Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 8

"Seharusnya Anda tidak perlu menyewa banyak orang untuk berada di kapal ini. Saya sudah membawa lima orang anak buah," protes Alsen.

Flora menaikkan dagu, menatap Alsen dengan angkuh. Tangannya berpegangan pada pagar pembatas dek kapal. "Memangnya kenapa? Bukankah kau mencemaskan bahaya yang mengincar kita? Semakin banyak bodyguard, akan semakin bagus."

"Tapi Anda tidak mengenal mereka, Nona Flo. Bagaimana jika salah satu di antara mereka adalah musuh kita?"

"Aku percaya pada James. Kau tidak perlu ikut campur. Dan saat ini aku juga tidak membutuhkanmu, sudah ada yang menjagaku." Flora menunjuk pria-pria bersetelan hitam yang berjaga hampir di setiap sudut kapal.

Kapal berkapasitas 35 orang itu berlayar di lautan tidak jauh dari kota Jakarta. Angin berembus cukup kencang. Beruntung, sore itu suasana cukup cerah. Flora menunggu momen sunset tiba. Seorang photographer sibuk mempersiapkan kamera untuk sesi pemotretan.

Alsen menghela napas kasar. Bagaimanapun juga, Alsen jauh lebih berpengalaman tentang hal ini. Flora terlalu gegabah mempercayai orang asing. Lain halnya dengan Alsen, meskipun pria-pria bersetelan hitam itu mengaku berada di pihak Flora, tetapi Alsen tetap mewaspadai setiap gerak gerik mereka.

Alsen bergerak ke sisi kanan dek, matanya berkeliling mengawasi lautan yang membiru. Sejauh ini tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Hanya saja, entah mengapa ia merasa tidak nyaman pada pria bertubuh tinggi besar yang sejak tadi berkali-kali mencuri pandang padanya.

"Apa aku sudah terlihat cantik?" tanya Flora pada James.

"Kau selalu terlihat cantik, Baby." James mengusap kedua pipi kekasihnya.

Alsen terganggu oleh pertanyaan Flora. Kenapa harus mempertanyakan sesuatu yang tidak perlu? Tanpa bertanya pun seharusnya Flora sudah tahu jika dirinya seorang gadis yang menarik. Menarik? Refleks matanya tertuju pada gadis itu.

Tubuh indahnya terbalut gaun warna putih tanpa lengan, sementara rambutnya digulung rapi ke atas, mempertontonkan pundaknya yang berkulit putih mulus. Assesories yang terbuat manik-manik melingkar di leher jenjangnya. Sementara pergelangan tangannya dihiasi oleh assesories senada.

Assesories sederhana, tetapi tidak mengurangi kadar kecantikan yang memancar dari wajah anggun Flora. Alsen tersenyum miring, lantas mengalihkan pandangannya pada kaki langit. Tidak seharusnya dia memandang Flora dan ... mengaguminya? Ah, tidak. Alsen sama sekali tidak tertarik pada gadis angkuh dan sombong seperti majikannya.

Beberapa saat kemudian, fenomena sunset di langit senja begitu mempesona. Langit membentuk gradasi warna yang begitu indah. Semburat kekuningan mengiringi matahari yang bersiap kembali ke peraduan.

Dengan memasang wajah ceria, Flora dan James berpose di depan kamera. Sang photographer sibuk memberikan arahan pada sepasang kekasih itu, lantas membidik mengabadikan kemesraan mereka. Pasangan yang sempurna.

Saat suasana mulai gelap, James dan Flora menyudahi pengambilan foto pre wedding mereka. Alsen bergegas menghampiri keduanya.

"Sudah selesai, Nona Flo? Kita pulang sekarang."

Flora tertawa lebar. "Kau mengaturku lagi? Astaga, aku bahkan belum bisa bersenang-senang menikmati keindahan alam terbuka ini."

"Nikmatilah suasana ini, Alsen." James membuka dasi di lehernya. "Aku sudah menyewa banyak bodyguard untuk melindungi kami. Kau bisa bersantai sekarang. Suruh saja koki untuk membuatkan makanan dan minuman."

Alsen mengambil mantel yang tersampir di kursi dan menyerahkannya pada Flora. "Pakaian Anda tidak cukup untuk melindungi diri dari angin yang bertiup kencang."

James merebut mantel dan melemparnya ke lantai. "Jangan sok perhatian. Flora bersamaku."

Alsen membalas James dengan tatapan permusuhan. Sebegitu possessive-nya James sehingga tidak ada orang lain yang boleh memberikan perhatian pada Flora? Padahal, Alsen bermaksud baik.

Akhirnya, Alsen undur diri. Kembali berkeliling mengecek kondisi kapal dan memastikan apakah ada bahaya yang mengintai mereka atau tidak. Setelahnya, ia berdiri di dek untuk mengawasi James dan Flora yang sedang menikmati olahan seafood.

Beberapa menit kemudian, kecurigaan Alsen tehadap pria bertubuh tinggi besar itu menjadi kenyataan. Beruntung, Alsen sudah bersiaga sejak tadi. Entah bagaimana mulanya, mereka sudah beradu kekuatan.

Melihat Alsen dikeroyok oleh delapan orang, anak buah Alsen turun tangan. Pertarungan sengit dua kubu tidak bisa dihindari lagi. Saling mengadu ilmu bela diri dengan tangan kosong. Dalam sekejap, tidak hanya orang-orang suruhan James yang terkapar di lantai. Anak buah Alsen pun tergeletak tidak berdaya. Hanya tersisa pria bertubuh tinggi besar yang belum mau menyerah, mengerahkan seluruh kekuatan untuk menjatuhkan Alsen.

Flora bergidik ngeri melihat pemandangan di hadapannya. Mendadak, ia menyesal karena menyetujui ide gila James. Ia tidak tega melihat orang-orang tidak bersalah itu menjadi korban.

Sedangkan James mengepalkan kedua tangan, tidak menduga Alsen memiliki ilmu bela diri sehebat itu. Sekarang semuanya gagal. Alsen menodongkan pistol ke kepala lawan terakhirnya.

"Tuan James yang menyuruh saya." Pria bertubuh tinggi itu mengangkat kedua tangan, menyerah.

Alsen menurunkan senjatanya, lantas memukul pria itu hingga roboh tidak berdaya. Flora memekik, menyembunyikan wajah di dada James. Akan tetapi, Alsen dengan cepat menarik tubuh Flora dan mencengkeram kerah kemeja James.

"Apa Anda mata-mata yang dikirimkan pembunuh itu?"

Tubuh James gemetar, cepat-cepat ia menggeleng. Namun, Alsen tidak semudah itu mempercayainya. Dengan sekali pukul di bagian tengkuk, James menyusul terkapar di lantai seperti anak buahnya.

Flora memekik, menarik Alsen dan menampar wajahnya. "Apa yang kau lakukan pada James?"

"Dia mata-mata pembunuh itu, Nona Flo. Dia berbahaya."

Flora bersimpuh di samping James, mengguncang tubuh pria itu sembari menangis. "James, bangun!"

"Nona Flo ...."

"James tidak berbahaya! Aku memang bersekongkol dengannya untuk melenyapkanmu! Aku membencimu, Alsen! Aku membencimu!"

"Tuan James hanya pingsan. Nanti dia akan terbangun." Usai mengucapkan kalimatnya, Alsen beranjak pergi. Memerintahkan awak kapal untuk membereskan kekacauan dan membantu orang-orang yang terluka.

Selang beberapa menit, ia kembali menghampiri Flora. "Nona Flo, kita dalam bahaya. Ada kapal yang mengikuti kita, di sana ada banyak pria-pria yang nampaknya mengincar keselamatan Nona."

Flora mengusap wajahnya, menatap Alsen cemas. "Lalu bagaimana sekarang?"

"Saya sudah berdiskusi dengan awak kapal. Karena kita tidak mungkin melawan mereka yang membawa tukang pukul sebanyak itu, kami memutuskan untuk mengalihkan perhatian mereka."

"Terserah apa pun keputusanmu."

"Kapal akan tetap melaju, sedangkan kita akan turun dan pergi ke pulau kecil di sana dengan menaiki sekoci." Alsen menunjuk pulau tidak jauh dari kapal mereka berlayar.

"Kau gila? Pulau tidak berpenghuni itu?"

"Kita tidak punya pilihan lain, Nona. Hanya ini satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Anda."

"Kenapa harus menghindar? Kenapa tidak melawan? Bukankah kau bodyguard yang tidak tertandingi?"

"Maaf, Nona. Akibat kerusuhan beberapa menit lalu, anak buah saya terluka dan tidak mungkin bisa lagi melawan mereka. Saya tidak berani mempertaruhkan nyawa Anda untuk orang sebanyak itu."

"Dan kau akan mempertaruhkan nyawaku untuk binatang buas di pulau itu?"

"Percayalah pada saya, Nona. Saya sudah mempertimbangkan semuanya."

Flora menoleh pada pulau kecil itu. Gelap gulita tanpa penerangan sedikit pun. Bagaimana jika ada binatang buas di sana? Harimau, singa, ular? Belum lagi, di mana mereka akan tidur? Alsen benar-benar gila!

"Kita tidak punya waktu banyak, Nona. Kapal musuh sudah semakin dekat. Besok pagi, anak buah saya akan datang menjemput kita."

"Bagaimana dengan James?"

"Awak kapal akan mengurusnya."

"Aku tidak bisa meninggalkan James!"

"Tuan James akan baik-baik saja. Sasaran mereka adalah Anda, bukan Tuan James."

"Tapi—"

"Waktu kita tidak banyak, Nona Flo."

Sekali lagi, Flora menoleh pada kegelapan di pulau sana. Seumur hidup, Flora belum pernah berada di pulau tidak berpenghuni pada malam hari. Hanya berdua dengan Alsen pula. Ya ampun, apa dia bisa mempercayai Alsen? Kenapa ia harus selalu terjebak dengan bodyguard-nya?

Ah, kalau saja ia tidak merencanakan kejahatan untuk menyingkirkan Alsen, mungkin semua tidak berakhir buruk seperti ini. Flora menyesal, dan sekarang ia tidak punya pilihan lain.

Flora, gadis manja yang terbiasa berpesta bersama teman-temannya, sekarang harus bermalam di pulau tidak berpenghuni, hanya berdua dengan bodyguard-nya. Dan itu akan menjadi hal paling gila dalam hidupnya. Atau ... Flora harap ini hanya sebuah mimpi buruk, dan esok pagi ia terbangun di atas ranjangnya sembari bergelung di bawah selimut tebal.

***

To be Continued
14-03-2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro