Persiapan Pembawa Bencana-3
Azura berjalan perlahan dengan air mata yang terus mengalir. Ia tak bisa membendungnya. Ia tatap lamat-lamat manik mata Gramada-sang kepala suku.
Gramada memalingkan wajahnya tak berani menatap Azura yang tengah menangis sendu.
"Mungkin, memang benar aku seorang turis terakhir kali datang ke desamu. Tapi sungguh, kau dapat lihat diriku. Tak mungkin aku melakukan hal sekeji itu."
Gramada makin kecut. "Aku tidak percaya! Orang yang menangis seperti dirimu hanyalah topeng untuk menutupi kesalahan dirimu."
"Percayalah! Sungguh aku tak melakukan hal sekeji itu." Azura mencoba meraba tangan Gramada, tapi langsung ditepis dirinya.
"Azura, tak mungkin Tuan Gramada menuduhmu, jika ia tak memiliki bukti." Aries menjabarkan.
"Bukti apa yang kalian punya, hah?" Kini intonasi suara Azura meninggi.
"Ikutlah aku. Gunakan portalmu itu, lalu bawa aku kembali ke tempatku."
Azura mengangguk.
Ia kemudian membuka portal menuju pedalaman Kalimantan. Kini, ia sudah berada di gerbang desa.
Seluruh mata menatap tajam pada Azura. Ada yang ketakutan, ada yang benci, semuanya bercampur di sana.
"Mana pembunuh itu, mana!" teriak seorang wanita-ibu si korban-dari arah rumah kepala suku.
Azura ketakutan. Ia berdiri mematung kala melihat ibu dari si korban membawa senjata tajam di tangannya. Purpella juga bersembunyi di balik punggung Azura.
Untung seseorang mampu menahan amarah si ibu itu. Namun, ibu itu terus meronta-ronta di pangkuan anaknya yang satu lagi.
"Kembalikan anakku, kembalikan!" pekik Ibu itu lalu menangis tersungkur di tanah.
Azura berjalan perlahan menahan rasa gugup dan ketakutan yang ia derita. Ketika ia akan berjongkok di depan si ibu, ibu itu berkata,
"Jangan dekat-dekat denganku! Ibu itu menodongkan pisau pada Azura. "Tak sudi rasanya harus dekat-dekat dengan seorang pembunuh!"
Azura hanya mengangguk patuh. Lalu ia melihat kode dari Gramada, dan mengikuti dirinya.
Gramada membuka ruangan tempat patung persembahan. Ia terkejut saat melihat setangkai bunga mawar tergeletak di meja patung. Namun, ada yang jangal di sana. Ia melihat suatu benda yang sedikit berkilau.
Kemudian ia segera menunduk, lalu mengambil barang itu. Ia lihat sebelah anting dengan ujungnya berhias kepala hewan. Ia tatap anting itu berkali-kali.
Kemudian ia membuka jam tangan lalu membuka internet, untuk mencari tahu anting jenis apakah itu. Ia menemukan web bertuliskan,
Kebudayaan Sa-huynh Lingling-O
Dengan segera ia membuka situs web tersebut. Singkat padat dan jelas, penjelasan tentang benda itu. Ia melihat nama ditemukan benda tersebut, ternyata di daerah Sulawesi.
"Paman, apakah ada imigran atau turis atau apalah itu, dari daerah Sulawesi?" tanya Azura sembari terus meneliti benda itu.
Gramada berpikir sejenak, mencoba mengingat-ingat siapa orang yang datang sebelum Azura.
"Kalau turis, tidak. Mereka dari pulau Jawa. Kalau seseorang transmigran, ada dari pulau Sulawesi. Memangnya kenapa?"
"Paman, bolehkah aku tahu siapa orangnya?"
"Tentu saja boleh. Tapi, untuk apa? Kau akan membunuhnya?"
Azura mengelak, "tidak Paman! Aku akan membuktikan padamu, bahwa aku bukanlah pelakunya."
"Aku tak percaya!"
"Eugh... baiklah, akan aku ceritakan, silahkan duduk paman." Azura tersenyum simpul.
"Jadi begini, aku menemukan sejumlah bukti. Anting-anting ini. Menurut internet, ini adalah anting-anting dari kebudayaan Sa-huynh. Kebudayaan ini adalah kebudayaan pada masa praaksara, setelah kebudayaan Dongsun."
"Lalu?"
"Sebentar, aku belum selesai bicara. Jadi, benda ini ditemukan di wilayah laut Sulawesi. Jadi, kemungkinan besar, ada salah seorang yang mengambinghitamkan diriku untuk mengelabui kalian," jelas Azura.
Gramada diam. "Aku masih belum mau mempercayaimu, hingga bukti belum ditemukan sepenuhnya."
"Baiklah, aku punya sebuah rencana. Paman cobalah kunjungi rumah transmigran itu. Lalu, buatlah percakapan, hingga tanyakan, kemana anting yang sering kau gunakan? Setelah kau mengetahui hal itu, kau boleh pamit darinya. Aku akan mengikutimu, dan meneliti tiap sudut rumahnya dari luar."
"Penjelasanmu cukup logis. Baiklah, akan aku lakukan. Tapi, jika dia bukanlah pelakunya, maka aku tidak akan percaya lagi padamu."
"Ya. Aku siap untuk itu."
🍃🍃🍃
Blackburry berjalan tergopoh-gopoh melewati lorong kantor. Ia begitu panik, khawatir uang tabungannya akan semakin banyak kian hari.
Ia melewati sebuah ruangan salah satu karyawan-sepertinya ia memiliki jabatan yang cukup tinggi. Pintunya tak tertutup rapat, menyisakan sedikit ruang.
"Rekening yang dituju sudah berhasil dibajak bos. Kini, dia tidak dapat membuka tabungannya. Dan semua penghasilan dari game akan mengalir ke rekening perusahaan."
Blackbyrry menghentikan langkahnya ketika mendengar hal itu. Hatinya sungguh tak ingin beranjak dari situ. Karenanya, ia pun diam di balik tembok, menguping percakapan diantara bos dan bawahannya.
"Kerja bagus. Hari ini, kau akan dapat uang tambahan," kata si bos.
"Terima kasih, bos," kata anak buahnya lalu hendak pergi dari ruang tersebut.
Dengan buru-buru, Blackburry bersembunyi di balik pot bunga besar yang kebetulan berada dekat pintu.
Setelah pria itu pergi, barulah ia beranjak dan segera pergi dari sana. Ia membuka ponselnya, untuk mengecek rekeningnya.
Dan benar, rekeningnya sudah di bajak! Akhirnya, Blackburry menemukan siapa orang yang telah menyebar fitnah atas dirinya.
Ia kemudian pulang ke rumahnya, untuk menyusun rencana yang akan ia lakukan kedepannya.
🍃🍃🍃
Arbei kini sedang terdesak. Dilema menghantam dirinya kala itu. Apa yang harus ia perbuat? Ia trus berpikir keras, sementara orang-orang yang berada di sana tersenyum menyeringai.
"Arbei, ini sudah terlanjur. Gunakanlah kekuatanmu itu untuk menghipnotis mereka sejenak. Lalu, hentikan acara live itu dan hapus," bisik Berbllu.
"Ide yang bagus."
Arbei mulai mengucapkan mantra perlahan, hingga akhirnya piano telah tersedia di depannya. Ia melantunkan instrumen lagu-This Game.
Seketika, semua orang diam mematung. Mereka tak sadarkan diri. Dengan gesit, ia mengambil kamera yang sedang melakukan live kemudian menghapus video yang tengah ditonton oleh 9.000- pengguna Youtube.
Arbei lalu pergi dari ruang tersebut, untuk memikirkan rencana selanjutnya yang akan ia perbuat.
🍃🍃🍃
Kini, Gramada tengah duduk berhadapan dengan-Lisu seorang warga desa transmigran sembari meneguk teh. Akhirnya, Gramada membuka percakapan.
"Ah... sudah lama rasanya tidak mengobrol denganmu, Lisu."
Lisu hanya tersenyum. "Suatu kehormatan, kepala suku mau datang ke gubuk kecilku."
"Aku ingin lebih dekat dengan wargaku."
"Ah, ya. Silahkan tanyakan apa pun yang Kepala Suku mau tanyakan."
Mereka berdua melakukan perbincangan ringan. Hal ini, dilakukan Gramada supaya tidak dicurigai.
Sementara Azura tengah menyelidiki sekitaran rumah. Ia meneliti sebgaian rumah yang terbuat dari kayu iu.
Nampak tak ada yang beda dari kotak-kotak motif kayu. Namun, jika Azura melihat dari bawah, ada salah satu motif kayu yang lebih menonjol dibandingkan kayu lainnya.
Karena penasaran, Azura menekan kayu yang berbeda tersebut. Sungguh terkejut, ketika Azura melihat ruangan itu terbuka lebar, dan menampakan puluhan anak tangga yang juga terbuat dari kayu.
Azura kemudian menysuri anak tangga dengan perlahan, supaya tak ketahuan oleh orang lain. Karena, tempat itu sangat sepi, jauh dari rumah penduduk lainnya, membuat tidak ada satu orang pun yang melihat Azura.
Azura tersenyum menyeringai, setelah sampai di ruangan tersebut
🍃🍃🍃
Tbc
Kamis, 25 April 2019 oleh mikurinrin_
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro