Siapa Yang Sampah?
Sinar mentari menembus lapisan bening kaca, menyorot seorang gadis yang sedang terlelap dalam alam mimpinya. Wanita itu mengerang pelan, terganggu tidurnya karena cahaya mentari yang menyinari wajahnya.
"Huaam, jam berapa sekarang? Apakah aku sudah terlambat?" Gadis itu beranjak lunglai dan memeriksa ponselnya. "Hah! Kok udah jam setengah 6 aja?"
Kenanga dengan terburu-buru mengambil pakaian ganti dan berlari kecil ke kamar mandi. Dia mandi kurang lebih selama 10 menit, yang dilanjutkan dengan memakai body lotion dan sunblock.
"Kenanga, mau kemana kamu?" ucap Grisa, teman sekamarnya saat melihat dia keluar dari kamar mandi.
"Sekolah lah, emang kamu enggak sekolah, Grisa? Ayo, udah jam 5.45 nihh." Kenanga buru-buru mengambil baju seragam dan mau memakainya.
"Hah? Kan sekarang hari Minggu," balas Grisa terheran-heran.
Kenanga mengerutkan dahinya sebelum melihat kalender dan menyadari jika sekarang hari Minggu, hari libur sekolah. Dia menepuk dahinya sebentar sebelum mengembalikan seragam ke posisi semula.
"Kebanyakan liat drama sih kamu, kemarin juga kamu tidurnya malem banget, pantesan jadi lupa hari," kata Grisa sembari tertawa kecil.
"Nggak tau juga nih, kebanyakan pikiran aku." Kenanga menghela napas pelan dan mengembuskannya kencang-kencang.
"Ya udah, ke kantin yuk. Mau sarapan nih aku, kari kayaknya enak nih," ajak Grisa yang dibalas dengan anggukan kepala.
Kenanga memakai setelan kaos berwarna cerah dengan celana pendek warna hitam. Rambut hitamnya ia biarkan terurai, menambah kecantikannya beberapa persen.
"Yuk, aku dah siap. Aku sendiri nanti mau makan makanan berkuah saja," ucap Kenanga setelah menyelesaikan aktivitas paginya.
Mereka berdua keluar dan pergi ke kantin untuk mengisi energi. Saat mereka sampai, kantin masih cukup sepi, hanya orang-orang yang memiliki agenda yang terlihat berada di kantin.
"Grisa, kamu duduk aja, biar aku yang pesan. Kamu pesan kari kan?" tanya Kenanga memastikan pesanan Grisa dan menyuruhnya duduk.
Grisa hanya mengangguk dan mencari tempat duduk untuk mereka berdua, sedangkan Kenanga mengantri makanan. Antrian hanya ada 3 orang termasuk Kenanga, yang membuatnya tak menunggu lama. Hanya dalam 15 menit saja, makanan sudah ada di nampan Kenanga.
Kenanga lalu membayar makanan dan membawanya ke meja yang sudah diduduki oleh Grisa.
"Grisa, temenin aku beli make up yuk nanti. Make up punyaku udah tinggal sedikit, aku terakhir beli 2 bulan yang lalu. Wajar aja sih kalo udah sedikit," ucap Kenanga tiba-tiba.
"Nggak ah, aku mau yoga soalnya. Aku udah agak gendutan nih," tolak Grisa.
"Yah, yaudah deh, aku sendiri aja nanti. Kamu mau ada titip sesuatu nggak?" tawar Kenanga.
"Lipstick dari Maybeline aja warna merah cerah. Nanti aku ganti kok uangnya, makasih," balas Grisa cepat sembari tersenyum senang.
"Nggak usah diganti nggak papa, sekali-kali aku beliin kamu sesuatu," jawab Kenanga sambil tersenyum.
Mereka lalu makan dalam diam, menikmati cita rasa makanan masing-masing. Setelah itu, Kenanga buru-buru pergi ke kamarnya dan berganti pakaian.
Di sisi lain, Jason yang baru saja bangun tidur menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menguap lebar. Rambutnya masih berantakan, dengan badan yang terekspos setengahnya.
"Sudah jam berapa sekarang? Gym buka pukul 8 pagi, sedangkan sekarang masih jam setengah 8," gumam Jason saat melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 7 lebih 30 menit.
Dia lalu meregangkan otot-otot tubuhnya sebelum beranjak dari kasurnya. Pria berwajah tampan itu lalu memakai kaosnya dan bermain dengan laptopnya sebentar.
"Hm, lebih baik aku mandi dulu saja deh. Lalu setelah itu aku pergi ke kantin dan mengisi perut baru pergi," gumam Jason.
Dia lalu beranjak dari posisinya dan mengambil handuk serta pakaian. Dia lalu pergi ke kamar mandi dan mulai membasahi tubuhnya.
10 menit kemudian, Jason sudah selesai dengan kegiatan mandinya dan sudah berpakaian lengkap dengan setelan kaos hitam dan celana jeans dengan warna senada.
"Arie sudah pergi ya? Dia bilang akan pergi ke bioskop untuk menonton film terbaru. Yah, terserahlah," kata Jason pelan saat tak melihat teman sekamarnya, Arie tidak ada.
Jason mengambil kunci sepeda motornya dan pergi ke kantin dahulu untuk makan pagi sebelum pergi ke tempat gym.
Setelah sampai, Jason menunjukkan kartu anggotanya dan memilih untuk melatih otot lengannya dahulu dengan barbel. Yang dilanjutkan dengan otot dada dan perut selama 15 menit.
"Hah hah, capek sekali. Padahal ini baru satu jam saja, tapi aku sudah capek sekali," kata Jason sambil menghabiskan sebotol air minum.
Jason lalu memutuskan untuk selesai setelah melanjutkan lagi selama 30 menit. Kaosnya sudah basah dengan keringat, dia lalu melucuti kaosnya dan menggantinya dengan kemeja yang dibawanya.
"Lapar ...," katanya pelan saat selesai berganti baju.
Jason memutuskan untuk makan di restoran seberang yang dirumorkan memiliki cita rasa yang enak. Di tempat lain di waktu yang sama, Kenanga sedang sibuk memilih-milih lipstick dan foundation. Tangannya dengan cekatan memilih dan memilah mana yang cocok dengan warna kulitnya.
"Lipstick ini warnanya bagus, tapi jika dipadukan dengan rambutku yang hitam akan kurang serasi. Yang ini lebih cocok, tetapi warnanya kurang bagus," kata Kenanga membandingkan dua lipstick di tangannya.
Dia terlihat kebingungan mencari warna yang bagus, tetapi juga cocok dengan rambut dan kulitnya. Setelah memikirkan jauh-jauh, Kenanga memilih yang pertama dan mengembalikan yang kedua ke tempat awalnya.
Kenanga lalu beranjak memilih blush on dengan warna cerah. Setelah memilih blush on warna pink, Kenanga lalu berlanjut memilih eye shadow dengan warna ungu.
"Oh iya, pesanan Grisa. Maybeline warna cerah ... ketemu!" Kenanga berteriak girang dan dengan segera mengambilnya dan sedikit berlari ke kasir.
Setelah membayar, Kenanga dengan segera keluar dari pusat perbelanjaan itu dan berjalan pulang. Tetapi, perhatiannya teralihkan pada 3 orang yang saling berhadap-hadapan di tengah-tengah kerumunan.
"Orang itu, bukankah itu Jason! Ada apa dia hingga berurusan dengan pemburu iblis?" gumam Kenanga.
Kenanga lalu berlari menghampiri salah satu kerumunan dan melihat dari dekat. Saat dilihat lebih dekat, tubuh Jason sudah memiliki luka-luka yang cukup dangkal di sekujur tubuhnya.
"Iblis rendahan, untuk apa engkau mengikuti aktivitas manusia? Apakah sampah sepertimu tertarik dengan kehidupan manusia?" tanya salah satu pemburu.
"Sampah? Huh, siapa yang sampah? Kami-ras iblis-tidak pernah sekalipun mengganggu keseimbangan alam seperti kalian, manusia." Jason tersenyum mengejek sebelum menegakkan tubuhnya.
"Apa taumu tentang manusia hah? Dasar sampah!" Pemburu yang lain tampak emosi dan mulai menarik pedangnya yang tersarung di punggung.
"Apa yang kutahu? Yang kutahu manusia adalah makhluk egois, yang merusak Bumi hanya demi kepentingan pribadi mereka masing-masing. Iblis yang lebih biadab daripada ras iblis," balas Jason mengejek.
"Kau! Iblis sepertimu hanya dapat membual saja, kau-" omongannya dihentikan oleh rekannya yang terlihat lebih tua.
"Kami memang sering merusak alam, tetapi kami tidak pernah sekalipun melakukannya karena kepentingan egois," jawabnya santai.
"Tidak pernah kau bilang!! Lalu bagaimana dengan hutan yang kalian bakar? Bagaimana dengan hewan-hewan yang kalian buru dan bunuh? Itu yang kalian sebut tidak pernah, hah!" Jason mulai mengangkat tangan kirinya dan berubah ke wujud iblisnya dengan tanduk dan sayap.
"Kakak, berhati-hatilah," pemburu yang emosi tadi menunjukkan raut khawatir.
"Dasar cacing rendahan, sekarang siapa yang sampah? Kalian atau kami? Kalian hanya dapat merusak dan membual saja!" Jason lalu melesat ke arah pemburu yang lebih tua dan melakukan beberapa pukulan sebelum kembali ke posisi awalnya.
"Aku, Tristan Hakken Fenrir bersumpah, aku tidak akan membiarkan manusia merusak alam lagi selama aku masih hidup," kata pria itu sembari mengelak menghindari serangan Jason.
"Omong kosong! Sudah banyak manusia yang berbicara seperti itu, namun nyatanya? Mereka malah turut terlibat dalam perusakkan hutan!!" Jason makin menjadi-jadi dan membuat ilusi dirinya.
"Iblis sepertimu memang tidak bisa diajak berdamai. Kakak, tidak perlu mengajaknya berdamai, langsung saja kita bunuh dia!!" Pemburu yang lebih muda sudah bersiap dengan pedang di tangan kanannya.
"Julius, tenanglah dahulu. Dia tidak bermaksud buruk, malah kita yang menyerangnya terlebih dahulu. Diamlah!" bentak Tristan.
"Tapi, Kak-"
"Kubilang diam!"
Tristan lalu menghela napas dan menatap iblis di hadapannya. Tombak Longinus di tangan kanannya tidak ia gerakkan sedikitpun.
"Apa yang kau tunggu manusia? Jika kau tidak menyerang, maka aku yang menyerang," kata Jason sembari melesat ke arah Tristan.
"Sudahlah, kita tidak berniat buruk padamu." Tristan mengelak ke samping dan mengunci posisinya. Tombak Longinus sudah terarah ke jantungnya. "Diam, atau kubunuh kau ...."
"Cih, manusia rendahan mengancamku? Bodoh sekali." Suhu tiba-tiba menjadi panas bersamaan dengan api yang tiba-tiba muncul dari tubuh Jason.
Tristan masih tetap memasang wajah datar sembari melompat mundur beberapa langkah. Tombaknya ia ayunkan menggores tubuh Jason.
"Menyerahlah, kondisimu sudah benar-benar terdesak."
Kenanga yang melihat Jason terluka merasakan sesak di dadanya. Perasaan aneh menguasai hatinya, dia ingin sekali menolong Jason. Namun dia hanyalah manusia biasa.
"Tolonglah dia, kau bukanlah manusia biasa. Kau adalah diriku, diriku adalah kamu. Pakailah kekuatanku, kekuatan dari malaikat, Auriel." Sebuah bisikan entah darimana terdengar.
Kenanga merasakan kekuatan yang familiar mengalir memenuhi pembuluh darahnya. Ledakan energi terasa dalam tubuhnya.
"Nah, bantulah dia." Bisikan itu kembali terdengar.
Sayap hitam muncul dari punggung Kenanga, iris matanya juga berubah menjadi emas, membuatnya sedikit terkejut selama beberapa saat sebelum tersenyum dan terbang ke tengah-tengah pertempuran.
"Hentikan pertarungan tidak berguna ini!" ucap Kenanga saat sampai di tengah mereka.
"Kau, gadis waktu itu. Kenapa kau bisa ada disini? Manusia-" ucapannya terhenti saat melihat sayap hitam indah yang terpampang di depannya. "Kau, kau bukan manusia? Kau adalah mereka, satu dari beberapa malaikat yang ... jatuh?"
Jason kembali ke wujud manusianya dan menatap Kenanga tak percaya. Tristan sendiri berbalik dan berdiri di samping Julius.
"Untuk apa kalian saling membunuh seperti ini. Bukankah kalian bisa saling membantu menciptakan perdamaian? Apakah pertempuran dapat membuat alam kembali sehat?
"Alam membutuhkan perdamaian untuk tumbuh dan berkembang. Jika kedua belah pihak saling membunuh seperti ini, kalian sama saja merusak alam secara perlahan," ucap Kenanga.
"Manusialah yang merusak alam, bukan kami ras iblis. Ras iblis sudah berusaha menyembuhkan alam, tetapi manusia merusaknya kembali. Manusia tak lebih dari parasit untuk Bumi, parasit yang harus dimusnahkan," balas Jason.
"Lalu jika manusia binasa, apakah Bumi bisa tetap sehat?" tanya Kenanga.
Jason terdiam dan berpikir sejenak sebelum menggelengkan kepalanya. "Tidak, akan bermunculan parasit-parasit baru yang juga merusak Bumi."
Kenanga tersenyum dan berjalan ke arah Jason. Tangannya ia angkat ke depan dada Jason dan menyentuhnya.
"Disini, sumber kekuatan untuk menyembuhkan Bumi ada disini."
Jason menatap Kenanga bingung yang membuatnya tersenyum tipis. Dia lalu melepaskan sentuhannya pada dada Jason dan mengedarkan pandangannya ke semua orang.
"Hati, sumber kekuatan kita adalah hati. Manusia-manusia rusak harus kita perbaiki, keseimbangan alam harus terjaga. Manusia-manusia busuk yang hanya mementingkan perutnya sendiri binasakanlah."
Setelah berkata seperti itu, Kenanga memeluk Jason dan membawanya pergi. Menyisakan perasaan bingung orang-orang disitu sebelum membubarkan diri.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro