Chapter 64 - Perang: Feigned Retreat
"Beberapa unit gabungan pasukan tentara bayaran Aritoria dan militer Bielinca keluar dari Kota Ancarol menuju hulu sungai, Yang Mulia," lapor Jenderal Kanan pada Putri Kleih.
Putri Kleih terdiam dengan jari mengusap dagu.
"Apakah sebaiknya kita fokus mengonfrontasi mereka di sana lagi?" tanya seorang mayor jenderal yang baru saja naik pangkat menggantikan Mayor Jenderal Berkha yang telah menjadi Jenderal Kanan Tzaren.
Suasana hening sesaat sebelum akhirnya Putri Kleih memberi keputusan.
"Kita tidak bisa mengulur perang terlalu lama. Logistik dari Kerajaan Innist dan Tzaren tersendat, penyebabnya masih dalam penyelidikan. Sehingga kita harus mulai berhemat, setidaknya cukup untuk satu bulan ke depan. Aku khawatir ada sisa pasukan Innist yang memberontak lalu mengacaukan jalur logistik kita. Bagaimanapun, sekarang kita jauh dari rumah."
Putri Kleih menoleh pada mayor jenderal yang tadi bertanya.
"Pimpin pasukan untuk menghabisi pasukan gabungan itu!" perintah Putri Kleih pada si mayor jenderal. Ia lantas melihat Jenderal Kanan-nya dan memberikan perintah lain. "Bawa pasukan dalam jumlah besar ke arah barat Kota Ancarol! Melihat pasukan yang besar akan membuat mereka berpikir kalau kita berniat memutus logistik mereka dari utara. Pancing mereka keluar dari kota. Buktikan jika keputusanku mengangkatmu menjadi Jenderal Kanan tidak salah."
"Saya tidak akan mengecewakan, Yang Mulia."
***
Kebutuhan akan air semakin mendesak Ruby untuk kembali mengirimkan pasukan dalam rangka membongkar blokade hulu sungai. Ia lantas mengirim Thony ke sana.
"Bawakan kemenangan untukku."
"Dengan senang hati, ratuku," balas Thony. Ia pun berangkat bersama tentara bayarannya dan prajurit Bielinca.
Akan tetapi, muncul masalah lain.
Tidak lama setelah Thony pergi melaksanakan misi, beberapa mata-mata pemantau pergerakan musuh mengabarkan jika sejumlah besar barisan tentara Tzaren keluar dari benteng selatan Bielinca, melewati sisi kiri sungai, dan mengarah ke barat Kota Ancarol. Tampaknya mereka memanfaatkan momentum kemenangan di dekat hulu sungai untuk mengirim pasukan dengan moral yang sedang tinggi-tingginya.
"Apakah mereka ingin memblokir logistik kita dari utara?" cetus Mayor Jenderal Neife. Semenjak kekalahannya di benteng barat Bielinca lalu menerima surat bersegel dari istana Kraalovna, ia langsung membelot ke sisi Ruby. Dirinya juga berperan dalam menyebarkan berita ke pasukan musuh yang membuat sebagian besar prajurit Kraalovna kabur dari Raja Sirgh.
"Jangan sampai mereka mencapai kota sebelum blokade hulu sungai teratasi! Kita tidak akan bertahan jika logistik dari utara pun tersendat!" seru seorang mayor jenderal berkebangsaan Ezze.
Setelah Jenderal Eris dari Kraalovna memegang komando teratas prajurit Ezze, ia mengangkat dua orang kapten bangsa Ezze menjadi mayor jenderal baru untuk memimpin beberapa unit pasukan. Menurutnya hal itu akan efektif karena Bangsa Ezze yang punya harga diri tinggi pasti sulit menerima jika mayor jenderal mereka dari Bangsa Kraalovna pula. Eris ingin menghindari perpecahan yang tidak penting.
"Sebaiknya kita bergerak sekarang untuk mengadang mereka!" Mayor Jenderal Ezze yang lain ikut berbunyi. Ia juga ingin terlihat bisa memberikan kontribusi. Bagaimanapun, bangsa Ezze berusaha membuktikan kembali kemampuan mereka setelah kalah telak di perang sebelumnya.
Ruby menoleh ke Mayor Jenderal Neife dari Kraalovna dan salah satu dari dua mayor jenderal berkebangsaan Ezze yang baru.
"Kalian berdua, pergilah adang pasukan Tzaren!"
"Akan saya laksanakan, Yang Mulia Ratu!" seru kedua mayor jenderal berbeda bangsa itu secara bersamaan.
***
Rombongan Thony berhenti setelah 2 jam berjalan. Perjalanan itu bahkan belum 1/3 dari tujuan. Mereka masih berada di sana untuk menunggu rombongan infanteri yang akan menyusul. Thony memang sengaja berangkat lebih dulu dengan 3.000 kavaleri yang bergerak cepat.
"Tzaren mengirim pasukan untuk mengadang kita, Tuan," lapor seorang mata-mata dari tentara bayaran Aritoria.
"Sudah kuduga. Berapa jumlah pasukan mereka?" tanya Thony.
"Informasi yang kami dapatkan adalah 3.000 kavaleri dan 4.000 infanteri."
Thony terkekeh. "Apakah mereka merasa di atas angin setelah kemenangan kecil kemarin atau mata-mata mereka tidak becus dalam menilai kekuatan kita?"
Thony lantas memanggil Jenderal Bielinca yang turut serta melaksanakan misi bersamanya. Ia memberi arahan tentang strategi perang.
Beruntung sang jenderal cukup rendah hati untuk menerima masukan dari seseorang yang lebih muda darinya. Arahan tersebut berlanjut ke para kapten pemimpin unit prajurit.
Beberapa penerus komando pun berkuda ke belakang, mengarah pada unit lain yang menyusul untuk menyampaikan perintah dari Thony.
***
"Tentara bayaran dan pasukan Bielinca bergerak perlahan. Kavaleri mereka berjalan lebih dulu, sementara infanterinya berjarak setengah jam perjalanan di belakang kavaleri. Jumlah musuh sekitar 3.000 kavaleri dan 4.000 infanteri," lapor seorang prajurit Tzaren pada mayor jenderalnya.
Mayor Jenderal Tzaren yang saat itu memimpin pun tersenyum sinis. "Jumlahnya sesuai dengan laporan sebelumnya. Tampaknya mereka terburu-buru ingin membuka blokade hulu sungai sehingga kavalerinya tidak memperhatikan jarak dengan infanterinya. Jarak antara kavaleri dan infanteri itu bisa kita gunakan untuk lebih dulu menghabisi kavaleri musuh. Kita adang musuh di tempat pasukan aliansi mereka mati pada perang beberapa hari yang lalu."
Si mayor jenderal sangat berambisi memenangkan perang kali itu. Jika ia membuat prestasi, bukan tidak mungkin dirinya akan diangkat menjadi Jenderal Tengah ketika posisi tinggi itu sedang kosong. Menurutnya ia tidak akan kalah dari Mayor Jenderal Berkha yang telah menjadi Jenderal Kanan. Jika Jenderal Kanan bisa memenangkan perang dengan jumlah pasukan satu banding lima, maka ia sangat yakin kemenangan sudah berada dalam genggamannya apabila jumlah musuh sama dengan pasukannya.
Mayor Jenderal Tzaren membalikkan badan, menghadap ke arah pasukannya.
"Ayo kita tumpahkan darah orang-orang rendahan berambut gelap itu! Bunuh mereka!"
"Bunuh mereka!"
Seruan sang mayor jenderal diteruskan hingga ke barisan belakang pasukannya. Gelombang semangat pun diteriakkan oleh para prajurit Tzaren. Getaran suara mereka seolah-olah merobek udara di sekitar.
Bangsa Tzaren tahu bahwa mereka lebih solid dan mampu menghajar pasukan musuh yang terdiri dari dua bangsa yang belum lama bersatu. Yang tidak mereka tahu adalah jika musuh mereka dipimpin langsung oleh pimpinan militer tertinggi dari masing-masing pasukan.
***
Karena gabungan prajurit dari kubu Ratu Ruby berjalan perlahan, pasukan Tzaren lebih dulu sampai di titik yang sudah ditentukan untuk mengadang musuh. Mayor Jenderal Tzaren mengatur barisan infanteri sebagai barisan defensif yang berada di tengah. Sementara pasukan kavalerinya menyebar di tiga titik.
Sebanyak 2.000 kavaleri Tzaren diletakkan di sayap kanan dan kiri barisan infanteri. Lalu 500 kavaleri lain bersembunyi di arah timur sebagai serangan kejutan. Sementara 500 lainnya terus berjalan melewati jalur yang lebih jauh karena menghindari kavaleri musuh, misinya adalah untuk menghabisi sebanyak mungkin pasukan infanteri Aritoria-Bielinca yang berjalan kaki jauh di belakang kavalerinya.
Pasukan Tzaren yang bertugas menyerang infanteri musuh akan menggunakan taktik yang sama dengan yang digunakan Jenderal Kanan Tzaren. Mereka yakin infanteri musuh kali itu akan lebih cepat kalah karena yang dikerahkan bukan infanteri berat Ezze yang terkenal dengan pertahanannya.
Mayor Jenderal Tzaren berencana untuk menyergap pasukan kavaleri musuh dan memotong jalur kavaleri tersebut agar tidak bisa saling mengirim bantuan dengan infanteri musuh yang berjalan di belakang.
Selang beberapa saat, kepulan debu tampak di kejauhan. Barisan kuda-kuda perang yang mengusung panji-panji bendera tentara bayaran Aritoria dan militer Kerajaan Bielinca pun mulai semakin jelas terlihat. Mereka menyerbu tanpa keraguan ke arah barisan utama pasukan Tzaren.
Di sisi lain, pasukan kavaleri Tzaren yang bersembunyi di balik bukit sebelah timur menanti aba-aba serbuan dengan tidak sabar. Sebagai elemen kejutan, mereka harus melintasi bukit pada waktu yang tepat, tidak lebih cepat agar musuh tidak kabur dan tidak lebih lama untuk mengurangi jatuhnya korban dari barisan depan mereka.
Kapten kavaleri Tzaren yang memimpin serangan kejutan itu sudah memperkirakan kapan kiranya aba-aba untuk pasukannya berbunyi hanya dari suara derap langkah kuda musuh yang dapat didengarnya dari balik bukit. Namun, bunyi trompet dalam irama tertentu justru terdengar lebih cepat dari perkiraannya.
Meski demikian, kapten dari unit kavaleri tersebut tetap memimpin pasukannya untuk bergerak melintasi bukit. Ketika berada di puncak bukit, ia terperangah.
Sebagian besar kavaleri musuh dengan zirah hitam yang menjadi zirah khas tentara bayaran Aritoria ternyata merupakan pemanah berkuda. Mereka maju dalam jarak tertentu, melepaskan beberapa panah, lalu bermanuver mundur dan kembali lagi mengulang hal yang sama.
Gerakan kavaleri tentara bayaran Aritoria mengejutkan barisan pasukan Tzaren. Sampai saat itu, hanya Tzaren-lah yang memiliki pasukan pemanah berkuda di seantero daratan. Siapa yang menyangka tentara bayaran Aritoria tiba-tiba memiliki pasukan jenis tersebut? Mereka bahkan melakukan manuver yang sama dengan pemanah berkuda Tzaren pada perang yang beberapa hari lalu berhasil meluluhlantakkan pertahanan infanteri Ezze yang terkenal.
Infanteri garis depan Tzaren terdesak. Banyak yang terluka oleh hujan panah pemanah berkuda tentara bayaran di awal serangan karena tidak menyangka musuh akan memanah mereka. Sementara kavaleri garis depan Tzaren yang mencoba mendekati pemanah berkuda Aritoria ikut dihujani anak panah sehingga mereka mundur kembali. Apalagi kavaleri Tzaren tersebut merupakan jenis kavaleri ringan.
Melihat rekan mereka kesulitan, Kapten unit kavaleri Tzaren yang bersembunyi lantas memerintahkan pasukannya untuk turun dari bukit dan menerjang ke arah kavaleri Aritoria.
Tentara bayaran Aritoria yang terkejut akan serangan mendadak dari bukit di timur, lantas bermanuver kembali agar tidak terkepung oleh prajurit Tzaren yang baru muncul itu. Mereka berkuda ke arah utara untuk bergabung dengan sisa pasukan yang lain.
Melihat tentara bayaran Aritoria yang mencoba kabur membuat Mayor Jenderal Tzaren berseru.
"Kejar musuh! Jangan sampai kavaleri musuh mencapai infanteri mereka!"
Maka semua kavaleri Tzaren pun mengejar tentara bayaran Aritoria. Sebagian besar dari pasukan berkuda tersebut merupakan pemanah berkuda Tzaren yang tidak segan-segan mengejar sambil melepaskan anak panah.
Beberapa tentara bayaran Aritoria berjatuhan terkena panah dari pemanah berkuda Tzaren. Namun, mereka yang masih sanggup memacu kuda tidak berhenti sama sekali.
Pengejaran itu berlangsung cukup lama hingga ketika tentara bayaran Aritoria melihat barisan panji perang di depan, mereka melakukan manuver secara mendadak, berbalik arah menghadapi datangnya kavaleri Tzaren.
Pemanah berkuda Aritoria melepaskan anak-anak panah. Bersamaan dengan itu, dari belakang mereka, terbang ribuan panah lainnya yang dapat mencapai pasukan-pasukan Tzaren.
Panah lain juga datang dari sisi kanan dan kiri. Ternyata infanteri Aritoria dan Bielinca telah bersiap di sana, menunggu jarak yang tepat ketika musuh masuk dalam jangkauan serang.
Pasukan Tzaren terkejut, mereka tidak sadar jika mereka telah dikepung pasukan musuh dari tiga sisi. Keterkejutan mereka lebih disebabkan karena seharusnya infanteri musuh tersebut sedang berperang dengan unit kavaleri mereka yang melalui jalur lain. Namun, tidak tampak tanda-tanda pernah ada lima ratus kavaleri Tzaren di sana sebelum kedatangan mereka.
Banyak dari pasukan berkuda Tzaren yang terkena panah musuh atau terjatuh lalu terinjak-injak kuda. Sebagian besar yang lolos dari panah musuh mencoba bermanuver untuk kembali ke infanteri pasukan mereka. Namun, manuver tidak terencana itu membuat beberapa dari kavaleri Tzaren justru saling menabrak rekan mereka sendiri. Sisanya memacu kuda secepat mungkin untuk kabur dari jebakan maut yang disiapkan musuh.
Akan tetapi, dari arah berlawan, muncul kavaleri berkuda Bielinca entah dari mana. Mereka mengadang kavaleri Tzaren yang lari tunggang-langgang, menebas siapa pun yang datang ke arah mereka.
***
Di sisi lain, Mayor Jenderal Tzaren menanti pengejaran dengan gelisah. Ketika akhirnya tampak debu sepakan kuda di ujung mata, ia tersentak begitu mendapati yang datang adalah pasukan berzirah hitam tentara bayaran Aritoria.
Pemanah berkuda Aritoria melakukan teknik yang sama dengan sebelumnya. Mereka memanah sisa infanteri Tzaren, mundur, maju kembali, lalu melepaskan panah lagi.
Mayor Jenderal Tzaren tidak membiarkan hal itu terjadi terus-menerus.
"Rapatkan barisan! Maju! Perpendek jarak dengan kavaleri mereka!" seru Mayor Jenderal Tzaren yang diteruskan ke sisa pasukannya. Ia memilih untuk maju sambil menyerang karena mundur sama sulitnya bagi infanteri ketika yang dihadapi adalah pemanah berkuda. Meski keputusan tersebut lebih seperti tindakan putus asa bercampur panik.
Barisan depan infanteri Tzaren pun merapatkan perisai-perisai panjang mereka sambil berjalan perlahan ke arah pemanah berkuda Aritoria. Di belakang pemegang perisai yang bergerak pelan, pemanah-pemanah Tzaren melepaskan panah untuk menyerang. Setelah menemukan irama yang sesuai, para pemanah tersebut semakin sering melepaskan panah.
Ketika pemanah berkuda Aritoria mulai berguguran, mereka pun memutuskan mundur.
Melihat musuh berlari mundur, Kapten Tzaren yang memberi komando lantas berteriak untuk lebih sering lagi melepaskan panah ke arah musuh.
Akan tetapi, dari arah pemanah berkuda Aritoria yang kabur, muncul zirah-zirah berkilat dengan jubah berwarna biru malam di atas kuda-kuda besar yang juga dilapisi zirah. Kavaleri yang baru datang tersebut menyerbu ke arah Tzaren menggantikan pemanah berkuda Aritoria. Mereka adalah kavaleri berat Bielinca.
Sebagai penghasil senjata dan zirah terbaik di daratan itu, sudah tentu pasukan Bielinca mengenakan zirah terbaik pula. Dengan tubuh yang terlindung di segala sisi, mereka menerjang pasukan infanteri Tzaren tanpa takut oleh panah-panah yang dilesakkan.
Kavaleri berat Bielinca dengan mudah membuat celah pada barisan infanteri Tzaren yang sedang tidak dalam kondisi statis.
Adapun pemanah berkuda Aritoria yang tadi mundur, ternyata bermanuver ke kiri dan kanan. Mereka memanah kedua sayap barisan Tzaren yang tidak terlindungi.
Pasukan-pasukan Tzaren yang sudah dilanda ketakutan lantas mencoba melarikan diri. Namun, sia-sia saja. Kaki-kaki mereka tidak akan sanggup kabur dari ribuan kuda musuh dan mereka pun dengan cepat menemui kematian.
Mayor Jenderal Tzaren yang menyadari kekalahannya juga ikut kabur, meninggalkan pasukannya meregang nyawa tanpa menoleh ke belakang.
Kavaleri Aritoria dan Bielinca segera menghabisi sisa-sisa pasukan Tzaren yang masih hidup. Untuk kedua kalinya, area tersebut dibanjiri oleh darah para prajurit.
Thony tersenyum puas dengan hasil perang kali itu. Keputusannya untuk bergerak dalam tiga kelompok berbeda telah berhasil mengecoh musuh.
Tzaren mengira gabungan tentara bayaran Aritoria dan prajurit Bielinca yang diturunkan hanya berjumlah 7.000 orang, jumlah yang sama dengan mereka.
Padahal Thony lebih dulu mengirim 2.000 infanterinya yang berjalan di kelompok ketiga untuk mengadang 500 pemanah berkuda Tzaren yang hendak berusaha merepotkan 4.000 infanteri utama di kelompok kedua dengan memutar ke arah timur. Kavaleri Tzaren tersebut juga telah dikalahkan.
Thony tidak ingin menikmati kemenangan itu berlama-lama. Ia memberi perintah.
"Segera lanjutkan perjalanan ke hulu sungai! Kita harus menyelesaikan misi ini!"
***
Satu kota kembali jatuh dalam kehancuran. Rumah-rumah dijarah. Teriakan bergema dari tiap sudut. Darah berceceran di sepanjang jalan-jalan kota yang tadinya bersih. Burung-burung pemakan bangkai mulai memutari langit, lalu singgah di pasak-pasak kayu yang menembus tubuh tanpa kepala. Kepala para laki-laki bergelimpangan di jalan, sementara wanitanya diperlakukan hina.
Tidak ada bendera perang di sana. Tidak ada pula panji-panji militer. Namun, siapa pun yang melihat tahu, siapa penyebab kerusakan besar tersebut hanya dari warna rambut dan pakaian yang mereka kenakan.
Mereka adalah orang-orang yang dulu hanya dipandang rendah oleh penduduk kota yang hancur. Kali itu merekalah yang memandang rendah. Mereka tidak segan melampiaskan segala angkara murka yang tertahan. Toh perintah yang diberikan adalah berbuat sesuka hati.
Mereka menginjak kaki-kaki yang pernah menginjak mereka. Mereka memakan harta-harta yang pernah dirampas dari mereka. Mereka meniduri kekasih dari orang yang pernah meniduri kekasih mereka.
Semua terlampiaskan. Semakin dekat dengan tujuan, semakin membara amarah mereka lalu menjadi bahan bakar untuk berbuat jauh lebih rusak lagi.
Di tengah-tengah semua itu, ada seseorang yang duduk tegak di atas kuda terbaik yang ia temukan. Dirinya memandang kehancuran yang diakibatkan orang-orangnya dengan mata nanar. Terkadang ia bertanya-tanya dalam hati, apakah semua itu perlu? Namun, sedetik kemudian ia teringat penderitaan yang bangsanya alami. Lantas dirinya akan menghibur diri dengan mengatakan bahwa semua itu adalah perjanjian yang telah disepakati.
Pikiran orang di atas kuda terbaik pun terusik oleh suara yang memanggilnya. Ia menoleh dan mendapati salah satu orangnya mengatakan jika ada sekelompok orang yang mengaku diperintah oleh pemimpin tertinggi untuk mendatanginya.
Ketika orang di atas kuda terbaik memerintahkan agar sekelompok orang tersebut dibawa ke hadapannya, ia terpana.
Meski orang-orang itu mencukur habis rambut mereka, ia dapat menebak asal sekelompok orang tersebut dari rambut-rambut yang mulai tumbuh. Namun, apa yang mereka bawa jauh lebih menarik.
Orang-orang itu berkata, "Kami akan membantu sampai semua ini berakhir."
***
>>Komposisi perang terkini<<
*Note:
-Belligerents: Pihak-pihak (utamanya kerajaan/negara) yang terlibat dalam perang
-Cavalries: pasukan berkuda
-Infantries: infantri/pasukan jalan kaki
-Special Squads: pasukan khusus (pasukan dengan misi khusus dan kemampuan tiap anggotanya di atas rata-rata)
***
>>Fun Fact<<
Mongol menggunakan berbagai macam taktik saat berperang. Salah satu taktiknya yang terkenal dan sering digunakan adalah Feigned Retreat.
Taktik Berpura-pura Mundur (eng: Feigned Retreat Tactics) adalah taktik militer di mana pasukan akan berpura-pura mundur dari perang karena terlihat kalah, tapi sebenarnya menarik musuh untuk mengejar mereka. Musuh yang mengejar pasukan yang berpura-pura kabur akan jatuh ke dalam jebakan. Musuh bisa mendapat serangan balik atau tiba-tiba terkepung, sehingga posisi musuh akan lebih rentan.
Taktik ini sangat populer pada masa kejayaan Mongol. Feigned Retreat mudah secara teori tapi sulit untuk dieksekusi. Taktik ini membutuhkan disiplin prajurit yang tinggi, karena jika musuh dapat mendesak prajurit pengguna taktik, prajurit yang kurang disiplin akan merusak formasi.
Pada awal penyebaran kekuasaan Kekaisaran Mongol, pasukan yang berperang melawan Mongol sulit untuk mengetahui apakah Mongol sedang menggunakan Feigned Retreat ataukah benar-benar mundur. Namun, seiring berjalannya waktu, lawan dari bangsa Mongol mulai mengaplikasikan taktik yang sama.
Contoh perang Mongol yang menggunakan taktik ini adalah Perang di Sungai Kalka (Battle of Kalka River, 1223). Tiga pangeran Rus' dan seorang Khan Cuman memimpin pasukan skala besar untuk mengejar dua Jenderal Mongol dalam pengejaran sembilan hari yang terkenal. Pihak Rus' kalah meski memiliki pasukan yang jauh lebih banyak dari pasukan Mongol.
*Video yang tertera merupakan contoh Feigned Retreat sederhana, salah satu adegan dalam film Mongol. Lagu latarnya dari Band Mongolia bernama The Hu dengan judul Wolf Totem.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro