Chapter 4 - A Glimpse of Tarkh's Conquest (2)
Penaklukan Ezze
Penyerahan diri Aritoria membuat gempar seluruh kerajaan. Berita tentang Tarkh menjadikan Aritoria bagian dari kerajaannya menjadi perbincangan hangat di mana-mana. Semua mengira Tarkh akan lanjut bergerak menuju Kerajaan Bielinca, sehingga Kerajaan Bielinca sudah bersiap menghadapi serangan dengan dukungan dari Kerajaan Kraalovna dan Kerajaan Ezze. Namun, perkiraan mereka salah.
Tarkh membuat tipuan dengan mendirikan ribuan barisan tenda prajurit dan beberapa infanteri di perbatasan Aritoria-Bielinca, sementara ia dan sebagian besar pasukannya bergerak melintasi Kerajaan Innist tanpa hambatan. Perbatasan Bielinca dan Innist terdiri dari perbukitan sehingga membatasi pantauan Kerajaan Bielinca pada apa yang sedang terjadi di wilayah Innist.
Seratus armada kapal Tzaren bergerak perlahan dari selatan Tzaren, menyesuaikan perkiraan sampainya Tarkh dan prajurit-prajuritnya di tepi laut sempit. Armada kapal yang sebagian baru saja jadi karena Tarkh menggenjot pembuatannya sebagai bagian dari rencana menaklukkan seluruh kerajaan itu bolak-balik mengangkut pasukan perang Tzaren ke wilayah Ezze tanpa hambatan yang berarti.
Di satu sisi, armada kapal Kerajaan Zetaya dan Aritoria dipersiapkan Tarkh untuk rencana lain.
Kerajaan Ezze tidak siap begitu armada kapalnya dihancurkan Tzaren dalam serangan mendadak. Sebagian tentara mereka dikirimkan untuk membantu pertahanan Bielinca sehingga pertahanan kerajaan melemah. Mereka tidak menyangka Tarkh akan mucul tiba-tiba dari selat antara dua kerajaan.
Pihak Ezze panik dan memanggil tentara mereka mundur dari Bielinca. Suatu usaha yang terlambat mengingat jarak Tarkh lebih dekat dibandingkan posisi sebagian pasukan Ezze.
Batu-batu api dari beberapa trebuchet, alat pelontar yang bisa menembakkan proyektil berukuran besar dari jarak jauh, menghujani ibu kota Ezze. Meski tidak bisa meruntuhkan tembok ibu kota Ezze yang setebal tiga meter, tapi mampu memberikan teror dan menurunkan semangat juang para pasukan Ezze.
Tarkh menatap pinggiran ibu kota megah yang tengah dilalap api. Ia sedikit menyayangkan harus membakar tepi ibu kota Ezze karena Ezze menolak menyerah. Tarkh tahu ia harus bergerak cepat karena Raja Ezze berharap pada pasukan yang akan kembali dari Kerajaan Bielinca.
Ketika malam tiba, kedua pihak menahan diri dari serangan jarak jauh.
Esok harinya siege tower sudah dikerahkan. Siege tower, menara tertutup yang terdiri dari beberapa tingkatan dan bisa bergerak untuk mengangkut pasukan mendekati benteng atau tembok musuh, umumnya dikerahkan di akhir sebagai upaya memasukkan prajurit ke balik tembok. Namun, Tarkh berpacu dengan waktu. Jarak sebagian pasukan Ezze tinggal seminggu perjalanan, ia harus mengambil alih ibu kota secepatnya!
Pada hari ketiga, gerbang berhasil terbuka dari dalam oleh beberapa pasukan Tzaren yang menyerbu dengan beringas meski Tarkh mengalami kehilangan yang cukup besar. Lima ribu pasukannya harus terbantai dalam upaya menerobos masuk. Tidaklah heran ketika bau darah dan mayat dapat tercium dari jarak jauh.
Begitu gerbang terbuka, pertempuran sengit terjadi antara pasukan berbaju merah Ezze dan pasukan berbaju hitam Tzaren. Pasukan bertumbangan di kedua belah pihak sampai akhirnya pasukan Ezze kehilangan daya juang dan menyerah begitu seorang Jenderal Ezze gugur.
Keesokan harinya, Tarkh berhasil menduduki ibu kota. Ia melangkah di antara mayat-mayat yang berpakaian merah dan juga yang berpakaian hitam. Tidak ada yang bisa menghentikannya saat ia berjalan kaki menuju arah istana. Bendera hitam Tzaren berkibar di setiap sudut ibu kota, diusung oleh pasukan Tzaren di jalanan. Langkah-langkah prajurit yang berbaris mengiringi Tarkh meninggalkan jejak darah yang menghitam dan menambah suasana mencekam saat itu. Sedikit dari pasukan Ezze yang menyerah pun ditawan.
Pasukan Tarkh sudah menyisir istana dan mengumpulkan keluarga Kerajaan Ezze di halaman istana.
"Tzaren sialan! Kalian akan mendapatkan balasannya! Kalian akh ...." Sang raja tidak sempat menyelesaikan kalimat ketika Tarkh memenggal kepalanya tanpa ampun.
"Tolonglah Raja Tarkh .... Kau boleh mengambil nyawaku, tapi tolong ampuni anakku. Akan kulakukan apa pun. Kumohon ...," pinta tuan putri tercantik Ezze sambil mendekap bayinya yang belum berusia setahun. Air matanya turun tanpa henti. Wajah cantiknya mungkin bisa mengambil hati banyak pria untuk mengampuni nyawanya atau mengambil keuntungan darinya, tapi tidak dengan Tarkh.
Ekspresi dingin Tarkh tidak berubah saat pedang di genggaman tangan menusuk si bayi dan menembus jantung ibunya. Membuat anggota keluarga kerajaan lain memekik dan membelalakkan mata mereka. Jika Tarkh tidak memberi ampun pada bayi yang tidak berdosa, maka tidak ada jalan keluar bagi mereka.
Tarkh berteriak memberi pengumuman yang kemudian dilanjutkan oleh pasukan-pasukannya agar pesan tersampaikan ke seluruh penjuru ibu kota bahwa ialah Raja Ezze yang baru.
***
"Jenderal! Ada kuda putih mendekat!" seru seorang prajurit Ezze.
Seorang Jenderal Ezze yang mendapat perintah mundur ke ibu kota Ezze, pagi itu baru bersiap untuk kembali melanjutkan perjalanan bersama setengah dari pasukan Ezze. Ia menyipitkan matanya ke arah cakrawala.
Seekor kuda putih tanpa penunggang dengan pelana terpasang rapi tampak membawa gumpalan kain hitam. Namun, jelas itu adalah kuda terlatih Ezze. Kuda yang mendekati kamp pasukan Ezze seolah-olah kembali pada tuannya.
Seorang prajurit menggiring kuda tersebut mendekati tenda jenderal yang sedang dibongkar. Sang jenderal menemukan gulungan kertas terikat di atas pelana kuda. Firasat buruk hadir sesaat setelah tangannya terulur untuk mengambil gulungan surat bersegel lilin hitam dengan lambang Tzaren.
Raja kalian sudah mati.
Tunduklah padaku dan akan kuampuni nyawa kalian.
Berpaling dariku, maka keluarga kalian di sini akan kupenggal.
Maharaja Tarkh
Catatan: bersama dengan surat ini, kuserahkan anak dari jenderal dan tuan putri kalian agar dia bisa melihatnya untuk terakhir kali. Semua pewaris takhta harus mati, begitu pun anak itu.
Tanpa sadar sang jenderal menjatuhkan surat tersebut. Pandangannya beralih pada bungkusan hitam yang tergantung di pelana. Tangannya gemetaran saat membuka bungkusan hitam secara perlahan. Napasnya tercekat. Hampir saja ia menjatuhkan isi bungkusan ke tanah. Bayi mungil yang sudah membiru dengan luka menganga di dada, tergeletak pasrah di tangannya.
Satu raungan panjang meledak dari mulut Jenderal Ezze. Air matanya turun, tak peduli pada pendapat anak buahnya. Didekapnya bayi mungil yang sudah hampir membusuk itu di pelukannya. Anak laki-laki pertama dan satu-satunya, mati tanpa ia bisa melakukan apa-apa. Hatinya sesak, bagai ditekan beribu-ribu ton baja.
Ia melepas jubah jenderalnya dan dihamparkan ke tanah. Dibungkusnya dengan hati-hati anak semata wayang, buah cinta dengan seorang Putri Ezze yang keduanya amat sangat ia cintai. Sang jenderal berlari mengambil salah satu kuda secara acak, lalu memacu kuda tersebut tanpa arah sembari berteriak seperti orang gila.
"Akan kubunuh kau, Tarkh! Kubunuh! Akan kutumpahkan darah setiap Tzaren! Aaaaaarrgh!"
***
Penaklukan Bielinca
Kabar mengenai kemunculan tiba-tiba Tarkh yang tidak diprediksi dan kejatuhan Ezze pun bergaung di dua kerajaan yang masih merdeka.
Kerajaan Kraalovna menarik mundur pasukan mereka dari wilayah Bielinca untuk dikonsentrasikan di perbatasan Ezze-Kraalovna. Kali itu mereka mengirimkan mata-mata untuk memantau keberadaan Tarkh dan yakin jika Tarkh masih berada di wilayah Ezze.
Di sisi lain, pihak Bielinca mengirimkan pasukan untuk menghabisi sedikit tentara Tzaren yang sudah menipu mereka di perbatasan Aritoria-Bielinca. Pasukan itu tidak pernah kembali. Sebagai gantinya, barisan gabungan pasukan Zetaya, tentara bayaran Aritoria, dan sedikit pasukan Tzaren yang dipimpin Pangeran Zakh bergerak menuju ibu kota Bielinca, mengepung ibu kota tersebut dalam aura intimidasi.
Kerajaan Bielinca mengirim bantuan permohonan pada Kraalovna. Namun, Kraalovna yang sedang bersiap menghadapi kedatangan Tzaren tidak menggubris permohonan tersebut.
Bielinca pun takluk setelah rajanya putus asa dan mengajak keluarganya bunuh diri bersama-sama. Racun yang bisa memutuskan hidup dalam sekejap mata dan tanpa rasa sakit, jauh lebih menyenangkan daripada dipacung seperti keluarga kerajaan lain.
Bielinca membuka gerbang ibu kota dan membiarkan pasukan lawan masuk setelah Zakh memberi ultimatum untuk menyerah. Tidak ada perlawanan yang berarti dari kerajaan yang terkenal akan pandai besi dan penghasil senjata terbaik itu.
***
Penaklukan Kraalovna
Si Jenderal Ezze yang dipenuhi amarah bergabung dengan pasukan Kraalovna bersama kurang dari tujuh puluh pasukan Ezze yang masih setia bersamanya. Pasukan tersebut hampir seluruhnya merupakan yatim piatu yang belum menikah. Puluhan ribu pasukan lain kembali ke Ezze, menyerah demi keselamatan keluarga mereka.
Jalan tercepat untuk menuju wilayah Kraalovna dari Ezze berada di sebuah bukit yang dikelilingi tebing-tebing tinggi yang dibelah oleh jalan menanjak dengan sebuah benteng bergerbang kokoh di puncaknya. Pasukan pemanah telah bersiap di depan benteng di puncak bukit. Pasukan berperisai dan pasukan bertombak siaga di belakang mereka. Tidak terlihat pasukan berkuda di jalan bukit yang tidak cukup lebar, tapi pasti telah menempati posisi di balik gerbang. Ketinggian memberikan Kraalovna keuntungan dalam serangan.
Sementara jalur menuju wilayah Kraalovna dari Bielinca melewati bukit-bukit hijau nan landai yang terkenal dengan sebutan Perbukitan Akra. Tempat yang menenangkan dan indah tersebut sebentar lagi akan menjadi saksi bisu ribuan nyawa yang hilang.
Setelah kejatuhan Bielinca, Kraalovna mengubah formasi dan memindahkan konsentrasi pasukan mereka ke perbatasan Kraalovna-Bielinca. Perbatasan tersebut amat terbuka dan merupakan bagian lemah dari wilayah Kraalovna.
Tidak seperti kerajaan lain, Kraalovna mempunyai waktu yang cukup untuk bersiap menghadapi serbuan Kerajaan Tzaren dan kerajaan-kerajaan yang tunduk pada Tzaren. Mereka mulai menggali parit di beberapa titik. Koordinasi yang cepat dan efektif membuat parit-parit tersebut selesai dalam waktu satu minggu. Parit pertahanan yang diharap akan membantu menahan laju pasukan lawan dan membuat lawan melewati jalur sempit di antara parit-parit sehingga mereka dapat memusatkan penyerangan.
Pertarungan pertama kali pecah di perbatasan Kraalovna-Bielinca. Julukan sebagai kerajaan dengan pasukan terkuat pantas disandang Kraalovna. Pasukan Kraalovna sanggup menghadapi gempuran gabungan tentara bayaran Aritoria, pasukan Bielinca, dan pasukan Zetaya dalam pertempuran di Perbukitan Akra. Mereka saling mengirimkan percobaan penyerangan dalam beberapa hari, berusaha menilai kekuatan satu sama lain.
Pasukan Kraalovna tampak lebih solid dan terorganisir dibanding pasukan sekutu Tzaren yang dipimpin oleh Pangeran Zakh dan dua Jenderal perang Tzaren. Namun, ada satu hal yang membuat resah Kraalovna. Penjaga benteng perbatasan Kraalovna-Ezze memberi kabar jika pasukan Tzaren yang bergerak dari Ezze berbelok ke barat.
Kraalovna mengira pasukan yang dipimpin Tarkh tersebut mengambil jalur lain melewati laut dan menyeberang ke wilayah Kraalovna seperti saat pasukan Tzaren menyeberang ke wilayah Ezze. Karenanya Raja Kraalovna mengirim pembawa pesan yang memerintahkan armada kapal Kraalovna bergerak ke selatan untuk menghalau kapal Tzaren.
Perkiraan yang memang nyaris benar, kecuali ada beberapa pergerakan Tarkh yang tidak mereka duga, hingga membuat Kraalovna seolah-olah menggali kuburan mereka sendiri.
Pasukan yang dipimpin Tarkh tidaklah menaiki kapal Tzaren. Tarkh menaiki armada kapal Zetaya dan Aritoria yang berangkat memutar melewati utara. Sementara kapal-kapal perang Kraalovna justru bergerak ke selatan, berusaha menghalau kapal-kapal Tzaren yang sebelumnya digunakan Tarkh untuk menyeberang ke Ezze. Kapal-kapal Tzaren tersebut hanyalah umpan agar kapal perang Kraalovna meninggalkan wilayah Kraalovna sehingga Tarkh dan pasukannya dapat diangkut armada kapal Zetaya dan Aritoria.
Tarkh menginjakkan kakinya di wilayah Kraalovna tanpa perlawanan yang berarti. Pasukannya berhasil menduduki ibu kota yang terletak di barat laut dengan mudah lalu bergerak ke Perbukitan Akra di tenggara. Pasukan Kraalovna pun terkepung dari dua sisi.
Meski terkepung, Kraalovna masih mampu memberikan perlawanan sengit. Pasukan yang sebelumnya diposisikan di benteng perbatasan Kraalovna-Ezze ikut bergabung dengan mereka. Parit-parit yang dibuat Kraalovna makin penuh dengan kubangan darah dan mayat prajurit yang terbantai.
Kraalovna yang tampak tidak takut mati mampu menjaga barisan pertahanan mereka yang kokoh berlapis-lapis dengan formasi lingkaran, menjaga pimpinan yang berada di pusat formasi.
Tiba-tiba Tarkh menarik mundur semua pasukannya. Ia memberikan ultimatum pada pihak Kraalovna: serahkan keluarga raja yang tersisa maka perang akan usai.
Pasukan Kraalovna yang menjunjung tinggi kehormatan seorang kesatria, tidak terpengaruh sedikit pun. Mereka telah siap mati untuk raja mereka. Namun, Raja Kraalovna berbeda pendapat. Tampaknya kematian keluarganya saat penyerbuan ibu kota telah memberi pengaruh akan keputusannya kemudian.
Mata biru Raja Kraalovna memandang wajah anak-anaknya yang tersisa yang menunggang kuda dengan gagah di dekatnya. Tiga orang pangeran dan seorang putri yang lihai mengayunkan pedang. Anak-anak yang ia banggakan.
Keempat anaknya balas memandang Raja Kraalovna tersebut.
"Kami tahu apa yang Ayahanda pikirkan," kata seorang pangeran tertua.
"Ini mungkin akhir dari kita, tapi jangan sampai ini jadi akhir dari Kraalovna," balas sang raja.
"Kami mengerti Ayahanda. Kita akan menghadapi ini bersama sampai akhir," lanjut putri raja yang wajah cantiknya secantik kemampuan berpedangnya.
"Perlu kalian ketahui, aku sangat bangga pada kalian. Suatu kebahagiaan bagiku jika akhir hidupku berjuang berdampingan bersama anak-anakku. Kita menyerah bukan untuk sebuah kehinaan, tapi untuk prajurit-prajurit kita yang masih memiliki keluarga untuk pulang. Kita juga akan pulang, ke sisi Ahurz, di sanalah keluarga kita sedang menunggu."
Keempat anak sang raja tersenyum dengan mata berkaca-kaca mendengar kata-kata ayah mereka.
Kelima keluarga Kerajaan Kraalovna yang tersisa melemparkan perisai mereka. Denting besi perisai yang saling berebut mencapai tanah menarik perhatian pasukan Kraalovna yang lain. Dengan kepala tegak Raja Kraalovna dan anak-anaknya turun dari kuda, berjalan kaki membelah pasukan Kraalovna sembari melepas helm dan baju zirah mereka. Keheningan terjadi pada barisan Kraalovna.
Tarkh turut turun dari kudanya bersama Jenderal Sirgh dan adiknya, Pangeran Khrush, yang semenjak kemenangannya di Aritoria memutuskan untuk bergabung ke medan perang. Mereka bertiga melangkah di antara pasukan mereka dan pasukan Kraalovna, menyambut keluarga kerajaan Kraalovna yang memiliki sorot mata tajam dan tidak tampak gentar.
"Harta, takhta, wanita. Tiga hal yang membutakan seorang lelaki. Aku harap wanita itu sepadan dengan apa yang telah kau lakukan untuknya." Raja Kraalovna pertama kali membuka suara. Penyebab Tarkh memulai perang besar telah tersebar ke mana-mana.
Tarkh tersenyum tipis. "Aku yakin dia sepadan."
"Kami akan menyerahkan diri. Sebagai gantinya ampunilah pasukan kami yang lain."
"Cih. Bagaimana mungkin kami percaya kalian akan menyerahkan diri jika tangan kalian masih memegang gagang pedang yang tersarung di pinggang?" cetus Khrush dengan ekspresi mengejek.
Tarkh menoleh tajam pada Khrush. "Jaga bicaramu, Khrush! Di hadapanmu berdiri seorang raja terhormat yang menyerahkan diri demi keselamatan pasukannya."
Khrush terdiam.
Raja Kraalovna memandang Tarkh dengan senyum tipis terlukis di bibirnya. "Semoga kalian mengizinkan kami menjaga kehormatan itu sampai akhir."
"Apa yang kau inginkan, Raja Kraalovna?" tanya Tarkh. Berbeda dengan keluarga kerajaan lain yang langsung dipenggalnya, ia menaruh hormat pada sifat kesatria keluarga Kerajaan Kraalovna. Tarkh memutuskan akan membiarkan mereka memilih akhir dari hidup mereka.
"Bangsa Kraalovna sejak lahir sudah berkenalan dengan pedang, sampai akhir pun sebuah kehormatan jika mati dengan pedang. Biarkan kami mengakhiri hidup dengan pedang-pedang kami."
Tarkh tertegun, tapi kemudian ia mengangguk.
Keempat anak sang raja berbaris di kiri dan kanan ayah mereka. Serentak kelimanya menarik pedang dari sarungnya lalu memberi penghormatan terakhir dengan menegakkan pedang di depan wajah. Dalam satu gerakan bersamaan tanpa keraguan, kelimanya menusukkan pedang ke perut mereka masing-masing hingga tembus ke belakang. Tanpa teriakan kesakitan, hanya keheningan yang panjang dari semua penonton yang mengiringi kepergian mereka. Raja Kraalovna dan anak-anaknya jatuh terduduk dengan kepala tertunduk.
Pasukan-pasukan Kraalovna lantas menjatuhkan pedang, memberi penghormatan pada sang raja yang mengorbankan diri demi keselamatan mereka yang tersisa.
"Sambutlah Maharaja Tarkh!" seru Jenderal Sirgh.
Sontak Perbukitan Akra dipenuhi elu-eluan semangat dari ratusan ribu prajurit Tarkh, menggetarkan tanah dan udara. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, seluruh kerajaan di daratan itu dipimpin oleh satu orang.
Tarkh tidak begitu terpengaruh euforia tersebut. Satu yang ada di pikirannya: menuju Kota Suci Verhalla.
***
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro