Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 11

Flora menatap ke langit malam. Awan mulai berarak dan bermain-main di sekitar rembulan, menghalangi sinarnya sampai ke bumi. Flora harap malam ini tidak akan turun hujan. Setelah seluruh badannya terasa pegal-pegal karena berjalan kaki terlampau jauh, Flora tidak ingin basah kuyup oleh guyuran air dari langit.


"Aku haus!" seru Flora.

Alsen membuka ransel, mengambil sebuah botol air mineral. Sebelum diberikan pada Flora, Alsen terlebih dulu membuka segelnya.

"Persediaan air kita terbatas."

"Kalau begitu, aku saja yang minum. Kau tidak usah." Flora menerima botol dari tangan Alsen dengan kasar. Cairan jernih itu membasahi kerongkongannya, menghilangkan rasa dahaga. "Seharusnya saat ini aku sedang tertidur pulas di ranjangku, bukan malah berkeliaran di hutan seperti sekarang. Astaga, sepulang dari sini aku harus datang ke tempat spa."

"Bukan saat yang tepat untuk memikirkan perawatan, Nona Flo."

Flora memicingkan mata. "Yang benar saja? Sebentar lagi aku akan menikah dengan James. Aku tidak ingin mengecewakannya. Aku harus menjadi wanita tercantik di mata James."

"Kecantikan yang sesungguhnya tidaklah dilihat dari fisik, melainkan dari hati."

"Menyindirku?" Flora melemparkan botol pada Alsen, pria itu dengan sigap menangkapnya. Sejak kapan pria dingin itu berubah menjadi sok bijak?

Berulang kali, Alsen berdiri di atas batu besar, lantas dengan lincah memanjat pohon. Memeriksa situasi di sekitar mereka, memastikan jika tidak ada penjahat yang mendekat. Gerakan sekecil apa pun, tidak luput dari pengawasannya. Sepertinya Alsen memiliki pendengaran dan penglihatan yang tajam. Instingnya pun sudah terlatih dengan baik.

Flora bersandar di pohon sembari meluruskan kakinya. Tersenyum meremehkan melihat Alsen yang baru saja melompat turun dari atas pohon. "Tidak ada orang selain kita, bukan? Jika sampai besok tidak terjadi apa-apa, aku akan meminta Romeo memecatmu. Kau sudah membahayakanku dengan membawaku masuk ke hutan ini. Aku—"

"Nona Flo, akan lebih baik jika Anda berhenti bicara."

"Entah kenapa aku harus mempercayaimu dan mengikutimu ke tempat ini. Akan lebih baik jika aku tetap di kapal mengurus James. Ah, apa dia sudah siuman?"

"Saya rasa semut dan burung-burung di hutan ini sedang menutup telinga karena bosan mendengar suara Anda."

"Dan aku rasa serangga-serangga di hutan ini sedang mengutukmu karena kau berani membantah kata-kata nonamu."

"Tidurlah, Nona Flo. Anda perlu menyiapkan energi untuk pertempuran besok pagi."

"Ya, lain kali siapkan ranjang sebelum mengajakku ke dalam hutan," gerutu Flora.

"Lain kali akan saya siapkan ranjang, walk in closet, bathub, lemari es, mesin cuci, kitchen set. Dan kita bisa tinggal dengan nyaman di dalam hutan."

"Wow ... kedengarannya menarik sekali! Aku terkesan dengan rencanamu itu!" Flora bertepuk tangan dan terkekeh, kesal oleh Alsen yang tidak berhenti membantahnya. "Dan kita akan hidup bahagia dengan anak-anak kita yang menggemaskan! Kau ingin anak berapa? Satu? Dua? Lima?"

"Sebelas," sahut Alsen asal. Membuka tutup botol dan menenggaknya hingga tandas. Disimpannya botol kosong itu di dalam ransel. Selain karena membuang sampah sembarangan bisa merusak keindahan alam, Alsen juga tidak ingin meninggalkan jejak yang bisa ditelusuri oleh musuh.

"Kau ingin menjadikan mereka tim sepak bola?"

"Tidak. Lebih tepatnya menjadikan mereka bodyguard untuk ibunya yang ingin selalu diperlakukan seperti ratu."

"Good idea! Jadi, mungkin kita harus cepat-cepat memulai program sebelas anak itu ...," Flora menyilangkan kedua lengan di depan dada, menahan rasa dingin yang terasa menusuk tulang. "di dalam mimpi!" lanjutnya.

Flora menoleh pada Alsen, menaikkan dagu, kembali menunjukkan keangkuhan. Lantas, gadis itu memejamkan mata. Ia bosan berdebat dengan bodyguard-nya. Meski untuk tidur dengan posisi duduk bersandar seperti ini tidaklah mudah. Terlebih suara nyanyian serangga malam itu sangat mengganggu.

Namun, Flora tidak punya pilihan lain. Ia yang terbiasa terlelap di peraduannya, kini harus survive di tempat seperti ini. Astaga, membayangkannya saja tidak pernah! Mungkin, malam ini adalah malam terburuk dalam hidupnya. Flora harap, situasi ini tidak akan pernah terulang lagi. Dan semua ini gara-gara Alsen! Yah, meski sebenarnya ini berawal dari ide gila James. Baiklah, sekarang bukan saat yang tepat untuk saling menyalahkan.

***

Flora mengerjap, seseorang mengganggu tidurnya. Ah, seluruh badannya terasa pegal-pegal. Yang pertama kali ia lihat saat membuka mata adalah ... wajah tampan dengan mata tajam. Katakan, apa ia terbangun di surga?

"Nona Flo, mereka datang," ucap pria itu.

Flora tergagap, menengok kanan dan kiri. "Mereka? Mereka siapa?"

"Pembunuh yang mengincar nyawa Anda."

"Hah? Siapa yang membunuhku?"

"Tenangkan diri Anda, Nona. Anda belum sepenuhnya tersadar."

Flora menarik napas panjang. Tangannya mengusap wajah yang tampias oleh air hujan. Nampaknya, gerimis mulai turun sejak tadi. Gadis itu mencoba mengumpulkan kesadarannya. Ah ya, ia tengah bermalam di hutan bersama bodyguard-nya untuk menghindari ... pembunuh itu!

"Kau serius?" Wajah Flora berubah pucat, ia harap Alsen hanya mengerjainya.

"Ya."

Flora mengedarkan pandangan. Suasana terang, meski gerimis mulai turun membasahi bumi. Pagi yang buruk bagi Flora. Apa yang harus ia lakukan sekarang.

Melihat kebimbangan di wajah Flora, Alsen mengulurkan tangan. "Kita pergi dari sini, Nona Flo."

"Pergi ke mana? Apa anak buahmu sudah menjemput kita?"

Alsen menggeleng. "Kita bersembunyi sampai bantuan datang."

"Bersembunyi di mana?"

"Jangan terlalu banyak membantah. Ikuti saya sebelum mereka tiba di sini."

Alsen sudah bersiap dengan ranselnya. Ia bergegas menarik tangan Flora dan mengajaknya berlari. Flora yang masih merasakan kantuk, terseok-seok mengikuti Alsen. Jas hitam yang ia sampirkan di pundak, tersangkut ranting pohon dan tertinggal.

Saking paniknya, Flora tidak sempat berpikir untuk mengambilnya. Kalau saja ia tahu, benda itu justru akan membuat para penjahat itu yakin jika Flora berada di hutan.

Semakin jauh mereka berlari, napas Flora semakin terengah-engah. Gadis itu heran melihat Alsen yang sampai detik ini terlihat baik-baik saja. Apa pria itu tidak pernah kehabisan tenaga?

"Alsen ... stop! Aku ... tidak kuat ... lagi ...."

Alsen menghentikan langkahnya. Pria itu melihat dada Flora naik turun seiring napasnya yang tersengal. "Di mana jasnya?"

"Tersangkut ... dan tertinggal ... di belakang ...." Flora mengusap wajah basahnya. Hujan turun semakin deras. "Bisakah kita ... berteduh dulu?"

Sebenarnya Alsen tidak ingin terlalu lama membuang waktu. Akan tetapi, ia tidak tega melihat wajah pias Flora, serta tubuhnya yang sudah hampir basah kuyup. Akhirnya pria itu mengangguk. Tidak ada tempat yang bisa dijadikan untuk berteduh. Tak masalah, setidaknya Flora bisa melepas rasa lelahnya.

Flora menggigit bibir bawahnya. Pernahkah kalian membayangkan, saat baru saja terbangun dari tidur, lalu seseorang mengatakan bahwa para pembunuh datang untuk menghabisi kalian? Dan kalian harus berlari di bawah hujan untuk menghindari mereka, sampai kalian hampir kehabisan tenaga. Ah, jangan dibayangkan, itu sangat mengerikan.

"Berjanjilah, kau tidak akan membiarkan mereka membunuhku," lirih Flora.

Tidak ada jawaban. Hanya terdengar gemuruh hujan deras yang terus mengguyur tubuh keduanya. Jemari gadis itu terulur, lantas mencengkeram kemeja Alsen kuat-kuat. Sorot ketakutan itu semakin terlihat nyata di mata cokelatnya. Tolong, ia masih ingin hidup!

"Trust me," ucap Alsen singkat. Perlahan, ia menyentuh kedua pundak nonanya.

Flora tersentak, sentuhan jemari kokoh itu mengalirkan sesuatu yang berbeda di dalam darahnya. Sesuatu yang tidak bisa ia definisikan dengan kata-kata.

Dalam hitungan detik, mata Flora terkunci oleh tatapan Alsen. Seketika tubuhnya gemetar. Bukan karena ia tahu bahwa pembunuh yang mengincar nyawanya sedang berkeliaran di sekitar mereka, melainkan karena mata setajam elang itu telah berhasil meluruhkan seluruh sendi-sendi tubuhnya.

***

To be Continued
22-03-2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro