Kepindahan
Lima tahun telah berlalu sejak hari kelahiran Kenanga, tepat bulan berikutnya Kenanga akan genap berumur 6 tahun. Kecantikannya sudah terlihat sejak kecil, rambut hitam sepunggungnya yang berkilauan dan iris matanya yang berwarna cokelat menambah kecantikannya beberapa tingkat. Kulitnya yang seputih susu pun menambah nilai plus dari Kenanga.
"Mama, ayo bermain! Teddy juga ingin bermain. Ayo ayo!" Kenanga menarik-narik bagian belakang pakaian ibunya yang sedang menyetrika sembari menggendong boneka beruang kesayangannya.
"Aduh, Kenanga. Sebentar ya, Nak. Ibu selesaikan dulu pekerjaan ibu, selesai ibu menyetrika pakaian baru kita bermain," balasnya.
"Yasudah deh, aku main sendiri aja sama om beruang. Ayo, om beruang." Kenanga berbalik sembari membawa boneka beruang itu di dekapannya.
Dean hanya tersenyum melihat tingkah dari anaknya itu. Kenanga memang besar dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya, membuatnya tumbuh menjadi anak yang cukup manja. Seperti kali ini, Kenanga marah karena ibunya tak mau menemaninya bermain.
"Kapan anak itu bisa berubah ya, semoga dia bisa berubah sebelum menjadi gadis dewasa. Sebentar lagi dia juga akan masuk sekolah dasar, aku takut dia terlalu manja pada aku dan Rio," gumam Dean. "Yasudahlah, aku akan bersikap tegas setelah ulang tahunnya."
Dean kembali fokus menyetrika agar pekerjaan yang lain tak tertunda dan dia bisa bermain dengan buah hatinya itu. Sedangkan Kenanga, sudah masuk ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya ke kasurnya yang empuk.
"Kenapa ya mama tak ingin bermain denganku? Padahal biasanya tak begitu. Apa ibu tak ingin bermain lagi karena aku terlalu manja pada papa dan mama ya? Paman Teddy, kenapa ya?" Kenanga lalu mengangkat boneka beruang yang dipegangnya tinggi-tinggi kemudian memeluknya.
"Aku pulang. Selamat malam, Kenanga." Rio membuka pintu rumahnya dan duduk di sofa.
"Papa!" Kenanga berlari ke arah pintu dan memeluk papanya. "Papa, Papa sudah makan? Ayo makan dulu, Mama sudah memasak makanan yang enak loh."
"Haha, sudah. Papa sudah makan tadi, Kenanga makan dulu sana," ujar Rio sembari menggendong Kenanga dan mendudukkannya di paha.
"Ayo, Pa. Makan lagi nggak papa kan?" Kenanga menarik-narik pakaian Rio.
"Yasudah, papa mandi dulu ya. Kamu makan dulu saja." Rio tersenyum pelan dan mengelus kepala Kenanga pelan.
Kenanga tersenyum lebar dan turun dari paha Rio. Dia berlari menghampiri mamanya yang masih sibuk menyiapkan makanan untuk makan malam.
"Mama, Kenanga bantu boleh?" tanyanya polos.
"Tentu, sayang. Kamu ingin bantu Mama apa? Bawa aja ini makanannya ke meja ya." Dean menunjuk ke salah satu piring berisikan cumi asam manis dan menyuruh Kenanga membawanya ke meja makan.
"Ya, Bu." Kenanga berjalan ke depan piring itu dan sedikit berjinjit untuk mengambilnya. Lalu, dengan hati-hati ia membawanya ke meja makan yang terletak tak jauh dari dapur.
"Kenanga sayang, besok saat ulang tahun Kenanga mau kado apa? Kalau sanggup, mama dan papa akan belikan." Dean bertanya pada Kenanga tanpa mengalihkan pandangannya dari panci berisi makanan yang sedang dimasak.
"Kenanga mau boneka harimau besar, belikan satu ya, ma!" Kenanga tersenyum lebar sembari sedikit melompat kegirangan.
"Boleh, sayang."
Dean tersenyum tipis mendengar kado yang diminta oleh putrinya itu, sejak umur 3 tahun memang kado-kado yang diminta Kenanga hanya boneka saja.
"Kenanga, duduk di kursi yuk, sayang. Papa sebentar lagi selesai, kita siapkan dahulu peralatan makannya, yuk," pinta Dean.
"Oke, ma."
Kenanga berlari ke salah satu kursi yang kosong, menunggu mamanya selesai menyiapkan makanan dan papanya selesai bersih-bersih.
"Makanannya sudah siap kan, Ma?" Suara seseorang terdengar dari ruang keluarga.
"Sudah, Pa. Sini makan dulu!" jawab Dean menimpali pertanyaan orang itu.
"Oke, Ma. Aku kesana nih."
Rio berjalan dengan sumringah ke meja makan, bayangan akan makanan-makanan lezat sudah merasuki jiwanya. Dia segera mengambil posisi dan meneguk ludah mencium harum makanan yang sudah tersaji di depannya.
"Doa dulu Pa sebelum makan." Seakan tahu isi pikiran suaminya, Dean mengingatkan suaminya itu untuk berdoa dahulu sebelum makan.
"Iya, Ma. Papa nggak lupa kok." Rio sedikit tersipu malu.
Rio berdoa di dalam hati dan mengambil piring serta alat makan lainnya. Diambilnya nasi serta lauk pauk dan sayur, dimakannya makanan itu dengan lahap.
"Humm, makanan mama memang enak. Lebih enak dari restoran manapun." Rio memuji cita rasa masakan buatan istrinya itu.
"Makan dulu, ngomongnya nanti lagi."
Rio hanya cengengesan sebelum kembali menyantap hidangan yang tersaji di hadapannya. Mereka makan dengan lahap, menikmati hidangan-hidangan yang sudah dibuat.
Sementara itu, di suatu tempat di Benua Eropa. Sebuah bangunan dengan nuansa Romawi kuno menjulang megah di pusat suatu kota. Tiang-tiang penyangganya bahkan memiliki ukuran 3x lipatnya ukuran tiang listrik. Ukiran-ukiran juga menambah kesan megah dan indah pada bangunan itu. Itulah markas pusat dari pemburu iblis di Eropa.
"Tuan Rafael, para pemburu veteran tingkat tertinggi sudah hadir. Rapat sudah dapat dimulai sekarang, Tuan." Seseorang terlihat sedang berbisik di telinga seseorang yang dia panggil Tuan Rafael.
"Ya, terimakasih. Kembalilah ke posisi awalmu."
Rafael mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Kursi-kursi sudah diisi oleh orang-orang sesuai dengan nama yang tertera. Merekalah pemburu-pemburu yang menjadi ujung tombak pembasmian iblis-iblis yang makin merajalela.
"Baik, terimakasih sudah hadir Tuan dan Nyonya sekalian. Seperti yang sudah Tuan dan Nyonya sekalian ketahui, intensitas penyerangan dari iblis selama 3 tahun belakangan makin besar." Rafael menunjuk beberapa titik merah yang terpampang pada peta di depan mereka.
"Wilayah-wilayah ini yang paling banyak mendapat serangan dalam 3 tahun ini. Sekitar 120 orang menjadi korban jiwa dan kerusakan material yang tidak sedikit." Rafael meneruskan penjelasannya.
"Mohon maaf menyela, tapi apakah iblis-iblis itu bergerak dalam kelompok ataukah bergerak secara imdividu?" Seorang pemburu wanita bercadar menanyakan sesuatu pada Rafael.
"Iblis-iblis itu bergerak dalam kelompok dengan sedikitnya 7 anggota. 1 iblis bangsawan, 2 iblis menengah dan 3 iblis rendahan. Kerjasama mereka juga bisa dibilang cukup bagus, iblis bangsawan melancarkan serangan jarak jauh, sedangkan iblis menengah dan rendahan secara bergantian menyerang dari dekat," jelas Rafael.
"Ini aneh, biasanya iblis bergerak secara individu. Jika berkelompok pun, paling banyak hanya 3 orang. Tuan Rafael, apakah Anda sudah menyelidiki penyebabnya?" tanya seorang pemburu lain.
"Ya, dicurigai bahwa ada keterlibatan dengan salah satu dari 7 Kaisar Iblis. Kami menduga bahwa Kaisar Leviathan yang melakukannya. Dengan kemampuannya yang bisa mengendalikan iblis lain, itu tak sulit dilakukan. Namun aku sendiri menduga bahwa Kaisar Mammon adalah dalang dibalik semua ini, dia memiliki ambisi yang paling besar diantara yang lain." Rafael menjelaskan dugaan-dugaannya pada seluruh peserta rapat.
"Masuk akal, tapi apakah kau tak mencurigai Kaisar Asmodeus? Dia yang dapat mengendalikan iblis lain dengan sangat mudah melalui tubuhnya yang seperti itu." Seorang pemburu mengutarakan pendapatnya.
"Bagaimanapun, seluruh kaisar iblis memiliki satu tujuan yang sama, yaitu kehancuran umat manusia dan menguasai Bumi," sanggah pemburu lainnya. "Bisa saja mereka semua bekerja sama dalam hal ini."
"Menurutku tidak, Kaisar Belphegor paling malas dalam hal ini. Bahkan bisa dibilang dia tidak peduli dengan segala hal yang diributkan oleh kaisar lain, seperti wilayah, makanan, dan lain sebagainya."
"Sudah sudah, ini barulah dugaan sementara. Kami memutuskan untuk membentuk tim yang terdiri dari 2 pemburu veteran dan 3 pemburu senior bintang 3 sampai 5. Daftar tim akan dibagikan, isi sesuai ketentuan. Harap dikumpulkan paling lambat lusa, mengerti?" tanya Rafael dengan nada tegas.
"Mengerti," jawab semua pemburu serempak.
Setelah itu, Rafael mendiskusikan beberapa hal kecil dan membubarkan rapat itu. Pemburu-pemburu dengan segera menghampiri satu sama lain dan mengundangnya untuk satu tim dengannya. Pemburu dengan uang yang banyak pastinya akan mengiming-imingi pemburu lain dengan harta benda agar membuat yang lain luluh.
"Hah, selain aku, Julius, dan Tristan, siapa lagi yang cukup dapat diandalkan. Julius dan Tristan adalah pemburu senior bintang 5 akhir, tinggal memburu 3 iblis menengah dan 1 iblis bangsawan jika ingin naik ke pemburu veteran. Untuk pemburu veteran, sepertinya pemburu Seruling Giok dapat diandalkan, aku mengenalnya lebih baik dibanding yang lain. Hanya tinggal 1 pemburu senior lagi." Seorang pria berambut pirang terlihat memijit keningnya pelan dan bergumam sembari memperhatikan kertas yang dipegangnya.
"Yo, Azure. Kau sangat serius ya, seperti biasanya." Seorang perempuan menyapa Azure dan berdiri dihadapannya.
"Ahaha, Nona Ming terlalu berlebihan. Ada apa Seruling Giok kemari menemui saya?" Azure tersenyum tipis, yang langsung berganti dengan tatapan penuh curiga.
"Kau pasti kesusahan mencari teman satu tim kan? Aku akan bergabung denganmu, bersama dengan Bing."
"Sungguh? Terima kasih kalau begitu."
"Yah, tak apa. Aku tahu kau pasti akan mengajak 2 anak angkatmu kan? Mereka sangat berbakat, dalam 5 tahun sudah mencapai tingkatan pemburu senior bintang 5 puncak." Ming tertawa kecil dan berbalik. Meninggalkan Azure sendirian disana.
Hari demi hari telah berlalu, minggu silih berganti. Tak terasa, 1 bulan telah berlalu. Tinggal menghitung hari, maka Kenanga akan genap berusia 6 tahun. Kabar gembira lainnya adalah bahwa Rio mendapatkan kesempatan untuk bekerja selama 5 tahun --dan dapat bertambah--di Kanada. Hari itu, keluarga kecil ini berencana untuk berangkat.
"Mama, kenapa pakaian Kenanga dimasukkan ke kotak besar itu? Memang kita mau kemana sih, Ma?" tanya Kenanga polos.
"Kita akan pergi jauh, sayang. Sekarang Kenanga istirahat saja ya, sayang. Main dulu sama om beruang yah, mama sama papa beresin barang-barang kita, yah."
"Ya, Ma."
Setelah berbenah dan memasukkan seluruh pakaian serta kebutuhan selama disana, Dean menghampiri Kenanga yang sedang bermain di kamarnya.
"Kenanga, ayo sayang, mama dan papa sudah selesai beres-beres." Dean mengetuk pintu kamar Kenanga pelan, namun tak ada respon. Dean hanya tersenyum lembut dan membuka pintu kamarnya, Kenanga tertidur di atas ranjangnya.
Dean menggendong Kenanga dan memasukkannya ke mobil sembari Rio dan dirinya memasukkan koper-koper mereka. Setelah selesai, mereka segera bertolak menuju ke bandara.
Setibanya di bandara, mereka segera melakukan check-in dan menunggu selama kurang lebih 2 jam. Kenanga masih tertidur pulas saat pesawat mulai berangkat.
"Kenanga, bangun sayang. Kita sudah hampir sampai di Kanada." Dean menepuk-nepuk pelan pipi Kenanga, mencoba membangunkannya.
"Umh, sudah sampai ya, ma?" Kenanga menguap lebar sebelum tersenyum lebar melihat hamparan awan yang terpampang yang di depannya.
"Ya, sekitar 30 menit lagi."
Pesawat mendarat di bandara setelah melakukan perjalanan lama, suasana bandara cukup ramai. Kenanga tersenyum sumringah melihat Kanada, tempat baru yang akan ditinggalinya.
"Jadi, ini Kanada?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro