Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6 - Khrush

"Hai, Khrush," sapa Oukha begitu Khrush turun dari kereta kuda.

Khrush tersenyum sinis. "Huh, tidak ada panggilan 'kakak'?"

"Kita sepantaran sekarang. Sesama seorang raja. Aku tidak perlu memanggilmu Kak lagi, kan?" Oukha balas dengan senyum mengejek.

"Bocah sialan! Kenapa harus kamu yang pertama kulihat di kerajaan ini."

"Hei, panggil aku 'Raja Oukha'!"

"Berisik, Bocah! Kau tetaplah bocah di mataku!"

Oukha tampak kesal lalu mengentakkan kakinya pergi dari hadapan Khrush.

"Ck ... kerajaannya pasti akan runtuh dalam sehari jika sifatnya kekanakan seperti itu. Ah sial! Sudah lama aku tidak menaiki ribuan tangga istana ini," ucap Khrush sambil sedikit mengatur napas.

Pernikahan Tarkh dan Taaffeite diadakan di aula istana utama. Istana utama Kerajaan Tzaren berdiri kokoh di atas banyak tangga, lebih tinggi permukaannya dibanding bangunan istana di sekeliling istana utama. Kondisi yang jauh berbeda dengan wilayah kekuasaan baru Khrush di Kerajaan Zetaya. Istananya sekarang hanya terdiri dari satu bangunan memanjang dan menghadap ke laut yang hanya pernah dijelajahinya sampai lantai ketiga. Ia tidak berminat menaiki puncak menara istana karena semenjak pindah ke istana Zetaya, waktunya dihabiskan untuk 'bermain' dengan putri Naz.

"Hmph ... Alexandrite ...." Khrush membayangkan putri Naz yang diberikan padanya sembari ia menaiki tangga yang panjang itu, lalu menyeringai. "Gadis liarku ...."

Sebenarnya ia sudah tertarik pada Alexandrite yang tampak berbeda dibanding putri-putri Naz yang lain saat dengan berani mendatangi komandan tentara kota yang sudah tidak berdaya. Bahkan saat Khrush mengancam dengan sedikit menusuk punggung sang komandan, ia bisa melihat tatapan tajam gadis itu yang sarat akan kebencian padanya.

Khrush sudah menduga Tarkh akan memberikan para putri Naz untuk saudara-saudaranya, meski tidak menduga jika kakaknya itu akan memberikan kesempatan memilih pertama pada Jenderal Sirgh. Namun, hal tersebut justru memudahkannya memilih karena awalnya ia bingung akan memilih Alexandrite atau putri Naz yang lain, yang paling cantik.

Khrush langsung memboyong Alexandrite ke kerajaan barunya malam itu juga. Kerajaan yang membuatnya masih kesal dengan kakak tertuanya, Tarkh.

Khrush jengkel sekali mengapa diberikan kerajaan yang paling kumuh di antara kerajaan lainnya meski tidak semiskin Kerajaan Innist. Kerajaan yang tidak berbudaya dan lebih barbar dibandingkan kerajaan lamanya, Tzaren. Orang-orangnya lebih kasar dan makanannya pun lebih tidak enak. Tanahnya sedikit sulit ditanami, sehingga perekonomian bergantung pada hasil laut dan membuat udara kerajaannya berbau amis.

Padahal Khrush merasa sudah banyak membantu Tarkh selama peperangan. Ia turun langsung ke medan perang, tidak seperti adik kurang ajar yang barusan ditemuinya. Oukha malah mendapatkan salah satu kerajaan makmur yang terkenal dengan wanitanya yang cantik-cantik. Bahkan adiknya itu memakai pakaian bagus dengan mantel bulu putih yang terlihat mewah, berbanding terbalik dengannya. Ia mengenakan pakaian pangeran Tzarennya agar tidak begitu memalukan.

"Berengsek!" umpatnya ketika hampir tersandung salah satu anak tangga. Beruntung tidak ada banyak orang di sekitar tangga tersebut. "Aku layak mendapatkan yang lebih baik, Tarkh!"

Hanya Alexandrite yang mampu menghibur khrush di kerajaan barunya.

Khrush tidak tahan untuk tidak langsung menerkam gadis itu di malam pertama mereka sampai di istana baru. Ia masih ingat raungan dan makian Alexandrite yang justru membuatnya semakin bersemangat.

Tidak disangka, gadis itu memiliki tenaga yang cukup kuat dibanding wanita-wanita lain yang pernah ia temui meski memiliki badan yang tidak tampak berotot. Seperti dugaannya, Alexandrite tidak mengecewakan. Bahkan sampai sekarang gadis itu tidak berhenti memberikan perlawanan. Sungguh hidup, sungguh menggairahkan.

Untunglah Tarkh menyuruh di dalam undangan pernikahan untuk tidak membawa putri Naz karena gadis itu belum jinak. Akan menimbulkan keributan jika Alexandrite keluar istana.

Khursh kembali mengatur napas begitu sampai di tangga teratas. Ia benar-benar merasa perlu kembali latihan, otot-ototnya terasa kaku. Dilihatnya aula sudah terbuka dan para tamu undangan sudah mulai penuh. Dengan langkah berat, ia menuju aula pernikahan. Beberapa bangsawan Tzaren mengenalinya dan memberi hormat, sekadar basa-basi atau menjilat.

Pundak Khrush ditepuk seseorang. "Apa kabar, Raja Khrush?"

Khrush menoleh, dilihatnya wajah keras sekeras wajahnya namun dengan pakaian yang lebih baik. Badan orang yang menyapa tersebut lebih besar dan lebih berotot juga berkulit lebih gelap dibanding Khrush. Senyum yang terlukis justru membuatnya muak.

"Dari sekian banyak orang, mengapa harus si sialan ini?!" batin Khrush.

"Bagaimana kerajaan Anda?" tanya jenderal ... atau mungkin sekarang mulai disebut Raja Sirgh.

"Kau benar-benar bertanya atau ingin mengejekku, Sirgh?"

Sirgh tertawa. "Aku dari tadi mencium bau ikan. Seharusnya nelayan dilarang masuk kemari."

"Tua bangka tak tahu diuntung!" batin Khrush lagi. "Baru menjadi raja sekian minggu sudah sombong! Tarkh bodoh! Lihat akibat keputusanmu mengangkat seorang penjilat jadi raja!"

Tangan Khrush terkepal, menahan diri dari keinginan menghajar sosok menyebalkan di hadapannya. Bagaimanapun, Sirgh seorang raja sekarang. Jika membiarkan emosinya lepas, bisa memicu terjadinya perang antar kerajaan dan ia yakin akan menjadi pihak yang kalah.

Dengan mendecakkan lidah, Khrush berlalu dari hadapan Sirgh tanpa permisi. Ia membaur di antara tamu undangan sisi kanan aula yang diperuntukkan bagi bangsawan kelas atas Tzaren dan tamu-tamu dari kerajaan lain.

Mendadak semua orang merapat ke dekat karpet merah yang membelah aula. Tampak sang tuan rumah, Raja Tarkh, memasuki ruangan lebih dulu.

Khrush memandang kakaknya itu dengan tatapan benci. Gara-gara Tarkh, ia mendapat pengalaman tak menyenangkan.

"Setidaknya berpura-puralah turut berbahagia. Tampangmu mengerikan sekali."

Tarkh menoleh ke asal suara. Ia mendengus kesal. Hari itu seakan merupakan hari sialnya, bertemu orang-orang yang ia tidak suka. "Terima kasih atas sarannya, Dik .... Ah, apa kau mau dipanggil raja seperti yang lain? Raja Zakh?"

"Terserah," sahut Zakh dingin. "Apa itu?"

"Apa?" Alis Khrush bertaut.

"Apa kau habis berkelahi? Ada luka baru di pipi kananmu."

Khrush tanpa sadar memegang pipinya, kemudian ia tersenyum puas ketika teringat bagaimana mendapatkan luka tersebut. Alexandrite mencakarnya suatu malam yang panas saat ia kembali memaksa gadis itu.

"Masih belum sanggup menjinakkan kucing liarmu, eh?" Sirgh kembali menghampiri.

Khrush yang sempat membaik perasaanya, kembali dipenuhi kekesalan begitu Sirgh mendekatinya lagi. Entah apa yang diinginkan Sirgh dengan terus menyinggungnya.

Tepat pada saat itu, penjaga pintu aula mengumumkan kedatangan Taaffeite. Masuklah seorang gadis dengan tubuh ideal yang tampak sangat anggun, memancarkan aura tenang dan agung. Seisi aula berdecak kagum dan berbisik-bisik, mengagumi betapa cantik calon ratu mereka.

"Memang cantik. Tapi tidak semenarik Alexandrite. Gadis itu akan cepat membosankan," batin Khrush yang memandang pada sang pengantin dengan pandangan tak berminat.

"Dia secantik saudari-saudarinya yang lain. Lebih feminin kurasa," kata Zakh dengan nada datar. Khrush tidak bisa menebak apakah itu pendapat sebenarnya atau hanya basa-basi agar terlihat seperti tamu undangan raja yang baik. Ia selalu gagal menebak adiknya yang satu itu.

"Ya ... secantik bunga," gumam Sirgh, hampir tak terdengar. Terdapat nada aneh dalam suaranya.

Begitu prosesi pernikahan dan penobatan ratu selesai dilaksanakan, Raja dan Ratu Tzaren yang baru menikah lanjut berkeliling menyapa rakyat mereka di jalan-jalan utama ibu kota.

Sementara itu, Khrush langsung pergi keluar aula, mencari udara segar di sisi bangunan yang ia kenal sejak kecil. Baru kali itu Khrush merasa tidak nyaman di antara para bangsawan tinggi Tzaren yang terasa asing. Mereka memandangnya dengan tatapan aneh. Entah karena ia yang masih memakai baju pangerannya atau benar kata Sirgh, bahwa dirinya berbau ikan. Tanpa sadar Khrush mengendus badannya.

Ketika Khrush masih asyik mengelilingi bangunan istana utama, terdengar sedikit gaduh dari arah gerbang istana. Ia mengernyit heran melihat Tarkh dan sang ratu kembali dengan tergesa, padahal seharusnya mereka masih berkeliling di ibu kota. Keduanya segera kembali ke arah bagian istana utama tempat tinggal keluarga raja melalui pintu samping istana, melewati aula dan membuat beberapa tamu undangan melongok bingung.

Khrush menghentikan prajurit muda yang tampak berlari terburu-buru melewatinya.

"Maaf Pangeran, eh ... Raja Khrush," ucapnya dengan napas memburu. "Saya harus segera memanggil tabib istana."

"Ada yang terjadi?"

"Ada yang melempar batu pada Yang Mulia Ratu. Maaf, izinkan saya undur diri."

Khrush pun melepaskan prajurit muda tersebut.

"Heh. Aku penasaran siapa yang melakukan itu. Berani sekali." Khrush tidak merasa iba ataupun khawatir. Ia hanya heran, orang macam apa yang berani melawan keluarga raja. Terutama kerajaan Tzaren yang sedari dulu diperintah orang-orang tegas, kalau tidak bisa disebut kejam. Namun, hal tersebut membuat perasaannya kembali membaik. Ia merasa senang. Harga diri kakaknya pasti sedang tercoreng. Ratu yang diserang di depan mata raja tidak lama setelah pernikahan adalah suatu penghinaan dan pertanda yang tidak baik.

Khrush kembali ke aula sambil bersenandung kecil.

"Sesuatu terjadi?" tanya Zakh yang tiba-tiba berada di dekatnya. Khrush sedikit kaget.

"Eh. Sesuatu apa?"

"Terlihat jelas di wajahmu, Kak. Kamu tidak pandai menyembunyikan perasaanmu."

"Heh. Terserahlah, yang jelas saat ini ...." Khrush memberitahukannya perihal Taaffeite.

"Hah? Ratu Taaffeite diserang?"

Kali itu adiknya yang lain mengagetkan Khrush. Entah datang dari mana bocah paling kecil, Rakha, yang muncul bersama dengan Oukha di sampingnya. Oukha menatap Khrush dengan pandangan benci. Suara Rakha yang sedikit keras membuat sebagian tamu di aula bagian kanan menoleh pada mereka.

Zakh menggeleng-gelengkan kepalanya dan berlalu dari situ.

"Huh, jadi itu sebabnya mereka buru-buru kembali?" timpal Azkhar, adik Khrush yang lain.

Khrush menoleh ke arah asal suara dan alisnya mengerut. Adiknya, Azkhar, yang diberikan kerajaan paling miskin malah berpakaian cukup bagus. Baju raja khas kerajaan barunya bahkan bersulam emas! Jauh berbeda dengan baju raja kerajaannya yang berupa kulit dan bulu berwarna tanah. Tarkh sedikit mengendus, bau adiknya itu terlalu menyengat seakan disemprot parfum milik wanita yang menjual diri di pinggir jalan.

"Itu dari yang kudengar," balas Khrush berpura-pura tidak peduli. Beberapa bangsawan mendekatinya menanyakan hal yang sama tentang raja dan ratu mereka. Khrush meladeni mereka dengan baik, menikmati menjadi pusat perhatian.

Tidak lama kemudian, penjaga pintu aula mengumumkan kedatangan Raja Tarkh dan Ratu Taaffeite. Ruangan yang semula bergemuruh, menjadi hening seketika. Beberapa tamu mengamati sang ratu yang rambutnya berubah model dan menutupi sedikit kening kanannya, menjadikan mereka yakin akan kebenaran berita tersebut: ada kelompok yang tidak senang dengan ratu yang baru!

***

Khrush sedikit malas kembali ke kerajaannya. Jika bukan karena ingin bertemu Alexandrite, ia akan tinggal lebih lama di Tzaren. Berguling-guling di kamar lamanya yang masih seperti terakhir kali ia tinggalkan atau berjalan-jalan di ibu kota Tzaren yang dingin jauh lebih menyenangkan dibanding kembali ke Zetaya. Ia merupakan tamu dari kerajaan lain pada pernikahan Tarkh yang pulang paling akhir. Seminggu lamanya ia berdiam di Tzaren dengan alasan rindu kampung halaman.

Khrush membuka jendela kereta kudanya dan yakin sudah berada di wilayah Zetaya. Bau amis yang membuatnya mual itu masih terasa menjengkelkan seperti ketika pertama kali ia menginjakkan kakinya di kerajaan tersebut, kerajaan yang terkenal akan hasil laut dan banditnya. Para bandit itu umumnya menghindari perbatasan wilayah Tzaren-Zetaya karena tentara perbatasan Tzaren terkenal senang menyiksa orang-orang asing yang melewati perbatasan kerajaan tanpa izin.

Kereta kuda Khrush berhenti di istana Zetaya. Istana sederhana yang jauh lebih kecil dibanding istana Tzaren yang luas. Istana itu berdiri di ujung jurang yang berbatasan dengan laut. Khrush mengumpat pada hari pertama tentang siapa yang begitu bodohnya membangun istana di tepi jurang?

Khrush langsung menuju kamar. Ia pikir kalau Alexandrite-nya tentu merasa kesepian.

Begitu membuka kamar, ia melihat Alexandrite sudah mengacungkan sebuah pedang yang didapat entah dari mana. Calon ratunya tersebut memakai baju terusan putih yang sedikit transparan, hanya itu yang diizinkan Khrush untuk dipakai.

"Ayolah sayang, apa kamu tidak rindu padaku?"

"Pergi kau binatang!" desis Alexandrite.

"Aku lelah sekali. Apa sebegitu inginnya kamu berada di pelukanku? Kembalikan, pedang itu tidak cocok untuk gadis secantik dirimu." Tangan Khrush terulur pada Alexandrite. Di wajahnya terlukis senyum mengejek.

"Aku akan membunuhmu!" Wajah Alexandrite yang cantik tampak murka.

"Sebelum itu terjadi, aku akan menidurimu di singgasana beribu-ribu kali. Hahaha!" Khrush tertawa lepas.

Ya, salah satu hukuman dari Khrush untuk menjinakkan Alexandrite adalah dengan mempermalukannya di depan umum. Khrush akan menyetubuhi Alexandrite di ruang singgasana dan di hadapan para bangsawan atau pelayan juga prajurit.

Alexandrite bergetar karena murka. Ia menerjang Khrush, menghunuskan pedang dengan teriakan keras.

Meski kelelahan, insting berkelahi Khrush masih tajam. Dengan mudah ia menghindar dan mengunci gerakan Alexandrite. Khrush lalu merebut pedang dari tangan Alexandrite kemudian membuang pedang itu jauh-jauh.

"Maaf, Sayang. Aku istirahat dulu. Nanti kita bersenang-senang lagi," bisik Khrush. Kemudian memasang rantai pada Alexandrite yang terhubung dengan sisi-sisi tempat tidur, membuat gadis itu hanya bisa terbaring pasrah.

Dalam waktu singkat Khrush jatuh tertidur di samping Alexandrite yang menangis sambil menahan rasa benci. Ia berharap dapat melepaskan rantai yang melilitnya lalu menusuk pria yang sudah menginjak-injak kehormatannya itu berkali-kali.

***

Khrush, dengan tampang mengantuk, menghadiri rapat bersama dewan penasihat raja yang terdiri dari beberapa bangsawan tinggi Zetaya dan seorang jenderal perang yang kehilangan sebelah matanya saat perang melawan Tzaren. Mereka mengelilingi meja kayu panjang dengan Khrush duduk di ujungnya. Ia sadar dengan tatapan tidak nyaman para dewan penasihat raja pada Alexandrite yang dipaksa Khrush duduk di pangkuannya.

Wajah Alexandrite selalu sembap, tetapi matanya selalu memancarkan amarah.

"Kami sudah mengatur pernikahan Yang Mulia dengan ... uh ... Nona Alexandrite beserta pengangkatannya sebagai ratu," kata seorang menterinya. "Yang Mulia boleh memilih mengikuti tradisi Zetaya atau Tzaren. Namun, saya amat menyarankan untuk menggunakan tradisi Zetaya."

Khrush mengernyit. "Memang apa bedanya?" Khrush tidak pernah menghadiri acara di kerajaan lain. Sejak dulu selalu kakaknya, Tarkh, yang mewakili orang tua mereka sebagai perwakilan kerajaan.

"Tidak jauh berbeda kecuali bagian di mana Raja-Ratu Tzaren menyapa rakyat di jalanan ibu kota. Sementara di Zetaya, raja yang baru menikah akan mendayung sebuah sampan bersama ratu barunya dan ...."

"Rumit! Sederhanakan saja. Selesai penobatan, buat pesta yang meriah! Sangat meriah sampai tamu-tamu dari kerajaan lain terpana!" Khrush ingin sekalipun saudara-saudaranya tidak terkesan dengan kerajaannya, setidaknya mereka akan kagum pada kemeriahan pernikahannya. Meskipun Khrush tidak tahu apakah sebuah kerajaan muram tahu seperti apa kemeriahan yang ia maksud.

Seluruh dewan penasihat tampak gelisah.

"Tapi tradisi itu selalu dilakukan keluarga kerajaan, Yang Mulia. Itu adalah bentuk penghormatan akan laut yang sudah memberikan kita hasil yang melimpah," protes Jenderal Zetaya yang sedari kedatangan Khrush di kerajaan Zetaya, tampak menahan emosinya setiap saat.

"Oh, sekarang kalian menganggapku bagian dari Zetaya? Bukankah kalian selalu ingin menusukku dari belakang jika bukan karena takut akan tentara kakakku?" Khrush menyeringai, membuat para anggota dewan tampak salah tingkah.

"Aku tidak peduli dengan tradisi. Karena itulah Zetaya tetap tertinggal dari kerajaan lainnya. Kalian peduli sekali hal-hal seperti itu. Ck!" Khrush terus berkata tanpa memerhatikan perasaan dewan penasihat di hadapannya. Ia menggebrak-gebrak meja. "Tidak ada tradisi! Buat pesta yang meriah! Rum! Anggur! Daging yang enak! Aku bosan dengan makanan laut!"

Dewan penasihat raja saling berpandang-pandangan dengan gelisah.

"Yang Mulia, kita masih belum bisa mengeluarkan terlalu banyak pengeluaran untuk sebuah pesta. Kita masih membangun pascaperang. Kerajaan Tzaren banyak menghancurkan bangunan dan jembatan yang harus dibangun ulang. Pajak dari rakyat juga belum kembali normal." Kali itu bendahara kerajaan yang berbicara.

"Hhhhh ...." Khrush menghela napas dengan kesal. "Benar-benar kerajaan miskin! Buat surat pada kakakku, Tarkh. Bilang kalau adiknya meminta sedikit bantuan padanya untuk pesta pernikahan karena kerajaan yang dia berikan terlalu miskin untuk mengadakan pesta."

"Baik, Yang Mulia," kata si bendahara lagi.

"Yang Mulia ...." Suara seorang bangsawan terdengar serius.

"Apa lagi kali ini?"

"Aritoria mulai mengeluh akan keberadaan bandit Zetaya di perbatasan mereka. Akhir-akhir ini jumlah bandit makin banyak dan mengkhawatirkan."

"Lakukanlah seperti yang Tzaren lakukan! Apa sih susahnya membunuh mereka semua? Kalian hanya tahu cara membuatku murka saja. Keluar sekarang! Aku ingin 'bermain' dengan calon ratuku."

Tanpa menunggu semua orang keluar dari ruangan, Khrush menidurkan Alexandrite di atas meja pertemuan. Semua berusaha untuk tidak berpaling pada Alexandrite yang mulai berteriak-teriak mengutuk raja baru mereka.



***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro