Hari pertama di kelas 11
Bunyi bel masuk yang berdering membuat siswa-siswi di EPHS meninggalkan kesibukannya dan memasuki kelasnya masing-masing, tak terkecuali Kenanga yang terburu-buru masuk kelas. Totebag putih yang berisi buku-buku ia bawa di tangan kanannya.
Astaga! Aku sudah hampir terlambat! batin Kenanga. Ia mempercepat larinya dan berbelok di satu koridor, sebuah ruangan yang menjadi tujuannya terlihat beberapa meter.
"Selamat pagi, semua!" Kenanga berteriak kencang setelah sampai di ruangan kelasnya, 11-F.
"Pagi, Kenanga. Beruntung kau belum terlambat, cepatlah masuk." Seorang gadis menyahuti Kenanga dan menyuruhnya untuk cepat-cepat duduk.
Kenanga hanya menurut dan duduk di kursi yang terletak di samping gadis itu. Totebag yang ia bawa dihempaskan begitu saja di bagian bawah kursi.
"Kau ini, baru hari pertama sudah hampir terlambat saja, Kenanga. Bagaimana dengan hari-hari berikutnya?" Gadis itu bergumam pelan membisiki Kenanga.
"Kau tau sendiri bukan? Kemarin aku menghabiskan malamku dengan menonton drama. Uhh, Hotel del Luna sangat sangat bagus! Aku sarankan kau menonton itu!" Kenanga mengacungkan ibu jarinya kepada gadis di sisinya.
"Tidak, terima kasih. Lebih baik aku menonton tutorial kecantikan dan memasak daripada menonton drama," balasnya ketus.
"Kau ini, Grisa! Bukankah kita teman sekamar? Apakah kau tidak ingin menonton drama bersamaku?? Ayolah, ayolah ...," pinta Kenanga dengan wajah memelas.
"Ssh, gurunya sudah datang. Diamlah, Kenanga." Gadis bernama Grisa itu menaruh jari telunjuknya di depan bibirnya, mengisyaratkan untuk diam.
Kenanga hanya memanyunkan bibirnya dan mengalihkan pandangannya ke depan. Pintu kelas terbuka lalu kembali tertutup, seorang guru perempuan terlihat memasuki ruangan dengan banyak buku-buku tebal di tangannya.
"Selamat pagi, anak-anak. Saya adalah wali kelas kalian, kelas 11-F. Agenda untuk hari ini adalah perkenalan dan pencacatan jadwal." Guru itu berdiri di depan kelas dan menjelaskan kegiatan untuk hari ini.
Semua orang saling bertatap-tatapan satu sama lain. Beberapa sudah saling kenal karena dulu satu kelas ataupun karena mereka satu kamar di asrama.
"Baiklah, untuk perkenalan pertama ... silahkan dimulai dari meja pojok kanan. Silahkan berdiri dan mulai perkenalannya."
"Baik, Miss." Orang itu berdiri dari kursinya dan memandang ke seisi ruangan yang memandang dirinya. "Namaku adalah Olivia Alger, kalian bisa memanggilku Olvi. Umurku 17 tahun," sambungnya.
Setelah Olivia duduk, satu persatu murid mulai berdiri dan memperkenalkan dirinya.
"Fyuh, kukira apa, ternyata hanya berkenalan. Ngomong-ngomong kamu tau nggak siapa-siapa aja nih primadona sekolah kita, Grisa?" tanya Kenanga sesaat setelah perkenalan.
"Tentu saja!" jawab Grisa dengan semangat. "Jason Alexandria Rain, dia menjadi primadona sekolah karena karisma dan kebaikannya yang diatas rata-rata. Lalu ada Sigmund Novafrost, dia terkenal karena rambut peraknya, ada juga Caleb. Itu adalah 3 teratas primadona laki-laki di sekolah kita."
"Tunggu, kenapa kau hanya menyebutkan laki-laki saja? Dimana perempuannya?" Kenanga bertanya penekanan di beberapa kata.
"Untuk apa aku mengetahui primadona perempuan? Aku hanya peduli dengan lelaki tampan."
Dasar maniak lelaki tampan! jerit Kenanga kesal dalam hatinya. Kenanga menarik nafasnya dan kembali fokus dengan jadwal yang sedang ditulis oleh guru di papan tulis.
"Oh ya, Kenanga. Caleb juga sudah mempunyai kekasih loh, namanya kalau tidak salah Clarisa," cicit Grisa saat Kenanga baru saja meraih pulpennya.
"Diamlah sebentar, Grisa!" Kenanga memekik tertahan dan memicingkan matanya ke arah Grisa. "Kau menggangguku belajar!"
Grisa hanya tertawa kecil sebelum meraih alat tulisnya dan menuliskan jadwal yang tertera di papan tulis. Kenanga hanya mendengus kesal dan melanjutkan aktivitasnya yang tertunda.
Selesai menulis jadwal, murid-murid diminta untuk mencari orang sebagai kelompok tetap saat praktik kimia ataupun mata pelajaran lain. Kenanga yang mendengar itu secara refleks melihat ke arah Grisa dan memberinya kode dengan kerlingan mata.
"Grisa cantik, aku ingin satu kelompok denganmu ya," rayunya.
"Ya ya, berterima kasihlah pada putri ini nanti. Oh ya, bagaimana jika kita nanti pergi ke kafe di dekat asrama. Kudengar kopinya enak di sana. Tapi, kau yang membayar sebagai ucapan terima kasih," ajak Grisa yang membuat Kenanga menahan napasnya, sebelum mengembuskannya kencang.
"Baiklah baiklah." Kenanga mendengus kesal dan melanjutkan memperhatikan guru yang sedang menjelaskan sesuatu.
Bel tanda istirahat siang telah berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar dari kelas masing-masing, ada yang pergi ke kantin, ada yang pergi ke perpustakaan, bahkan ada yang hanya duduk duduk di taman sekolah.
"Kenanga, pergi ke kantin yuk." Grisa menghampiri mejaku dan mengajakku ke kantin.
"Boleh, aku juga lapar." Kenanga beranjak dari kursinya dan mengikuti langkah Grisa yang sudah mendahuluinya.
Saat di perjalanan, Kenanga tidak sengaja menabrak seorang pria yang sedang pergi ke arah yang berlawanan dengannya.
"Ah, maaf. Kamu tidak apa-apa, kan?" Kenanga refleks meminta maaf kepada pria yang ditabraknya tadi.
"Tidak apa, aku juga salah karena tidak memperhatikan jalan." Pria tadi tersenyum tipis dan melanjutkan jalannya.
Siapa dia? Kenapa aku merasakan perasaan yang familiar dengannya? batin Kenanga kebingungan. Kenanga kemudian melirik ke arah Grisa seakan menuntut penjelasan.
"Ya ya, akan kuberitahu. Dia itu Jason yang baru saja kubicarakan, mungkin dia buru-buru untuk menghindari fans-fansnya yang terlalu fanatik. Ya, kau tau Rainiers? Itulah fans fanatiknya."
"Ew, ada apa dengan gadis-gadis di asrama ini? Apakah tidak terlalu norak dengan membentuk kelompok fanatik seperti itu?" Kenanga bergidik jijik mendengarnya.
Mereka bercakap-cakap sepanjang perjalanan menuju kantin. Kantin terasa ramai dengan lebih dari ratusan murid yang berkumpul disini, makanan disini memang terjamin enak. Bahkan rasanya tidak kalah dari kafe-kafe ternama.
"Kenanga, kau ingin memesan makanan apa?" tanya Grisa saat mereka sudah sampai di kantin.
"Hum, mungkin chicken katsu saja. Kau yang antri dan aku yang mengamankan tempat duduk." Kenanga menunjukkan gestur 'OK' dan pergi mencari tempat duduk yang kosong.
Sedangkan Grisa sendiri hanya mendengus kesal dan pergi ke antrian yang mengular. Memang kantin sangat jarang jika tidak sepi, bahkan antrean akan mengular selama 5 menit tanpa henti.
Memintaku untuk mengantrekan makanan, benar-benar! gerutu Grisa dalam hatinya. Perasaannya benar-benar buruk karena diminta untuk mengamankan makanannya.
Setelah mengantre sekitar 3 menit, akhirnya giliran Grisa sampai juga. Tanpa basa-basi ia langsung saja memesan makanan yang diminta Kenanga dan makanan yang ia inginkan.
Sebuah nampan dengan 2 piring dan 2 gelas langsung tersaji beberapa saat setelah Grisa memesan, Grisa hanya tersenyum dan membayar sejumlah uang. Grisa lalu berjalan cepat dan mencari meja yang ada Kenanga.
"Wah, cepat sekali? Lain kali kau lagi saja yang mengantri, hahaha." Kenanga tertawa kecil sebelum menyantap hidangan yang sudah repot-repot Grisa bawakan.
Mengantri lagi nenekmu! Aku saja harus berdiri selama 3 menit demi mendapatkan ini! Grisa menggeram dalam hatinya meskipun tahu maksud Kenanga hanya bercanda. Dia melampiaskan kekesalannya dengan menghabiskan makanannya dengan buru-buru.
"Oh ya, untuk nanti ... kita akan pergi pukul berapa? Kukira pukul 4 sore tidak terlalu malam bukan? Menurutku di jam segitu antrian juga tidak terlalu mengular, itu adalah waktu terbaik, karena jam sibuk sudah terlewat beberapa jam," kata Kenanga mengawali pembicaraan.
"Hm, pukul segitu tidak apa sih, hanya saja aku kurang setuju jika antrian tidak mengular. Pukul segitu biasanya aktivitas akan sangat padat, kafe-kafe memang tidak terlalu berpengaruh sih. Baiklah, pukul 4 sore oke?" tanya Grisa memastikan yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Kenanga. Gadis berambut pirang itu merasakan suasana hatinya yang membaik setelah melihat anggukan kepala Kenanga. Sontak saja dia melahap makanan yang tersisa sedikit itu dengan semangat, membuat Kenanga sedikit bertanya-tanya keheranan.
Mereka selesai makan tepat saat istirahat tersisa 10 menit lagi, cepat-cepat mereka berdiri dan menaruh piring di tempat yang disediakan. Dua gadis itu berjalan kembali ke ruang kelasnya sembari berbincang-bincang mengenai beberapa hal, termasuk kegiatan selama liburan.
"Kenanga, nanti malam kau ada acara? Jika tidak, ayo nonton drama sampai malam. Setelah mendengar kau begitu seru melihat drama, aku jadi tertarik mencobanya juga," katanya malu-malu.
"Ohh, seorang Grisa mau menonton D-R-A-M-A? Kau kerasukan roh jahat dari mana?" Kenanga tersenyum dan mengejek Grisa yang mukanya memerah bak tomat.
Melihat muka Grisa yang memerah, Kenanga tak bisa menahan tawanya lagi. Suara tawanya begitu mengundang perhatian orang-orang, mereka mungkin menganggap Kenanga gila.
"Hentikan tawamu, bodoh. Kau tidak melihat semua orang menatap kesini. Kalau ingin gila lakukanlah sendiri, jangan mengajakku." Grisa menyenggol Kenanga pelan.
Kenanga yang melihat pandangan murid-murid lain menghentikan tawanya, dia lalu melanjutkan jalannya dengan santai ke ruang kelas 11-F.
Kenanga sudah bersiap dengan gaun selutut berwarna zamrud miliknya. Rambut hitamnya ia kuncir dengan model twintail, sepatu warna krem juga dipakainya. Polesan make up sederhana juga menghiasi wajahnya, dia sudah siap untuk pergi ke kafe bersama Grisa, teman sekamarnya.
Grisa sendiri memakai kaos polos berwarna merah tua dengan celana jeans warna hitam. Rambut pirangnya ia kuncir kuda dengan jam tangan yang terpasang manis di pergelangan tangan kirinya. Berbeda dengan Kenanga, Grisa tidak memakai polesan make up apapun, namun kecantikannya bisa dibilang setingkat dengan Kenanga.
"Kau sudah siap, pemalas? Kau berias seperti ingin pergi ke pernikahan saja," kata Grisa saat melihat Kenanga sudah hampir selesai melakukan riasan pada wajahnya.
"Sedikit lagi, hanya perlu menambahkan sedikit blush on dan, jadi! Lihatlah Grisa, bagaimana?" Kenanga menolehkan wajahnya dan meminta pendapat pada Grisa.
Grisa sedikit takjub saat melihat wajah Kenanga, dia memang jarang sekali memakai make up untuk berkegiatan. Oleh karena itu, saat dia melihat Kenanga memakai make up saat mereka hanya pergi ke kafe membuat Grisa mengerutkan keningnya.
"Tak buruk, hanya saja kau salah memilih warna untuk lipstick. Menurutku kau lebih cocok dengan lipstick atau lip tint warna cerah hampir ke warna gelap. Saat kau memakai warna merah cerah menurutku jadi agak aneh, coba lain kali kau ganti dengan merah darah, pasti lebih bagus," jelas Grisa memberi saran.
"Wah, terima kasih. Kapan-kapan akan kucoba saranmu itu." Kenanga tersenyum senang dan meraih tasnya yang tergeletak di meja. "Mari berangkat!"
Kenanga beranjak dari kursinya dan menarik Grisa dengan semangat menuruni tangga setelah keluar dari kamar mereka. Kenanga berjalan dengan riang menuju ke kafe, Grisa yang ada di sebelahnya hanya diam.
Setelah beberapa saat, mereka sampai di kafe bernama Cherry. Kafe itu cukup terkenal dan dekat dengan sekolah mereka, jadi keduanya memutuskan untuk menghabiskan sore disana.
Aroma kopi menyeruak masuk ke dalam hidung segera setelah mereka memasuki kafe. Terlihat beberapa meja sudah dipenuhi orang, hanya tersisa 5 meja lagi. Dengan cepat, Kenanga duduk dan memesan satu gelas kopi. Grisa sendiri hanya memesan sepotong kue. Mereka berdiam di kafe dan bercengkrama hingga pukul 5 sore.
=•=
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro