Chapter spesial 17 Agustus
Muggle! AU
Jadi disini ceritanya Hogwarts itu kaya campuran SMP SMA okey? gaada mejik mejik.
Terus juga disini Harry sama Jesseline ke-pisah karena dulu mereka ada kecelakaan gitu (Petunia Evans- Bibinya Harry bilang kalo dulu ortunya meninggal dalam kecelakaan. Aku ngambil ide dari sana) Pas di rumah sakit. Severus yang nge-adopsi Jesseline setelah Harry dibawa pergi sama Petunia dan mereka lost contact.
Disini Harry dkk kelas 2 SMP ygy.
Dan akhir ter-reunited lah mereka di Hogwarts : Boarding School Of Future.
5 hari sebelum 17-an~~
" beberapa hari ke depan udah tujuh belasan, kita harus kreatif nyusun lomba apa aja. Kalian ada saran?"
Jesseline mencorat-coret papan di depannya. Angka tujuh belas dengan kata 'Agustus' disampingnya menodai papan putih nan bersih itu.
"Harus banget kita, gitu?"
Timpal Roxter yang duduk sembarangan dan mengangkat kaki ke atas meja, juga dirinya yang hadir di rapat OSIS dengan tampang berantakan sehabis tawuran entah ke mana.
"Kita OSIS yaelah. Pake nanya lagi. Resign aja sekalian sana!"
Henry yang sedari tadi sudah lelah sehabis mengurus teman-teman kelasnya yang pada jadi reog karena jamkos pun tak sadar meneriaki lelaki bersurai hitam legam tersebut.
"OSIS bisa Resign? Kok aku gatau?"
"Heh! Akunya didengerin ga sih?"
Semua mata kembali tertuju pada gadis dengan iris hijau cemerlang itu. Pipinya sedikit menggembung karena raut wajah cemberut terlukis jelas padanya. Melihat ekspresi sang ketua OSIS mereka serentak membisikkan maaf dan mempersilahkannya untuk melanjutkan penjelasan. Walau terdengar jelas bisik-bisik dari Roxter dan Henry yang saling menyalahkan.
"Ada ide? Atau kita buat lomba kaya tahun lalu?"
"Perasaan yang tahun lalu ga gitu lancar deh lomba-lombanya. Kamu sendiri tahu kenapa"
Kali ini Neo yang memberikan suara. Mengingatkan mereka tentang momen kilas balik tahun lalu. Benar. Acara lomba memperingati kemerdekaan saat itu tak begitu mulus karena lomba-lomba yang mereka rancang membuat para murid-murid berpikir dua kali sebelum mengikuti lomba tersebut.
"Panjat pinang 13 meter. Hadiahnya tamasya bareng Pak Hagrid. Apa-apaan?"
"Mana cuman ke taman safari doang. Percy Weasley hampir aja masuk kandang gorila"
Seluruh kelas mengeluarkan gelak tawa begitu Henry menyambung kalimat yang diucapkan Neo. Setelah itu Travey mengangkat tangan. Tanda ingin memberi pendapat.
"Gimana kalau.."
17 Agustus 2022.
"Selamat datang di event 17-an tahun ini! Sejahtera selalu Indonesia-!"
Suara dari panggung event menggema ke seluruh bangunan sekolah tersebut. Suara Jordan Lee si anggota penyiaran sekolah selaku mc dari event ini antusias menyambut ratusan murid-murid yang bersemangat dengan lomba-lomba sekolah yang ada.
"Jun Jordan! Menurut kamu sendiri, asrama mana yang akan menjadi pemenang event tahun ini?"
Kini suara tadi berganti ke suara yang lebih berat. Membuka sebuah obrolan baru bersama Jordan Lee. Tampaknya ia adalah salah satu anggota ekskul penyiar radio lainnya.
"Menurut saya. Kayaknya Slytherin bakalan memegang mega-reward tahun ini juga kayak tahun lalu. Saya nggak gitu yakin ya Sen Everett. Semoga yang terbaik yang menang"
"Hmm, betul. Udah 3 tahun berturut-turut Slytherin terus yang dapat mega-reward , heh, asrama hijau. Ga ada niatan ngasih asrama lain menang?"
Pertanyaan yang terdengar dari pengeras suara tadi disambut dengan tolakan keras dari asrama yang disebutkan. Semua serentak mengatakan 'Nggak!' dan perkataan bentuk penolakan lainnya.
"Waduh, bahaya banget! Asrama lain mesti waspada nih! Bisa-bisa tahun ini Slytherin menang lagi!"
Siswa-siswa SMP-SMA kini kembali berteriak riang. Acara sekali-setahun ini sungguh dinanti-nanti oleh mereka, namun event sebelum natal dan tahun baru tentu masih menjadi nomor satu dihati mereka.
"Selamat pagi adik-adik, kakak-kakak, teman-teman dan guru-guru sekalian! Mari kita mulai urut pertama dari panjangnya rangkaian-rangkaian lomba hari ini! Permainan tradisional kita tercinta. Tarik tambang!"
Vanetra berseru lantang melalui pengeras suara ditangannya. Teriakan penuh semangat sekali lagi menggelegar di lapangan gabungan sekolah tersebut. Tim asrama Gryffindor tampak sudah bersiap memegang tali sementara disisi lain tim asrama Hufflepuff sedikit ragu-ragu namun tak kalah antusias seperti murid-murid lainnya.
"Cedric!! Semangat!!"
Teriakan gadis-gadis dari SMP maupun SMA asrama Hufflepuff penuh dengan sorakan penghantar semangat untuk teman-teman se-asrama mereka (sebagian besar hanya untuk Cedric). Mendengar namanya diteriakkan. Cedric menoleh dan tersenyum berterima-kasih atas semangat yang mereka berikan. Hanya membuat jeritan mereka semakin kencang dan beberapa bahkan pingsan.
"Buset, Cedric Primadona Hogwarts banget haha"
Ucap Feora yang tengah mengepang rambutnya dengan pita berwarna merah putih. Jesseline di sebelahnya hanya ikut mengangguk dan tertawa kecil sembari membenarkan ikat kepala dengan warna senada, juga anak-anak lelaki OSIS yang lain mewarnai wajah-wajah mereka dengan warna yang sama.
Sementara disisi lain Harry dan kedua sahabatnya hanya menonton dari samping. Mereka tak begitu ikut berpartisipasi dalam lomba-lomba urutan awal. Hanya Hermione yang ikut lomba cerdas-cermat IPA juga Harry yang masuk tanding sepak bola untuk tim asramanya. Sementara Ron yang tidak jadi ikut lomba makan kerupuk karena yang boleh berpartisipasi hanya anak-anak kelas 1 SMP.
"Aku laper banget. Ayo kita jajan. Stan makanannya udah mulai banyak"
Gerutu Ron sambil memandangi keramaian perlombaan dengan tatapan bosan. Ia lebih tertarik dengan bazar makanan yang berada di samping taman sekolah.
"Ron? kamu barusan ngabisin dua nasi bungkus loh. Belum kenyang?"
Hermione hanya menatap heran temannya itu. Baru beberapa menit lalu didepan matanya, nasi bungkus secara ajaib berubah menjadi bola kertas begitu Ron menghabiskannya tanpa sisa. Kini sudah mencari konsumsi lain?
"Itu tadi Mione, ya sudah kalau ngga mau. Harry, ayo kita jajann"
Kali ini anak laki-laki berambut jingga halus itu mengajak Harry untuk menemaninya menuju bazar yang tadi. Harry yang entah fokus ke arah mana sedikit terkejut begitu Ron mengajaknya pergi.
"Eh? Aku masih kenyang. Kamu aja Ron yang pergi"
Wajah Harry yang terlihat sedikit bingung seperti mencari-cari sesuatu(seorang) kembali tergambar setelah ia menolak halus ajakan Ron. Matanya menelusuri setiap orang di tempat luas tersebut.
Ron yang tadinya ingin pergi namun kini melupakan niat awalnya begitu melihat wajah sahabatnya itu. Ia dan Hermione saling menatap. Menebak-nebak apa yang tengah dipikirkan anak berkacamata itu.
"Nyari kakakmu, ya?"
Hermione yang mendengar ungkapan Ron yang begitu blak-blakan langsung menepuk keras belakang kepalanya, sang korban hanya mengaduh sakit kemudian protes.
"Apaan sih Mione? Sakit tau!"
"Hush! Kamu ini.."
Harry yang melihat betapa hati-hatinya Hermione dalam menjaga perasaannya tersenyum kecil. Walau tidak terlihat, sebenarnya Ron sama khawatirnya dengan gadis genius itu, hanya saja tidak begitu terlihat.
"Hehe iya, nyari kakakku nih. Dimana ya dia?"
"Sudah ah, Kak Jessie paling lagi sibuk ngurusin event ini. Kalian mau temenin aku nggak? Kita ke perpus sebentar"
Merasa tak ada salahnya. Ketiganya setuju dan akhirnya memulai perjalanan mereka ke perpustakaan. Begitu sampai suasana disana tak begitu ramai, bahkan orang-orang disana masih bisa dihitung jari. Wajar saja. Sebagian besar para siswa sedang berada diluar. Merayakan bahagianya kemerdekaan.
"Ah, halo Mione cantik. Apa kabar kamu? Kamu beneran ikut lomba cerdas cermat ya?"
Baru beberapa langkah masuk. Mereka bertiga disambut anak laki-laki terlihat seperti anak kelas 11. Dengan mata tertutup dan tangan yang meraba-raba sekitar, semua orang tahu bahwa dia adalah seorang tunanetra. Sadar siapa itu, Hermione lantas mendekatinya.
"Iya bener kak. Oh iya, kak Daniel. Saya sama teman-teman mau pinjam buku. Boleh ya kak?"
"Ya masa ga boleh, ambil aja yang mana yang kamu butuh, urusan tanda tangan peminjaman bisa nanti-nanti. Semoga kamu menang lombanya yaa"
Senyum anak laki-laki bernama Daniel itu merekah. Matanya yang memang sedari tadi tertutup membuat senyuman miliknya semakin manis.
'S-silau!'
Tanpa sadar pikiran ketiga siswa Sekolah Menengah Pertama itu terlintas hal yang sama begitu melihat senyuman kakak kelas mereka.
.
.
.
.
"Di lomba urutan kelima. Cerdas-cermat IPA akan segera dimulai! Bagi peserta yang sudah mendaftarkan diri jauh-jauh hari bisa bersiap!"
Kali ini Feora yang mengumumkan perlombaan yang diadakan selanjutnya.
Skor keseluruhan asrama dari 4 lomba sebelumnya berupa 72 poin untuk Slytherin. 65 poin Gryffindor. 70 poin Ravenclaw dan 63 poin Hufflepuff.
Kemungkinan Slytherin untuk memenangkan mega-reward sangat besar. Mega-reward sendiri adalah reward bagi asmara pemenang yaitu bertambahnya porsi makan siang keseluruhan asrama selama 2 pekan. Dan jalan-jalan untuk para kelas 12 setelah selesai ujian akhir.
Tapi sepertinya, Gryffindor tak berniat untuk membiarkan Slytherin mendapatkan mega-reward untuk kesekian kalinya. Mereka sudah bertekad akan merebut hadiah istimewa tersebut.
"Sebentar lagi giliranmu, Mione"
Tampaknya Daniel izin untuk melihat lomba cerdas cermat yang akan diikuti Hermione. Tiga anak-anak kelas 8 itu menunggu dengan sedikit tegang. Apalagi Harry. Turnamen sepak bola kecil kecilan akan segera dimulai begitu cerdas cermatnya usai.
"A-ah iya. Aduh aku tegang banget"
"Santai aja adik cantik. Kamu udah berusaha yang terbaik. Kalo pun gagal kamu udah bekerja keras. It's okayy"
Daniel mencoba menenangkan Hermione yang gugup dan nampaknya berhasil. Harry diam diam memandangi keduanya. Semenjak sering berpapasan di perpustakaan. Daniel dan Hermione lantas menjadi seperti sepasang kakak adik. Ketertarikan keduanya yang hampir sama membuat mereka kian dekat.
Sudah sering perasaan ini ia singkirkan dari hatinya. Hidup bersama keluarga bibinya membuatnya hampir hilang akal. Dan sekarang dimasukkan ke sekolah berasrama lantas malah bertemu dengan kakak yang selama ini ia tak sangka ada.
Dia tak bisa menahan rasa rindu kepada kakaknya tercinta. Namun tanpa diketahui, dinding tebal bernama kesalahpahaman itu semakin melebar diantara mereka. Mencoba memisahkan keduanya yang sama-sama mencari kenyamanan dan cinta dari yang lainnya.
Ditengah kumpulan para siswa lain. Seorang anak lelaki berambut putih bersih tak sengaja menghampiri mereka. Seragam Sekolah Menengah Atas yang ia kenakan penuh ternoda oleh semacam serbuk berwarna merah dan putih, hampir membuat wajah eloknya menyatukan warna dengan surainya.
"Gila-gila. Kotor semua bajuku. Harus nyuci dua kali sih ini"
Ucapnya bergumam sendiri. Perlahan ia mencoba membersihkan noda noda yang melekat pada sebagian besar wajahnya. Berkali-kali pakaiannya ia tepuk, berharap warna-warna yang ada pada dirinya setidaknya sedikit memudar.
"Travey? Itu kamu kan ya?"
Kata Daniel yang diam-diam mendengar gumamannya dan berhasil mengenal suara tersebut. Orang yang dipanggil namanya itu segera berlari kecil menuju mereka berempat.
"Eh, Daniel? Iya ini Travey. Kamu ngga ikut lomba mengarang indah ya? Aku ngga liat namamu di list peserta"
"Oh itu, iya nih, hehe. Buku di perpus belum pada di tata. Aku ga bisa ninggalin kerjaan gitu aja. Santai aja. Tahun depan mungkin bisa"
"Hahh gitu aja terus sampai lulus"
Celoteh Travel lagi yang mengundang tawa keduanya. Setelah cukup lama berbincang, akhirnya mereka berdua berniat untuk menyudahi obrolan hangat tersebut.
"Ya sudah. Aku mau ganti baju dulu ya ke asrama. Habis ini juga event-nya bakalan istirahat barangkali 10 menit. Baru lanjut ke sepak bola. Gryffindor lawan Slytherin"
Belum selangkah dirinya menjauh, Travey menoleh sebentar kearah Harry yang sedari tadi memperhatikan pembicaraannya dengan Daniel bersama Ron juga (Hermione sudah pergi sejak tadi).
"Eh, Harry? Semoga beruntung ya! Jesseline pasti bakalan nontonin kamu kok! Do your best!"
Ucapan spontan dari Travey perlahan membuat pipinya berwarna merah muda. Ia bahkan tak menyadari sedang tersenyum karena pikirannya begitu kacau, sangat tidak sabar untuk bermain namun disaat yang sama ia gugup. Bagaimana jika dia tak begitu menguasai lapangan?
Travey sudah menjauh pergi begitu ia selesai menyemangati Harry. Sementara kakak dari anak berkacamata itu terlihat melamun di lantai 3 gedung sekolah. Neo yang baru saja keluar dari ruangan OSIS di lantai itu menemukan ketua organisasi mereka melihat langit biru nan cerah dengan tersenyap.
"Woy Ketos. Kenapa disana? Awas jatuh loh. Ntar kalo jatuh beneran, aku lagi yang ngegantiin kerjaan kamu. Ogah ah"
Komentar pedas Neo membuyarkan lamunan Jesseline dan menggantikannya menjadi tawa. Dirinya menoleh kepada pria berkebangsaan Jepang itu dan menghela nafas sebentar.
"Aku cuman.. Apa Harry ga suka aku? Apa aku.. harus terbiasa? Semuanya makin rumit aja. Rasanya otakku mau berdarah lewat telinga"
Neo masih memandang Jesseline yang perlahan terlihat sendu. Menghela nafas kasar. Ia mulai berbicara lagi.
"Yazuo juga ga gitu suka sama aku kok"
"Eh? Kan kamu-?"
"Besar sama dia? Iya sih. Cuman dia hampir setiap ketemu aku bakalan cemberut. Kata mama, alasannya karena aku jarang pulang ke rumah"
Jesseline lah yang kini memandang wajah Neo dengan terdiam. Masih mencermati kisah yang kawannya berikan.
"Lihat? Aku yang dibesarin sama dia aja pasti ketemu masalah. Nah Jess, kalo kamu terus-terusan aja diam kaya gini. Gaada yang bakalan berubah. It's either you or him yang duluan ngambil langkah untuk saling mendekati. Kalo kamu maunya nungguin dia. Ok aja, up to you. Tapi kalo kata aku, silahkan nunggu sampai lumutan ya. Siapa suruh pada gengsi gini"
Ungkapan panjang lebar dari Neo semakin membuat Jesseline terdiam. Tak menghiraukan gumaman darinya karena dia tahu. Itu memang benar.
"Haha yaudah, kayaknya aku paranoid sendiri deh. Turnamen sepak bolanya bakalan dimulai. Ngga mau ikut liat?"
"Nggak, makasih. Aku mules banget tadi beli seblak di stan sana. Dari tadi aku nahan sih sebenernya dengerin kamu ngoceh-"
"IH BAB ITU GA BAIK DITAHEN WOEY. MASUK TOILET SANA. MASUK NGGAK?!"
"Ini salahmu ngomong-ngomo-"
Dan siang itu percakapan mereka diakhiri oleh Jesseline yang memaksa Neo untuk ke toilet karena takut nanti malah ke UGD.
8 menit perjalanan turun. Akhirnya Jesseline tiba di arena sepak bola. Penonton sebagian besar dari dua asrama yang akan saling beradu. Sedangkan sisanya tengah menikmati bazar makanan di samping taman sekolah mereka.
Sorakan demi sorakan bergelora di lapangan hijau tersebut. Tak sedikit dari mereka membawa papan bertuliskan semangat untuk masing-masing asrama. Dan lebih mengejutkannya Fred dan George Weasley yang tengah berkeliling di tempat teman-teman seasrama mereka sedang berkumpul. Menjual berbagai macam bendera berwarnakan merah dan kuning serta emas.
"Ayo-ayo! Bendera Gryffindor! 3.000 satu, kakak-kakak cantik dan ganteng! Pembelian pertama gratis bros lucu!"
Setidaknya itulah yang mereka bilang menurut tutur kata Hyun-Ki dan Hyun-Shik. Primadona Hogwarts lainnya yang menjadi idaman seluruh gadis di sekolah asrama tersebut. Tampang mereka bak oppa-oppa Korea yang siap mencuri hati semua gadis disini.
"Keren. Ga kaya tahun lalu. Gaada sama sekali asrama lain yang bakalan nonton. Ini karena Harry yang baru masuk 9 bulan lalu itu kan ya? Anak pemain sepak bola yang udah lama pensiun itu. Juga ya karena kamu. Kakaknya"
Hyun-Shik yang tak terlalu memperhatikan pemilihan kata untuk kalimat yang diucapkannya menerima pukulan telak di belakang kepalanya. Kaget, ia lantas mengaduh kesakitan dengan suara keras.
"WAH ANJ*R. SAKIT KI!"
"Omonganmu, jaga dikit kek"
Jesseline hanya menggeleng kecil melihat kelakuan dua sahabatnya. Ia saat ini berkumpul bersama teman-teman OSIS nya yang lain di samping area gawang Gryffindor. Berniat untuk menonton pertandingannya lalu makan siang bersama.
"Selamat-selamat-selamat datang di turnamen sepak bola kita! Saya Sen Everett Jean-Luc Trouvé. Selaku MC pada pertandingan ini. Dan Jun Jordan Lee sebagai kawan saya disini!"
Seluruh arena berteriak gembira. Bendera merah putih serta bendera kedua asrama berkibar dimana-mana. Semuanya tak sabar melihat puncak poin penambahan untuk memenangkan mega-reward. Terlebih lagi pertandingan ini akan mengadukan Slytherin dan Gryffindor yang sejak dahulu adalah sepasang rival.
"Tanpa berlama-lama lagi! Mari sambut tim dari asrama singa merah yang gagah! Gryffindor!!"
Orang-orang dari asrama yang sama serentak menyemangati tim mereka. Hyun-Ki dan Hyun-Shik yang melihat tim dari asrama mereka ikut berteriak. Suasananya tak berbeda dengan kericuhan malam sepak bola. Dimana anak-anak diberi izin menonton turnamen piala dunia pada akhir pekan melalui televisi.
Harry keluar menuju lapangan hijau di depannya. Diikuti oleh Oliver Wood si kapten tim. Dan anggota lainnya. Sayang sekali si kembar Weasley tidak ikut bertanding. Karena kata mereka, berjualan di saa- saat seperti ini akan lebih menguntungkan mereka.
Matanya mencari ke seluruh arah penonton. Mencari sepasang mata yang sama seperti miliknya. Diujung kumpulan suporter Gryffindor. Disanalah ia menemukan gadis bersurai jingga tengah menatapnya juga. Menghela nafas sebentar lalu kembali berjalan kedepan. Siap untuk menuntaskan permainan ini.
"Dan tim yang akan melawan mereka! Tim ular hijau yang sungguh ganas. Slytherin!!"
Kali ini Jordan yang berbicara. Tim yang disebutkan keluar dengan percaya diri. Anak laki-laki bersurai pirang-putih melambai-lambai ke arah asramanya. Para gadis seusianya berteriak histeris melihat ia keluar ke lapangan hijau.
"DRACO!!"
"DRACO LIAT SINI!"
"SEMANGAT YA SAYANGKU!!"
Travey selaku sang kakak hanya tertawa melihat betapa tergila-gilanya anak-anak perempuan tersebut melihat si adik yang sibuk memamerkan ketampanannya.
Jika saja mereka tahu Draco seperti apa dibalik layar. Malfoy yang lebih tua itu kembali tertawa sendiri memikirkan apa yang terlintas di otaknya.
"Baik! Permainan adil dan jujur. Semoga yang terbaik yang menang! INILAH DIA! TURNAMEN HOGWARTS!!"
Everett berseru keras. Seluruh arena kembali bergelora. Baiklah, pikir Harry. Ia takkan mempermalukan darah yang ada padanya. Baiklah. Biarkan permainan dimulai.
Tapi.
Ternyata tekad kuat dan semangat yang terus mengalir bukanlah amunisi yang cukup untuk membawa nama untuk menjadi juara. Gryffindor dan Slytherin seri 2-2. Walau begitu terpampang jelas kepada seluruh penonton. Slytherin menguasai keseluruhan lapangan. Dua skor terakhir pun adalah sebuah keberuntungan.
Langit sore yang menjelang malam itu kini diwarnai langit-langit yang mulai berwarna ke-jingga-an. Semakin pekat warnanya menuju inti matahari itu sendiri.
Setelah pertandingan sepak bola tersebut selesai. Inilah puncak acaranya, makan malam besar-besaran dan pengumuman mega-reward.
Kepulan asap memanjat ke langit di beberapa titik. Ada yang membakar sate. Ada juga yang memanggang daging steak. Di tempat lain juga terdapat stan berbagai macam nasi. Makan malam saat itu sungguh mewah dan meriah.
Semua siswa sudah berganti pakaian. Banyak yang saling bersenda-gurau. Membuat permainan-permainan kecil, cukup santai untuk dinikmati di penghujung hari.
Di sebuah tikar yang cukup luas. Anggota OSIS berkumpul disana. Beberapa sedang bermain kartu-kartu UNO. Ada pula yang bermain kembang api. Jesseline baru saja berkumpul dengan mereka. Semuanya langsung mengajaknya entah melakukan yang mana lebih dahulu.
"Jess!" -Vanetra.
"Jessie sini!!" -Feora.
"Yoo ketos kita! Sini gabung, sini!" -Roxter.
Setelah seluruh acara terlaksana. Jesseline akhirnya bisa bersantai sebentar. Menjadi panitia lomba untuk dua sekolah sekaligus bukanlah sesuatu urusan yang kecil.
Makan malam telah habis ditangannya. Saat ia pergi ke toilet paling ujung di area tersebut. Ia menemukan tiga orang anak tengah terduduk diam di sebuah pohon kayu yang beberapa minggu lalu roboh.
"Udahlah Harry. Kamu udah berusaha yang terbaik, tadi itu hebat kok"
Suara seorang gadis terdengar berusaha untuk menghibur seorang yang lain. Melihat dari belakang, Jesseline hanya terdiam, berusaha mendengarkan percakapan mereka.
"Tapi Mione, a-aku, aku ngerasa gak cukup. Aku kurang berusaha.. Pasti dia malu banget punya adik kaya aku"
"Lah ni anak mikirnya kejauhan. Denger ya Her. Ga mungkin. Sekali lagi, ga mungkin. Dia pasti bangga sama kamu. Janganlah pesimis gitu hey"
Kali ini temannya yang lain yang berbicara. Gadis itu masih memandang mereka dalam senyap. Sebelum akhirnya seseorang dari belakang membuyarkan kesenyapan itu.
"Jess? Lama banget ke toiletny- oh.."
Travey datang secara tiba-tiba dari belakang Jesseline. Mendengar suara orang lain, tiga anak tadi menoleh ke belakang dan mendapati keduanya tengah memandangi mereka.
Sejenak mencerna apa yang terjadi. Remaja bersurai putih itu lantas mengerti.
"Ron, Hermione. Kalian dicari sama Vanetra, katanya penting"
Tentu saja itu bohong. Namun tampaknya Ron sama sekali tak mengerti dan ikut-ikut saja. Saat itu juga Travey membawa pergi dua adik kelasnya tersebut menjauh dari si kakak beradik.
"Kita beneran dipanggil? Aku kan ngga ngapa-ngapain"
"Ron- udah ah, capek"
Mendengar percakapan kecil tersebut, kakak dari Draco itu hanya tertawa. Membisikkan perlahan bahwa ia berniat mentraktir mereka sesuatu.
Disisi lain, kedua Potter yang tertinggal berdua masih dalam diam. Keduanya tengah mencoba mengumpulkan segala keberanian yang ada untuk memulai perbincangan.
"Kak Jess-"
"Harry-"
Untuk kesekian kalinya, mereka tertahan dan memilih diam untuk beberapa detik. Sebelum Potter tertua memulai kembali.
"Harry kamu- Permainan kamu tadi bagus banget, k-kamu hebat! Keren banget pokoknya!!"
"M-makasih kak.."
Canggung.
"Harry.."
"Ah- eh, iya kakak?"
Sang kakak perlahan tersenyum. Mendekatkan diri perlahan kepada si adik dan memposisikan dirinya duduk disamping Harry.
"Kamu.. udah besar ya? Dulu masih kecil banget.. haha"
harry perlahan menatap kakaknya lekat-lekat. Perasaan familiar yang selama ini dia rasakan setiap bertemu dengan Jesseline semakin menguat kali ini. Ia merasa seperti sudah lama mengenalnya. Sudah sering bersama dengannya.
Kejadian 14 tahun lalu yang memisahkan mereka sungguh disayangkan. Tapi sekarang mereka disini. Bertemu setelah hanya Tuhan yang tahu berapa lama mereka saling merindukan, yang rasanya jauh lebih lama dari 14 tahun itu sendiri.
Banyak guru-guru yang berkata bahwa Ia sangat mirip dengan mendiang ayahnya. Dan mereka juga berkata bahwa Jesseline adalah tiruan sempurna dari sang ibu. Mungkin yang berbeda hanya sifat mereka saja.
"Aku gatau apa yang udah kamu laluin. Kamu juga gatau apa yang udah aku laluin. Mungkin bakalan susah. Tapi ayo, ayo buka lembar baru untuk kehidupan kita berdua di Hogwarts ini. Pelan-pelan aja. Aku gak maksa kamu langsung terbuka ke aku karena aku juga ga bisa begitu"
Jesseline menatap balik Harry dan perlahan mengelus surai coklat legamnya. Jika Harry mencari Ibunda mereka pada Jesseline, begitu juga sebaliknya. Ayahnya tergambar jelas pada fisik Harry. Yang lain hanyalah mata mereka yang sama-sama berwarna hijau.
"Aku.. Aku juga mau kenal kakak lebih dalam lagi.."
Gumam Harry pelan. Mencoba mengecilkan suara sekecil mungkin namun telinga sang kakak masih bisa menangkap suaranya. Ia tak kuasa menahan senyum saat itu juga.
Tiba-tiba sorak-sorai kagum terdengar tak jauh dari tempat mereka berdua duduk. Tampak dari kejauhan, Fred, George, Hyun-Ki dan Hyun-Shik akan meluncurkan kembang api malam itu. Semuanya tak sabar menunggu api-api tersebut melukis sang langit malam.
Hitung mundur di teriakkan begitu korek api hanya berjarak 3 sentimeter dari ujung kembang api yang ada ditangan Hyun-Ki. Semuanya bergembira.
Malam itu seakan menghilangkan sebentar perbedaan asrama. Anak-anak lain tak peduli mereka dari asrama mana. Semuanya saling merangkul. Menghitung mundur percikan bunga api yang akan mewarnai langit malam bertemankan bulan sabit.
Di hitungan ketiga. Semua kembali berteriak ria. Menari-nari bahagia. Acara merayakan kemerdekaan mungkin terdengar biasa saja di sekolah lain. Namun disini, di Hogwarts, merupakan acara yang dinanti-nanti selain Event natal dan tahun baru, juga festival bumi.
Kedua Potter bersaudara itu saling mendekat. Menatap Harry sebentar, Jesseline mengisyaratkan dengan matanya, apakah dia ingin bergabung bersama mereka, Harry hanya mengangguk setuju. Malam ini, biarkan keluh-kesah menghilang sejenak. Singkirkan realita sebentar saja.
"Sehat selalu, negeriku"
Dan Mega-reward dimenangkan oleh Gryffindor karena kesalahan penjumlahan poin yang ternyata lebih unggul tiga angka dari Slytherin.
Sekian.
.
.
.
yah walaupun udah lebih seminggu dari tanggal HUT Tanah Air kita tercinta. Aku excited banget pas tiba-tiba ini ide terlintas di otakku. Semoga ga jelek-jelek amat ya. Dan ini tuh kek semacam sogokan supaya kalian mau nungguin beberapa hari lanjutan chapter kemaren awokawokawok
Kenapa Jordan Lee sama Everett manggil masing-masing dengan sebutan Jun dan Sen? Ya karena Junior sama Senior kalo di ilangin 'Ior'nya ya udah. Aku mau buat semacam panggilan gitu tapi ga tahu bagus apa nggak T~T
Oh betewe itu gambar aku ngambil di Pinterest gatau punya siapa. credit to the owner <3
Selamat Ulang Tahun Indonesia-ku yang ke 77. Semoga negeri kita bisa lebih maju, dan tidak lagi bikin malu dengan aib-aib di masa lalu.
Saya Asriel dan Raveno, salam sayang Indonesia.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro