Serangan Diam-Diam
Senja di hari itu, Jason berdiri di balkon kamarnya. Menikmati kopi panas dengan pemandangan matahari yang terbenam. Perasaan nyaman dan tenang ia rasakan dikala menatap sang mentari yang menghilang dibalik batas dunia.
"Nikmatnya kopi adalah dikala senja, sepertinya kata-kata itu benar adanya. Kopi tidaklah menjadi kopi jika tidak diminum disaat senja."
Jason menyeruput kopi di tangannya dengan pelan-pelan. Uap panas masih mengepul dengan tenangnya, menandakan bahwa kopi itu masih panas.
Tak berselang lama, sang mentari terbenam dengan indahnya di balik rimbunnya pepohonan. Bersamaan dengan habisnya kopi di tangannya, Jason masuk kembali ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya itu di ranjang.
Ia memandangi ponsel di tangan kanannya. Membuka, dan mengirimkan pesan kepada salah satu kontak di ponselnya. Menyuruhnya pergi ke satu kafe di dekat sekolah mereka.
Jason bangkit dari ranjangnya dan meraih jaket berwarna hitam yang tergantung di dinding kamarnya. Ia juga memakai celana panjang berwarna hitam serta sepatu berwarna hitam dengan garis melintang berwarna putih.
"Sudah siap. Mari pergi menemui burung kecilku."
Jason berdiri dan berjalan keluar kamarnya. Tak lupa ia kunci terlebih dahulu karena teman sekamarnya belum kembali. Setelah memastikan semuanya sudah benar, Jason dengan langkah yang mantap pergi dengan diam-diam keluar dari bangunan asrama miliknya.
Dia menyamarkan dirinya di kegelapan malam dengan pakaian berwarna hitam agar tidak ketahuan. Dia lalu pergi keluar secara diam-diam.
Entah sudah berapa kali Jason melanggar aturan dari sekolah mereka yang tidak memperbolehkan siswa-siswinya keluar di malam hari.
"Heh, apa itu aturan? Aturan hanyalah tulisan yang mengikat beberapa orang. Lagipula, aku juga bukan orang."
Begitulah gumam Jason saat ia keluar dari area asrama putra. Dia lalu berjalan ke salah satu kafe bernama Cafe Cherry.
Setelah beberapa menit berjalan, Jason akhirnya tiba di depan pintu kafe itu. Gadis yang ia hubungi terlihat duduk di salah satu meja kafe dengan segelas kopi.
Jason tersenyum dan mendatangi gadis itu. Ia memesan espresso dan duduk di hadapannya. Senyum manis ia sunggingkan padanya, walau dibalas dengan tatapan dingin.
"Ada apa kau memanggilku kemari malam-malam? Kau tahu? Aku perlu bersusah payah kabur dari asrama karenamu. Awas saja jika kau malah membahas hal-hal tidak penting."
Gadis berambut pirang itu berkata dengan dingin sembari menyeruput kopi dingin di hadapannya. Pandangannya masih terfokus ke ponsel di tangan kirinya.
"Kau ingat dengan iblis dari fraksi keserakahan? Dia menghilang."
Kenanga seketika menolehkan kepalanya ke Jason dan menatapnya intens. Ponsel yang sedari tadi ia mainkan digeletakkannya begitu saja. Ekspresi wajahnya pun menjadi serius.
"Ceritakan."
Jason menggeleng kecil dan menyeruput kopi di hadapannya. Sesekali ia menatap Kenanga yang sudah tak sabar mendengar penjelasan Jason.
"Jadi, sudah beberapa hari ini dia tidak nampak. Tidak ada izin, tidak ada surat. Ia seperti menghilang ditelan Bumi. Orang-orang juga sepertinya tidak ada yang ingat dia kecuali kita berdua."
"Dia memakai kemampuannya? Mungkinkah dia kembali ke fraksi miliknya?"
"Mungkin."
Jason menyeruput kembali kopi yang sudah berkurang sedikit. Sesekali ia melirik Kenanga yang masih berpikir serius tentang hilangnya Jeanne.
"Tak usah terlalu dipikirkan, mungkin dia sudah menyelesaikan tugasnya. Lebih baik kita membicarakan tentang Nona Asmodeus."
Kenanga memandang Jason selama beberapa saat sebelum mengangguk paham. Dia juga meminum sedikit kopinya untuk menenangkan perasaannya yang campur aduk.
"Jadi, kenapa dengan tuanmu itu? Ada hal apa lagi yang perlu dibicarakan tentangnya?"
"Sudah jelas kan tujuan Nona Asmodeus? Kupikir dia tidak memiliki tujuan jahat, jadi aku akan tetap dengannya. Jika tertarik, masuklah ke fraksi nafsu."
Jason menyodorkan secarik kertas kecil seperti kupon. Kenanga mengambil kertas itu dan membacanya.
"Undangan masuk fraksi nafsu? Heh, bukankah ini khusus untuk ras iblis saja? Aku malaikat jatuh, bukan iblis. Jadi maaf saja, aku tidak bisa."
Jason tersenyum dan berkata, "simpanlah, itu merupakan undangan khusus yang dibuat oleh Nona Asmodeus. Tadi ketua cabang mengirimkannya padaku."
Kenanga mengangguk dan memasukkannya ke tas kecil yang ia bawa. Kenanga buru-buru menghabiskan kopinya dan berdiri.
"Tak ada lagi kan yang perlu dibicarakan? Kalau begitu aku pamit."
Jason memegang tangan Kenanga yang sudah hampir pergi meninggalkannya. Netra mereka bertemu dan terkunci selama beberapa saat sebelum Kenanga mengalihkan pandangannya.
"Mau apa kau? Bukankah pembicaraan kita sudah selesai?"
"Ya, memang sudah. Aku hanya ingin pulang bersama denganmu. Tunggulah sebentar lagi."
Kenanga menurut dan kembali duduk di tempat awalnya. Ia mengeluarkan ponsel dan earphone kepunyaannya. Kenanga lalu menyetel musik dan membuka Instagram untuk mengisi waktu luangnya. Terkadang ia tersenyum saat melihat sesuatu yang lucu di Instagram miliknya.
Melihat hal itu, Jason sedikit tersenyum dan buru-buru menghabiskan kopinya. Ditariknya Kenanga dan buru-buru ia ajak keluar dari kafe.
"Apa-apaan sih kamu? Baru enak-enak mainan handphone kamu ganggu. Untung enggak jatuh."
Kenanga memprotes tindakan Jason dengan cepat. Nada suaranya menandakan bahwa ia benar-benar marah saat ini. Buru-buru ditariknya tangan yang ada di genggaman Jason dengan sekuat tenaga.
"Udah, kamu nurut aja. Aku bakal bawa kamu ke tempat yang bagus. Lihat, bintangnya bagus kan? Daripada kamu lihat Instagram, mendingan kita lihat bintang aja. Lebih bagus dan lebih indah."
Kenanga mendongakkan kepalanya. Dia terdiam. Bintang-bintang bertebaran di birunya langit malam. Bulan juga bersinar cerah pada hari itu.
"Sudah kubilang kan? Langitnya lebih indah dan bagus dibanding Instagram. Kupikir, aku juga ingin berbicara sesuatu denganmu."
Jason menatap wajah Kenanga yang masih mendongak menatap indahnya langit malam. Dia tersenyum, tersenyum lebar melihat tingkah laku gadisnya itu.
"Kupikir ... aku suka denganmu."
"Apa!? Kau bicara apa?"
Kenanga membuka penyumpal telinganya dan berkata dengan sangat keras. Pandangan orang-orang seketika tertuju pada mereka. Melihat hal itu, Kenanga sedikit meringis dan meminta maaf.
"Lupakan. Ayo, kita harus pulang ke asrama secepatnya."
"Baiklah."
Mereka berdua berjalan berdampingan kembali menuju ke asrama. Kenanga di sisi kiri, dan Jason di sisi kanan.
Tanpa disadari oleh mereka, sesosok manusia mengikuti dan mengintai mereka dari kejauhan di kegelapan malam. Sosok itu terus mengikuti mereka.
Saat di persimpangan jalan, sosok itu berlari cepat dan hampir saja menebas Kenanga. Beruntung Jason dengan sigap menariknya ke arahnya dan membuatnya selamat dari serangan itu.
"Siapa itu!? Hey!"
Jason dan Kenanga mengejar sosok bertudung hitam itu. Sosok itu berbelok ke arah jalan kecil. Jason dan Kenanga yang saat itu sedang kalap tanpa pikir panjang mengikutinya. Tanpa disadari mereka, itulah awal mula petaka terjadi.
"Iblis nafsu dan makhluk aneh, selamat kalian terjebak."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro