Part 3
Jam dinding antik di sudut ruang tamu berdentang tiga kali. Alsen melipat koran edisi terbaru, lantas meletakkannya di meja. Tatapannya beralih pada jam warna gold berukuran cukup besar. Bandulnya bergerak seirama dengan suara yang dihasilkan.
Keluarga Williams nampaknya sangat menyukai barang antik. Selain jam dinding mahal itu, ada beberapa guci antik dari berbagai negara, tersebar di seluruh ruangan. Ditambah lagi, lukisan-lukisan karya seniman ternama yang menghias dinding.
Beberapa saat setelah suara nyaring tidak terdengar lagi, bel pintu berbunyi. Seorang pelayan tergopoh-gopoh melintasi ruang tamu, akan tetapi Alsen memberikan isyarat agar wanita tua itu menjauh.
"Mulai hari ini, aku yang bertugas membuka pintu," ucap Alsen, setidaknya ia bisa mengambil kesimpulan apakah tamu itu berbahaya atau tidak.
Alsen mengawasi pria bertubuh tinggi tegap di hadapannya. Jika dilihat dari wajahnya, pria itu bukanlah asli pribumi. Rambut sedikit pirang, hidungnya mancung dan bermata biru. Kalau Alsen tidak salah tebak, pria ini berdarah setengah Eropa.
"Siapa Anda?" tanya Alsen.
"Aku? James!"
"Ada perlu apa Anda datang ke sini?"
James mendelik. Haruskah ia mendapat pertanyaan itu? Yang benar saja, sudah puluhan kali ia bertandang ke rumah ini, dan baru kali ini ia diperlakukan seperti orang asing. "Tentu saja untuk menjemput Flora."
"Maaf, untuk saat ini Nona Flo tidak bisa bertemu dengan pria asing."
"What? Are you crazy? Aku bukan orang asing, Flora kekasihku." James menaikkan nada suara. "Dan siapa kau? Berani sekali menginterogasiku layaknya seorang penjahat."
"Saya yang bertanggung jawab atas keselamatan Nona Flo."
James mendengus, menatap Alsen dari ujung kaki hingga ujung rambut. Bodyguard baru? "Aku tidak peduli siapa dirimu. Aku ingin bertemu Flora."
James melangkah masuk, akan tetapi Alsen menghalanginya. "Anda tidak bisa masuk tanpa seizin saya."
"Aku tidak ada urusan denganmu!"
James mendorong Alsen dengan kasar. Tubuh Alsen terhuyung. Detik selanjutnya, Alsen menarik kedua tangan James dan menguncinya di balik punggung. James mencoba memberontak, namun Alsen jelas bukan tandingannya.
"Apa yang kau lakukan pada James?" Flora berteriak dari ujung tangga. Beberapa saat lalu ia mendengar keributan di ruang tamu. Ia bergegas berlari meninggalkan kamar, dan benar saja. James terlihat tidak berdaya oleh Alsen.
Flora semakin emosi saat dengan sekali gerakan Alsen mendorong tubuh James keluar rumah dan mengunci pintunya.
"Apa-apaan ini?" Flora menghampiri bodyguard barunya.
Alsen tidak menjawab, pria itu mencabut anak kunci dan memasukkannya ke saku celana. Flora semakin meradang.
"Bagaimana mungkin Romeo memperkerjakan pria gila sepertimu? Kau tidak bisa bertindak semaumu seperti ini! Buka pintunya!"
Alsen menatap Flora tajam. "Saat ini Anda harus waspada pada setiap orang yang berada di dekat Anda, termasuk pada kekasih Anda."
"Ya! Dan aku juga harus waspada denganmu! Kau orang asing! Sementara aku mengenal James lebih dari setahun! Kau tahu apa tentang dia, huh?"
"Anda memang mengenalnya, tapi Anda tidak pernah tahu apa motif dia mengenal Anda."
"Jangan sok tahu! Kau bukan siapa-siapa di rumah ini!"
"Tuan Romeo membayar mahal saya untuk melindungi nyawa adiknya."
"Tapi kau bukan melindungiku! Kau menyiksaku!"
Alsen tidak mengacuhkan teriakan Flora. Pria itu meninggalkan majikannya lantas masuk ke ruangan pribadi.
***
Flora duduk dengan gelisah di meja makan. Ia mengetuk-ngetukkan jari di meja, sesekali memainkan ujung rambut. Saat seorang pelayan menghampirinya, ia menghela napas lega.
"Kau sudah memberikan teh itu untuknya?" tanya Flora.
"Sudah, Nona."
"Bagus," Flora tersenyum miring. Jangan sebut dia gadis pintar jika tidak bisa mengelabui bodyguard menyebalkan itu. Flora hanya perlu menunggu beberapa menit, dan ia bebas melakukan apa pun yang ia mau.
Alsen pasti tidak akan tahu jika minuman yang dibawa oleh pelayan, sebelumnya sudah dicampur dengan obat bius. Ide brillian, Flora tidak perlu memakai tenaga untuk melawan Alsen.
Lima belas menit kemudian, Flora menghampiri ruangan pribadi Alsen. Mengendap-endap dan mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka. Pria itu pasti sudah tergeletak tidak berdaya. Membayangkan itu, Flora tersenyum senang.
Saking semangatnya, ia justru terhuyung dan pintu terdorong hingga terbuka lebar. Flora mencengkeram handle pintu kuat-kuat, merasa kikuk. Sial! Ia ketahuan mengintip! Pasalnya, Alsen tidak sedang tidur seperti dalam bayangannya. Sekarang, Flora harus menanggung malu.
Alsen sedikit menurunkan kacamata hitamnya, sehingga ia bisa dengan jelas menatap Flora. Sebelah tangannya memegang cangkir putih berisi kopi. Bagaimana bisa berubah menjadi kopi? Bukankah Flora membuatkan teh?
Alsen berdeham. "Saya tidak menyukai teh. Gunakan kopi dengan sedikit krimmer jika ingin menjebak saya."
Mata Flora terbelalak lebar. Ternyata untuk mengelabui Alsen tidaklah mudah. Pria itu memiliki tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi. Sekarang bagaimana? Rencananya untuk kabur bersama James gagal.
"Aku benar-benar ingin melenyapkanmu dari muka bumi ini," dengus Flora.
Lagi-lagi Alsen tidak menanggapi. Meminum kopi dari cangkir, lantas mengusap bibir dengan ibu jarinya. Sangat menyebalkan!
Apa Romeo tidak bisa mencari bodyguard yang menyenangkan? Yang mudah diajak berkomunikasi dan selalu menampakkan wajah ramah. Bukan seperti Alsen, sedikit bicara dan tidak pernah tersenyum. Dingin seperti es, dan kaku layaknya robot.
Alsen meletakkan cangkir di meja dan beranjak dari sofa saat bel pintu berbunyi. Flora membuntutinya, berharap bisa mendapatkan kesempatan untuk kabur. Yah, meski untuk kali ini Flora sudah kehabisan ide.
"Ada kurir yang mengantar buket bunga untuk Nona Flora." Security menunjukkan sebuah buket berisi rangkaian mawar hitam.
Flora merangsek maju, ingin mengambil buket bunga dari tangan security. Namun, Alsen terlebih dulu mencekal pergelangan tangan kanannya.
Mata tajam Alsen menatap security. "Bakar bunga itu."
"Siap, Tuan Alsen!" Security berlalu, disusul jeritan histeris Flora.
"Kau! Lagi-lagi mencampuri urusanku!" Flora menepis cekalan tangan Alsen. Emosinya sudah memuncak. Sungguh, ingin rasanya ia membunuh pria di hadapannya saat ini juga.
"Saya hanya ingin melindungi Anda."
"Melindungi apa? Kau terlalu mencampuri urusan pribadiku! Pertama, kau melarang kekasihku datang. Lalu sekarang, kau membuang bunga yang jelas-jelas dikirimkan untukku! Bagaimana jika James yang mengirimnya?"
Alsen tidak mengacuhkan teriakan Flora. Lengan kokohnya terulur untuk mengunci pintu dan kembali memasukkan anak kunci ke saku celana.
Emosi Flora semakin terpancing. Tanpa pikir panjang, ia merampas pistol dari pinggang Alsen. Gadis itu mengarahkan pistol ke punggung Alsen dan bersiap menarik pelatuknya. Namun, Alsen adalah seseorang yang sudah terlatih bergerak dalam situasi genting. Flora tidak ada apa-apanya di mata Alsen.
Hanya dalam hitungan detik, senjata api telah berpindah tangan. Moncong pistol berada tepat di kepala Flora. Gadis itu memejamkan mata, gemetar. Untuk kedua kalinya Alsen menodongkan pistol ke arahnya.
"Dalam situasi seperti saat ini, seharusnya Nona bisa menyimpulkan apa arti mawar hitam. Dendam, kebencian, dan ... kematian," desis Alsen.
Perlahan, Alsen menurunkan senjatanya. Flora memberanikan diri membuka mata. Gadis itu kehilangan kata-kata. Ucapan Alsen sangat ... mengerikan.
"Seharusnya Nona bersyukur karena Tuan Romeo rela mengeluarkan uang banyak demi keselamatan adiknya. Anda hanya memiliki dua pilihan, berlindung di balik punggung saya ... atau berjalan sendiri dan mati sia-sia."
Flora menelan salivanya. Apa Alsen hanya bisa berbicara panjang lebar saat mengucapkan kalimat mengerikan dan membuat Flora tidak berkutik?
"Saya akan berusaha mencari tahu siapa pengirim mawar hitam itu," ucap Alsen lagi, sesaat sebelum melangkah pergi.
Sepeninggal Alsen, Flora mengacak rambutnya kesal. Apa Alsen pikir Flora akan terkesan dengan kalimat terakhirnya? Sama sekali tidak! Menurut Flora, Alsen terlalu berlebihan. Mungkin saja kiriman buket bunga itu dari seorang penggemar rahasia Flora.
Tapi ... bagaimana jika yang dikatakan Alsen benar? Pengirim bunga mawar hitam itu orang yang sama dengan dalang di balik kecelakaan Mama dan Papa? Dendam, kebencian, dan ... kematian.
Berpikir positif, Flo! Jangan dengarkan Alsen. Bodyguard menyebalkan itu hanya ingin mendapatkan bayaran tinggi, sehingga memanfaatkan kesempatan yang ada. Dan Flora sama sekali tidak ingin mempercayainya!
***
To be Continued
15-02-2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro