Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 59 - Perang: Prajurit yang Kembali

Mayor Jenderal Kraalovna yang memimpin serbuan gelombang pertama itu terkejut akan kehadiran puluhan ribu prajurit Ezze berbendera dan berjubah merah yang muncul dari arah sungai dan dengan cepat menyerbu pasukan mereka bagai ombak darah.

Akan tetapi, mayor jenderal tersebut jauh lebih terkejut ketika pasukannya yang mendobrak masuk melewati gerbang habis tidak tersisa setelah suara dentuman terdengar. Kepulan asap juga jilatan api di balik tembok pertahanan terlihat dari kejauhan. Sedikit pasukan di dekat gerbang yang selamat pun berlarian kembali ke arah mayor jenderal yang masih menunggu di dekat parit pertahanan Bielinca. Pasukan itu dalam keadaan terbakar, sebagian selamat meski menanggung luka bakar dan sebagiannya lagi habis dilalap api ketika berlari menyelamatkan diri.

Para pasukan yang berlari dengan api membakar tubuh mereka membuat pasukan Kraalovna lain tercengang. Di sisi lain prajurit Ezze yang datang menyerbu tidak dapat terelakkan.

Dalam waktu singkat, pasukan garis depan Kraalovna telah dikepung oleh pasukan Ezze. Mereka dipaksa menjatuhkan senjata dan melepas helm besi yang melindungi kepala.

Baik pasukan dari bangsa Kraalovna yang berambut putih ataupun pasukan Kraalovna keturunan Tzaren yang berambut merah, tidak ada yang menyangka akan kejadian yang selanjutnya terjadi.

Beberapa regu prajurit Ezze yang berkeliling di antara pasukan Kraalovna langsung menebas kepala-kepala merah di sana tanpa keraguan sedikit pun. Darah tumpah di sana sini ketika kepala merah dan badannya terpisah, ambruk ke tanah.

Hanya keheningan yang menyelimuti ketika tidak ada lagi pasukan Tzaren yang menegakkan kepala.

Sementara prajurit-prajurit Kraalovna semakin menundukkan kepala mereka, bertanya-tanya dalam hati apakah mereka juga akan bernasib sama.

Tidak lama kemudian datang kereta kuda dari arah benteng, membelah kepungan prajurit Ezze dan berhenti tepat di depan Mayor Jenderal Kraalovna.

Tampak seseorang berambut gelap dan berpakaian ala bangsawan turun dari kereta kuda. Ia segera mengabari jika si mayor jenderal diharapkan kedatangannya oleh Ratu Ezze di benteng barat.

Merasa tidak ada pilihan lain, mayor jenderal pun ikut ke dalam kereta kuda dengan kedua tangan diborgol menggunakan borgol rantai yang terbuat dari besi hitam. Ia diantar menuju benteng barat.

Ketika memasuki area benteng barat, barulah mayor jenderal sadar akan kengerian di balik tembok pertahanan bagian luar, tempat di mana suara ledakan terdengar. Bau gosong menyusup ke dalam kereta kuda. Seluruh dinding yang terbuat dari batu tampak ternoda warna hitam legam seperti jelaga. Mayat terlihat di mana-mana, hanya menyisakan tubuh yang terbakar habis. Sebagian besar dari mayat telah ditumpuk di beberapa sisi agar kereta kuda bisa lewat.

Sang mayor jenderal menutup mata agar bisa menahan tangis karena dadanya terasa sesak. Beberapa di antara mayat-mayat tersebut ada yang ia kenal dengan baik dan ia tidak menyangka jika mereka berakhir mengerikan seperti itu.

Mayor jenderal baru bisa sedikit tenang ketika keadaan di sekitarnya berubah begitu kereta kuda memasuki dinding pertahanan bagian dalam. Di balik berlapis-lapis dinding pertahanan, tampak beberapa bangunan dan sebuah benteng besar yang berbentuk kotak dengan banyak jendela, di tiap-tiap jendela benteng dijaga oleh satu penjaga yang memiliki mata tajam bagaikan elang.

Kereta kuda pun berhenti di depan pintu utama benteng.

Mayor Jenderal Kraalovna mengikuti si bangsawan berambut gelap untuk turun. Ia lantas dituntun memasuki bangunan benteng menuju sebuah ruangan berpintu setengah lingkaran yang terletak di lantai atas.

Di balik pintu setengah lingkaran tersebut, tampak sebuah ruangan dengan banyak kain berwarna merah berlambang Ezze. Terdapat sebuah meja besar di sisi kiri dengan peta membentang dan meja kerja mewah di seberang pintu.

Seorang wanita berambut hitam berhiaskan perhiasan emas dengan gaun berwarna senada duduk di balik meja kerja, menatap tajam pada si mayor jenderal.

Ada pula beberapa orang lain yang duduk tersebar di dalam ruangan. Dari baju yang dikenakan, mereka terlihat memiliki pangkat tinggi. Mereka ada yang memiliki rambut gelap dan ada yang berambut pirang.

Mayor jenderal kembali diarahkan duduk di kursi meja kerja, langsung berhadapan dengan Ratu Ezze.

Sambil berusaha agar tidak terlihat inferior untuk menjaga reputasi Kraalovna, mayor jenderal duduk dengan tegap menatap sang ratu. Dalam hati ia mengakui kecantikan Ratu Ezze tersebut. Namun, ia juga bertanya-tanya dalam hati, bagaimana seorang putri Naz bisa memiliki tatapan tajam dan aura yang mengintimidasi seperti itu?

Ruby menyandarkan dagunya ke satu tangan sambil tersenyum lebar.

"Akhirnya kita bertemu, Mayor Jenderal Neife," ucap Ruby pada pemimpin komando garis depan Kraalovna yang duduk di hadapannya. Ia menyukai sikap si mayor jenderal yang tidak gentar tapi tetap berwibawa.

"Apa yang ingin Anda sampaikan dengan memanggil saya kemari?" balas mayor jenderal.

"Hmm ... aku menyukai sifat tanpa basa-basi itu. Baiklah, Mayor Jenderal, aku akan langsung saja pada intinya. Pindahlah ke sisiku."

"Apakah Anda berharap saya memindahkan kesetiaan semudah itu hanya karena pedang sudah diarahkan ke leher saya? Tidak! Saya akan memegang sumpah kesatria saya sampai akhir! Saya akan tetap berjuang untuk Kraalovna!" lanjut mayor jenderal dengan tegas. Dalam hati ia sudah siap jika jawabannya akan membawa dirinya dan anak buahnya pada kematian. Itu jauh lebih baik dibandingkan menjadi seorang desertir.

Begitu mendengar jawaban dari Mayor Jenderal Kraalovna, Ruby justru tertawa lepas, membuat mayor jenderal bingung akan tindakan dari sang ratu.

"Ahaha! Kalau begitu kita sudah mencapai kesepakatan."

Mayor jenderal terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Maaf. Kesepakatan apa yang Anda maksud?"

Ruby menjentik jarinya, kemudian penjaga pintu ruangan membuka pintu dari dalam.

Masuklah tiga orang bertudung dengan jubah berwarna biru tua ke dalam ruang kerja ratu. Seorang yang berada di tengah memegang sebuah gulungan besar. Ketika ketiganya membuka tudung mereka, Mayor Jenderal Kraalovna terkejut begitu melihat siapa orang di balik tudung itu.

"Bukankah kau bilang akan berperang untuk Kraalovna? Mari kita diskusikan langkah selanjutnya, Mayor Jenderal Neife."

***

Begitu mendengar kekalahan dari pasukan garis depannya, Sirgh segera mengerahkan seluruh pasukannya untuk bergerak ke benteng barat Bielinca. Ia berharap dengan bergerak cepat, pihak Bielinca belum siap dan terkejut akan kedatangan seluruh pasukan mereka.

"Bagaimana mungkin kita disesatkan dengan informasi yang salah?!"

Sirgh mengamuk sepanjang perjalanannya menuju benteng barat.

Anak buah Sirgh tidak berani menjawab. Mereka pun tidak menyangka di pasukan mata-mata mereka ada pengkhianat yang sengaja memberikan informasi palsu terkait persebaran prajurit Ezze. Mata-mata yang dimaksud sudah pergi lagi setelah memberikan informasi palsu dan belum kembali.

Sirgh semakin gelisah ketika sampai di lokasi perkemahan pasukan garis depan Kraalovna yang terbengkalai. Pada beberapa jarak di depan perkemahan, masih terlihat jelas jejak yang mengisyaratkan bahwa sebelumnya ada banyak orang di sana. Darah di mana-mana juga menandakan pembantaian sejumlah besar orang. Bau darah yang begitu menyengat pun membuat para prajurit Kraalovna mengernyit.

Pandangan Sirgh berpindah ke arah benteng. Jembatan telah ditarik ke atas untuk memutus akses menuju benteng, tapi sebuah titik di parit dekat jembatan tampak tertutup tanah dan batu, tanda pasukan garis depan Kraalovna berhasil menyeberang. Beberapa bagian tangga mengintip dari puncak parit, sepertinya tangga-tangga yang digunakan pasukan garis depan Kraalovna telah dibuang ke parit.

Sirgh menoleh ke kiri dan kanan benteng. Jejak kaki dan kuda yang amat banyak jumlahnya terlihat di sepanjang bagian kiri dan kanan benteng. Berdasarkan arah jejak, ia tahu jika pasukan Ezze yang telah menghabisi pasukan garis depannya pasti berada di sekitar sana. Yang tidak ia tahu, berapa jumlah pasti pasukan Ezze yang ada di benteng barat.

Meski tampak barisan penjaga di atas dinding pertahanan benteng, suasananya terlalu hening untuk ukuran puluhan ribu prajurit yang siap menyergap mereka kapan saja.

Sirgh pun memikirkan berbagai strategi dan keputusan di kepalanya. Tidak lama kemudian ia berteriak pada Jenderal Kraalovna, "Bersihkan area ini! Kita akan mengepung benteng barat!"

Ketika Jenderal Kraalovna hendak menjawab, pandangannya teralih begitu melihat banyak titik-titik hitam yang terbang dari balik benteng Kraalovna.

Seribu kepala pasukan garis depan Kraalovna yang juga merupakan pasukan Tzaren dilemparkan dari benteng dan mendarat dekat dengan barisan depan prajurit yang dipimpin langsung oleh Sirgh.

Kepala-kepala yang menampilkan ekspresi mengerikan itu menebarkan teror tersendiri yang menciutkan nyali pasukan Kraalovna. Kuda-kuda perang pun ikut bergerak gelisah begitu merasakan kegelisahan tuan mereka.

Sirgh lantas menyadari sesuatu yang aneh. Mengapa semua kepala yang dilemparkan adalah kepala bangsa Tzaren?

Belum selesai dengan keterkejutan itu, terdapat titik-titik hitam lain yang terbang dari dalam benteng. Jumlahnya tidak sebanyak sebelumnya dan tampak lebih solid.

Sirgh menyipitkan matanya. Benda yang terbang ke arah mereka itu berbentuk bulat dan berwarna seperti tanah.

Mengira itu adalah proyektil yang digunakan untuk menyerang, Sirgh hanya mengomando untuk menghindari proyektil yang dilemparkan trebuchet Bielinca. Beberapa pasukan di barisan depan pun hanya bergerak beberapa langkah untuk menghindar.

Akan tetapi, ketika bongkahan bulat itu menyentuh tanah dan langsung pecah, ia menghasilkan ledakan panas dan membakar banyak pasukan. Ledakan pun terdengar di mana-mana.

Kobaran api seketika meneror para prajurit. Potongan-potongan tubuh terlempar hingga ke depan Sirgh yang berada di tengah-tengah pasukan Kraalovna. Kuda-kuda memekik dan bergerak liar, berusaha kabur begitu mendengar ledakan keras.

Prajurit-prajurit yang berada dekat dengan ledakan lantas berlarian, sebagian di antara mereka berusaha memadamkan api yang telah menghanguskan beberapa bagian tubuhnya. Bahkan ada pasukan yang terluka karena terjatuh lalu terinjak-injak. 

Kekacauan terlihat jelas di bagian depan pasukan Kraalovna. Keadaan diperparah dengan keluarnya pemanah-pemanah Bielinca dari balik gerbang, memanah barisan depan pasukan Kraalovna yang panik.

Sirgh segera berteriak memerintahkan pasukannya untuk mundur yang langsung diteruskan oleh para pemimpin unit prajurit. Trompet perang dibunyikan dalam irama suara tertentu yang diketahui para prajurit Kraalovna sebagai perintah untuk mundur.

Ketika sedang berusaha mundur itulah, prajurit berkuda Ezze muncul dari arah belakang benteng, mengejar pasukan Kraalovna dan membantai pasukan infanteri yang berjalan lebih lambat daripada pasukan berkuda.

Melihat hal itu, Sirgh memerintahkan kesatria-kesatria berkuda Kraalovna untuk melawan pasukan berkuda Ezze.

Kesatria berkuda Kraalovna yang maju tampak lebih banyak daripada pasukan berkuda Ezze yang diturunkan.

Pasukan berkuda Ezze pun terdesak hingga akhirnya pemimpin pasukan berkuda itu meniup trompet dengan sinyal mundur. Pasukan berkuda Ezze lantas berlari menyelamatkan diri dengan gerakan yang tidak terkendali. Mereka berusaha lari kembali ke titik kumpul pasukan Ezze di tepi bagian luar parit, di sisi kiri dan kanan benteng barat. Namun, pasukan berkuda Kraalovna tidak membiarkan mereka kabur begitu saja.

Pasukan berkuda Kraalovna mengejar dengan nafsu ingin membantai musuh. Mereka yang melihat pasukan berkuda Ezze tampak ketakutan pun memacu kuda-kuda mereka untuk berlari lebih cepat lagi.

Ketika makin mendekati bagian depan benteng barat, tiba-tiba ratusan panah menerjang pasukan berkuda Kraalovna. Para prajurit berkuda yang lupa akan jarak dengan benteng musuh itu terbantai begitu saja.

Serangan panah tersebut tentu juga mengenai pasukan berkuda Ezze yang berjarak dekat dengan pasukan berkuda Kraalovna. Namun, pihak Kraalovna mengalami kehilangan yang lebih berat.

Serangan tidak berhenti sampai di situ. Pasukan infanteri Ezze menyusul pasukan berkuda mereka. Bersama-sama, mereka kembali menerjang ke arah sebagian besar prajurit Kraalovna.

Sirgh segera memerintahkan pasukan pemanah untuk melepaskan panah ke arah datangnya prajurit Ezze, sehingga tercipta jarak yang cukup jauh dengan pasukan musuh.

Hal itu berhasil. Prajurit-prajurit Ezze berhenti di jarak aman dari jangkauan pemanah Kraalovna.

Kedua belah pihak pun menahan diri di hari itu.

Sirgh memerintahkan untuk membangun perkemahan tidak jauh dari lokasi perkemahan pasukan garis depan Kraalovna yang telah gugur dan menguburkan kepala prajurit-prajurit mereka yang dilemparkan oleh Bielinca. Ia lalu memanggil semua petinggi militernya ke tenda pertemuan untuk membahas kekalahan yang baru saja mereka alami. Dalam waktu singkat, semua telah berkumpul menghadap Sirgh.

"Alat peledak apa itu?! Aku baru melihatnya kali ini!" seru Sirgh yang berteriak frustrasi. Ia ingin menghajar orang tapi bingung untuk melampiaskannya pada siapa.

"Kami juga baru mengetahuinya, Yang Mulia. Sebelumnya tidak ada yang pernah mendengar tentang peledak seperti itu," balas Jenderal Kraalovna.

"Benda itu memiliki daya ledak tinggi dan sangat mudah terbakar," komentar seorang petinggi militer Kraalovna.

"Ratusan prajurit kita tewas hanya di hari ini saja!" lanjut seorang lainnya.

Seorang mayor jenderal berambut merah memberanikan diri berbicara. "Saya dengar putri Naz di Kerajaan Bielinca sering meledakkan ruangan-ruangan di istana pada awal-awal kedatangannya ke Bielinca. Tapi itu sudah berbulan-bulan lalu. Bahkan mata-mata yang kita tempatkan di istana Bielinca tidak menyinggung tentang hal tersebut lagi."

"Putri Naz sialan!" geram Sirgh. Ia kembali teringat ketika bertemu dengan putri Naz yang dimaksud pada saat pernikahan Raja dan Ratu Ezze. Gadis kecil itu mengendap-endap memergoki kakaknya yang memadu kasih dengan seorang kesatria. Andaikan aku tahu dia akan menjadi sandungan sebesar ini, seharusnya kubunuh dia saat itu juga!

Suasana hening sesaat.

"Sudahlah! Kita akan mengetahui tentang peledak itu jika kita berhasil merebut benteng barat! Kita harus mengubah strategi!" lanjut Sirgh.

Mereka pun saling memberi masukan terkait strategi yang akan digunakan dengan menghindari lemparan peledak. Diskusi berjalan cukup alot dan tidak begitu memuaskan sampai ketika malam telah larut, Sirgh lantas membubarkan pertemuan tersebut dengan perasaan sesak.

***

Sirgh tidak pernah tidur dengan nyenyak ketika perang. Namun, di malam itu ia merasa jauh lebih gelisah dibandingkan biasanya.

Kegelisahan tanpa sebab Sirgh pun terwujud ketika pada dini hari ia terbangun oleh kegaduhan di sekitarnya. Asisten Raja Kraalovna tiba-tiba masuk ke tendanya dengan wajah pucat pasi.

Bahkan sebelum si asisten berbicara, Sirgh langsung mengurut keningnya. Ia yakin bukan berita baik yang dibawa asistennya.

"Lapor, Yang Mulia. Ada berita tidak mengenakkan yang harus saya sampaikan."

"Apa itu? Dan keributan apa yang sedang terjadi?!"

Sirgh segera bangkit sambil memakai baju luarnya, melangkah keluar dari tenda diikuti sang asisten. Di luar tampak terang dengan lentera dinyalakan di sana sini. Banyak prajurit berkeliaran di saat mereka seharusnya beristirahat. Dari kejauhan terdengar suara kuda-kuda meringkik dan berlari.

"Setengah prajurit bangsa Kraalovna mundur. Mereka kembali ke Kraalovna. Bahkan jenderal tidak mampu menahan mereka." Asisten raja menerangkan situasi yang sedang terjadi.

Kerutan di kening Sirgh semakin dalam.

"Apa?! Bagaimana mungkin?! Tangkap pengecut-pengecut itu!"

"Sebagian besar berhasil kabur dan kami telah menangkap sisanya, Yang Mulia."

"Bawa mereka ke hadapanku!" teriak Sirgh.

Tidak lama kemudian, beberapa orang prajurit berpakaian lengkap telah dirantai dan didudukkan di hadapan Sirgh. Tampak jelas dari rambut perak mereka jika mereka adalah prajurit berkebangsaan Kraalovna.

Sirgh segera mencengkeram leher salah satu di antara prajurit Kraalovna yang ditangkap karena mencoba kabur dari perang.

"Kupikir bangsa Kraalovna merupakan bangsa yang menghormati nilai-nilai kesatria. Ternyata kalian sepengecut prajurit Innist!" Sirgh mengumpat tepat di depan wajah prajurit yang sedang ia cekik itu.

"Ka ... mi ... masih ... melaku ... kan ... nya ...," balas prajurit Kraalovna yang berusaha berbicara dengan terbata.

"Kau masih berani berbicara seperti itu?! Kesatria terhormat mana yang lari dari perang dan meninggalkan rajanya?!" teriak Sirgh. Ia mengencangkan cengkeramannya, meremukkan leher prajurit yang ia cekik.

Ketika prajurit Kraalovna tersebut tewas, Sirgh beralih ke prajurit Kraalovna lain. Ia menjambak rambut perak seorang prajurit dengan kasar hingga membuat si prajurit mendongak dan menatap wajah sangarnya.

"Apa yang dimaksud rekanmu?!"

"Kami mendapatkan kabar dari istana," jawab prajurit Kraalovna. Di wajahnya tidak tampak ketakutan. Ia justru menatap Sirgh dengan pandangan jijik. "Kudeta telah dilaksanakan. Putri Freyja yang merupakan keturunan raja terdahulu mengambil alih istana."

Tangan Sirgh bergetar. Masih ada keturunan raja yang masih hidup?!

"Bagaimana bisa dia melakukan kudeta ketika AKU, Raja Kraalovna, masih hidup?! Jika aku mengejar pasukan yang kabur dan membantai mereka, putri lemah itu tidak akan bisa berbuat apa-apa! Dia pikir dia bisa mengambil alih takhta tanpa pasukan?!"

Prajurit yang dijambak Sirgh menyipitkan matanya. "Tentu saja bisa. Apa Anda lupa jika setiap rakyat Kraalovna bisa memegang pedang?"

Sirgh terdiam.

Prajurit tadi kembali melanjutkan, "Seluruh rakyat Kraalovna sudah mengangkat senjata melawan Anda setelah mengetahui perlakuan hina Anda pada putri Naz. Prajurit-prajurit yang kembali adalah prajurit yang telah mendapatkan kabar tersebut langsung dari istana dengan segel resmi. Saya yakin prajurit Kraalovna lainnya tidak kabur karena berita ini belum sampai ke mereka. Tidak ada yang sudi berperang untuk makhluk menjijikkan seperti Anda."

Setelah kalimat terakhir itu, Sirgh spontan menebas leher si prajurit dan prajurit lain yang berada di sana. Ia mematung kaku. Kepalanya dipenuhi pikiran tentang bagaimana mungkin semua perilakunya diketahui rakyat Kraalovna? Ia merasa telah membuang mayat Sapphire tanpa diketahui siapa pun.

Sirgh menggumamkan sesuatu yang membuat asistennya harus mendekat.

"Maaf, apakah Yang Mulia memerintahkan sesuatu?" tanya si asisten.

Sirgh menoleh cepat dan mengagetkan asisten raja dengan teriakannya. "KUMPULKAN SEMUA PRAJURIT!"

Asisten raja sontak berlari ketakutan melaksanakan perintah tuannya.

Sirgh melihat satu persatu orang yang ada di sana. Di sekitarnya hanya ada Jenderal Kraalovna dan sisanya adalah prajurit bangsa Tzaren. Ia mendesis, "Bunuh semua yang tahu mengenai kabar dari istana!"

Sang jenderal yang masih merupakan bangsa Kraalovna tapi tahu mengenai kelakuan busuk si raja lantas mengangguk lalu pergi. Orang-orang Tzaren yang berada di sekitar pun berpencar dengan membawa pedang masing-masing.

***

Ketika fajar mulai menyingsing, seluruh prajurit telah berkumpul di tanah lapang, menghadap ke arah Sirgh yang duduk di kursi kayu bersama para petinggi militernya dengan tenda yang menghalau sinar matahari.

Seorang mayor jenderal berkebangsaan Tzaren datang mendekati Sirgh dari arah barisan prajurit. "Lapor, Yang Mulia. Sekitar 15.000 prajurit yang membelot berhasil kabur. Sekitar 2.000 yang mencoba kabur, yang mengetahui tentang berita istana, hingga yang berusaha menyebarkan berita istana berhasil ditangkap dan telah dihabisi. Banyak kuda yang dicuri sebanding dengan jumlah prajurit yang kabur," ucapnya dengan nada rendah yang hanya bisa didengar Sirgh, asisten raja, dan Jenderal Kraalovna yang berdekatan.

Lima belas ribu?! Ada 15.000 prajurit kabur, 2.000 tewas, sementara 6.000 tidak diketahui keadaannya?! Hanya dalam waktu singkat aku kehilangan lebih dari setengah prajurit Kraalovna?!

Sirgh berteriak frustrasi dalam hati. Namun, ekspresi mengerikannya dengan jelas menampilkan apa yang ada di hatinya.

Belum selesai Sirgh menata kegelisahannya, seekor kuda mendekat ke arah para tenda pemimpin Kraalovna, tanda bahwa berita yang sedang dibawa oleh penunggang kuda merupakan berita penting.

Si penunggang kuda turun lalu setengah berlari ke arah seorang mayor jenderal yang duduk sederet dengan Sirgh. Ia membisikkan sesuatu. Lalu mayor jenderal melanjutkan berita dengan langsung mendatangi rajanya.

"Lapor, Yang Mulia! Jembatan di benteng timur Kraalovna hancur. Benteng timur tidak mendapatkan pasokan bahan makanan dari kota terdekat sejak minggu lalu sehingga persediaan pangan untuk prajurit kita menipis," ucap mayor jenderal.

Sirgh bangkit dari tempat duduknya. "Ezze sialan! Pasti ini ulah mereka!" makinya.

Alih-alih menjadi semakin tertekan, pikiran Sirgh justru berputar cepat menganalisa apa yang sedang terjadi. Pengalaman bertahun-tahun di kemiliteran membuatnya harus cepat beradaptasi jika terjadi sesuatu di luar perkiraan. Ia mengakui dirinya telah lengah karena mengira hanya melawan bocah kemarin sore yang baru saja mengecap peperangan.

"Banyak pasukan Ezze yang dikirim untuk perang di benteng barat Bielinca. Mereka pasti sedang kekurangan pasukan untuk benteng selatan Bielinca ...."

Sirgh memerintahkan juru tulisnya mendekat.

"Aku harus membalas surat yang kemarin dikirim Putri Kleih. Tulis padanya ...."

***

>>Komposisi perang terkini<<

*Note:
-Belligerents: Pihak-pihak (utamanya kerajaan/negara) yang terlibat dalam perang
-Cavalries: pasukan berkuda
-Infantries: infantri/pasukan jalan kaki
-Special Squads: pasukan khusus (pasukan dengan misi khusus dan kemampuan tiap anggotanya di atas rata-rata)
-Galleys: kapal perang besar
-Galliots: kapal perang berukuran lebih kecil dari Galley
-Fustas: kapal kecil, ringan, dan cepat

***

>>Fun Fact<<

Pada perang yang sebenarnya di zaman dahulu, pengepungan benteng atau kota jarang dilakukan jika pihak penyerang tidak memiliki persediaan yang cukup dan pasukan dalam jumlah besar melampaui jumlah pasukan yang melindungi benteng. Untuk menerobos pun membutuhkan pengorbanan banyak prajurit.

Jika tidak mendesak, penyerang umumnya menghindari menyerang benteng.

Sebuah benteng bisa memiliki cadangan makanan yang banyak dan jalur logistik untuk memasok kebutuhan ke dalam benteng. Karenanya, benteng bisa bertahan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun tanpa membuka pintu pada musuh.

Beberapa pengepungan terlama yang pernah terjadi adalah Pengepungan Candia (Siege of Candia) selama 21 tahun (1648-1669) dan Pengepungan Ceuta (Siege of Ceuta) yang terbagi dua fase selama 33 tahun (1694-1727).





***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro