Bab 21: Kedatangan Evelyn
Bab 21: Kedatangan Evelyn
Apa tujuan pengacara sebenarnya? Kenapa bagi banyak orang, profesi pengacara hanya membela secara membabi buta? Pertanyaan yang kerap Jeremias dengar. Bahkan, ketika kumpul bersama teman-teman sekolahnya dulu, mereka menanyakan hal yang sama.
Seperti saat ini. Jeremias sedang duduk di salah satu kafe yang cukup terkenal di Surabaya barat, mengusung tema playground, di bagian luar pun ada beberapa remaja yang bermain basket, bersama teman-teman sekolahnya. Kebetulan ia baru selesai menemui seorang kliennya.
“Saya kasih pengandaian, deh.” Jeremias memangku kaki kiri di atas kaki kanannya. “Karena sebuah masalah besar di negeri ini, kamu menganggur, pendapatan kadang enggak ada sama sekali per hari. Enggak cuma itu, kamu dengan istri kamu jadi enggak harmonis, efek dari masalah yang melanda kamu. Saat bertengkar kamu enggak sengaja nyenggol istri kamu di dekat tangga. Amit-amit. Eh, malah jatuh dari tangga. Lehernya patah, kamu bergegas bawa istri kamu ke rumah sakit tapi ditengah jalan, amit-amit lagi, dia meninggal dunia.
Kamu diselidiki polisi dan menjelaskan apa yang terjadi, apakah polisi itu akan percaya? Kemungkinan besar enggak, kan. Polisi menyelidiki lebih lanjut ternyata tetangga sering mendengar kalian bertengkar. Polisi pun membawa ke jaksa, karena jaksanya baru ambisinya masih menggebu-gebu, kamu di tuntut pasal pembunuhan terencana yang dipidana 20 tahun atau hukuman mati.”
Jeremias berhenti sejenak, memperhatikan wajah-wajah taman lamanya yang tidak benar-benar mendengarkan. Hanya satu saja yang serius mendengarkan, lebih tepatnya senang melihat wajah Jeremias. Ini bukan omong kosong. Layla sejak dulu menyukai Jeremias.
Kamu menjelaskan kalau kamu enggak sengaja ke polisi, tapi polisi, jaksa dan hakim enggak akan langsung percaya, susah, apalagi cuma ada kamu dan argumen tetangga tadi memperkuat. Walaupun, mereka percaya tetapi tidak ada insentive. Jaksa dan polisi tugasnya mengirim orang ke penjara bukan untuk kasihan, mereka ada target.
“Di situlah fungsinya pengacara, dia percaya dengan kamu dan dia punya insentive untuk membela kamu. Dia menjelaskan situasi kamu kepada hakim dengan rapih dan berargumen bahwa tidak ada motivasi atau bukti yang kuat bahwa kamu ada niat membunuh istri kamu. Hakim pun tergerak dengan argumen pengacara dan mengurangi hukuman anda jadi hanya 2 tahun penjara.
Intinya, Jaksa dan Polisi itu incentive-nya hanya untuk memenjarakan orang, walau hanya mencuri pisang mereka tidak ada ampun. Jika tidak ada pengacara semua orang akan dinyatakan bersalah karena pengadilan menjadi tidak seimbang seperti main bola tetapi tidak ada keeper atau back. Pengacara tugasnya memperjuangkan hak kliennya. Selama mau pengacara 10, kalau kasusnya berat, dan buktinya jelas, ya, tetap aja terjerat hukum. Nah, bagian dakwaan Jaksa penuntut umum, Pengacara bisa mengajukan nota keberatan.”
Setelah Jeremias menjelaskan dengan sederhana, teman-temannya masih tetap kukuh dengan pertanyaan mereka. Baiklah. Di dunia ini tidak ada yang benar-benar baik. Pengacara adalah manusia, dan Manusia adalah orang-orang berdosa, pembuat dosa. Bahkan di depan kitab suci pun, masih ada yang berani bersaksi dusta, atau mengingkari janji atas nama Tuhan demi lembaran merah dan biru bergambar pahlawan Nasional Indonesia, yang kemudian bisa ditukar dengan logam mulia, pun sebaliknya.
Iya, itulah sebabnya, akar dari kejahatan adalah uang. Seseorang yang tidak kuat, akan jatuh ke lubang binasa. Setidaknya, Jeremias masih ingin hidup dengan tenang walaupun banyak tawaran menggiurkan di sana-sini.
Membuang wajah keluar, kaca bening yang dijadikan sebagai pembatas ruangan memperlihatkan dengan jelas kepada Jeremias para remaja, khususnya laki-laki yang sedang bermain basket. Semangat anak muda memang luar biasa. Meskipun keringat memenuhi tubuh mereka, tapi masih membara saja. Di ujung lapangan, beberapa gadis belia memperhatikan mereka bermain. Sesekali mereka ikut memekik kegirangan ketika teman, gebetan, atau pacar mereka mencetak satu poin dari lemparan bebas, dua poin ketika bola dimasukkan di wilayah garis penalti, atau tiga poin untuk di luar daerah penalti.
Jeremias sudah lama tidak bermain basket. Dulu, ketika ia masih kuliah, ia salah satu pemain terkenal di seantero kampus. Salah satu, ya, bukan satu-satunya. Dan Abigail persis seperti para gadis belia di ujung lapangan itu, memperhatikan Jeremias bermain. Ck. Kenangan-kenangan itu memang tidak lepas dari Abigail. Jeremias membuang wajah malas.
Ah, iya. Anak-anak Fakultas hukum banyak yang hobi main basket, kebetulan di angkatan Jeremias banyak yang minat. Termasuk dirinya.
Melirik jam di pergelangan tangannya. Jeremias harus balik ke kantor. Ah, tidak terasa besok Evelyn akan datang. Jeremias harus menjemputnya, dan membawa perempuan itu ke rumah. Sebelum itu, Jeremias telah meminta izin kepada sang nenek yang berakhir dengan persetujuan.
••••
Caregiver adalah orang yang memberikan jasa perawatan atau pengasuhan bagi orang lain. Caregiver dapat merawat seseorang yang membutuhkan bantuan dan perhatian khusus dalam menjalankan kesehariannya. Kebanyakan orang mengidentikkan arti caregiver sebagai perawat manula atau lansia. Padahal, secara definisi, Caregiver bisa untuk semua kalangan, tanpa batasan gender, umur, dan pekerjaan.
Memang, pekerjaan yang dilakoni oleh Abigail adalah pekerjaan yang tidak bisa dikatakan mudah. Caregiver kerap kali dianggap remeh dan mudah untuk dilakukan, namun realitanya tidak semua orang suka rela menjadi caregiver. Menjadi seorang caregiver itu melelahkan dan proses untuk menanamkan benih keihklasannya sulit bagi orang yang belum benar-benar memiliki tekad yang kuat. Rasionalisasinya caregiver juga manusia, bisa lelah, bisa kesal, bisa memendam segala sesuatu sama seperti manusia lainnya.
Ada saatnya Abigail enggan bangun dari kasur, hanya berbaring saja hingga malam. Tanpa melakukan apapun, istirahat. Ya, sekali lagi ia harus membuang rasa malas dan ego-nya untuk pekerjaan tersebut. Kadang ia hanya ingin bersama Demian, tapi tidak bisa.
Berat. Namun bukan masalah. Demi masa depan Demian, apapun akan Abigail lakukan. Anaknya harus menempuh pendidikan yang layak, makanan bergizi, dan hidup dengan nyaman. Itulah priostas Abigail saat ini.
“Abi? Kamu lihat krim analgesik, nenek?” nenek Fatimah muncul dari balik tembok.
“Lutut nenek nyeri lagi, ya?” Abigail berdiri, lalu berjalan ke arah sang nenek dan memegangi tangan beliau. “Kita ke kamar nenek dulu, nanti Abi Carikan.”
Nenek Fatimah menurut, berjalan ke kamarnya.
“Kalau sakit banget, telpon aja, Nek. Jangan paksain jalan ke dapur.” Beritahu Abi.
“Maaf, ya, Nek. Abi kelamaan di dapur. Tadi bantuin bibi untuk bersihin bama dan cuci sisa piring kotor.”
“Kamu kenapa minta maaf? Jangan seperti itu.” Nenek Fatimah lalu berpindah ke tempat tidur. Ia tampak lega setelah berjalan dengan kedua lutut yang ngilu. “Nenek sudah tua. Sangat tua. Jadi, maafkan nenek kalau sangat merepotkan.”
Abigail menggeleng, matanya menyipit. “Enggak, Nek. Selain ini pekerjaan Abi. Abi tulus merawat nenek.”
“Nenek juga berharap bisa melihat cicit lagi nenek suatu saat nanti.”
Deg.
To be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro