Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17 | Coronation

PELUIT KERETA mengerang di antara jajaran hutan dan pedesaan.

Terik matahari beranjak tenggelam dan membiaskan rona jingga di ufuk barat. Gradasi biru kehitaman memoles bergantian di angkasa, memancing kicau sedih burung malam untuk keluar dari pohon-pohon pinus. Membelah hamparan hijau yang jarang dijamah, rel kereta meliuk-liuk menguarkan aroma solar dan batu bara.

Di dalamnya kosong. Hanya ada empat orang penumpang. Keempatnya saling menatap di antara lorong gerbong pertama. Tiga orang pria berdiri dan seorang wanita duduk menyilangkan kaki. Mereka saling menatap tajam seperti menyorotkan pedang dari mata. Mereka saling mengenal, tetapi aura di antara mereka layaknya sedang berlomba. Sebab mereka berempat sama. Tato Penjaga Neraka mengular di leher mereka.

Wanita yang duduk menyilang kaki, tak asing bagi sebagian orang di Distrik Barat. Dia wanita yang memperkenalkan diri sebagai sales. Wanita berambut panjang bergelombang dengan ombre pirang dan hitam menjulur. Rok pendek dan blus putih masih menempel di tubuh indahnya, termasuk hak tinggi hitam yang mencuri perhatian telinga ketika dihentakkan. Seraya menyilangkan lengan di depan dada, tato angka 7 mengintip dari pergelangan.

"Aku, Sihir, akan mulai membicarakan rencana berikutnya!" buka wanita itu, yang ternyata bernama Sihir. Ia menatap satu per satu pria yang berdiri angkuh di hadapannya.

"Khamar." Wanita itu menghadap ke pria teler, bertumpu di sandaran dengan postur bengkok, tak bertenaga. Di tempurung tangannya terukir tato angka 6.

"Riba." Wanita itu memanggil pria percaya diri yang berdiri dengan memasang kuda-kuda. Di tempurung tangannya terukir tato angka 5.

"Jacob." Wanita itu menunduk ke pria terakhir yang menyorotkan tatapan dingin, amat datar. Di tempurung tangannya terukir tato angka 4.

Mereka akan membahas rencana untuk menghancurkan Surga, tempat Muhammad bersarang. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan Malik I.

"Sihir, kau sudah merencanakan kegagalan. Kami sudah menunggumu lama di sini. Dari pagi, hingga senja. Dan mana hasilnya? Distrik Barat masih berdiri kokoh, tidak terbumihanguskan seperti rencana kita," ucap Jacob datar, matanya menyorot tajam, tetapi suaranya dingin.

"Kau tidak akan mempercayai apa yang sudah kutemukan!" balas Sihir. "Surga punya Penjaga Neraka yang berada di pihak mereka! Kalian melihat kan lapisan kristal yang tiba-tiba menyelimuti saat ledakan terjadi? Itu kekuatannya!"

Jacob mengernyit dan tidak mengeluarkan sebuah komentar.

"Penjaga Neraka di pihak mereka, eh?" Riba menyahut sambil tersenyum lebar. "Aku kira Surga hanya punya Muhammad sebagai Penjaga Neraka di pihak mereka. Dia melindungi Surga dengan lapisan ruang yang tidak bisa ditembus oleh Fasadun, baik dari luar maupun belakang."

Sihir tertawa pelan. "Tapi, dia tidak lebih pintar daripada kita. Tuan Iblis bisa menciptakan Penjaga Neraka dari dalam Surga. Meskipun kita tidak bisa keluar dari Surga, setidaknya kita bisa menghancurkan Surga dari dalam."

"Siapa Penjaga Neraka di pihak Surga?" tanya Jacob mengakhiri tawa.

"Namanya Wafir. Dia tak lain hanya anak-anak berusia 20 tahun. Dia adalah orang Utara dan hendak diangkat menjadi seorang Imam," jawab Sihir.

Jacob manggut-manggut, memperhitungkan rencana untuk mengalahkan Wafir.

"Kita modifikasi rencana kita," tutur Jacob. "Kita sekarang tak akan menarget dendam kepada Muhammad. Kita akan menjemput Penjaga Neraka bernama Wafir itu. Kita mungkin tidak akan langsung membalaskan dendam Tuan Iblis untuk menghancurkan Surga, kampung halaman Muhammad. Namun, kita bisa mengantarkan Wafir kepada Tuan Iblis. Dia orang Utara, dia pasti bisa keluar-masuk Surga meskipun darah Tuan Iblis mengalir di dalam tubuhnya."

"Bagaimana rencanamu, Jacob?" tanya Riba, masih menyungging senyum.

"Dia akan dinobatkan besok pagi di Distrik Pusat. Apakah kita akan hancurkan acara penobatan besok?" usul Sihir.

Jacob menggeleng. "Tidak akan. Di penobatan, akan terdapat banyak Imam dan Malik II ada di sana. Kita akan lakukan hal lain, yang berhubungan dengan Distrik Selatan, sebagaimana arah kereta yang kita naiki ini."

"Bagus! Kebetulan sekali!" potong Sihir. "Kau tahu, Wafir punya istri di Distrik Selatan? Dia putri dari seorang Penghuni Neraka yang ditangkap oleh Muhammad."

"Oh, bagus." Jacob manggut-manggut.

"Kita akan memporak-porandakan Distrik Selatan, eh?" Riba mengelus dagu, tersenyum lebar, tertarik.

Sihir mengangguk, begitu pula Khamar yang daritadi tersenyum dengan kepala mabuk.

Sihir berdiri ke gerbong depan. Ia akan memastikan sihirnya tetap membelenggu masinis. Ia mencuri kereta untuk dinaiki kabur dari Distrik Barat dengan menggunakan kekuatan ilusinya. Dia Sihir, Penjaga Neraka gerbang keji ke-7, yaitu pelaku sihir dan tenung.

Sementara itu, Khamar langsung mengambil tempat duduk Sihir, merebahkan tubuh yang loyo di sana. Ia mengenakan hoodie lusuh kelabu. Celana joger panjang yang juga berwarna kelabu memeluk lutut. Rambut botak dan tubuh kurus benar-benar tak pernah diurus. Ia menutup mata dengan tangan, hendak tidur. Dia sangat mabuk waktu itu sebab dia adalah Penjaga Neraka gerbang keji ke-6, yaitu mabuk-mabukan.

Riba melakukan pemanasan. Ia melebarkan kuda-kuda dan merentangkan kedua tangan. Ia melakukan tendangan berkali-kali. Tangan dan kaki berototnya terukir jelas dari seragam putih taekwondo yang tidak berlengan. Sabuk hitam memeluk jelas di pinggang. Dia tak bisa diam dan selalu dipenuhi energi layaknya orang gila. Dia adalah Penjaga Neraka gerbang keji ke-5, yaitu melakukan riba dan pemimpin para lintah darat.

Terakhir, Jacob mengambil tempat duduk di belakang Khamar. Ia mengenakan jas hitam mewah dan bersikap tenang. Tatapannya tajam dan penuh percaya diri. Rambutnya klimis dengan jambang yang panjang menjuntai di antara telinga. Ia begitu dingin layaknya pebisnis sukses yang ahli berstrategi. Dia adalah Penjaga Neraka gerbang keji ke-4, yaitu melakukan namimah atau biasa disebut sebagai adu domba.

Mereka tak sabar untuk menyambut kehancuran Surga.

Barat, 21 Desember 0020

SINGGASANA layaknya tampuk emas yang hanya bisa dimimpikan. Tidak ada seorang pun yang mendudukinya, kecuali sepasang mata yang melayang dan tak memiliki jasad.

Mentari menyambut pagi dan baru sepenuhnya keluar dari cakrawala di ufuk timur. Pagi yang dingin di akhir Bulan Desember akan menjadi ingatan khusus bagi seluruh Surga. Semua bersiap di depan televisi untuk menyaksikan penobatan. Sementara itu, Wafir menghadap pada imam di depan Malik II yang tak berwujud. Aroma emas dan rempah-rempah menguar layaknya dupa. Pagi ini, semua akan berbeda.

Di hadapannya, pria berotot dengan rambut dikuncir pendek menuntun Wafir. Dia Pak Luth. Mengarahkan Wafir ke lima kursi tinggi yang mengelilingi singgasana. Di sana, para Imam menunggu. Pak Ibrahim berdiri seraya menyorotkan tatapan sendu, sorban putih masih melilit bagian bawah kepalanya. Di seberangnya, Pak Badri berdiri tegap dengan menyilangkan tangan di depan dada. Wajahnya tidak puas dan memandang remeh Wafir.

Semuanya mengenakan jubah putih panjang khas Imam. Pak Ibrahim, Pak Badri, Pak Luth, termasuk Wafir telah memakai seragam kehormatan orang-orang terkuat di Surga, yang akan bersumpah menjaga singgasana Malik dari para Fasadun, termasuk Surga dan isinya.

Memandang kosong ke dua kursi Imam yang tak bertuan. Itu milik Pak Goldy dan Pak Romo yang tidak bisa hadir, dikalahkan oleh para Penjaga Neraka. Pak Goldy dan keadaan kritisnya. Pak Romo dengan kerugian besarnya. Semuanya sadar, Surga benar-benar telah mengalami kekalahan yang besar. Tidak, jika Wafir bisa membalikkan semuanya. Dia akan menjadi Malik I yang sudah meninggal.

Hingga Wafir telah sampai di hadapan Malik II, Pak Luth kembali untuk menuju tempat duduk Imam miliknya.

Wafir tak gentar meskipun kakinya gemetar hebat. Seragam putih yang gagah dan cocok dengan kulit mulusnya benar-benar menjadi petunjuk baginya, bahwa Tuhan telah menerima tobatnya. Kehidupannya semakin membaik dan dipermudah. Ia bersuka cita membayangkan segala keagungan yang menanti di masa depan, termasuk tujuan yang sudah hilang dari benak. Ia tak peduli lagi orang tuanya mati akibat telah menjualnya. Ia sudah lupa. Satu-satunya hal yang ia ingat adalah Surga, lalu kelima Imam, istrinya Rika, sahabatnya Ray dan Hasbie. Juga misi yang harus diemban berikutnya.

"Wafir Wahyu dari Distrik Utara." Suara Pak Luth menggema di aula putih kekuningan yang membiaskan rona emas dari bingkai jendela. "Di hadapan Malik, penguasa Surga dan Barat, Timur, Selatan, Pusat, serta Utara, mulai detik ini, bersumpahlah kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa kau akan melayani Malik untuk melindungi Surga, sebagai Imam yang mulia dan rela mengorbankan seluruh hidupmu.

"Katakanlah, demi Tuhan yang menguasai Surga dan mengakhiri dunia, aku, Wafir Wahyu, seorang hamba yang diberkati kekuatan Penjaga Neraka, akan mengabdi kepada Surga sebagai Imam hingga ajal menjemput."

Wafir pun mengangguk, lalu menarik napas panjang. Meski bercampur grogi, ia akan memulai sumpahnya:

"Demi Tuhan yang menguasai Surga dan mengakhiri dunia.

"Aku, Wafir Wahyu, seorang hamba yang diberkati kekuatan Penjaga Neraka.

"Akan mengabdi kepada Surga sebagai Imam hingga ajal menjemput."

Lalu—!

Suara sangkakala mendengung di langit Surga.

Semua penduduk bersuka cita di depan layar televisi. Mereka senang akhirnya Muhammad, Malik I, terlahir kembali di sisi Wafir. Mereka yakin bahwa kemenangan ada di pihak mereka.

Rika tersenyum memandang suami di layar televisi, sedangkan Pak Imron, bapaknya, hanya menyunggingkan senyum sinis bercampur bangga.

Hasbie tersenyum bangga bersama Pak Romo memandang di layar lebar yang terpasang di kantor utama Heaven Corporation.

Ray tersenyum juga, meskipun ada rasa sakit iri sebab harus menerima kekalahan. Namun, ini semua lebih baik daripada harus dirinya yang menjadi Imam. Wafir lebih hebat. Dia pun memandang ke lima puluh Jundun yang berjajar di belakangnya. Mereka sedang menyaksikan penobatan dari layar lebar di luar kantor utama Jundun Pusat.

Setelah itu, empat Penjaga Neraka tersenyum meremehkan ketika menyaksikan penobatan Wafir. Sihir, Khamar, Riba, dan Jacob, akhirnya bisa mengetahui wajah Wafir yang asli. Ia telah menemukan target mereka. Tinggal selanjutnya, ia akan memulai memorakporandakan Distrik Selatan, dimulai dari toko elektronik yang mereka singgahi untuk menyaksikan acara penobatan.

Jacob menyeringai sebagai pemimpin keempat Penjaga Neraka. Satu Penjaga Neraka saja mampu membumihanguskan seisi kota, apalagi ada empat kepala. Begitu kepercayaan diri yang sedang dia pikirkan. Dia pun menghadap ke ketiga rekannya, lalu memulai rencana pertama mereka:

"Cari istri Wafir, Rika, putri berdarah Fasadun! Lalu kita akan menghabisinya di depan bocah itu!"

Selatan, 22 Desember 0020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro