Chapter 10 - 💋 Pertemuan 💋
Mendengar pintu yang diketuk, Rossa lantas bangkit dari tidurnya dengan kedua mata yang lelah. Meliukkan tubuh sebentar lalu mengayunkan kaki turun dari ranjang.
Setelah membuka pintu dan mendapati pribadi yang berada di depannya bukan Netty, Rossa sontak menutupi belahan dadanya yang sedikit menyembul. Ia baru sadar jika mengenakan lingerie bahan satin dengan potongan dada turun ke bawah.
Tiga orang pria dengan jaket kulit dan kemeja berdiri di depan Rossa sambil tersenyum tipis. Satu diantaranya sedikit gemuk dengan sorot mata tidak suka kepada Rossa.
"Selamat malam, Mbak Rossa," ujar seorang pria dengan jaket kulit warna hitam tersenyum samar. Netranya bergerak nakal mengamati bagian tubuh Rossa yang terkekspos.
"Se-sebentar, saya ambil baju dulu Pak," ujar Rossa. Ia akan bergerak menutup pintu tetapi pria berjaket kulit hitam itu menahannya dengan salah satu kaki.
"Tidak perlu, biarkan ini terbuka saja," ucapnya dengan nada keras.
Rossa mengangguk lantas berjalan ke ranjang. Ketika melangkah ia sesekali menurunkan bagian bawah lingerie yang kelewat pendek. Ia takut jika celana dalamnya terlihat ketika berjalan. Lalu tiga orang tersebut berjalan masuk dan mengamati Rossa.
"A-ada apa ya Pak?" tanya Rossa setelah membungkus tubuh dengan kimono lingerie warna senada.
"Kami dari kepolisian, ditugaskan untuk menangkap Mbak Rossa," terang pria berkulit sawo matang itu sambil menunjukkan identitas diri dan secarik kertas.
Rossa terdiam sesaat. Apa yang sudah dilakukan sampai harus ditangkap oleh polisi? Netra Rossa melihat ke sekeliling kamar dan mencari keberadaan Netty. Tetapi ia tidak mendapatinya.
"Ta-tapi kenapa saya ditangkap, Pak? Apa salah saya?" tanya Rossa dengan nada bergetar. Ia mencubit tangannya beberapa kali dan memastikan jika ini mimpi. Mungkin saja ia masih hanyut dalam tidur dan mengalami mimpi yang terasa konyol ini. Namun, beberapa kali mencubit diri sendiri, sakitnya terasa dan meninggalkan jejak warna kemerahan.
Meskipun bingung, Rossa tetap mengikuti perintah petugas kepolisian tersebut karena memang tidak merasa melakukan satu kesalahan.
Sementara itu, para pencari warta langsung berbondong-bondong menuju ke kantor agensi yang menaungi Rossa. Merasa ini adalah berita yang renyah dan cocok untuk disajikan ke publik, mereka tidak ingin ketinggalan momen.
"Kami belum bisa berbicara banyak. Karena memang belum mengetahui kronologinya secara langsung," terang Yasinta sebagai juru bicara agensi Rossa.
Setelah diam dan memberikan waktu kepada pencari warta lain untuk bertanya, Yasinta kembali menjawab. "Memang setahu saya agenda Rossa dua hari yang lalu pergi ke Bali untuk pemotretan dan fashion show. Sore ini kembali. Tetapi saya tidak tahu kalau ada agenda lain setelah itu. Untuk lebih jelasnya nanti saya ketemu dulu sama Rossa di Mabes dan menanyakan kronologinya."
"Apa tidak ada konfirmasi dari manajernya, Bu?" Suara seorang wartawan tampak nyaring terdengar.
"Untuk saat ini kami sedang berusaha menghubungi manajer Rossa tapi masih belum bisa. Jadi saya belum bisa bicara banyak. Terima kasih ya," tutup Yasinta seraya menangkupkan kedua tangannya.
***
Kilatan lampu flash membuat Rossa terpaksa menundukkan kepala ketika keluar dari mobil dan berjalan ke dalam kantor polisi. Pertanyaan yang terlontar dari pencari warta saling bersahutan menyambut kedatangan Rossa.
"Rossa bisa kasih sedikit penjelasan."
"Rossa bisa lihat ke kamera sebentar?"
"Rossa gimana perasaanmu sekarang?"
"Rossa apa yang sudah terjadi?"
"Rossa apa benar termasuk jaringan prostitusi online?"
Kepala Rossa semakin tertunduk ketika mendengar puluhan pertanyaan yang ditujukan untuknya.
Ia sama sekali tidak mengerti hukum. Tetapi akan mengikuti setiap prosedur yang ada. Ia akan menjawab dengan sejujurnya. Bahwa memang Rossa sama sekali tidak tahu menahu tentang jaringan prostitusi yang ditangkap dalam waktu yang sama. Rossa merasa berada di dalam waktu dan tempat yang salah. Dan yang lebih parah, Netty sedari tadi sama sekali tidak terlihat batang hidungnya.
Rossa lantas memasuki sebuah ruangan dengan satu meja dan dua kursi berhadapan. Terlihat menegangkan. Ada kaca besar yang terbentang di sisi kanan ruangan. Mungkin nanti akan ada orang lain yang merekam pembicaraannya dengan penyidik.
Rossa duduk di kursi tersebut seraya meneguk saliva kasar. Ini pertama kalinya Rossa harus berhadapan dengan polisi. Apalagi ia harus berurusan dengan prostitusi, dunia yang selalu dihindari oleh Rossa.
"Selamat sore Mbak Diajeng Rosalinda," sapa seorang petugas dengan kemeja warna putih dan identitas diri yang mengalung di leher. "Mau minum sesuatu? Biar nggak grogi."
Pria dengan tubuh berisi itu tersenyum ramah dengan kedua sudut yang tertarik ke atas. Hal tersebut justru membuat Rossa tambah bergidik ngeri.
"Ti-tidak, Pak. Terima kasih banyak," ucap Rossa seraya meneguk saliva kasar.
"Yakin? Kelihatannya pucet gitu, minum dulu aja. Daripada pingsan nanti," ujar pria dengan nama Sandy itu. Rossa melihatnya dari deretan huruf tercetak pada identitas diri yang mengalung di leher. "Oh ya, sebentar lagi pengacara Mbak Rossa bakal datang. Bisa ketemu dulu nanti."
Rossa sama sekali buta terhadap hukum. Mengapa petugas itu bersikap sangat santai, seakan tidak ada suatu hal buruk yang terjadi?
Suara engsel pintu yang ditarik, membuat Rossa dan Sandy melemparkan tatapan ke arah pintu secara bersamaan. Kedua mata Rossa terbelalak dengan gerakan kelopak mata yang melebar sempurna. Rossa sangat terkejut ketika pribadi yang muncul dari balik pintu adalah Jack Darmawan. Hingga beberapa detik kemudian, Yasinta muncul dari balik tubuh Jack.
"Sinta," panggil Rossa seraya bangkit dari duduknya. Yasinta berjalan cepat dan menghampiri Rossa.
"Ros, lo baik-baik aja 'kan?" tanya Yasinta seraya memeta tubuh Rossa.
"Sin, dia ngapain di sini?" tanya Rossa penuh penekanan. Netranya sesekali melirik tajam pada pribadi Jack. "Jangan bilang kalau dia jadi ...."
"Dia pengacara lo sekarang, Ros. Lo tenang aja, Jack udah biasa ngurusin hal kayak gini," tutur Yasinta.
"Kenapa harus dia sih, Sin? Emang nggak ada pengacara lain yang bisa ngurusin kasus gue?" protes Rossa yang mempertahankan intonasi suaranya agar tidak meninggi.
"Jack pengacara yang hebat Ros. Lo pasti akan lolos dari kasus ini, tenang aja," ucap Yasinta penuh keyakinan.
"Bukan masalah itu." Rossa menyugar rambutnya frustasi.
"Terus apa?"
Di sisi yang lain, Jack tengah mengobrol singkat bersama Sandy. Sementara sorot mata Rossa tertuju penuh pada pria yang sangat dibenci itu. Padahal ia sudah meminta Jack untuk tidak pernah muncul di hadapannya. Tetapi, mengapa sekarang pria itu datang dan berlagak seperti pahlawan kesiangan?
Rossa mengembuskan napas kasar seraya menyugar rambut frustasi. Ia masih berharap ini adalah mimpi buruk, tetapi mengapa tidak kunjung terbangun?
Selama ini selalu Rossa berusaha untuk tidak melakukan hal tersebut meskipun ada beberapa tawaran dengan nominal yang menggiurkan. Tubuh Rossa terjatuh di lantai lalu menekuk lututnya.
"Ros," panggil Yasinta yang ikut merendahkan tubuh dan sesekali mengusap pundak Rossa. Ia melirik petugas tersebut dan menjaga ucapan agar tidak salah bicara. Jika salah ucap, bisa langsung membahayakan posisi sang model.
"Gue nggak ngapa-ngapain, Sin. Gue cuma tidur di kamar hotel. Bahkan gue belum ketemu sama pengusaha kaya itu," terang Rossa.
"Ros, lo nemuin siapa? Apa yang lo lakuin sama Netty di luar sepengetahuan agensi?" tanya Yasinta penuh selidik.
"Gue cuma mau nemuin pengusaha itu, katanya mau ngomongin kontrak brand. Gue nggak jual diri, Sin. Gue nggak segila itu!" Wajah Rossa mendongak pada Yasinta, basah dan merasa tersudutkan.
Setelah beberapa saat kemudian, petugas yang sempat berbicara dengan Jack keluar ruangan, lantas disusul oleh Yasinta.
"Ros, lo sama Jack dulu ya," pamit Yasinta. la lantas berdiri dan mengejar pribadi yang bernama Sandy.
Kaki Jack melangkah pelan dan menghampiri Rossa. la menekuk lutut dan menumpukan berat tubuhnya. "Semua akan baik - baik saja."
Bukannya tenang atas ucapan Jack, Rossa justru menjadi murka. la mengusap kedua matanya dengan tangan kasar dan melemparkan tatapan penuh kebencian pada Jack.
"Gue pasti akan baik-baik aja, karena gue nggak salah!" Rossa berucap dengan rahang menegang. "Gue bukan cewek murahan yang dengan mudah tidur sama cowok dan ngejual diri!"
Rossa memang pernah melewati malam penuh gairah bersama Jack di awal pertemuan mereka. Mengenai kalimat tidak akan menjual diri itu benar adanya. Jika Rossa ingin, maka sudah dari awal berkarir akan menerima tawaran tersebut. Namun, ia memilih berjuang dengan cara biasa saja. la tidak ingin menambahkan kepedihan sang ayah yang sudah tiada.
"Aku tahu." Jack berkata lirih. la masih sangat yakin jika Rossa tidak akan bertindak sejauh itu. "Aku akan mengajukan penangguhan tahanan."
Netra Rossa menatap Jack nyalang. la masih mempertahankan posisi terduduk lemas di sudut ruangan dan beralaskan lantai dingin. Kedua bagian gigi Rossa saling beradu ketika menatap kedua mata Jack. Seakan segala kesakitan yang susah payah dilupakan oleh Rossa kini sia-sia.
"Apa sebenarnya mau lo?" ujar Rossa dengan air mata yang perlahan terjatuh melindas kedua pipi.
"Mauku? Apa maksud kamu, Jeng?"
Panggilan yang dulu terdengar merdu dan menggetarkan hati itu sekarang terasa sangat menyakitkan. Rossa meremas pinggiran celana cokelat yang dikenakan.
"Lo dulu ninggalin gue kayak sampah. Tapi sekarang lo berlagak jadi pahlawan kesiangan buat gue? Lo pikir gue akan maafin lo gitu aja?"
"Jeng, aku punya alasan." Jack berusaha memberikan penjelasan yang tentu akan berujung sia-sia.
"Alasan? Alasan apa, Brengsek! Lo bener-bener brengsek!" Rossa menunjuk muka Jack dan beranjak pergi dari hadapannya.
Jack mengembuskan napas berat. Berpisah dengan Rossa bukan juga hal yang dimau. Namun, memang kala itu Jack tidak memiliki pilihan lain. Semua itu karena hubungan balas budi yang diterimanya.
TO BE CONTINUED.....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro