#9
Dewa terus berpikir kata-kata Neira. Ia hanya ingat mata sedih Neira saat mengatakan tadi, apakah penjaganya yang mengatakan, karena ia yakin baik Neira dan dirinya akan sulit saling membaca diri masing-masing.
Sejak ia sadar mempunyai kemampuan lebih dari orang lain, baru kali ini ia mempunyai lawan seimbang, sama-sama tak bisa membaca siapa sebenarnya orang dihadapannya.
****
Dewa kaget saat memasuki apartemennya dia melihat Hamid yang sedang mengaji, mengapa jin itu kembali lagi padanya? Karena sejak ia berusaha menyembuhkan omnya yang diguna-gunai, Hamid sama sekali tak menampakkan dirinya lagi.
Dewa tahu alasan Hamid, dia tak suka jalan yang ditempuh Dewa. Hingga ia memutuskan kembali tinggal di kantor milik omnya. Tapi entah mengapa malam ini ia kembali.
***
"Aku tahu Mid kita berbeda pandangan, kau jin muslim yang taat, tapi apa aku harus diam saja saat anggota keluargaku di serang dan aku punya kemampuan menyembuhkannya?" Ujar Dewa saat Hamid mengatakan padanya bahwa caranya sama seperti ilmu hitam. Dewa baru saja berganti baju dan duduk tak jauh dari Hamid di ruang tamu.
"Terima kasih kau mengingatkan Mid, aku tak memaksamu menyukai caraku, tapi jika kau tak nyaman tidak apa-apa jika kau ingin kembali di kantor omku,"
Dan Hamid tak lagi dihadapannya setelah Dewa selesai mengucapkan kata-kata itu.
Dewa menghela napas, terkadang ia merasa jika bebannya sejak kecil terlalu berat, bukan karena Bapaknya meninggal dan ia harus menjadi tulang punggung keluarga, justru karena kemampuan anehnya ini yang sejak kecil menjadi tekanan baginya, melihat makhluk yang tak mampu dilihat oleh manusia normal, mampu membaca hal yang akan terjadi pada orang lain hanya dengan melihat wajahnya atau telapak tangannya.
Terkadang ia ingin hidup normal sama seperti orang lain tanpa kaget atau ke luar keringat dingin saat masa lalu dan masa yang akan datang terbaca di wajah orang lain.
Tiba-tiba ia mendapat bisikan Ki Sapto bahwa Neira sedang bersama laki-laki lain.
Aku tak peduli Ki, toh kami tidak mempunyai hubungan khusus
Tapi dia bersama laki-laki yang nantinya akan menjadi masalah dalam kehidupan kalian selanjutnya
Lalu, aku harus bagaimana, tak mungkin kan jika tiba-tiba aku muncul dan menyeret Neira?
Kau ternyata tak cerdas sebagai manusia, apakah tidak ada cara agar wanitamu segera menyuruh pulang laki-laki yang datang ke kontrakannya?
Dan Ki Sapto menghilang begitu saja. Dewa mendengus kesal. Ia bahkan tak tahu siapa laki-laki yang bersama Neira. Ia segera meraih ponselnya. Dan melirik jam, masih belum jam sembilan malam, tapi ia kawatir juga pada Neira jika malam-malam begini ada laki-laki yang mengunjungi Neira.
Secepat kilat Dewa segera berganti baju lagi, dan meraih kunci mobilnya. Bergerak cepat menuju basement.
***
"Kamu merasa nggak Ne jika manajer yang baru itu suka sama kamu?" Tanya Bagas sepulang dari makan nasi goreng warung tenda pinggir jalan yang tak jauh dari kontrakan Neira.
Neira menoleh pada Bagas dan keningnya berkerut.
"Perasaan tadi di warung Abang Muis gak ada penunggunya yang ngasi air liur ke nasi goreng kamu deh Gas, kok ngaco kamu ngomongnya, kamu menyimpulkan dari mana? Kami lebih sering bertengkar dari pada bermanis-manis muka," ujar Neira kembali melangkahkan kaki menuju tempat kontrakannya.
"Justru itu yang nggak biasa Ne, mana ada manajer yang gitu, biasanya juga mereka formal pada karyawan kan, kok Pak ganteng ini lain ke kamu, saat rapat pertama yang kapan hari, dia lebih sering ngelirik kamu," ujar Bagas.
"Alaaah kamu ngaco Gas..dari mana kamu bisa menyimpulkan jika..,"
Belum selesai Neira berbicara tiba-tiba langkah mereka terhenti saat datang seorang wanita yang tiba-tib berdiri di depan mereka.
Bagas tersenyum miring, melihat wanita di depannya menahan marah, sebenarnya ia telah tahu sejak awal meninggalkan apartemennya jika ia diikuti oleh mobil berwarna silver milik Vela.
Bahkan saat Bagas memarkir mobilnya di depan kontrakan Neira, ia juga melihat mobil itu menjaga jarak.
"Oh ini wanita yang kata kamu akan bisa mengalihkan cintamu padaku?" Ujar wanita di depan Neira dan Neira menatap wanita itu serta Bagas secara bergantian dengan wajah bingung.
"Buat apa kau mengikuti aku? Bukankah kalian akan segera menikah, kasihan anak kalian yang terlanjur ada di perutmu, wanita munafik, jika denganku kau selalu menolak berhubungan lebih meski kita telah melakukannya berkali-kali, dengan alasan takut hamil, namun dengan laki-laki itu sekali sentuh kau serahkan semuanya," ujar Bagas menahan marah.
"Bukankah kau yang membuatku begini, kau aneh, kau tak juga mengenalkan ku pada orang tuamu dengan alasan belum waktunya, apakah hubungan tiga tahun kita tak cukup untuk saling mengenal antara dua keluarga saat kita akan serius membina hubungan? Makanya aku serahkan segalanya pada laki-laki yang lebih memberi kepastian padaku."
Neira melihat kilatan air mata di mata waita di depannya. Ia tak tahu masalah Bagas, tapi ia tak suka jika dikait-kaitkan dengan masalah mereka.
"Oh jadi karena alasan itu kau menyerahkan kehormatanmu pada laki-laki sementara denganku kau hanya main aman? Jadi ya sudah silakan lanjukan hidupmu, mengapa kau masih saja mengejarku? Aku akan melanjutkan hidupku juga dengan wanita yang aku suka, yang tidak selalu merecoki hidupku dengan segera mengajak menikah, kita masih muda buat apa terlalu mengejar pernikahan, silakan kau hidup dengan laki-laki yang menghamilimu, laki-laki yang... ,"
"Cukup Gas cukuuup, kau pun sama dengan dia, kita berhubungan terlalu jauh hanya bedanya denganmu aku tidak sampai hamil," wanita itu berteriak histeris dan mulai menangis.
Disaat membingungkan seperti itu Neira merasa tangannya ditarik. Ia menoleh dan melihat Dewa yang menatapnya dengan tatapan tajam. Dan menoleh pada Bagas.
"Maaf, jika ada masalah selesaikan di tempat yang layak, ini pinggir jalan, dan satu hal lagi Pak Bagas, jangan libatkan Neira dengan masalah pribadi Bapak,"
Dewa menarik tangan Neira hingga Neira berjalan tergesa dan setengah berlari mengimbangi langkah panjang Dewa.
"Paaak saya belum selesai dengan Neira?" Teriak Bagas. Dan Dewa menghentikan langkahnya. Ia menoleh pada Bagas.
"Jangan pernah mendekati calon istri saya,"
Bagas terlihat kaget dan melihat wajah Neira yang juga terbelalak.
Dewa berbalik dan menarik tangan Neira lagi.
Neira masih belum menutup mulutnya yang terbuka lebar saat kembali berlari kecil mengikuti langkah Dewa.
***
"Pak, apa sih kok nyuruh saya duduk," Neira terlihat jengkel saat Dewa menarik bahunya dan mendudukkannya di kursi ruang tamu saat mereka telah sampai di kontrakan Neira. Dewa duduk di depan Neira setelah ia mendorong meja dan mereka duduk berhadapan.
"Kamu sudah dengar semua? Sudah tahu kan mengapa kau harus menjauhi Bagas? saat pertama aku sampai di sini aku sudah mengingatkanmu kan? Mengapa kau ke luar dengannya?" tanya Dewa sambil menatap lekat wajah Neira.
"Dia ngajak saya makan dan saya memang sedang lapar, ketulan juga saya belum masak, lalu apa saya salah?" Neira balik bertanya.
"Mengapa tak mengatakan padaku kalau kau lapar, kan aku baru saja dari sini? Apa memang sengaja menunggu Bagas?" Dewa terlihat semakin marah.
"Bukan urusan Bapak kan saya mau menunggu siapa? Bapak bukan apa-apan saya,"
Neira berdiri dan menuju pintu.
"Silakan Bapak pulang, saya tidak menyuruh Bapak menjaga saya,"
Dewa bangkit dengan wajah memerah, ia melangkah cepat menuju pintu. Saat di dekat pintu tangan Neira menahan lengan Dewa dan Neira kembali berucap.
"Saya mempunyai kemampuan sama dengan Bapak, jadi jangan kawatirkan saya, saya bisa menjaga diri, Bapak tak perlu...eeemmpppphhhh...,"
Neira kaget saat tiba-tiba Dewa menciumnya, beberapa detik kemudian dia baru menyadari saat Dewa meninggalkan kontrakannya dan melangkah lebar menuju mobilnya.
****
23 Januari 2020 (03.05)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro