Hagrid and The Egg Seller
Draco, Travey, dan Harry masih tak bergerak dari tempat mereka berdiri. Lelaki tertua itu tak tahu harus berbuat apa. Pikirannya kacau memikirkan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada mereka. Ia menelan ludah dalam-dalam. Ini tak ada bedanya dengan situasi hidup dan mati.
Instingnya bergerak cepat, begitu makhluk yang masih terduduk di samping unicorn tersebut mulai sadar akan keberadaan mereka bertiga(empat). Ia kemudian menoleh ke arah Harry dan Draco.
"Lari"
Entahlah karena takut atau syok. Keduanya seakan-akan tuli. Mereka tidak mendengar Travey dan masih menatap makhluk mengerikan yang berada tak jauh dari tempat mereka.
Tanpa berlama-lama, Travey mengeluarkan tongkatnya dan mengarahkannya pada makhluk asing tadi. Tangan kanannya yang bebas segera mencoba mendorong perlahan Harry dan Draco menjauh dari tempat itu.
"Pergi! Jangan lihat kebelakang! Panggil Hagrid! Siapapun!"
Teriak Travey begitu melihat sekilas kondisi baik Harry maupun adiknya yang tak berkutik sejengkalpun. Makhluk itu semakin dekat. Semakin sakit pula bekas luka berbentuk kilat milik Harry.
Draco sadar dari situasinya segera menyadarkan anak berkacamata yang masih mendesis kesakitan sambil menyentuh dahinya itu.
"Potter! Potter! Ayo! Cari bantuan!"
Belum selesai teriakan Draco. Tiba-tiba suara tapak kuda berlari terdengar dibarengi sosok asing lain melompat dari arah belakang mereka. Sosok itu bertubuh kuda, namun setengah bagian keatas berwujud manusia.
Begitu kaki-kaki kuda itu menyentuh tanah. Travey terjatuh lemas. Rasanya sudah banyak hal mengejutkan dimalam ini. Dikejutkan centaur entah darimana asalnya hampir membuat jantungnya berhenti bekerja.
Harry dan Draco dengan cepat menopang tubuh laki-laki itu. Walau tak begitu kuat, mereka berhasil menangkap tubuhnya dan memposisikannya untuk duduk. Sementara centaur tadi menakuti makhluk hitam yang hampir memangsa mereka itu menjauh.
Centaur itu kemudian berbalik arah menuju mereka. Travey yang masih terduduk dengan sigap mengacungkan tongkatnya kepada manusia setengah kuda itu. Menganggap bahwa ia adalah bahaya lain yang akan menyerang mereka.
"jangan takut, aku bukan ancaman bagi kalian, tapi bagaimanapun juga. Harry Potter, kau harus lekas pergi dari hutan ini"
Perkataan centaur tadi nampaknya membuat Travey sedikit tenang. Menyadari bahwa keselamatan mereka telah terjamin, ia kemudian berdiri perlahan dan menyesuaikan diri dibantu oleh Draco dan Harry.
"Kau dikenal oleh banyak makhluk penghuni hutan ini. Saat ini, tempat ini tak aman terutama bagimu"
"Tapi, makhluk apa yang baru saja menyerang kami?"
Tanya Draco yang masih mengeratkan kedua tangannya ke bagian perut Travey. Ia tak peduli jika orang asing berbadan setengah kuda di depannya ini berada di pihak mereka atau tidak. Kakaknya tidak boleh terluka.
"Makhluk yang mengerikan. Membunuh unicorn adalah suatu kejahatan besar. Meminum darah unicorn akan membuatmu tetap hidup walaupun kau sudah sekarat. Tapi harga yang dibayar sungguh mengerikan"
"Karena kau telah membunuh sesuatu yang sangat murni.."
Penjelasan dari centaur tersebut tanpa sengaja dilanjutkan oleh Travey. Wajahnya terlihat sedikit ketakutan. Tahu bahwa makhluk apapun yang barusan hampir membunuh mereka adalah pendosa dengan hukuman berat di alam liar ini.
"Kau benar. Saat darahnya menyentuh bibirmu, kau menjadi setengah hidup. Hidup yang terkutuk"
Harry yang masih memegang lengan Travey perlahan maju. Sedikit terkejut mengapa namanya disebut namun sepertinya hal itu bukan sesuatu yang baru bagi baginya. Rasanya, bahaya selalu menguntit dirinya dimana pun dan tanpa ampun.
"Siapa yang mau menjalani hidup semacam itu?"
"Tak bisakah kau menebaknya?"
Ketiga pikiran mereka tertuju pada satu nama. Nama keramat yang sempat membawa petaka besar bagi dunia ini. Membuat mereka yang semula hidup bahagia, hidup tentram bersama keluarga, hancur berantakan hanya dalam satu malam.
"Maksudmu, sesuatu yang membunuh unicorn itu lalu meminum darahnya adalah Vol-"
*Plak*
Belum selesai Harry mengatakan nama itu, Draco menampar tangannya tepat ke arah mulut Harry. Mencegah kata itu keluar dari lisannya.
"Sst! Kau gila Potter? Jangan sebut namanya!"
Harry yang mulutnya tertahan pun hanya menggeram kaget karena sebuah telapak tangan menutup sempurna mulutnya. Ditengah kejadian membungkam-dibungkam itu. Centaur itu kembali berbicara.
"Tahukah kau apa yang tersembunyi di sekolah pada saat ini, Mr. Potter?"
Mendengar pertanyaan mendadak tersebut, Draco melepaskan tangannya setelah merasa yakin anak berkacamata tersebut tak akan menyebut nama itu lagi. Harry hanya menatap kesal anak blonde itu kemudian kembali memusatkan pandangannya pada pertanyaan yang centaur tadi berikan.
Sejenak ia memproses apa pertanyaan manusia berkaki kuda itu berikan. Ia tersadar. Draco dan Travey yang menyimak adegan di depan mereka hanya saling memandang satu sama lain. Tapi Travey sungguh tahu apa yang dimaksud orang asing tadi katakan.
Benda yang ia dan seluruh HogGuards mati-matian jaga.
Batu Bertuah.
"Batu Bertuah"
Suara semak-semak berbisik masuk ke telinga mereka semua. Tak jauh dari posisi mereka berada, Hagrid menemukan ketiga siswa Hogwarts dan seorang centaur yang tak asing baginya tengah berkumpul.
Matanya segera tertuju pada Travey yang tak mengenakan jubah apapun. Kulitnya pucat, hampir lebih putih dari warna rambutnya. Baju putihnya yang longgar kini lengket padanya karena keringat dingin. Rambut yang semula rapi sekarang berantakan habis diterpa angin.
"Harry!"
Teriak Hermione sesaat sebelum ia melihat keadaan ketiganya. Frank sepertinya mendapat kesempatan untuk kabur saat mereka terlalu fokus dengan makhluk hitam tadi. Lantas pergi mencari bantuan dan disinilah mereka.
"Halo Firenze. Sepertinya kau berkenalan dengan Mr. Potter. Kau tak apa? Mr. Malfoy?"
"Y-ya aku baik, aku- AGH"
Begitu Travey hendak berdiri,tubuhnya seakan terbanting kembali ke tanah. Kakinya terkilir.
Harry dan Draco yang melihat hal tersebut segera membantunya berdiri. Jubah dan syal yang awalnya terkalung pada masing-masing leher mereka kini berpindah ke badan pemiliknya semula.
"Kau baik-baik saja Malfoy?"
"Jangan banyak gerak. Dasar menyusahkan"
Travey yang melihat perlakuan mereka hanya tersenyum. Tidak menyangka keduanya bisa akur walau hanya sementara.
Firenze hanya menatap adegan tersebut dalam senyap. Seseorang yang sungguh familiar terlihat pada sosok Travey. Seseorang dari masa lalu.
' "Hai Firenze! Hehe, aku kemari lagi!" '
Malam itu terasa sungguh panjang.
Di sisi lain di kastil tua tersebut. Seorang gadis tengah terduduk santai di kursi besar di ruangan itu. Matanya tertuju pada bulan yang sinarnya masuk melalui jendela-jendela besar disana. Di pangkuannya terdapat seekor kucing yang sedang tertidur manja.
Pintu ruangan itu terbuka. Memaparkan sesosok gadis lainnya. Rambutnya terikat berantakan. Pakaiannya tidak begitu rapi, ia juga tak mengenakan seragam Hogwarts.
"Mrs. Norris sayang, kau bisa pergi sekarang. Aku ingin bicara dengan orang ini"
Mendengar yang diucapkan gadis di kursi itu, kucing berbulu abu-abu tersebut terbangun dan melompat turun dari pangkuannya. Sementara gadis lainnya masih terdiam di ambang pintu.
"Nah, sekarang hanya kita berdua. Bukan begitu? Mal?"
"Ya.. Jessie"
Suasana senyap yang hanya bertemankan hembusan angin malam dan sinar rembulan membuat atmosfer di ruangan itu semakin dingin dan sunyi. Kedua mata mereka beradu. Seakan saling berbicara dengan tatapan.
"Mari kita persingkat saja. Aku ingin menawarkan sebuah kesepakatan"
"Jika aku menolak?"
"Bulan purnama malam ini akan menjadi 'bulan purnama' terakhirmu"
_______________________________________
"Maksudmu, Kau-Tahu-Siapa saat ini hidup di dalam hutan?"
Hermione memecah keheningan diantara kedua temannya. Setelah semua kembali dari 'kunjungan' ke Hutan Terlarang, dengan wajah terkejut Madam Pomfrey menyambut begitu mereka sampai di depan pintu masuk Hospital Wings, mengantarkan Travey yang cedera dan kembali menuju asrama masing-masing, Harry menceritakan apa yang baru saja terjadi padanya dan kedua Malfoy bersaudara saat itu.
"Tapi ia masih lemah. Ia hidup dari darah unicorn. Tidakkah kalian lihat? Kita salah. Snape tidak ingin batu itu untuk dirinya sendiri, Ia ingin batu itu untuk Voldemort. Dengan Ramuan Kehidupan, kekuatan Voldemort akan pulih, dan dia.. dia akan kembali.."
Harry terus menjelaskan panjang lebar dengan kakinya yang sedari tadi tak berhenti berjalan mondar-mandir di depan perapian. Hermione dan Ron hanya mendengarkan dalam diam. Jelas saja apa yang disampaikan temannya sungguh bukanlah kabar bagus.
"Tapi bila ia kembali..akankah ia mencoba membunuhmu?"
Tanya Ron sambil menatap wajah Harry dengan iba dan takut. Penyihir yang paling ditakuti kebangkitannya baru saja hampir membunuh Harry, dan kini mempunyai kesempatan untuk melakukannya lagi dengan benar, bagaimana ia bisa tidak takut dengan hal itu?
"Jika dia punya kesempatan, dia akan mencobanya malam ini"
Ron menutup mulutnya, namun suara tegukan saliva lantas keluar, menunjukkan dengan jelas bahwa ia takut, sangat takut.
"Dan aku hanya mengkhawatirkan ujian final Ramuan saja.."
"Tunggu sebentar. Kita melupakan satu hal"
Ucap Hermione mendadak. Membuat kedua teman sebayanya menoleh ke arahnya hampir bersamaan.
"Siapakah satu-satunya penyihir yang paling ditakuti Voldemort?"
Ron memalingkan wajahnya ke arah Harry dengan tatapan bertanya. Sementara Harry yang merasakan tatapan Ron menoleh sebentar padanya dan kembali fokus pada apa yang dikatakan Hermione.
"Dumbledore. Selama ada Dumbledore, kau aman. Selama ada Dumbledore, kau tidak bisa disentuhnya"
(Me and readers yang udah tahu kebenarannya : KAMI TAK PERCAYAAA LAGI, DIA SELALU PERMAINKAN KAMIIII)
Lanjut Hermione dengan senyum di akhir kalimatnya, mencoba menenangkan Harry dan itu nampaknya membantu. Harry balas tersenyum.
Keesokan pagi tidak begitu berbeda dari pagi-pagi sebelumnya. Seorang gadis Slytherin yang baru saja selesai mandi terkejut bukan main melihat Jesseline sedang berdiri di sebuah cermin berukuran sebadan dengan beberapa anggota tubuhnya dibalut perban.
"Janggut Merlin! Jessie! T-tubuhmu! Kenapa diperban begitu?"
"Ah? Ohh, ternyata kau Morgan. Aku terlalu ceroboh semalam saat berpatroli. Tidak mengapa"
"Omong kosong! kau bak seorang mummi di malam Hallowen! Aku akan memanggil Elio"
"Mor- ahh sudahlah"
Melihat gadis bernama Morgan itu menghilang dari pandangannya, Jesseline sekali lagi melihat tubuhnya yang setengah terbuka sekilas pada cermin di depannya.
sebuah senyum kecil terukir di bibirnya sesaat sebelum senyum itu menghilang begitu Morgan kembali dengan temannya yang lain, Elio.
Baiklah, terlambat hari ini tak begitu menggugah selera Jesseline.
Disisi lain. Harry, Ron, dan Hermione berjalan keluar dari kelas mereka, hendak menuju kamar masing-masing untuk melepas penat atas ujian akhir semester yang baru saja berlangsung. Tapi tampaknya Hermione menikmati ujian tersebut, tak seperti kedua temannya.
"Kudengar bahwa ujian akhir tahun Hogwarts menyeramkan, tapi kupikir tadi itu menyenangkan"
"Bicara pada dirimu sendiri. Kau baik-baik saja? Harry?"
Ron tak henti-hentinya menengok ke arah anak berkacamata itu beberapa kali. Bahkan saat ujian barusan, Harry terus mengaduh kesakitan, lukanya terasa nyeri, sejak malam itu.
"Bekas lukaku, terasa sakit" -Harry
"Itu terjadi sebelumnya" -Hermione
"Tapi tidak seperti ini.." -Harry
"Mungkin kau perlu pergi ke perawat " -Ron
"Kupikir ini sebuah peringatan. Ini berarti ada bahaya" -Harry
Ketiganya terus berjalan bersama sampai akhirnya Harry melihat Hagrid yang tengah terduduk di pondoknya dengan seorang HogGuard di sampingnya. Begitu melihat penjaga sekolah mereka itu, sebuah pemikiran terbersit di otaknya.
"Tentu saja!"
"Apa itu?"
Tanya Hermione. Mereka kini mulai berlari mendekati Hagrid yang masih memainkan alat musiknya dan ditemani oleh Henry di depan gubuk tuanya.
"Menurutmu apakah tidak aneh bahwa Hagrid sangat ingin memelihara naga... dan orang asing yang memilikinya tiba tiba muncul? Maksudku berapa banyak orang berkeliaran membawa telur naga di kantong mereka? Kenapa aku tidak memikirkannya sebelumnya?"
Masih dalam keadaan berlari, Harry menjelaskan panjang lebar tentang kecurigaannya bahwa masalah Hagrid ada hubungannya dengan masalah yang akan menimpa Hogwarts.
"Kau harus mengajariku sekali-sekali, kau tahu?"
"Ini tidak se-spesial itu Caddeline"
"Tapi itu spesial bagiku, aku ingin memainkan ini untuk Ed- Oh lihat, ketiga anak-anak itu lagi"
Begitu selesai mengatakannya, Henry dan Hagrid melihat ketiga siswa tahun pertama itu mendekati mereka. Seakan tahu apa yang akan mereka tanyakan, Hagrid kembali menyibukkan diri dengan seruling di tangannya.
"Oh, Halo uh, Harry, Hermione.. dan.. Ronele?"
"I-it's Ronald"
"Ahh Ronald! Baik baik, apa yang membawa tiga siswa tahun pertama yang sangat menggemaskan seperti kalian ini kemari?"
_________________
Di saat yang sama. Jesseline yang berada di ruangan HogGuards tiba-tiba dikejutkan oleh seseorang yang membuka pintu ruangan tersebut.
"Ya Tuhan. Neo, mengetuk sebentar tak ada salahnya kan? Kau mengagetkanku"
"Maaf Capt, aku membawa berkas yang kau minta"
Sebuah tumpukan kertas diserahkan oleh Neo kepada Jesseline. Perlahan ia membukanya dan dikertas-kertas itu tertera sebuah nama.
"Tak mudah mendapatkan ini. Aku harus minta ayahku mengirimkannya dua hari lalu. Untung saja tak ada yang curiga"
"Aku berterima kasih banyak pada Tuan Scamander. Yang pasti, tak ada yang boleh tahu bagaimana informasi ini didapat, bahkan Dumbledore tak boleh tahu soal ini"
Gadis itu mulai membaca berkas yang diterimanya, disisi lain Neo terlihat ikut memutar otak. Berkas yang mereka terima berisi penjualan-penjualan ilegal di pasar gelap penyihir. Entah bagaimana ayahnya mendapatkan informasi itu, tapi ia mencoba mengesampingkannya. Ayahnya memiliki banyak koneksi.
"Ternyata ini lebih rumit dari yang ku kira"
"Prioritas utama kita sekarang adalah batu bertuah itu, kita harus menjaganya. Dan tentang siapapun yang menjual telur naga itu pada Hagrid sudah pasti si pelaku, itu yang paling masuk akal"
Darimana Jesseline tahu tentang Hagrid yang memiliki telur naga sebelumnya? Mudah saja. Setelah mendengar curhatan Travey yang menceritakan perasaan tidak enaknya pada Hagrid atas naga peliharaannya yang di kirim ke koloni asalnya di Rumania juga Henry yang membagikan keluh kesah dari Hagrid tentang perihal yang sama.
Bagai menyatukan kepingan teka-teki, Jesseline mulai paham kemana arah dari permasalahan ini berjalan. Semuanya terasa masuk akal.
Dan yang tersisa adalah gadis bernama Mal dan tentu saja suspek utama mereka, Professor Quirrel. Ia sudah tak suka padanya sejak pertama kali bertemu. Ada perasaan aneh yang membuatnya kurang menyukai pria itu.
"Hagrid yang malang, dia bahkan tak tahu jika ia membeli barang ilegal"
"Kita juga harus mencegat ketiga anak-anak itu, hampir saja rencana kita terbongkar, jika saja Daniel tidak bertemu dengan Harry malam itu, entah apa yang akan terjadi pada penyelidikan yang kita lakukan"
Jesseline tak menjawab. Sibuk membaca kertas demi kertas di tangannya, sampai sebuah pemikiran muncul begitu saja di kepalanya.
"Bagaimana jika.. Mal dan Professor Quirrel.. mempunyai sebuah relasi?"
"Apa?"
"Sebut saja.. mereka ayah dan anak? kakak beradik? Kerabat? Kita belum menemukan motif sebenarnya mengapa gadis itu membantu Quirrel menyembunyikan 'Dia'. Sampai rela kemari, menyekap Miranda, dan menyamar menjadi dirinya selama beberapa bulan. Heck, bagaimana bisa dia bertahan menjadi orang lain? Gadis itu gila"
"Jadi, jika mereka memang memiliki hubungan entah apapun itu. Ah! Pasti ada informasi tentang hal ini, aku akan menulis surat kepada ayah sekara- Jess, aku akan segera kembali"
Jesseline hanya menggeleng kepala dengan senyum di wajahnya, senang Neo mengerti kemana arah pikirannya bekerja.
"Sekarang, apa tujuanmu menjual sebuah telur naga pada Hagrid, hmm? Malvolia.."
______________
Ketiga siswa tahun pertama favorit kita keluar dari kelas tempat Professor Mcgonagall berada dengan perasaan kecewa. Peringatan yang mereka berikan nampaknya diacuhkan oleh beliau.
A few minutes ago
"Hagrid, siapa yang memberimu telur itu? Coba jelaskan ciri-cirinya"
Anak lelaki berkacamata itu terengah-engah sehabis berlari dan langsung bertanya tentang hal yang ia diskusikan beberapa detik lalu. Kedua temannya ikut terdiam sebentar mengambil nafas, sama lelahnya.
"Aku tidak tahu, aku tak pernah lihat wajahnya. Dia selalu menggunakan tudung"
Henry yang duduk di sebelahnya menoleh begitu menyadari apa sebenarnya yang ingin diketahui Harry dan teman-temannya. Namun ia tetap diam. Berusaha mendapatkan informasi apapun itu.
"Orang asing ini.. pastilah kau bercakap-cakap dengannya"
Hermione dan Ron tak ikut bertanya dan hanya diam mendengarkan percakapan mereka sama seperti Henry. Mereka berdua saling menukar pandang, menunggu jawaban dari pria setengah raksasa itu.
"Ia ingin tahu makhluk-makhluk seperti apa yang kupelihara. Kukatakan padanya, setelah berpengalaman dengan Fluffy, merawat naga bukanlah masalah"
"Apakah ia tertarik dengan Fluffy?"
Tanya Harry lagi, nampaknya lupa bahwa salah satu dari kesembilan HogGuards yang bisa saja memberikan informasi ini pada Jesseline, orang yang mereka curigai selain Professor Snape, berada di sana.
"Tentu saja dia tertarik dengan Fluffy. Berapa sering kau bertemu dengan anjing berkepala tiga? Tapi kukatakan padanya, aku bilang 'Kunci menangani hewan buas adalah dengan cara mengetahui cara menenangkannya' Contohnya Fluffy, mainkan sedikit musik maka ia akan-"
"Hey-hey H-Hagrid-! Shush!"
Henry yang sedari tadi mendengarkan tersadar begitu Hagrid hendak membocorkan rahasia berbahaya pada mereka. Tahu apa yang akan segera dikatakan Hagrid, ia segera menyela dengan suara keras. Sayang sekali ia terlambat.
Harry, Hermione, dan Ron segera bertukar pandang, mengkonfirmasi informasi yang baru saja mereka terima secara 'tidak sengaja' . Henry mengutuk dalam hati. Ini akan menjadi rumit, sangat rumit.
Tapi tunggu, seseorang menjual telur naga pada Hagrid kan? Dan ketiga anak ini mencari tahu tentang itu? Ia tahu tentang bagaimana mereka dihukum kemarin malam karena tertangkap basah bertemu Hagrid di larut malam (yang kala itu sedang menetaskan telur naganya). Sekarang mereka tahu bagaimana menenangkan Fluffy.
Mereka akan kesana (lagi), ke tempat batu bertuah berada. Merlin, dia harus memberitahu Jesseline dan para HogGuards lainnya. Secepatnya.
"Seharusnya tak kubilang"
Selesai Hagrid berkata begitu. Mereka bertiga bergegas melarikan diri dari Pria tersebut. Anak lelaki di sebelahnya segera berdiri dan mulai mengejar mereka berdua. Walau sebenarnya dia berniat berlari ke kantor Jesseline dan memberikan informasi yang baru saja ia dapatkan.
"Kalian mau kemana!"
"Akan ku kejar mereka Hagrid! Jangan cemas!"
Dengan itu, mereka berempat segera menghilang dari pandangan pria keturunan raksasa tersebut, yang masih berada di tempatnya duduk, menyesali apa yang baru saja dilakukannya.
_______________________
Begitu berhasil mendapatkan ketiga anak tersebut. Henry lantas menemukan mereka baru saja keluar dari ruangan tempat adanya Professor Mcgonagall.
Harry dan kedua temannya yang kelelahan setelah berlari sepertinya tak menyadari keberadaan Henry di belakang mereka.
"Kena kalian!"
HogGuards dari Hufflepuff itu menahan masing-masing tangan mereka yang ajaibnya bisa ia lakukan dengan kedua tangannya. Ron meneguk salivanya. Takut mereka akan dihukum atau semacamnya, keadaan kedua temannya yang lain tak jauh berbeda dengannya, mereka sama-sama takut.
"Dengar, apapun yang kalian rencanakan, apapun yang kalian pikirkan, jangan lakukan. Kalian tak tahu apa-apa dan ini hanya dapat dilakukan oleh kami, HogGuards. Jangan coba-coba mendekati ruangan itu ataupun Fluffy. Aku tak bisa memberitahu kalian apa yang terjadi. Tapi aku sungguh mohon pada kalian jangan, dengar, jangan lakukan apapun"
Henry menatap mereka dengan sungguh-sungguh. Ada kecemasan dan juga ketakutan terlihat pada matanya. Ia benar-benar tak ingin hal buruk terjadi pada mereka.
"I'm sorry Caddeline. Kau takkan bisa meyakinkan kami-"
Harry yang menyadari Henry melonggarkan cengkramannya pada mereka bertiga. Memberikan sinyal kepada kedua temannya. Ia lantas melarikan diri. Menjauh dari remaja dengan gelar HogGuard itu.
"Hahh-! brats.. it could've been easier if they just listen to me!"
[Hahh-! anak-anak nakal .. bisa lebih mudah jika mereka mendengarkanku saja!]
Sampai tiba-tiba seseorang tak sengaja mengejutkannya.
"Selamat so-"
"YA TUHAN-!!..? Oh astaga, Prof.. Professor hehe.. Anda mengagetkan saya"
Snape berdiri tak jauh darinya. Wajahnya yang tadi canggung karena gurunya seketika berubah begitu menyadari itu memang beliau.
"Apa percakapan tadi benar-benar apa yang aku curigai?"
Tanya Snape yang ternyata sedari tadi mendengarkan bagaimana Henry memberi peringatan pada ketiga anak tahun pertama itu.
"Ya Professor.. Mereka tahu tentang batu bertuah..
dan sepertinya hari ini akan menjadi hari yang sangat panjang.."
_________________________________________
Aight, Jujur, kenapa lama? Aku rencana mau update 2 sekaligus karena emang udah mau tamat. Tapi aku lagi ga sehat-sehat banget buat nerusin chapter kedua yang mau ku publish, dan Raveno juga sama sibuknya. Jadii, maaf kalo endnote nya pendek ya?
Dan, beberapa hari lalu aku ga buka internet, dan pas buka aku syok bukan main, Robbie Coltrane wafat tanggal 14 Oktober lalu. Parah, ga akan ada yang bisa mainin Hagrid sehebat dia. Sama kaya Alan Rickman & Helen McCrory.
Karena buku ini sebentar lagi tamat. Aku sama Veno juga udah mulai ngerancang buku kedua bakalan kaya gimana, yang pasti bakalan ada banyak kisah baru, masa lalu-masa lalu yang terungkap, dan jangan tanya apa ada karakter baru. Di jamin masih banyak karakter baru yang akan hadir menemani perjalanan Jesseline dan Harry, entah itu karakter antagonis atau protagonis, bisa juga tritagonis.
Mungkin cuma itu yang bisa aku sampaikan di chapter ini. Jaga kesehatan ya kalian semua? See you next chapter. Adios-!
-Asriel Luana Devyn-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro