Chapter 10: Ular Wering - Bugarus Candidus III
Sea dan Bell dua kucing bersaudara yang nakal. Saat Ibu Siska harus mengantar kue ke rumah bibi Karin dan Melinda harus bersekolah saat pagi hari, Sea dan Bell disuruh menjaga rumah, tapi mereka tidak menjaga rumah dengan baik, mereka malah berkelahi walau berkelahi bukan dalam artian sebenarnya, sebenarnya mereka hanya berolah raga.
Bell ahli soal kecepatan, serangan manuper, sergapan, dan gerak crpat, itu lah tekhnik andalan Bell, tapi soal kekuatan dia jauh kalah dari kakaknya Sea.
Sea seperti kakak laki-laki kebanyakan fisiknya lebih kuat dan tahan pukul atau cakaran. Sea tidak memiliki tekhnik khusus, dia bertarung hanya bertahan dan menyerang, tapi Bell selalu saja kalah.
Sea berkata pada Bell, "kau terlalu fokus ke dasar Bell, dasar hanya lah dasar, untuk bisa menemukan hal yang kauinginkan, kauharus menyelam ke dalam."
Tapi seperti adik kucing kebanyakan, Bell tidak terlalu memikirkanya, dia selalu mencari tekhnik baru, walau Sea berulang kali memberi saran agar Bell cukup mengembangkan tekhniknya yang sudah ada. Dasar adik kucing keras kepala.
Malam itu malam yang panjang untuk Bell, dia tidur dengan wajah yang sangat serius. Di dalam mimpinya Bell mengejar seekor anak hamster gemuk yang tidak sengaja masuk kerumah Melinda, di dalam mimpinya juga Bell banyak sekali makan, sampai dia susah tidur karena kekenyangan.
Dalam mimpinya, Bell pergi ke dapur untuk makan lagi, dia melihat Sea duduk dibawah meja makan sambil melihat ke arah jendela, dia menghampiri Sea dan duduk disebelahnya.
"kakak, apa yang kau lihat?."
"Aku melihat bulan," jawab Sea.
"Ada apa dibulan?."
"Ada nenek yang sayang pada para anak kucing."
"Ibu Siska dan Melinda sayang kita," kata Bell sambil ikut melihat bulan.
"Apa aku bisa ke bulan?" kata Sea dengan wajah kurang baik.
"Jangan kau disini saja kak," kata Bell sambil menjilati pipi kakaknya, tiba-tiba Bell melihat darah di leher kakaknya.
"kakak, leher mu berdarah."
"Oh darah nyamuk," kata Sea tersenyum.
"Kakak, apa kau akan terus bersama ku?" tanya Bell, namun Sea tidak menjawab, dia terlihat tertidur, mungkin Sea mengantuk pikir Bell, lalu Bell ikut tidur disebelah Sea.
Hari telah pagi, Slik Slowter si ayam jantan paling berisik berkokok dengan nyaring sambil batuk-batuk, katanya dia sedang flu, tapi memaksakan diri untuk berkokok. Karena kokoknya dalam mimpi, Bell terbangun.
"Kakak ayo bangun," kata Bell dimimpinya, tapi Sea tidak bangun juga. Bell mengoyang-goyangkan tubuh Sea, tapi Sea tetap tertidur, lalu dalam mimpinya Bell duduk disamping Sea sambil menunggu Sea bangun.
Malam itu juga malam yang panjang bagi Candidus si ular, dia tertawa begitu nyaring dan jahat seperti kalkun, sementara Sea melihatnya dengan aneh.
"Aku berhasil mematukmu, dasar anak kucing nakal! Kucing nakal! Kucing jahat!" kata Candidus.
"Benarkah, aku tidak merasa dipatuk," kata Sea dengan mata bulat seperti kelereng hijau.
Bagaikan tertelan permen pahit sebesar biji durian, Candidus hampir saja pingsan kejang-kejang, bagaimana tidak, bulu hitam Sea setebal 2 lapis selimut musin dingin membuat taring kecil Candidus yang hanya berukuran 0,8 cm tidak bisa menembus ke kulit Sea.
Sea dengan cepat mengunci leher Candidua dengan kaki depanya, dan sebuah cakar kecil tajam di Arahkan oleh Sea ke tengorokan Candidus.
"Coba kita lihat, apa isi tengorokan kecil ini? Ular kecil menyedihkan," kata Sea dengan senyuman licik.
" Dasar kaupenjahat keji! Anak kucing jahat!... Eh anu, maaf tuan, eeeh, jangan master kucing yang baik, tidak ada apa-apa disana master," kata Candidus dengan ekor melecut kesana kemari, namun percuma lecutan ekor Candidus, kuncian Sea membuatnya lemas.
"Hei, aku tahu siapa kau?," kata Sea tersenyum pada Candidus," kenapa aku tidak sadar dari tadi."
"Iya tentu saja, aku juga mengenalmu master kucing, bukan kah kita bersepupu," kata Candidus membual tidak jera.
Candidus sebenarnya bukan ular pembual dan jahat, dia ular yang baik, hanya saja banyak yang usil padanya, padahal Candidus sama berbahaya dengan ayahnya.
"Kau si One Ring, harga kepalamu sekarangku dengar naik 10 juta," kata Sea tidak menghiraukan bualan Candidus. "Kita akan berbisnis ular, aku kenal baumu, walau kau bersembunyi di gulungan daun seperti ulat, aku bisa melacakmu."
"Bisnis apa tuan master? eh master kucing," kata Candidus gemetar.
"Hmmm."
"Bisnis apa masterku?"
"Bisnis ular jinak, hehe."
Mata Sea menyala dalam kegelelapan, bulunya yang hitam lebat nampak menyatu dalam suasana gelap, senyuman anak kucing nakal itu sama jahatnya dengan senyuman hantu jahat. Kini sang ular yang paling ditakuni dan berbahaya itu, kini dapat masalah besar, dia bagai terhisap oleh kegelapan, terkurung selamanya, dan nyali serta semangat hidupnya malam itu benar-benar redup, Cadidus kalah total sampai keakar-akarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro