Epilog
"SANNY."
Brak.
Pintu kamar gue dibuka kasar sama Bang Raham. Gue cuma liat dia dengan tatapan -pintunya-kasihan-.
"Sanny."
"Apa sih Bang? Dari tadi manggil mulu. Kenapa? Kangen?" cerocos gue.
"Lo mau daftar kuliah kagak sih?"
Gue nepok jidat gue.
"Iya. Gue lupa. Sama lo perginya? Mama, Papa gimana?"
Pletak.
Bang Raham ngejitak gue. Dan gue natap dia dengan tatapan ngga percaya. Lebay memang.
"Lo lagi ngelindur San? BoNyok dari kemaren udah pergi ke New York, Man. Bahkan kita juga nganterin."
Gue mukul kepala gue pelan. Sejak kapan gue selemot ini? Malu-maluin aja.
"Jadi lo yang nemenin?"
Bang Raham ngangguk.
"Ayo. Justine mau ikut katanya."
Gue sama Bang Raham turun. Dan nyamperin Justine yang lagi uring-uringan disofa.
"Ngapa lo dek?"
Justine cuma diam sambil guling-guling.
"Dia di tarik-ulur sama gebetannya."
Gue ketawa. Keras banget. Sampek Justine cemberut. Gue seneng kalo dia punya gebetan. Berarti dia udah move-on kan dari gue.
"Diem deh lo kak. Lo kan enak udah ada Nando."
Gue cuma terkekeh dan ngacak-ngacak rambut dia.
"Ayo dek. Lo mau ikut kan?"
"Kemana?"
"Ke tempat calon kuliah-annya Sanny." kata Bang Raham gemes.
Justine cuma nyengir. Kami masuk ke mobil Bang Raham. Gue duduk dibelakang bareng Justine.
"Oh. Jadi gue supirnya gitu?"
Gue cuma ngangguk dan nyengir.
"Pindah."
"Ga mau."
Bang Raham nyerah. Ngga mau berdebat lebih lanjut.
"Lo mau kuliah di tempat yang sama kayak Nando kan?"
Gue ngangguk.
Iya. Gue sekarang udah lulus dari SMA. Sekarang Nando kuliah semester 3. Seharusnya dia masih semester 2. Tapi karena otak dia yang encer itu dia lompat semester.
"Lo mau masuk jurusan apa?"
"Sama kayak Nando."
"Bisnis? Lo bener pengen bisnis? Jangan cuma pengen dekat-dekat sama Nando aja makanya lo masuk bisnis."
Gue mendengus.
"Gue emang mau masuk dunia bisnis. Cita-cita gue jadi pengusaha tau." kata gue kesal.
"Jadi tar lo ambil bisnis Papa yang mana?"
"Gue masih belom tau. Lo gimana dek? Kan lo udah kelas 12. Nanti tamat mau masuk jurusan apa?"
Justine yang tadi ngelamun, ngeliat ke arah gue.
"Teknologi."
"Lo ga tertarik sama bisnis?" tanya Bang Raham.
Justine menggeleng kepala acuh. Dan lanjutin lagi kegiatan tadi. Gue agak kasihan sih lihat Justine kayak gini. Dari tadi nge-galau mulu.
Bang Raham berhentiin mobilnya diparkiran gue sama Justine keluar. Kami pergi ke tempat pendaftaran.
Dan yang ngurus semua itu Bang Raham. Gue cuma terima beres aja. Gue duduk disampingnya.
"Oke. Sudah beres. Nanti dikabarin kapan masuknya yah." kata wanita yang ngurus.
Kami pamit dan balik ke parkiran. Dan gue liat ada Nando disitu sambil senyum ke arah gue.
"Udah ada pacar lo disitu. Lo balik sama dia aja deh yah." kata Bang Raham.
Gue cuma ngangguk dan pamit sama mereka berdua. Dan lari ke arah Nando.
"Halo." Sapa gue.
"Halo juga."
Gue cuma senyum ke arah dia. Iya. Ngga terasa gue sama Nando udah 2 tahun pacaran. Bohong kalo gue bilang hubungan kami selama 2 tahun baik-baik aja.
Bahkan sempat keluar kata 'putus' diantara kita. Tapi itu cuma omongan emosi gue semata. Dan Nando ngga pernah anggep serius sama omongan putus gue.
Gue bersyukur punya pacar yang pengertian kayak dia. Selalu sabar ngehadapin gue. Goals banget punya cowok kayak dia.
"Cat? Hei."
Nando melambai-lambaikan tangannya didepan wajah gue. Gue cuma menggeleng.
"Woah. Langit cerah. Enaknya nge-date nih." kata gue.
"Kodenya keras banget, Neng." nyindir Nando.
Gue cuma nyengir.
"Yaudah. Ayok."
Nando bukain pintu kasih gue. Gue masuk. Nando juga ikut masuk.
"Mau kemana sayang?" tanya Nando.
"Terserah deh."
"Kamu udah makan?"
"Belom."
"Yaudah kita pergi makan yah."
Gue ngangguk.
"Eh Do. Kamu kok tau aku ada disini?"
"Tau dong. Apa sih yang ngga aku tau dari kamu?" Kata Nando sambil senyum jail.
Gue natap dia jengah. Dan natap ke luar jendela.
Drrt drrt.
Handphone Nando bunyi.
"Tolong angkatin dong."
Gue ngangguk dan angkat telefonnya Nando. Gue liat namanya 'Philip'. Atau orang kepercayaan Nando dan keluarga.
"Halo."
"Halo. Ini siapa?"
"Ah, ini Cathrine. Mau bicara sama Nando yah?"
"Iya. Saya ingin berbicara dengannya. Bisa?"
Gue natap Nando.
"Do. Philip mau ngomong sama kamu."
Nando ngangguk. Gue taruh hapenya di telingga dia. Dia tetap fokus nyetir. Pacar yang baik bukan? Haha
"Halo. Iya. Ini aku."
"...."
"Ha? Bener?"
Gue liat Nando natap gue. Gue jadi penasaran sama yang mereka omongin. Tapi nguping pembicaraan orang lain itu engga sopan.
"Baiklah. Kirimkan alamatnya."
Nando menjauhkan kepalanya. Dan gue paham. Gue langsung menjauhkan tangan gue dari kepalanya.
Nando menepikan mobilnya dipinggir jalan. Gue heran.
"Kenapa?"
Nando natap gue dengan tatapan yang bahkan gue ga bisa artikan.
"Kamu. Kamu mau ketemu orangtua kandung kamu?"
Gue terkejut dengar pertanyaan dia. Gue ngangguk ragu. Nando megang tangan gue.
"Kamu yakin mau?"
Gue binggung. Haruskah gue ketemu sama orang yang udah ngebuang gue? Tapi mau gimana pun itu tetap orangtua gue. Gue pun ngangguk yakin.
"Yaudah. Aku bakal anter kamu kesana."
"Ka-kamu? Tau?"
Nando cuma ngangguk dan tersenyum tipis.
"Maaf. Kalo aku ngga ngomong sama kamu. Aku nyuruh Philip buat nyari tau tentang orangtua kamu dan tadi dia ngabarin ke aku." Nando natap gue dengan muka rasa bersalah.
Gue cuma balas senyumnya dengan anggukan.
"Gapapa kok."
Nando ngangguk dan muter balik. Ketempat yang katanya orangtuaku berada. Tapi lagi-lagi mobil berhenti di toko bunga. Gue natap dia heran.
"Kamu tunggu disini yah."
Gue ngangguk dan Nando keluar. Setelah beberapa menit Nando masuk. Dia memberikan gue sebuket bunga mawar. Gue ngambil dan cium bunga itu.
"Makasih."
Nando cuma tersenyum. Gue meletakkan buket mawar gue ke jok belakang. Dan gue terkejut karena disitu ada sebuket bunga anggrek.
"Ini untuk siapa?"
Nando cuma diam.
"Ayo turun kita udah sampek."
Gue turun dan terkejut liat sekeliling.
"Ini? Kenapa kita kesini?"
Nando lagi-lagi ngga jawab. Dia ambil sebuket bunga anggrek tadi. Perasaan gue ngga enak.
"Jangan bilang..."
Nando ngerangkul gue.
"Aku tau kamu tegar."
Gue sama Nando jalan masuk. Setelah sampai gue liat dua batu nisan itu dengan tatapan nanar. Batu nisan dengan foto mereka. Dan saat ini gue baru tau wajah orang yang membuat gue lahir kedunia ini.
"Em. Hai. Aku Sanny. Anak yang kalian buang." Gue nahan air mata gue. Nando cuma ngelus punggung gue.
"Aku engga tau alasan kalian membuangku. Tapi aku yakin pasti ada alasan dibalik itu semua. Aku sayang kalian walaupun bukan kalian yang membesarkanku. Tapi kalianlah yang membuatku ada didunia ini. Makasih."
Tangis gue pecah. Gue nangis dipelukannya Nando. Nando cuma ngelus-elus punggung gue.
"Nando. Ayo pulang."
Nando cuma ngangguk. Kami naik mobil dan pulang. Nge-date? Itu batal. Karena gue udah gabut duluan.
---
Gue lagi ngaca. Gue liat diri gue yang pake gaun. Simpel tapi elegan. Mama buka pintu kamar gue dan menyembulkan kepalanya.
"Udah siap?" tanya Mama.
"Sebentar Ma. Semua udah siap?"
"Udah. Kami tunggu di bawah yah."
Gue polesin muka gue dengan sedikit make up. Dan pas gue ngerasa udah cocok. Gue turun ke bawah. Semua orang liat ke arah gue dengan tatapan takjub.
"Cantik banget sih anak papa." puji Papa.
"Makasih papa." kata gue malu.
"Ini lo dek? Sanny? Ini lo?" heboh Bang Raham.
Gue cuma natap dia jengah.
"Ehem. Udah ayo berangkat. Ngga mau telat kan?" kata Justine.
Kami masuk kemobil. Papa yang nyetir. Mama duduk disebelahnya. Dan kami bertiga di belakang.
"Papa ada kasih Papanya Nando kado?" tanya gue.
Iya. Saat ini gue dan keluarga menuju ke Hotel Grand Liberty untuk merayakan ulangtahun Papanya Nando.
"Ada dong."
"Mana kadonya?" tanya gue heran.
Drrt drtt.
Baru aja Papa mau jawab. Hape gue bunyi. Dan itu dari Nando. Gue angkat.
"Halo?"
"Kamu dimana? Udah sampek? Udah otw?"
Ngeliat reaksi Nando kayak gini ide jail terlintas di otak gue yang pintar ini.
"Maaf Nando. Aku ngga bisa datang." kata gue dengan nada dibuat-buat menyesal.
"HA? KENAPA? KOK GA BISA? KAMU SAKIT? ATAU GIMANA? KAMU GAPAPA KAN?"
Gue nahan ketawa gue. Justine cuma mandang gue dengan tatapan iri mungkin.
"Aku-"
"KAMU KENAPA? JAWAB DONG."
"Buset. Gimana mau jawab kalo kamu dari tadi potong omongan aku terus."
"Oh maaf. Jadi?"
"Aku cuma bercanda. Aku datang kok. Aku udah nyampek di tempat parkir malah."
Gue jalan masuk ke hotel dan ninggalin keluarga gue. Sebelumnya gue ada pamit dulu dong. Gue ngeliat Nando di lobi. Gue langsung lari ke arah dia dan nepuk bahunya.
Nando balik badan dan dia pasang muka cengo dengan hape masih di telinga. Gue ngelambai-lambaikan tangan gue ke arah mukanya.
"Hei. Kamu gapapa?" tanya gue khawatir.
"Eh ha? Ehem kamu cantik." kata Nando salah tingkah.
"Ahh makasih. Haha."
Gue ketawa canggung. Gue liat Nando ngaruk-garuk kepalanya. Gue lingkarin lengan gue di lengan Nando.
"Ayo masuk." kata gue sambil senyum ke arah Nando.
"Eh, iya."
Pas gue masuk ke hallroom-nya. Ramai kata yang cocok untuk mendeskripsi ruangan ini.
Gue sama Nando nyamperin Papanya yang lagi ngobrol sama rekan bisnisnya. Pas ngeliat kami Papanya pamit pergi sama orang itu. Dan nyamperin kita.
"Halo, Om. Happy Birthday yah." kata gue sambil nyalim Papanya.
Papanya Nando cuma tersenyum. Kami ngobrol bentar dan gue pamit sama Papanya Nando. Gue pergi ngambil minum.
"Sanny."
Gue noleh dan liat Nana ada disana. Gue heran kenapa ada Nana. Dan Nana jelas tau keheranan gue.
"Bokap gue temenan sama bokapnya dia."
Gue cuma ber'oh' ria.
"Kalo ada lo. Pasti ada Augie kan? Dia mana?"
Nana cuma tersenyum tipis.
"Dia udah pergi ke luar negeri."
Gue terkejut. Gue jadi ngerasa bersalah karena ngga tau apa-apa tentang dia. Walaupun dia jahat sama gue. Tapi dia tetap sahabat gue kan?
"Gapapa. Gausah merasa bersalah gitu."
Gue senyum ke arah Nana. Gue melihat kesamping dan Nando udah ngga ada. Tapi gue ngga mau ambil pusing.
Tiba-tiba MC naik panggung dan acara dimulai. Acara pun dimulai dengan santai sampai tiba-tiba Nando naik ke atas panggung.
"Ehem. Cek 123."
Nando ngecek mikrofonnya. Lagu diputar dan Nando nyanyi.
Sir, I'm a bit nervous
'Bout being here today
Still not real sure what I'm going to say
So bare with me please
If I take up too much of your time.
Nando liat ke arah Papa gue seakan-akan minta izin sama Papa. Gue masih binggung sama situasi ini.
See in this box is a ring for your oldest.
She's my everything and all that I know is
It would be such a relief if I knew that we were on the same side
Very soon I'm hoping that I
Pas denger Nando nyanyi bait ini. Gue baru paham. Mungkin Nando mau ngelamar gue. Tapi gue ga berani ambil kesimpulan secepat itu. Nando nyanyi itu sambil liat ke gue. Dan otomatis semua liat ke arah gue.
I'm gonna marry your daughter
And make her my wife
I want her to be the only girl that I love for the rest of my life
And give her the best of me 'till the day that I die, yeah
Nando liat ke arah Papa gue. Dan Papa cuma senyum. Nana yang ada di samping gue cuma nepuk bahu gue terus senyum. Nando turun dari panggung dan jalan ke arah Papa gue.
I'm gonna marry your princess
And make her my queen
She'll be the most beautiful bride that I've ever seen
I can't wait to smile
When she walks down the aisle
On the arm of her father
On the day that I marry your daughter
Jantung gue serasa udah mau copot liatnya. Papa tersenyum ke arah Nando dan liat ke arah gue.
"You can ask her."
Papa gue mukul bahunya Nando. Dan Nando jalan ke arah gue dengan pelan-pelan. Pas sampek di depan gue dia senyum ke gue dan berlutut di hadapan gue.
Gue tahan nafas. Nando ngeluarin sesuatu dari kantongnya dan gue liat itu kotak kecil. Pas Nando buka itu ternyata cincin. Nando nyodorin kotak cincin itu kearah gue.
"Would you spend your days with me? Would you marry me?"
Nando senyum ke arah gue. Gue mencoba untuk tersenyum. Gue masih shock karena di lamar kayak gini.
Semua orang teriak ''I do. I do."
Gue liat ke arah Nando yang udah keringat dingin. Gue tarik nafas bentar.
"Yes, I do."
THE END.
---
Woahh. Akhirnya selesai juga.
Makasih buat 1k readersnya. Muah.
Makasih buat yang sering vote dan commentnya. Muahmuah.
Makasih buat semuanyaaa.~
Btw. Merry christmas bagi yang merayakan.
Dan Happy Holiday bagi yang tidak merayakan.
Oke sampek disini dulu. Bhay semua:*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro