Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 1

"Stop, James!" Flora mendorong tubuh pria yang tengah mendekapnya. Napas keduanya terengah-engah.


Pria bernama James itu menampakkan sorot mata kecewa. "Come on! Kita sudah menjalin hubungan selama satu tahun tapi kenapa kau masih saja tidak mau melakukannya denganku?"

Flora mencoba menetralkan napas sembari merapikan rambutnya yang berantakan. Lagi-lagi, mereka hampir melampaui batas. Beruntung, sisa-sisa kewarasan Flora membuat gadis itu segera sadar dari ciuman kekasihnya yang memabukkan.

"Berapa kali harus kubilang, tolong bersabar sampai kita menikah.

James berdecak. "Kita sama-sama sudah dewasa, Flo."

"Ini bukan masalah masih kecil atau sudah dewasa, tapi ini mengenai sebuah prinsip. Ayolah, kita buat malam pengantin kita nanti menjadi sesuatu yang special."

"Kau sangat menyiksaku, Flo!"

James hampir saja mencium Flora lagi, jika saja ponsel gadis itu tidak berdering. Flora menaikkan kedua alis, lantas bergerak ke meja di sudut ruangan. Tangannya mengacak isi tas dan mengambil benda pipih berlogo apel. Nama Romeo terpampang di sana.

"Ya, Romeo? Please, ini baru jam 9 malam dan kau menyuruhku pulang? Aku bukan anak kecil lagi!" protes Flora keberatan.

Namun, seketika wajahnya berubah pias saat Romeo membuka suara. Papa dan Mama kecelakaan, kondisinya sangat parah dan sekarang dirawat di ruang ICU.

Tubuh Flora gemetar. Ini tidak mungkin! Dua jam yang lalu bahkan Papa menelepon Flora agar tidak pulang larut malam. Lalu sekarang apa?

"Are you okay, Baby?" James menyentuh pundak kekasihnya.

"Mama dan Papa kecelakaan."

"Astaga, semoga mereka baik-baik saja."

"Kondisinya kritis. Aku takut, James!" Flora menangkup wajah.

Kecemasan Flora bukanlah tanpa alasan. Satu bulan yang lalu, kakak tertuanya juga mengalami hal yang sama, bahkan lebih parah. Mobil yang dikendarai masuk ke dasar jurang dan terbakar. Jasadnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan.

Dan jika sekarang Mama dan Papa mengalami hal yang sama, bagaimana jika nasib mereka sama tragisnya dengan nasib kakak tertua Flora. Ah, Flora takut kehilangan kedua orang tuanya.

"Antarkan aku ke rumah sakit sekarang!" Flora bergegas memakai sweater dan mengusap air mata.

***

Aroma tanah basah dan aroma bunga berbaur menjadi satu. Langit mendung, dan rintik hujan enggan berhenti membasahi bumi, mengiringi duka di pagi hari.

Sudah hampir tiga puluh menit Flora bersimpuh di samping makam kedua orang tuanya. Ia tidak percaya jika Papa dan Mama akan pergi secepat ini. Ya, setelah sebulan yang lalu Flora harus kehilangan kakak tertuanya, kini duka kembali menyelimuti keluarganya.

"Kita pulang, Flo. Biarkan Mama dan Papa tenang di alamnya." Romeo menyentuh bahu Flora, sementara tangan kanannya memegang sebuah payung hitam.

Gadis itu hanya menggeleng lemah. Matanya sembab, hidungnya memerah. Sejak semalam, ia tidak berhenti menangis.

Selama ini, ia begitu dekat dengan kedua orang tuanya. Sebagai satu-satunya anak perempuan di keluarga mereka, Flora menjadi putri kesayangan Papa dan Mama. Mereka sangat memanjakan Flora, selalu menuruti apa pun keinginan putrinya.

Sekarang, Mama dan Papa sudah pergi. Flora ragu, apakah ia bisa menjalani hari-hari tanpa mereka? Ia memang memiliki Romeo, akan tetapi pria itu jelas tidak bisa menggantikan posisi Mama dan Papa dalam kehidupan Flora.

"Jangan cemas, Flo." James menimpali. "Masih ada aku di sampingmu."

Flora menyusut sisa-sisa cairan bening di matanya. Menghela napas kasar, lantas mendongak menatap James. Pria itu tersenyum dan mengangguk, meyakinkan Flora.

Kalau bukan karena hujan yang semakin menderas, Flora enggan meninggalkan makam Mama dan Papa. Meski Romeo memayunginya, akan tetapi angin kencang membuat air hujan membasahi kain hitam yang tersampir di pundak gadis itu.

Perlahan James menyentuh lengan Flora, mengajaknya beranjak dari sana. Flora tak kuasa menolak lagi. Untuk terakhir kali, ditatapnya dua gundukan tanah merah bertabur bunga. Ah, kedua kaki Flora terasa berat untuk melangkah.

"Besok kita bisa ke sini lagi. Sekarang hujan turun terlalu lebat, aku tidak ingin kau sakit. Kau harus istirahat, sejak semalam kau belum tidur."

Flora mengalah, ia membenarkan ucapan Romeo. Meski di rumah nanti, ia tidak yakin bisa tertidur pulas. Ia belum sepenuhnya menerima kepergian Mama dan Papa. Entahlah, Flora tidak mengerti. Terlebih saat Romeo mengatakan jika kecelakaan Mama dan Papa sangat janggal.

Romeo yakin jika seseorang telah menyabotase mobil yang dinaiki mereka, sama halnya dengan kecelakaan yang menimpa kakak tertua mereka. Hanya saja, Romeo tidak tahu siapa pelakunya.

Masa bodo, Flora tidak peduli. Yang ada dalam pikirannya hanya satu, ia tidak rela kehilangan kedua orang tuanya.

***

Romeo menyilangkan kedua lengan di depan dada. Matanya awas mengawasi seorang pria yang sedang sibuk melayangkan tinju pada sebuah samsak. Tubuh berkulit kecokelatan itu basah oleh keringat.

Tanpa mengenal lelah, pria itu terus melayangkan tinju, seolah tenaganya tidak pernah ada habisnya. Merasa diawasi, ia pun menghentikan aktivitasnya. Menoleh pada Romeo dengan tatapan tajam.

"Kau yang bernama Alsen?" tanya Romeo.

"Ya," sahut Alsen singkat. Ia mengelap wajah dan lehernya dengan sehelai handuk kecil.

"Seseorang merekomendasikanmu padaku. Katanya, kau bisa diandalkan. Kau selalu melaksanakan tugas dengan baik dan tidak pernah gagal."

Alsen memicingkan mata, mengawasi Romeo dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Lalu?"

"Aku membutuhkanmu."

"Untuk?"

"Menjaga adikku. Kedua orang tua dan kakak kami meninggal, kemungkinan terbesar karena seseorang telah merencanakan untuk membunuh mereka. Sekarang hanya tersisa aku dan adikku. Aku curiga jika seseorang itu juga tengah mengincar nyawa kami."

Alsen menyugar rambut, lantas menghela napas kasar. Lagi-lagi menatap Romeo tanpa ekspresi. "Bayarannya?"

Romeo menyebutkan sejumlah nominal yang cukup besar, akan tetapi Alsen hanya menaikkan kedua alis seraya kembali menghampiri samsak tinju. "Anda bisa cari orang lain."

Romeo hampir berteriak frustrasi. Benar apa kata orang, selain sedikit bicara, pria bernama Alsen memang selalu meminta bayaran tinggi untuk setiap tugasnya. Mungkin itu sebanding dengan kemampuan yang dimiliki.

Lihatlah bagaimana cara Alsen menyerang samsak dengan tinju serta tendangan kakinya. Romeo yakin Alsen adalah orang yang tepat untuk melindungi Flora. Terlebih lagi, sikap dingin Alsen yang nampaknya akan bekerja secara professional, tidak akan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

Romeo tidak ingin Flora jatuh pada orang yang salah. Semua orang mengakui kecantikan Flora, tubuhnya proporsional layaknya model papan atas. Wajahnya pun akan membuat pria mana pun takluk dibuatnya. Dan yang paling penting, Romeo tahu benar bahwa Flora belum pernah tersentuh lelaki.

Usai berlatih dengan samsak, Alsen mengambil sebuah pedang dan dengan lincah memainkannya. Benda tajam itu melayang di udara, bergerak seiring tubuh Alsen yang meliuk memperlihatkan kebolehannya dalam hal ilmu bela diri.

Romeo semakin terkesima, dan ia tidak punya pilihan lain. Nyawa adiknya jauh lebih penting dari harta sebanyak apa pun. Tanpa berpikir panjang lagi, ia merogoh cek dari saku jasnya. Membubuhkan tanda tangan di sana.

"Kau boleh mengisi nominal berapa pun yang kau inginkan, asalkan kau bersedia menjaga adikku." Romeo meletakkan cek di atas meja.

Alsen menghentikan gerakannya, lalu menatap Romeo tajam. "Tinggalkan kartu nama Anda."

Hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Alsen. Pria itu kembali mengayunkan pedang, kali ini tepat mengenai sebuah apel yang berada di atas meja. Apel itu terbelah menjadi dua, tepat di bagian tengahnya.

Romeo hampir ternganga dibuatnya. Ia semakin yakin jika Alsen pasti bisa menjaga Flora. Romeo mendesah lega, mengambil kartu nama dan meletakkannya di samping cek.

"Kau bisa mulai bekerja besok. Terima kasih, Alsen. Aku mempercayakan adikku padamu."

Alsen tidak menjawab, sibuk dengan senjata barunya. Sebuah pistol. Dengan gerakan cepat, Alsen menembak botol-botol yang terjajar di meja, dan semuanya pecah tertembus peluru. Baiklah, Alsen memang memiliki kemampuan di atas rata-rata, Romeo harus mengakui itu.

***

To be Continued
10-02-2020

Thanks buat vote & coment-nya. Yang belum follow aku, jangan lupa follow dulu biar nggak ketinggalan info-info tentang ceritaku yang lain

Fie_inaranti

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro