Weasley dan Hermione Granger terjebak masalah. Sebelum menuju menara ini tadi. Aku tak salah lihat.
Itu adalah Draco Malfoy. Adikku.
Aku mengangkat tangan kananku. Seketika itu juga, sapu terbang milikku sudah ada di genggamanku. Semasa bertugas, kami diperbolehkan menggunakan sapu terbang ataupun benda lain namun harus memenuhi syarat yaitu tidak dipergunakan untuk melukai murid-murid Hogwarts.
Aku sudah memakan banyak waktu hanya untuk menaiki menara ini dan meyakinkan Maverick Fiddlewood untuk kembali ke asrama. Bisa-bisa kalau aku menggunakan tangga turun biasa, keberadaan Draco tak bisa ku acak.
Segera ku naiki sapu terbangku dan melesat pelan dari pagar menara menuju darat. Jika aku memastikan dengan benar bahwa tujuan Harry, Ronald, dan Hermione keluar semalam ini adalah Hagrid aku juga bisa menemukan Draco disana.
Setelah berkeliling sejenak, aku mulai menuju jalan ke pondok Hagrid. Harap-harap aku menemukannya. Dan aku benar.
Terlihat jelas bahwa Draco tengah mengintip kedalam pondok sederhana tersebut. Tanpa pikir panjang, aku mulai mendekat untuk menghampirinya.
"Draco Malfoy?"
Anak itu segera menoleh kearahku. Perasaanku bercampur aduk, aku memang kecewa ia melakukan semua ini hanya untuk membuat masalah bagi Harry dan kedua kawannya, apa sebenarnya yang dia inginkan? Yang lebih ku khawatirkan jika masalah ini sampai ke telinga Ayah. Takkan ada sesuatu yang bagus dari itu.
"K-kakak, aku-"
"Tunggu, aku benar-benar tidak salah lihat? Harry dan kalian berdua benar benar ada disini?"
Ketiga murid yang berada dalam pondok itu sontak melihatku. Aku hanya menggeleng penuh kekecewaan dan segera menyuruh mereka keluar dan ikut denganku.
"Aku berharap banyak dari kalian semua terutama kau, Draco. Menurutmu apa yang kau lakukan? Hermione.. Aku mengira siapapun tapi bukan kau, dan oh Harry, Ronald. Entah bagaimana reaksi Percy dan Jesseline nanti"
Draco hanya tertunduk sepanjang perjalanan. Harry yang menolak untuk menengok ke arahku dan Hermione juga Ron yang terus berjalan dalam kesenyapan.
setibanya kembali ke Hogwarts, mereka ber-empat harus langsung disidang dan sayangnya Profesor Mcgonagall harus terbangun di tengah malam ini. Aku sungguh tak ingin menyusahkan beliau tapi apa boleh buat.
Setelah perjalanan masuk yang sedikit menyita waktu, kami tiba di sebuah ruangan kelas yang akan menjadi ruang sidang darurat. Dari ruangan itu pula Profesor Mcgonagall keluar dan segera berdiri didepan kami.
"Selamat malam Profesor. Aku benar-benar minta maaf atas ketidaknyamanannya, tapi bagaimanapun juga, mereka harus dihukum"
"It's alright Mr. Malfoy. Kau sudah bekerja keras. Terima kasih karena sudah bisa menangkap basah keempat murid-murid ini"
"Sudah tugasku Profesor"
Travey's POV End.
.
.
.
"Tak ada satupun, kuulang, tak ada satupun yang memberi hak pada seorang siswa untuk berkeliaran pada malam hari. Karena itu, sebagai hukuman, 50 angka akan dikurangi"
Harry yang sedari tadi mendengarkan terkejut begitu angka 50 disebutkan. Sementara Draco yang berada di samping mereka bertiga hanya sedikit tersenyum. Travey yang berdiri tepat di sebelahnya hanya melirik raut wajah sang adik yang aneh. Dia sungguh suka membuat masalah untuk orang lain ya?
"50?!"
"Per-orang"
"Dan untuk meyakinkan agar ini tak terjadi lagi..
..Kalian berempat akan menerima detensi dan akan dipandu oleh Travey sendiri. Karena kau sendiri yang menghukum Draco. Aku percaya itu agak mengecewakanmu Mr. Malfoy. Aku minta maaf untuk itu"
"Tidak perlu minta maaf Profesor Mcgonagall. Benar, aku kecewa. Tapi ini 100% kesalahannya sendiri. We can't do anything about it"
.
.
.
"Sayangnya mereka telah menghapus hukuman zaman dulu"
Setelah penyerahan hukuman selesai. Travey dan keempat murid-murid tadi bersama Filch pergi menuju area tempat detensi mereka akan dilaksanakan.
"Benarkah? Kenapa Anda menyayangkannya Tuan Filch?"
Jawab Travey yang kedua tangannya sedari tadi tanpa sadar berada di pundak-pundak Harry dan Draco.
"Dulu, kena detensi berarti digantung ibu jarinya dalam dungeon"
"Oh.. Kurasa itu hal yang kurang-"
"Jeritan kesakitannya.. Aku sungguh kehilangan itu"
Sepanjang perjalanan kembali senyap akibat jawaban yang Filch berikan pada mereka. Terkadang terlalu penasaran juga tidak baik.
.
.
.
"Kalian akan menjalani detensi bersama Hagrid malam ini"
Jelas Tuan Flich begitu mereka sampai didepan pondok tua milik si penjaga sekolah. Sementara Travey mengeratkan jubah yang dipakainya kemudian ikut menjelaskan.
"Ia harus menjalankan sebuah tugas kecil di Hutan Terlarang. Semoga kalian tak terlalu lama disini. Aku masih ingat jelas tentang legendanya. Sesosok seperti hantu wanita penunggu hutan sana. Konon katanya dia melayang-layang sambil mencari anaknya yang hilang. Hih mengerikan"
Travey bergidik ngeri mengingat legenda yang pernah diceritakan ibunya dulu. Keempat murid tahun pertama yang mendengarnya hanya bisa ikut merinding dalam diam. Bagaimana jika itu nyata?
"Ini anak-anak malang itu, Hagrid"
Kata Tuan Filch lagi begitu Hagrid terlihat keluar dari gubuknya. Travey dan Tuan Filch melihat raut wajah sendu miliknya. Pemuda bersurai putih salju itu hanya bisa diam dalam rasa bersalah. Jika ia tidak melaporkan perihal naga milik Hagrid. Mungkin penjaga sekolah kesayangan mereka tak akan sesedih ini.
"Astaga, kau masih murung karena naga itu?"
Hagrid dengan sebuah senapan kayu masih dipegangnya. Ia melanjutkan lagi
"Norbert telah pergi"
Malfoy tertua itu hanya bisa melirik sedih dengan rasa bersalah yang makin menggerogoti perasaannya. Kadang inilah yang membuatnya merasa menjadi seorang Malfoy yang gagal.
Terlalu simpatik akan melemahkanmu. Kata ayahnya.
"Dumbledore mengirimnya ke Rumania agar ia bisa hidup dengan koloninya"
"Itu bagus, bukan? Ia akan hidup bersama dengan teman-temannya"
Timpal Hermione yang mencoba menyenangkan suasana hati Hagrid.
"Ya, tapi bagaimana jika dia tidak betah disana? Bagaimana jika naga-naga lain bersikap kejam padanya? Dia masih bayi"
Rupanya, memelihara telur naga yang menetas beberapa menit saja sudah membangun karakter ke-orang tua-an dari Hagrid. Sementara Filch hanya menatap heran. Astaga, itu hanya telur naga. Telur!
"Demi Tuhan, kawan, kau harus bersiap-siap. Kau akan masuk ke dalam hutan itu..
kau harus selalu bersiaga"
"Hutan itu? Kupikir itu hanya lelucon"
Draco langsung menoleh kearah Filch dengan tatapan setengah tidak percaya dan setengahnya lagi terkejut.
"Kami tidak boleh pergi kesana. Para siswa tidak diizinkan berada disana. Disana hidup.."
Travey bukanlah satu-satunya yang diwarisi kisah seram penunggu Hutan Terlarang oleh sang ibunda. Tak jarang Malfoy bungsu itu langsung menggigil ngeri walau hanya memikirkan selintas kisah yang mereka berdua ketahui.
"Manusia serigala, dan.. dan yang disebutkan kakak tadi-"
"Aku belum pernah melihatnya seumur hidupku. Dan aku hidup lebih lama dari kalian anak anak kecil. Jangan melantur. Tidak ada yang namanya Penunggu hutan atau apalah itu"
Tuan Filch langsung membungkam mereka dengan perkataannya. Namun Travey tak begitu mendengarkan malah ia mendekat pada Hagrid yang masih berdiri merapikan sebuah busur didekat api unggun.
"Hagrid?"
"Hmm.."
Hagrid bergumam pelan menjawab panggilan Travey. Setelah cukup dekat, pemuda itu menaruh tangan di lengan Hagrid.
"Untuk nagamu itu.. Aku sungguh minta maaf"
Pria setengah raksasa itu menoleh kearah laki-laki bersurai putih itu.
"Jika saja aku tidak melaporkan tentang naga itu, hal ini tidak akan terjadi. Sekali lagi maaf. Tolong katakan apa saja agar aku bisa menebusnya"
"Ah- eh.. Malfoy muda bukan- Ya benar aku memang sedih. Tapi kau hanya melakukan tugasmu. Lagipula aku juga salah, jadi jangan merasa bersalah oke?"
Lelaki yang lebih muda itu mendongak kepada Hagrid yang mengangguk dan tersenyum pelan, membuat hatinya sedikit lebih tenang, tapi masalah lain masih belum usai.
.
.
.
Malam sungguh sunyi dan hanya bertemankan suara-suara beberapa hewan malam yang tengah bermain ria di gelapnya Hutan Terlarang. Travey juga mulai memantau empat siswa junior itu sembari berjalan perlahan dibelakang mereka, sementara Hagrid memimpin didepan.
Pria itu tiba-tiba berhenti begitu mendapati genangan cairan berwarna perak. Ia kemudian berjongkok dan mulai mengamati genangan tersebut sambil memeriksanya dengan menyentuh dan merasakan cairan itu di jarinya.
Travey yang hanya memperhatikan tapi tiba-tiba menatap genangan itu dengan tatapan kebingungan dan ketakutan. Ia perlahan menutup mulut dengan tangannya sementara Harry dan yang lainnya melihatnya dengan terheran-heran.
"Tidak.. apakah itu hal yang kupikirkan?"
"Hagrid, apa itu?"
Tanya Harry yang masih penasaran seperti ketiga anak seumurannya itu. Setelah melihat reaksi kakak dari Draco, sudah dipastikan itu bukanlah sesuatu yang bagus.
"Benar, Tuan Malfoy. Itulah sebabnya kita disini. Lihat ini? Ini darah unicorn. Kutemukan bangkai seekor unicorn beberapa minggu lalu. Yang satu ini telah terluka berat karena sesuatu-"
Harry dan yang lainnya menoleh perlahan begitu mendengar suara semak yang dibelai lembut oleh angin malam. Travey memutar otaknya untuk berpikir, mencoba mencari tahu hal apa yang sudah terjadi pada si kuda magis yang malang tersebut.
"Aku menerima semacam laporan pagi ini, setelah Hyun-Ki, Hyun-Shik, dan Vanetra berpatroli semalam di sekitar sini. Mereka tidak bercanda saat bilang ada sesuatu yang aneh "
"Tepat sekali, nah, tugas kita menemukan makhluk malang ini. Ron, Hermione. Kalian ikut aku. Sementara sisanya ikut dengan Travey"
"Baik"
Jawab Ron sedangkan Harry hanya mengangguk patuh. Terlihat jelas bahwa Draco sebenarnya sangat takut walaupun kakaknya yang ikut bersama mereka. Tapi mau bagaimanapun juga suasananya memang sangat menyeramkan.
"Oke. Kalau begitu, aku boleh membawa Fang"
Ucapnya sedikit berteriak setelah perkataan Hagrid selesai. Pria raksasa yang mulai sebal itu hanya menjawab Draco dengan nada yang sama.
"Baik. Sebaiknya kau perlu tahu, Fang itu pengecut"
Jawaban dari Hagrid hanya membuat rasa takut Draco menjadi-jadi. Travey yang melihat itu hanya bisa meminta maaf atas kelakuan adiknya yang kurang sopan. Sementara Harry hanya memandang Fang perlahan.
.
.
.
"Tunggu saja sampai ayahku mendengar hal ini"
Gerutu Draco sepanjang perjalanannya bersama Travey dan Harry juga si anjing Fang. Sang kakak yang sudah lelah dengan sikap kekanak-kanakan Draco pun angkat suara.
"Ayah tidak akan mendengar satu katapun tentang ini Draco. Kau membuat kekacauan mu sendiri. Kenapa kau suka sekali memberi orang masalah sih?"
anak laki-laki bersurai putih yang lebih muda itu hanya terdiam sambil memasang wajah kesal. Ia paling benci saat Travey marah dan lebih buruk lagi dialah alasan dari si kakak menjadi begitu.
Draco tahu. Kakaknya tersayang sudah bersusah payah menjaganya dari sisi lain sang ayahanda yang mereka berdua tahu adalah mimpi buruk yang nyata. Pernah sekali Travey membuat kesalahan dan Draco melihat sendiri dengan mata kepalanya, badan kakaknya perlahan dihiasi dengan memar dan luka oleh ayah mereka.
Dan ini yang paling membuat Draco merasa bersalah.
"Kau dengar itu?"
Kata Draco yang buyar dari lamunannya saat mendengar sebuah suara. Travey yang berada paling depan dengan Fang di sebelahnya menoleh kebelakang sesaat setelah adiknya mengatakan sesuatu.
"Draco, Harry. Tetap didekatku"
Pinta lelaki itu sembari melihat sekitaran dengan was-was. Keduanya hanya menurut. Memutuskan untuk menurunkan ego mereka karena situasi ini tentunya bukan tamasya jalan-jalan ke hutan yang menyenangkan.
Beberapa menit telah berwaktu. Malam semakin larut. Suasana semakin sunyi dan hawa bertambah dingin. Travey yang pertama merasakan dingin yang amat sangat saat itu. Ia kemudian berbalik dan melepaskan syal serta cardigan yang ia kenakan.
"Maaf, kalian pasti kedinginan bukan? Pakai ini oke? Semoga cukup untuk menghangatkan kalian"
Mereka hanya mengangguk pelan sembari melihat syal hijau muda serta cardigan dengan warna yang sama perlahan lepas dari tubuh Travey. Kini lelaki itu hanya mengenakan baju longgar dengan celana panjang hitam yang longgar juga.
Bohong jika ia berkata ia tidak merasa kedinginan. Tadi saja dia sudah memberi Maverick jubahnya. Saat itu dia sudah merasa cukup dingin karena suhu memang serendah itu. Sekarang dengan syal dan jaket rajutan itu juga telah meninggalkan tubuhnya. Kini dia bisa merasakan tulang-tulangnya ikut tertusuk oleh dingin.
Syal ia ikatkan di leher Draco dan cardigan ia lipat lalu dililit di tempat yang sama pada Harry. Perjalanan pun dilanjutkan. Sekarang, tubuhnya bahkan berwarna senada dengan pakaian dan rambutnya.
Sampai ketika mereka bertiga(empat) terhenti karena Fang terdiam di depan dan melirik kearah sesuatu. Travey dan Harry yang tak begitu memperhatikan jalan bingung melihat Draco ikut tersenyap ketakutan.
"Ada apa, Fang? Dray kau kenapa?"
Setelah mengucapkan hal itu keduanya perlahan melihat arah yang ditatap Draco. Betapa terkejutnya begitu mereka memandang se-sosok makhluk tengah menggerogoti leher seekor kuda unicorn yang tergeletak terlihat tewas dengan pelan.
Tuhan, apa lagi ini?
To Be Continued.
.
.
.
DUAR
2 Bulan? 2 Bulan.
Wahai semestoy, aku gaada apa apa yang mau ku tunjukin lagi. Gaada malu lagi rasanya akutu.
tebak ygy, aku udh naik kelas huehuehuehuehue.
Betapa menyakitkannya realita, ceilah.
Yaudah lah ya, mari berharap kedepannya aku ga lama hiatus lagi! Hiyaaaa bai bai readboos ku sayanggg.
muah muahhh. unch.
Oh dan salah satu alasanku lama update karena aku ada 2 books in proccess.
Fanfic juga.
Black butler. Familiar with it?
Atau Noblesse? Our beloved Cadis Etrama Di Raizel?
nihhh :
Deskripsi :
"Aku akan menjadi raja di permainan ini"
"Sungguh lucu. Bukannya sekali sang raja terkena skakmat".."Raja itu menjadi tidak berguna?"
Katanya, yang menguasai medan pertempuranlah yang akan menang. Tapi, yang menggerakkan bidak dengan cerdik tentu saja adalah yang paling bertahan. Siapakah yang sebenarnya memegang bidak terbaik?
Hidup dalam rasa bersalah memanglah sebuah kutukan yang menyedihkan. Dimana Victoire Arnie harus menjalani hidupnya dengan dihantui rasa bersalah. Membuatnya terpaksa 'memakai' topeng untuk menempuh sisa hidupnya. Sampai suatu saat ia ditugaskan sang ayah untuk menjalin kerja sama dengan Tuan Muda Phantomhive yang tak lain adalah Ciel Phantomhive itu sendiri.
Ciel yang memiliki masa lalu yang tak kalah tragis dan menjalani kehidupan yang sama, tanpa disadari menemukan orang yang memiliki nasib sama sepertinya dari kerjasama diantara keluarga Phantomhive dan Arnie. Dialah Nona Victoire Arnie.sampai suatu hari, bencana menghantui seluruh Inggris.
Sedangkan nasib negara itu entah bagaimana kini perlahan berada ditangan keduanya. Disertai dengan teror-teror mulai berdatangan ke negara Inggris mereka tercinta..
Noblesse :
ehehe, agak kecil ya? Maapp, anyway
Deskripsi :
"Frank, ku heran deh, itu rambut pirang kan ya? Kamu malah keliatan tu-""Seira beneran ga demen cewe nih?""Ini ngga bo'ong? Kamu ucul banget ih Regiss""Hih rambutnya, mirip jamur kutuan, eh kutu jamuran, gimana sih?""Cewe aja bisa ganteng, kamu ga bisa ya? Kasian banget"
Ini adalah kehidupan absurd dari Kang Jihye yang beridentitas-aslikan Arciel Lavelle. Dikenal sebagai "The Noblesse's Puppeteer" Karena kemampuannya memanipulasi manusia selayaknya boneka dan keluarganya yang mengabdi kepada para Noblesse berabad-abad lamanya.
11 Tahun sebelum peperangan di Lukedonia terjadi. Arciel meminta izin kepada tuannya, Cadis Etrama Di Raizel. Untuk menjelajahi dunia manusia. Dan merasa sudah mantap untuk meninggalkan Rai dengan dua orang kepercayaannya. Muzaka dan FrankensteinSampai ketika ia kembali. Separuh Lukedonia sudah hancur parah. Bahkan tak sedikitpun jejak Raizel ia temukan hampir membuatnya gila.
Ia dan Frankenstein bertekad untuk mencari sang tuan diseluruh penjuru dunia.Sebelum menemukannya, apa salahnya hidup enak sebentar di Korea?Menjadi siswi SMA Ye Ran kedengarannya tak buruk? Ah tidak, dia terlalu menikmati kehidupan ini.
TERTARIK TIDAKK BACANYAAA.
Kira kira itulah ya yang bikin aku lumayan sibuk beside sekolah dan lain lain.
Dan aku juga lagi bikin cover booknya harpot fanfic sequel wehh.
Gila gila, Udahan ygy? Disini udah larut bgt pas aku tulis ini huehuehue.
Yaudah, Bai baii sayang-sayangnya akuuu
Asriel Luana Devyn I-I Raveno Darius Athael
.
.
.
Raveno : Aku kan ga ngomong sepanjang chapte- bugh
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro