Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(2) Warta Dwi : Dilarang Gagal



| 𝐓𝐇𝐄 𝐑𝐈𝐕𝐄𝐑 𝐎𝐅 𝐏𝐀𝐒𝐓 & 𝐅𝐔𝐓𝐔𝐑𝐄 |

Tidak sesuai dengan prakiraan Bayu, ternyata Pratama sudah berhasil membentuk tim dengan anggota lengkap yang akan turun ke lapangan dalam rangka eksplorasi artefak dari peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Jadi, mau tidak mau Bayu harus mengadakan pertemuan untuk memberikan instruksi awal tentang ekspedisi yang akan dilaksanakan segera.

Balai Arsip Dokumen milik Lembaga Pusat Penelitian Arkeologi Nasional menjadi pilihan oleh Bayu sebagai tempat rapat tersebut. Selain fasilitas ruangannya yang memadai, namun ia juga mempertimbangkan kemudahan untuk mengakses beberapa dokumen terkait dengan penelusuran situs peninggalan Tarumanegara yang sekiranya dapat membantu proses penelitian.

"Wajahmu terlihat tegang," celetuk Pratama iseng.

"Terima kasih informasinya," balas Bayu tak acuh.

"Apa kau merasa ragu dapat memenuhi permintaan proposal itu?"

"Apakah masih memungkinkan untuk menemukan benda dari 1700 tahun yang lalu?"

"Kita menemukan barang berumur ratusan juta yang lalu bulan kemarin,"

"Tapi itu dalam keadaan membeku, dan hanya sekadar fosil daun merangin saja."

"Kau meraih penghargaan internasional karena berhasil mendapatkannya, btw."

"Beda konteks, Pratama."

"Sama saja, pekerjaan Arkeolog 'kan hanya berputar di sekitar situ, menemukan artefak atau fosil. Teknis dan strategi yang digunakan di lapangan juga sama saja."

Alih-alih membalas, Bayu memilih menutup mulut sambil mengembuskan napasnya dengan kasar, ia malas beradu argumen dengan lelaki di sampingnya. Kemudian Bayu mengucap syukur dalam hati, karena percakapan antara Bayu dan Pratama berhenti sejenak ketika para anggota tim ekspedisi mulai memasuki ruangan sembari membungkukkan badannya untuk bertegur sapa. Bayu membenarkan posisi duduknya, bersiap mengucapkan beberapa patah kata untuk briefing siang ini.

Ia mengambil napas sebentar, lantas mulai membuka pembicaraan. "Selamat siang semuanya. Terima kasih telah menyempatkan diri untuk hadir pada rapat perdana siang hari ini. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, kita akan melakukan penjelajahan di beberapa titik selama 10 hari untuk pencarian situs-situs peninggalan Kerajaan Tarumanegara, lebih rincinya silakan di cek di Term of Reference yang telah diberikan oleh rekan saya, Pratama."

Mereka mulai membuka dan membaca lembar acuan yang sudah dibagikan Pratama. Bayu mengedarkan pandangan ke orang-orang di tempat itu, tampak dari raut wajahnya bahwa mereka keberatan dengan agenda penelusuran ini, namun tertahan di lisan masing-masing. Pratama menyenggol pelan lengan Bayu, memberikan kode agar melihat respons sekilas dari para anggota, Bayu pun mengangguk paham, ia sudah mengerti dari awal.

"Jadi bagaimana, adakah yang ingin ditanyakan atau disampaikan?" ujar Bayu.

Salah satu anggota mengangkat tangannya, Bayu pun mempersilakannya orang tersebut untuk angkat bicara.

"Setelah membaca kerangka acuan kerja yang telah tercantum, sebetulnya dari saya sendiri tidak ada yang perlu ditanyakan, karena prosedurnya sudah jelas. Namun yang menjadi beban dan tekanan bagi saya adalah, tertulis bahwa ekspedisi ini harus melakukan ekskavasi di hari ke 9-10, berarti secara tersirat mewajibkan kita untuk menemukan benda artefak apapun itu bentuknya. Bukankah selama ini kita tidak selalu mendeteksi secara akurat? Bahkan pemerintah resmi pun tak pernah mendesak kita untuk mendapatkan hasil, dan saya yakin tidak hanya saya yang memprotes hal ini."

Bayu mengusap keningnya sembari menyusun kalimat untuk menanggapi perkataan tersebut. "Saya mengerti maksud dari ucapan anda, bahwa tidak seharusnya kita diberi keharusan untuk menemukan suatu artefak selama proses penjelajahan. Namun karena biaya yang dikeluarkan cukup besar, maka besar harapan agar penelusuran ini membuahkan hasil."

Seorang anggota lain menimpali pembicaraan mereka. "Dana yang banyak tidak menjamin keberhasilan kegiatan ekspedisi. Lagipula yang mengajukan proposal ini bukan dari lembaga atau pemerintah 'kan? Katakan saja jika kita akan menyanggupi pengajuannya, asalkan jangan paksa kami untuk mendapatkan hasil. Kalau tidak mau, suruh saja Arkeolog lain untuk mencarinya."

"Akan saya sampaikan kepada pengaju proposalnya terlebih dahulu."

Pratama menepuk-nepuk pundak Bayu untuk menyemangati lelaki itu. Ternyata pembahasan dengan anggota tim penjelajah tidak semudah yang diharapkan mereka berdua. Kemudian satu persatu orang-orang tersebut meninggalkan ruangan itu, menyisakan Bayu dan Pratam yang masih terduduk diam. Bayu mengurut pelan pelipis keningnya, kepalanya dibuat pening dengan penolakan dari beberapa orang tadi. Ia pun lantas meraih ponselnya untuk menghubungi Ayuni.

Bayu Arkan Wibisono
Bisa bertemu? Ada yang perlu saya sampaikan
2.17 PM


Tanpa perlu menunggu waktu lama, Bayu langsung mendapatkan balasan atas pesannya.

Ayuni Ardhanareswari
Boleh, kebetulan saya sedang berada di kedai kopi dekat kantormu
2.17 PM

Bayu Arkan Wibisono
Tunggu sebentar, saya akan segera kesana
2.18 PM



| 𝐓𝐇𝐄 𝐑𝐈𝐕𝐄𝐑 𝐎𝐅 𝐏𝐀𝐒𝐓 & 𝐅𝐔𝐓𝐔𝐑𝐄 |

Seperti biasa, kedai kopi dengan lambang seorang siren cantik berlatar warna hijau gelap itu selalu dipadati pelanggan dari berbagai kalangan dan usia. Ada beberapa mahasiswa yang duduk manis dengan minuman non-coffe di mejanya, biasanya mereka nongkrong sambil mengerjakan sejumlah tugas mata kuliah. Istilah bekennya, produktif. Tak jauh berbeda, banyak karyawan korporat maupun start-up memilih untuk menyelesaikan beberapa task work mereka disini daripada di kantornya masing-masing. Alasannya pun hampir sama, 'sekalian hangout.'

Bayu melangkah masuk ke dalam tempat tersebut dengan tangan membawa tas berisi manuskrip lama yang berkaitan dengan Kerajaan Tarumanegara, Naskah Wangsakerta, Kitab Parahyangan, dan beberapa peta peradaban kuno. Sorot matanya menerawang semua sudut dari ruangan tersebut, untuk mencari keberadaan Ayuni, wanita yang hendak ia temui saat ini.

"Bayu!" Suara nyaring terdengar memanggil namanya, lelaki itu pun menoleh untuk mengetahui siapa pelakunya, dan seperti dugaannya, Ayuni dengan riang melambai-lambaikan tangannya, tidak peduli terhadap atensi yang tertuju padanya akibat kebisingannya. Ia segera menghampiri perempuan itu dan duduk di hadapannya.

"Selamat datang, Bayu. Sudah makan siang?" sapa Ayuni dengan memasang senyuman ramah.

Bayu menggeleng pelan. "Belum sempat, anda sendiri?"

Ayuni tertawa kecil. "Jangan terlalu formal begitu, panggil saja aku Ayuni."

Bayu manggut-manggut paham, namun tidak menanggapi ucapan Ayuni. Memilih mengeluarkan beberapa barang dari dalam tasnya dan menatanya di atas meja. Perempuan itu memperhatikan buku-buku yang dibawa oleh Bayu, kemudian ia menarik ujung labiumnya membentuk senyuman tipis. Tidak salah lagi, semua buku tersebut merupakan sumber rujukan sejarah untuk kegiatan ekspedisi.

"Tidak membawa Pustaka Pararatwan?"

"Apa?"

"Pustaka Pararatwan, salah satu kitab yang mengisahkan Tarumanegara."

"Oh, sudah tergabung di Naskah Wangsakerta."

"Baiklah kalau begitu. Omong-omong, mau kupesankan minuman? Biasanya kau pilih varian apa?" Ayuni menawarkan.

"Terserah saja,"

Kini terlihat ekspresi wajah Ayuni mengkusut. "Hmmm, padahal yang mengajak bertemu itu kau. Tapi mengapa kesannya kau yang tidak ingin berbicara denganku?"

Bayu tertegun sejenak. "Jangan tersinggung, Ayuni. Aku memang belum berniat memulai pembahasan utamanya, tapi aku juga tidak pandai berbasa-basi. Apalagi ini pertemuan pertama kita, jadi mungkin perlu penyesuaian suasana dulu."

"Rupanya seorang Arkeolog terbaik di Indonesia ini sifatnya pemalu, ya?" goda Ayuni sembari tergelak tawa, merasa senang bisa menjahili pria di depannya.

Muka Bayu memerah padam, kemudian ia berdeham untuk menetralkan perasaannya. "Saya akan sangat menghargai dan berterima kasih jika anda bersedia untuk memahami saya."

"Tentu saja, buat dirimu merasa nyaman terlebih dulu, Bayu. Kita bisa tunda pembicaraan terkait perkara proposal ekspedisi itu. Aku akan memesan minuman dan beberapa kudapan untuk mengganjal lapar. Sebentar, ya." Ayuni pun bangkit dari duduknya dan melangkah menuju kasir meninggalkan Bayu seorang diri di meja tersebut.

Lelaki itu menghela napas perlahan. Sejak pertama kali dirinya melihat Ayuni, sudah terpancar dengan jelas aura dominan yang dimiliki perempuan itu. Tubuhnya tegap, pundaknya lurus, tatapan matanya tajam, intonasi bicaranya yang terdengar lugas, cara duduknya yang anggun, hingga langkah kakinya yang begitu solid dan berirama. Benar-benar menggambarkan kosakata girlboss yang sesungguhnya.

Mungkin lagu berjudul "Miss Independent" yang dibawakan oleh penyanyi asal Amerika, Ne-Yo itu sangat cocok untuk mencerminkan karakter Ayuni.

Pandangan Bayu mengekori setiap pergerakan yang dilakukan oleh Ayuni, terlihat seperti penguntit memang, tapi tak dapat dipungkiri bahwa dirinya terkesima dengan perempuan itu.

Tidak berselang lama, akhirnya Ayuni kembali dengan tangannya membawa dua cup minuman dan dua piring kue. "Silakan pesanannya, Java Chip Frappuccino, Asian Dolce Latte, dan dua Cinnamon rolls. Selamat menikmati," tutur Ayuni berlagak menirukan waitress pada umumnya.

Bayu hanya tersenyum tipis sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ada-ada saja kelakuan perempuan itu.

"Terima kasih, maaf merepotkan."

"Tidak masalah. Lalu bagaimana dengan dirimu, masih merasa canggung?"

"Sudah tidak terlalu, sih." Bayu harus mengakui jika Ayuni pintar membuat orang lain merasa nyaman bersamanya.

Ayuni tersenyum. "Baguslah, mungkin kita harus sering bertemu agar bisa semakin akrab."

Hening sejenak. Ayuni kemudian asyik menikmati minumannya sembari menyantap kue miliknya. Sedangkan Bayu mengusap wajahnya, bersiap memulai pembahasan yang serius.

"Beberapa anggota tim ekspedisi kami keberatan dengan target yang kau berikan..."

"Wah, sebuah pembukaan yang buruk." respon Ayuni.

"Mempertimbangkan kemungkinan artefak dari zaman Tarumanegara dari abad ketiga yang memiliki rentang waktu cukup jauh, sepertinya akan sulit apabila ekspedisi ini dikehendaki sampai tahap ekskavasi."

"Pada tahun 2016, kau ikut proses ekskavasi candi Cibuaya 'kan?" tiba-tiba Ayuni mengajukan pertanyaan.

Bayu mengernyitkan keningnya. "Eh?"

"Meskipun kau bukan Ketua Pelaksananya, namun kau ikut serta 'kan?"

Jujur saja, Bayu sedikit terkejut ketika Ayuni mengungkit kejadian tersebut. Dalam hati lelaki itu bertanya-tanya, dari mana perempuan itu tahu hal tersebut? Pasalnya, hanya beberapa orang saja yang mengetahui itu.

"Pada saat itu, tim kami mengira gundukan batu bata tersebut merupakan benteng peninggalan Belanda, namun hipotesis itu terpatahkan saat kami menemukan beberapa Arca Dewa Wisnu yang tercerai berai. Akhirnya Arca itu kami bawa dan disimpan di Museum Balai kami."

"Lalu?" Ayuni menuntut penjelasan lebih runtut lagi.

"Tim kami pun melalukan penelitian untuk memperkirakan candi itu peninggalan dari kerajaan apa. Setelah melalui pengujian sampel struktur beberapa batu, penerjemahan beberapa relief yang terukir, dan menyesuaikan dengan peta persebaran Kerajaan di Nusantara, akhirnya kami mengambil kesimpulan bahwa candi tersebut adalah peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara."

"Nah, buktinya kalian masih bisa menemukannya!"

"Tapi itu karena ketidaksengajaan---"

"Kau tahu sendiri 'kan, aku sudah menggelontorkan dana sebanyak itu demi terlaksananya agenda penelusuran ini? Aku tidak menerima kata gagal."

"Tim kami akan berusaha keras untuk bisa mendapatkan hasil, namun tidak semua rencana bisa berjalan seperti harapan awal 'kan? Jadi kami meminta sedikit keringanan. Kalau kau tak mau menyanggupi, maka kami terpaksa menolak proposal pengajuan ekspedisi yang sudah kau minta."

"Ya sudah, kalau begitu aku akan ajukan ke lembaga lain." ucap Ayuni santai.

Bayu mengerjap-ngerjapkan matanya. Semudah itukah Ayuni memalingkan pilihan?

"Tapi pasti mereka pun akan menolak, sih. Permintaanku sulit soalnya," celetuk perempuan itu kemudian.

Ayuni merenggangkan sendi-sendi tubuhnya dengan menggeliat, tubuhnya terasa pegal karena terlalu lama duduk diam. "Baiklah, aku takkan mewajibkan sampai tahap ekskavasi, namun biarkan aku mengirimkan beberapa orang kepercayaanku untuk ikut ekspedisinya."

Bayu mengangguk setuju, sebuah kesepakatan yang bagus menurutnya.

"Segera percepat pelaksanaan ekspedisinya, ya. Aku menunggu kabar baik darimu."

Bayu kembali mengangguk mengiyakan. Ayuni pun tersenyum simpul.

"Kalau begitu, aku pamit dulu. Ternyata aku ada jadwal mengajar di kampus siang ini. Sampai jumpa, Bayu." Perempuan itu melambaikan tangannya.

Bayu mengangguk ke sekian kalinya. Kemudian Ayuni meninggalkan tempat tersebut, Bayu menyaksikan perlahan perempuan itu semakin menjauh dari pandangannya.

Sepertinya setelah ini Pratama akan dibuat sibuk olehnya, karena ekspedisi akan tetap diadakan sesuai rencana awal.

| 𝐓𝐇𝐄 𝐑𝐈𝐕𝐄𝐑 𝐎𝐅 𝐏𝐀𝐒𝐓 & 𝐅𝐔𝐓𝐔𝐑𝐄 |

*Ekskavasi = Proses penggalian suatu titik tempat suatu artefak/fosil/prasasti terpendam.

*Ekspedisi = Agenda pencarian situs-situs peninggalan purbakala yang dilakukan sekelompok Arkeolog.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro