Chapter 06 - 💋Saat kau pergi💋
Rossa memandang gumpalan-gumpalan awan putih yang terlihat seperti bulu domba. Gumpalan itu bergerak pelan dan tampak jelas dari balik jendela pesawat. Awan-awan itu diantaranya saling menubruk, ikut menemani benak Rossa yang perlahan menyatukan potongan masa lalu tentang Jack.
Pertemuan mereka pun tidak terduga. Rossa merupakan cewek populer yang digilai oleh hampir semua siswa SMA 3 Surakarta. Tidak hanya teman seangkatan yang tertarik dengan Rossa yang memesona. Bahkan kakak kelas saling bergantian memenuhi laci meja dengan cokelat dan susu bantal favoritnya.
Rossa sama sekali tidak tertarik untuk berpacaran. Ia hanya ingin fokus belajar, mendapatkan nilai bagus, masuk perguruan tinggi favorit dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang banyak. Rossa ingin membawa sang ayah keliling dunia berdua. Well, karena hanya ayah yang dimiliki oleh Rossa sejak terlahir ke dunia. Ibu Rossa harus pergi ketika ia terlahir ke dunia. Maka dari itu, sejak kecil Rossa hanya dirawat oleh ayahnya yang berprofesi sebagai pegawai bank. Tidak heran jika cinta Rossa kepada pria itu tidak bisa diukur.
Keinginan tersebut lantas sirna ketika Rossa melihat Jack, seorang pria tampan alumni dari SMA 3 Surakarta. Sore itu Rossa yang baru saja dilantik sebagai sekretaris OSIS berkenalan dengan Jack, lebih tepatnya dikenalkan. Jack adalah mantan ketua OSIS yang sudah lulus 3 tahun yang lalu. Sekarang pria itu melanjutkan studi di salah satu universitas negeri wilayah Surakarta dan mengambil jurusan hukum. Menurut selentingan, ayah Jack adalah seorang pengacara terkenal yang memiliki kantor hukum di kota Jakarta.
"Hai." Tangan Jack untuk Rossa yang masih menatap pria itu tanpa berkedip. Wajah yang penuh kharisma dengan postur tubuh gagah itu adalah idaman Rossa. Lebih tampan dari Hrithik Roshan, pemain bollywood favoritnya.
Melihat Rossa yang tidak membalas salaman atau bahkan menjawab sapaan Jack, pria itu lantas menyalaminya. "Ketika mendapatkan salam, kamu harus menjawabnya dengan sopan. Apalagi aku senior kamu."
"Ah ya, halo Mas. A-aku Ajeng. Yah, panggil Ajeng aja." Rossa mendadak kehilangan perbendaharaan kata-kata.
"Ajeng?" Netra Jack tertuju pada tulisan bordir yang tersemat di bagian kanan dada Rossa. Di sana tertulis nama lengkap wanita itu, Diajeng Rossalinda. "Rossalinda? Kaya judul telenovela."
"I-iya Mas, Mama aku dulu suka drama itu. Jadilah namaku Rossalinda," jawb Rossa sambil mengulum senyum.
Jack ikut terkekeh ketika melihat lengkungan bibir merah jambu wanita itu. Wajah yang lugu tanpa polesan riasan itu terlihat sangat cantik dan menawan. Jack lantas tertarik dengan Rossa dan mulai melancarkan sejuta aksi untuk mendekati Rossa. Tidak cukup sulit memang.
Semua terasa manis dan membahagiakan. Bahkan Rossa tidak bisa melirik pria selain Jack. Hari jadian Jack dan Rossa dinyatakan sebagai hari patah hati siswa SMA 3 Surakarta. Primadona di sekolah itu menjadi kekasih dari kakak kelas yang tidak kalah populer di masanya.
Namun, semua kebahagiaan itu sirna setelah mereka berhubungan kurang lebih 2 tahun. Rossa seakan dibangunkan dari mimpi indahnya lalu dijatuhkan pada derita tanpa akhir. Ia berharap ini mimpi buruk. Tetapi, semua tampak nyata dan ia tidak kunjung terbangun jika benar sedang berada dalam mimpi.
Langkah Rossa semakin cepat dengan kedua mata yang berair. Ia membuang lembaran soal ujian masuk perguruan tinggi. Kala itu yang ada di benak Rossa adalah berlari dengan cepat dan segera menemui sang ayah.
"Papa!" teriak Rossa dengan suara yang sumbang. Kedua lututnya lemas ketika melihat raga sang ayah sudah kaku tidak bernyawa. "Papa! Papa, aku sendirian Pa, Papa kenapa pergi?"
Tangisan Rossa memenuhi ruangan ICU. Beberapa tenaga medis yang mengenakan busana warna hijau hanya bisa memandangi gadis itu dari kejauhan. Rossa berkali-kali menggoyangkan tubuh sang ayah dan memintanya untuk membuka mata.
"Papa, bangun! Papa kenapa tinggalin aku! Papa!" Tangis Rossa pecah. Kala itu dunianya runtuh. Mimpi yang sudah dibangun dengan tatanan sempurna hancur begitu saja. Semua tidak berguna jika sang ayah pergi. Karena dalam mimpinya, Rossa membawa nama ayahnya ikut serta.
Setetes air sama sekali belum membasahi kerongkongan Rossa. Ia hanya bisa duduk bersandar pada tembok dengan tatapan kosong. Ketika beberapa guru dan teman menyampaikan bela sungkawa, Rossa hanya melihat bingung. Ia masih berharap ini mimpi. Tetapi beberapa kali ia menampar pipi dan mencubiti tangan, sakitnya terasa. Bahkan hingga meninggalkan bekas kemerahan di sana.
Beberapa kali melihat ke arah pintu, tetapi sosok pria yang selama ini bersamanya tidak kunjung tiba. Jack hilang tanpa kabar.
"Nduk, diminum sik ini," pinta Mbak Narti, tetangga Rossa yang seringkali membantu membersihkan halaman dan area rumah jika diminta. Ia cukup berjasa semasa Rossa masih bayi.
Rossa mengabaikan gelas yang berisi teh hangat itu. Ia menatap Mbak Narti lekat. "Mbak, Jack mana?"
"Jack?" Mbak Narti melihat sekeliling. "Durung teko dari tadi. Coba ditelepon."
Mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja lantas melakukan panggilan beberapa kali kepada Jack .
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, mohon ulangi beberapa saat lagi.
Sudah lima kali Rossa berusaha menghubungi Jack. Tetapi hanya suara operator yang menjawab.
Hingga kemudian seorang teman dekatnya datang lalu duduk bersila di samping Rossa. Tidak mengatakan apapun. Hanya terdiam dan memeluk Rossa dengan erat.
"Sabar ya Jeng," ucap Lily semakin mengeratkan pelukannya.
Air mata Rossa kembali mengalir. Ia kembali teringat sang ayah yang pagi tadi sudah berpindah rumah untuk selamanya. "Li, Jack mana? Dia nggak tahu kalau Papa?"
Mendengar hal tersebut, tangisan Lily semakin pecah. Ia seakan ingin memberitahukan sesuatu kepada Rossa tetapi tidak sanggup.
"Li, kenapa?"
"Jeng, Jack pergi. Katanya dia udah kirim sms ke kamu."
"SMS?" Rossa kembali mengambil ponsel dan memeriksa isi pesan. Waktu Rossa berhenti ketika membaca pesan singkat.
'Jeng, maaf aku harus pergi. Kita putus.'
Bukankah lengkap penderitaan Rossa kala itu? Gagal masuk perguruan tinggi, ditinggalkan oleh sang ayah untuk selamanya dan Jack pergi begitu saja. Bahkan pria brengsek itu dengan seenaknya memutuskan Rossa melalui pesan singkat.
Kenangan yang amat mengerikan itu lantas mengabur dari ingatan Rossa dibarengi dengan air mata yang tumpah tidak terbendung. Rossa buru-buru menghapusnya dengan tangan kosong.
"Si Sialan itu balik bikin aku nangis lagi!" Rossa membuang napas kasar. "Come on Rossa! Lo nggak boleh nangis karena cowok sialan kayak Jack Darmawan! Jangan buat mata lo bengkak, besok ada pemotretan dan runaway!" peringat Rossa pada diri sendiri.
***
Surya meneguk teh panasnya setelah menyantap soto buatan sang istri. Hingga detik ini belum ada yang bisa menandingi lezatnya kuah soto buatan Maya.
"Ya udah hati-hati ya, Nak. Semangat kerjanya," tutur Maya seraya mematikan panggilan. Dengan wajah yang semringah dan diikuti kedua mata berbinar, Maya melemparkan tatapan pada Surya. "Jack lagi nemuin Keira, Pa."
Raut wajah Surya lantas berubah seketika. Ia menatap sang istri dengan raut yang penuh duka. Beberapa kali sang istri sering melupakan kenyataan yang terjadi. Hal itu dikarenakan Maya belum menerima takdir yang diberikan kepada keluarga mereka.
Melihat ekspresi sang suami, Maya lantas bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar dengan terisak. Langkah Maya semakin cepat dan mengabaikan panggilan Surya.
"Ma!" panggil Surya sia-sia.
Sementara itu, sebelum berangkat kerja, Jack menemui sang istri yang sekarang sudah berpisah tempat tinggal dengannya. Melepaskan kacamata hitam lalu merendahkan tubuh hingga ke posisi jongkok. Tangan Jack meraup kelopak bunga dan menaburkannya pada gundukan tanah merah.
"Hai, Keira. Maaf ya, udah lama aku nggak mampir," ucap Jack sambil menatap nisan yang bertuliskan nama Keira Darmawan.
TO BE CONTINUED....
Jack dan Rossa zaman SMA 🙈
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro