Pembantaian dan EPHS
"Hai, jadi bagaimana? Apa rencanamu untuk menghadapi gelombang iblis kali ini?" Seorang wanita dengan seruling warna hijau yang tergantung di pinggangnya terlihat bertanya pada seorang pria yang duduk dihadapannya.
"Aku baik, tetapi Tristan dan Julius sedang sakit ringan. Jadi, untuk rencana seperti ini. Kau dan Bing akan melakukan serangan jarak jauh. Sedangkan aku, Tristan, dan Julius akan memojokkan iblis-iblis tadi. Bagaimana? Ada saran?" jelas Azure menjabarkan rencananya pada Ming.
"Tidak, aku dan Bing memang spesialisasi serangan jarak jauh. Sedangkan kalian bertiga berspesialisasi di serangan jarak dekat." Ming mengangguk dan mengeluarkan isi hatinya.
Azure tersenyum kecil dan mengangguk-angguk, dia lalu mengeluarkan secarik peta dan menandai beberapa titik yang akan menjadi target mereka.
"Di sini dan di sini, titik ini memiliki intensitas serangan yang paling tinggi diantara yang lain. Lalu di sini, menurut laporan, iblis-iblis di sini yang lebih cerdas diantara yang lain. Terakhir di daerah ini. Daerah ini memiliki medan yang kurang baik, menyebabkan kita sedikit kesusahan untuk melakukan serangan. Jadi, ini daerah-daerah yang akan kita prioritaskan dibanding yang lain." Azure menunjuk 4 titik di tempat-tempat yang berbeda.
"Bagaimana dengan urutan penyerangannya? Menurutku lebih baik menyerang titik 1 dan 2 terlebih dahulu," kata Ming.
"Ya, lebih baik di dua titik itu terlebih dahulu. Oh ya, menurutmu ... darimanakah iblis-iblis itu berasal? Menurutku kemungkinan besar mereka berasal dari fraksi Kaisar Amon." Azure menjelaskan dugaannya.
"Apa alasan argumenmu itu?"
"Pertama, iblis-iblis itu lebih sering menyerang dibanding kelompok iblis yang lain. Kedua, menurut laporan, iblis-iblis tadi cenderung menghancurkan segala hal yang dilalui oleh kelompoknya. Dua hal itu sudah cukup menjelaskan bukan?" jelas Azure.
"Masuk akal. Tetapi, lebih baik kita memastikannya sendiri." Ming mengangguk-anggukkan kepalanya sebentar sebelum menggelengkannya.
"Baiklah, dengan ini diskusi selesai. Ming, besok kita akan berkumpul jam berapa? Atau lebih baik beberapa hari lagi?" tanya Azure.
"Lebih cepat lebih baik, mungkin lusa saja. Aku dan Bing akan membawa senjata terbaik kami, yaitu Seruling Giok dan Panah Surgawi. Kalian juga bawalah senjata terbaik kalian!"
"Ya, aku akan membawa Sarung Tangan Matahari milikku. Tristan akan kusuruh membawa Longinus miliknya, dan Julius akan kusuruh membawa Durandal. Kau tenang saja, kita pasti menang," kata Azure menyemangati.
"Kuharap begitu." Ming tersenyum kecut dan menatap lekat-lekat wajah Azure.
"2 hari dari sekarang, kita berkumpul di air mancur kota. Aku akan membawa mobilku dan seluruh alat pemburu iblis yang kupunyai, termasuk flash bang."
"Ya, aku akan membawa mobilku juga dan beberapa alat pemburu iblis yang akan berguna."
Azure tersenyum dan beranjak dari kursinya, dia mengulurkan tangannya dan berkata, "Baiklah, sampai jumpa 2 hari lagi."
"Ya."
Azure tersenyum dan melepaskan genggaman tangannya. Dia lalu berbalik dan berjalan ke arah pintu keluar, punggungnya yang tegap perlahan-lahan makin jauh meninggalkan kafe itu.
"Sudah berapa lama sejak kejadian itu terjadi ...." Ming mendongak dan memejamkan matanya, menelusuri memori demi memori tentang masa mudanya, awal pertemuannya dengan Azure. "Kau tidak berubah, cinta pertamaku. Tetap seperti dulu, rambut pirangmu tetap masih ada, pupil biru yang sempat membuatku terhipnotis. Hah, seperti bernostalgia."
Ming tersenyum tipis, sebersit ingatan timbul dari beribu-ribu kenangan yang ada. Kenangan tentang seorang pria dan gadis yang saling jatuh cinta namun terpaut status sosial.
"Andai saat itu aku dan dia tidak memutuskan berpisah, mungkin kita sudah menjadi keluarga paling bahagia di Bumi ini," gumam Ming.
Ming membuka mata dan beranjak dari kursinya. Perempuan berkepala 3--hampir 4-- itu merapatkan coat yang dipakainya dan keluar dari kafe itu.
"Ayah pulang." Azure membuka pintu kayu bercat putih di hadapannya. Seorang pria berambut coklat terlihat sedang duduk santai membaca sebuah buku di kursi sofa. Melihat kedatangan seseorang, dia mendongak dan tersenyum hangat melihat sosok itu.
"Selamat datang, Ayah. Tristan sedang pergi keluar tadi. Bagaimana, Ayah? Seperti apa hasil diskusi Ayah dengan teman Ayah tadi?"
Pria itu menutup buku yang dibacanya dan meletakkannya di meja yang berada tak jauh dari tempatnya duduk. Posisi duduknya berubah, yang awalnya santai menjadi sedikit condong kedepan.
"Yah, jadi kita akan berangkat 2 hari lagi. Julius, siapkanlah Durandal, Ayah akan menyuruh Tristan membawa Longinus juga." Azure berjalan menghampiri pria tadi dan duduk di sampingnya.
"Baik, Ayah." Julius berdiri dan berjalan cepat ke kamarnya.
"Anak itu, masih saja kaku saat bertemu denganku," gumam Azure pelan.
Azure mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya dan meletakkannya di belakang kepalanya. Otot lengannya tetap terpahat sempurna meski umurnya sudah menyentuh kepala empat. Dia memejamkan matanya sejenak, mengupas kenangan-kenangan yang hampir terkubur di otaknya.
"Kau masih sama seperti dulu ya, Ming. Wajah cantikmu tetap seperti dulu, walau sekarang sudah tidak sekencang dulu. Rambut hitammu masih tetap menawan seperti awal kita berjumpa. Ming ... andai dulu kau tidak memilih dirinya, aku yakin, kita akan menjadi keluarga yang bahagia." Azure larut dalam memori-memori masa lalunya dengan Ming, gadis pujaan hatinya, walaupun sekarang sudah bukan lagi.
"Aku pulang!" Seseorang berteriak di depan pintu dan membukanya, membuyarkan Azure yang sedang asyik dalam kenangan masa lalunya.
"Ah, Tristan. Kau sudah tahu bukan? Tentang perburuan berkelompok." Azure mendongakkan kepalanya sedikit dan melihat ke arah seseorang yang baru saja masuk rumahnya.
"Ya," jawabnya singkat.
"Ayolah, kenapa kau menjawabnya sangat singkat. Setidaknya jawablah dengan 3 kata. Jangan hanya 'ya' saja!!" gerutu Azure kesal.
"Ayah, berhenti bersikap kekanak-kanakan. Umurmu sudah 40 tahun, jijik." Tristan hanya berlalu di hadapannya dan pergi ke kamarnya.
"Oh, ayolah!"
Azure tersenyum tipis melihat anak angkatnya yang seperti itu. Dia sendiri tidak ambil pusing dan kembali bersantai di sofa, dia memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur.
"Kalian sudah siap? Kita akan berangkat!" Azure menginjak pedal mobil miliknya dan melajukan kencang-kencang mobilnya membelah kota. Mereka bertiga pergi ke titik pertemuan dengan Ming dan Bing, yaitu di air mancur yang terletak di pusat kota.
"Ayah, siapakah yang akan pergi bersama kita? Julius bilang kita akan pergi dengan pemburu bernama Ming?" tanya Tristan di tengah-tengah perjalanan.
"Tristan! Jaga sopan santunmu, aayah sudah pernah bilang bukan!? Panggil orang yang lebih tua dengan sebutan 'Bibi' atau 'Paman'!" Azure sedikit berteriak memperingatkan Tristan.
"Maaf, Ayah ...," ucap Tristan sembari menunduk kecil.
"Hah, tidak apa. Ya, kita akan memburu bersama dengan Nona Ming dan juga Bing, keponakannya. Kalian baik-baiklah dengan mereka." Azure menghela nafas sebentar dan kembali fokus menyetir mobilnya.
Tristan menundukkan kepalanya dan tidak berkata sedikit pun karena segan dengan ayah angkatnya. Setelah 30 menit, mereka akhirnya sampai di tempat perjanjian. Seorang wanita yang sudah berumur dan gadis muda terlihat berdiri di samping air mancur.
Azure yang melihat 2 orang itu tersenyum dan memposisikan mobilnya tepat di depan mereka. Kedua orang itu kebingungan melihat ada sebuah mobil yang tiba-tiba berhenti di depan mereka, tetapi kebingungan itu sirna saat melihat orang yang baru saja membuka jendela.
"Halo, Ming. Dimana mobilmu? Ayo kita berangkat!"
"Itu mobilku. Mari, berangkat." Ming melihat ke arah mobil berwarna hitam yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berada. Dia dan gadis muda di sampingnya berjalan ke arah mobil itu dan memasukinya.
Mereka berlima segera bertolak ke tempat perburuan pertama mereka, sebuah hutan. Perjalanan mereka melewati beberapa desa kecil, mereka singgah sebentar sekedar untuk bertanya ataupun makan. Perjalanan mereka berhenti saat sampai di pinggiran hutan yang cukup lebat.
"Di sini. Menurut laporan warga, iblis-iblis itu berada di tengah hutan. Mobil kita tinggal di sini, kalian bawalah beberapa persenjataan." Azure memberi komando kepada Tristan, Julius, Bing, dan juga Ming.
"Baik," balas mereka serempak.
Mereka semua turun dari mobil dan mengambil beberapa peralatan yang tak terlalu berat serta senjata masing-masing.
"Ayo kita berangkat. Ming, bisa tolong kau jaga bagian belakang bersama Tristan?" pinta Azure.
"Tentu." Ming berjalan ke posisi paling belakang dan bersiaga.
Mereka membentuk formasi anak panah dengan Azure di paling depan, disusul Bing dan Julius di dekatnya, lalu Tristan serta Ming di belakangnya. 5 orang itu menyusuri hutan dengan hati-hati.
"Hawa kematian sangat terasa di sekitar sini, sepertinya kita sudah dekat dengan markas mereka." Azure refleks berkata seperti itu saat merasakan tekanan intimidasi dan hawa kematian yang menusuk kulit.
"Ya, intimidasi di daerah ini sangat kuat. Azure, hati-hati." Ming yang berada di paling belakang mengingatkan Azure agar tetap waspada. Insting mereka lebih tajam dibanding 3 orang yang lain, karena mereka sudah lebih berpengalaman dibanding 3 yang lain.
Mereka berjalan mendekati pusat dari tekanan intimidasi dengan kewaspadaan yang tinggi. Senjata sudah siap di tangan mereka masing-masing. Rimbunnya dedaunan di hutan makin menambah suasana mencekam.
"Manusia rendahan, ada urusan apa kalian di sini!?" Suara seseorang mengagetkan mereka semua. Refleks mereka mengangkat senjata dan bersiap dalam posisi menyerang.
"Kami kemari untuk memusnahkan kalian!" Azure berteriak lantang tanpa takut akan sosok yang dihadapinya sekarang.
"Huh, manusia rendahan ingin memusnahkan kami? Hanya di benak kalian saja! Kalian semua! Keluarlah!" Suara sosok itu menggema ke seisi hutan. 6 iblis keluar dari balik semak dan pohon, mengepung Azure dan kelompoknya.
"Kalian semua, bersiap. Tristan, Julius, kalian masing-masing hadapi 2 iblis. Ming dan Bing teruslah menyerang dari jarak jauh." Azure merapatkan tangannya dan memberi komando. " Dalam aba-abaku. 1 ... 2 ... 3 ... serang!"
Tristan dan Julius sontak berlari ke 2 arah yang berbeda dan menyerang iblis-iblis itu. Suara dentingan logam terdengar saling menyambar, masing-masing pemburu jarak dekat melawan 2 iblis.
Azure sendiri melawan 2 iblis tingkat menengah dibantu oleh Ming. Ming meniup seruling hijaunya dan memainkan sebuah lagu, nada-nada yang diiringi dengan esensi suci menerpa semua iblis yang ada disana. Mereka semua meraung-raung kesakitan, kecuali satu iblis yang tersenyum meremehkan.
"Percuma saja, trik murahan seperti ini tidak akan berguna di hadapanku," kata iblis itu meremehkan.
"Ini memang bukan untukmu, namun untuk iblis lain. Kalian semua, bersiap untuk menyerang dan berkumpul!" Azure melakukan 5 pukulan kepada 2 iblis di hadapannya yang tersungkur kesakitan. Tulang mereka remuk di beberapa titik dan roboh tak bernyawa.
Tristan sendiri melakukan 10 tusukan kepada salah satu iblis yang tergeletak kaku di hadapannya, darah hitam mengalir dari luka bekas tusukan tombaknya. Ia lalu mengayunkan tombaknya horizontal dan menebas leher iblis lain yang terbujur kaku tak jauh dari tempat ia menusuk iblis yang lain.
Julius yang melihat saudara dan ayah telah selesai menjadi bersemangat. Ia menebaskan pedang besarnya vertikal dan menebas seorang iblis menjadi dua. Melihat kelima bawahannya dibunuh dengan mudahnya, iblis tadi berdecak kesal dan membunuh satu iblis yang tersisa.
"Baiklah, baiklah. Sudah selesai bermain-mainnya, mari serius!!" Selesai berkata seperti itu, iblis tadi melepaskan hawa intimidasi yang besar dan tersenyum lebar.
Azure yang melihat hal itu mengerutkan dahinya bingung, menurut laporan iblis yang dilawannya harusnya selevel iblis bangsawan. Tetapi, iblis di hadapannya memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibanding iblis bangsawan.
"Tak mungkin! Kalian! Berhati-hatilah, dia memiliki kekuatan di atas iblis bangsawan biasa! Dia adalah iblis bangsawan kelas tinggi!" Azure memperingatkan ke teman dan anaknya yang mematung. Cih, aku harus bagaimana? Kita semua jika bekerja sama mungkin bisa mengalahkannya, tapi ... sial! Gerutu Azure dalam hati.
Melihat teman dan anaknya masih mematung, Azure berinisiatif maju dan melawan iblis itu. Dia mengepalkan tinjunya dan berlari menyerang iblis itu. Iblis itu tersenyum sinis dan mengelak dengan mudahnya.
"Ayolah, hibur aku sebentar saja." Iblis itu mengubah posisinya dan menendang perut Azure, membuatnya terpental ke sebuah pohon.
Mereka semua tersadar saat melihat Azure tertendang, yang sontak menyerang iblis itu secara bersama-sama. Ming memainkan sebuah lagu yang menghentak-hentak, Bing melepaskan beberapa anak panah secara berurutan, Julius dan Tristan melakukan serangan hampir bersamaan.
"Hoo, ingin menyerangku secara bersamaan? Boleh saja, tapi apakah kalian yakin bisa mengalahkanku?" Iblis itu hanya melakukan gerakan kecil dan menangkis seluruh serangan yang ada.
"Bagaimana bisa?" Bing terkejut melihat anak panahnya sudah berada di genggaman iblis itu.
"Kalian! Gunakanlah flash bang dan mundur!" Azure yang baru saja bangkit memerintahkan kelompoknya untuk mundur.
Tristan yang mendengar itu sontak mengambil satu benda bulat dan melepas pin yang terpasang dan melemparnya ke arah iblis itu. Mereka semua lalu berlari mundur menghampiri Azure.
"Lemah!"
Azure tersenyum kecut dan mencoba untuk berdiri. Dia menarik kaki kanannya ke belakang dan memposisikan diri untuk kembali bertarung.
"Aku akan mengalihkan perhatiannya. Selagi itu, kalian berempat kaburlah. Jika bisa, aku akan menyusul, jika tidak, aku akan membawanya mati bersamaku. Dia terlalu kuat untuk kita lawan, walaupun kita semua menyerang serempak sekalipun." Azure mengepalkan tangannya dan menatap tajam ke arah iblis itu yang masih tersenyum sinis.
"Ta-tapi, ayah ka-" Tristan mencoba untuk mengajak ayahnya lari bersama-sama.
"Diam! Jika aku ikut, maka percuma saja!! Dia dengan mudahnya dapat mengejar kita!! Larilah!" potong Azure.
Tristan hanya tersenyum kecut dan berlari bersama yang lainnya. Air matanya menetes setitik demi setitik. Ingatannya menyetel ulang bagaimana pertemuan pertama mereka. Hari-hari yang penuh akan canda tawa dan kebahagiaan seketika sirna karena misi ini.
"Huaaam, lusa sudah berakhir saja ya liburan sekolahnya." Seorang gadis menguap lebar-lebar di atas ranjangnya. Bibir ranumnya tampak membuka lebar saat dia menguap untuk mengambil oksigen. Dia adalah Kenanga Alfryzia yang sudah berumur 17 tahun.
Kenanga turun dari ranjangnya malas dan beranjak pergi ke kamar mandi. Dia membasuh mukanya dan menyikat giginya.
Haah, kenapa liburan sebentar sekali sih? Gerutu Kenanga dalam hati. Dia menepuk-nepuk pipinya dan melihat pantulan bayangannya di cermin. Yasudahlah, sekolah saja dengan riang, kata Kenanga dalam benaknya.
Kenanga lalu keluar dari kamarnya dan pergi ke dapur, dia mendapati secarik kertas bertuliskan kepergian mamanya di meja makan.
"Selalu saja seperti ini, pergi karena urusan pekerjaan," gerutu Kenanga kesal.
Dia mengambil kertas itu dan membuangnya di tong sampah. Kenanga lalu berjalan ke kulkas dan mengambil beberapa butir telur lalu menggorengnya untuk sarapan--walau sudah jam 10 pagi.
"Ukh, terlalu asin," kata Kenanga saat memakan telur mata sapi buatannya.
Kenanga menghabiskan makanannya dengan cepat dan mencuci piring bekasnya makan. Dia lalu kembali masuk ke kamarnya dan menghabiskan waktunya untuk menonton Drama Korea hingga ketiduran.
Esok paginya, Kenanga bangun lebih awal dan bersiap-siap untuk pergi ke asrama sekolahnya. Pakaian-pakaian dan hal-hal yang dibutuhkan sudah dimasukkan semuanya ke satu koper besar. Setelah siap, dia berpamitan ke kedua orang tuanya yang baru saja bangun.
Setelah berpamitan, Kenanga melangkah keluar dari kamar apartemen milik keluarganya dan menaiki lift untuk turun ke lantai dasar. Sesaat setelah keluar, Kenanga mengamati gedung tinggi dengan 15 lantai yang ia sebut 'rumah' itu.
"Aku mungkin akan merindukan kalian lagi," gumamnya lirih.
Kenanga lalu memesan taksi untuk mengantarnya ke sekolah, yaitu Elite Private High School. Setelah merapikan barang bawaannya dan duduk di kursi penumpang, taksi melaju menembus hiruk-pikuk kota ke Elite Private High School.
Setelah sampai di gerbang sekolah, Kenanga turun dan membayar biaya antar dari taksi yang dipesannya. Elite Private High School atau EPHS adalah sekolah yang luar biasa.
Sekolah ini memiliki akreditasi A dengan beragam fasilitas. Diantaranya adalah kolam renang, perpustakaan, laboratorium, dan lain sebagainya yang menunjang murid-muridnya. Sekolah ini juga dilengkapi dengan internet yang memudahkan murid-muridnya untuk berselancar di dunia maya.
"Aku kembali, sekolahku tercinta."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro