Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 38 - Kerajaan Aritoria: Tuntutan untuk Ratu

BRAK!

Gebrakan kepalan tangan Zakh membuat beberapa bangsawan yang hadir di rapat dewan penasihat raja terlonjak kaget, tidak menyangka raja yang selalu terlihat dingin tanpa emosi bisa menunjukkan kemarahan.

"Kalian gila?! Aku belum lama menikah dan kalian sudah menyuruhku mengambil selir?!" Suara Zakh terdengar tajam dan kedua alisnya bertaut.

"Apa boleh buat Yang Mulia, Ratu Jade tidak dibekali pendidikan ratu. Di Aritoria seorang ratu memiliki tugas yang tidak kalah penting dibanding raja. Selama ini tugas tersebut dilimpahkan pada kepala dayang sang ratu. Kepala dayang sendiri sudah memiliki banyak tugas, saya yakin pekerjaannya banyak yang keteteran," sahut seorang bangsawan dari sisi kiri Zakh.

Zakh bukannya tidak mengerti jika Ratu di Aritoria mempunyai tugas, Ratu Tzaren pun memiliki tugas kerajaan yang banyak.

"Kalau begitu tambah lagi satu kepala dayang. Aku yakin ada banyak bangsawan yang kompeten."

"Potensi penyalahgunaan kekuasaan akan sangat tinggi, Yang Mulia." Seorang bangsawan lain menambahkan. "Segel cap milik ratu seharusnya hanya bisa digunakan oleh ratu. Jika disalahgunakan, ratulah yang akan terkena imbasnya. Sesuai peraturan, apabila ratu dalam kondisi tidak mampu menjalankan tugas, maka tugas-tugas ratu akan dilimpahkan pada selir utama. Itu pun segala urusan akan disahkan dengan segel cap selir, bukan segel cap ratu."

"Kami akan menyaring calon selir paling kompeten untuk membantu ratu, setelahnya Yang Mulia dapat memilih yang paling menarik minat Yang Mulia. Percayalah, kami melakukan ini demi kebaikan kerajaan. Sampai sekarang kami masih menutup mata atas segel ratu yang digunakan kepala dayang, meski roda pemerintahan mulai goyah karena ratu tidak melaksanakan satu pun tugas." Bangsawan yang terlihat paling muda di sana ikut bersuara.

Zakh mengurut keningnya. Hatinya menolak untuk mengambil wanita lain jadi istrinya. Ia sendiri merasa heran, biasanya logika selalu menempati urutan nomor satu untuk menjadi pertimbangan dalam setiap keputusannya. Namun, kali itu perasaannya menolak keras permintaan para bangsawan tersebut. Padahal jika ditimbang berdasarkan logika, permintaan itu tidak ada ruginya. Pendidikan ratu dilaksanakan bertahun-tahun, selir dari bangsawan yang lebih dulu terdidik tentunya akan lebih cepat dalam menyerap pelajaran. Sekalipun Jade diberi pendidikan ratu, ia tidak yakin istrinya tersebut bisa mencapai hasil memuaskan di waktu singkat.

Zakh meluruskan punggungnya. "Berikan Ratu Jade pendidikan ratu."

"Tapi Yang Mulia—"

"—Enam bulan! Jika Ratu Jade tidak mampu melaksanakan tugas ratu dengan baik setelah enam bulan, aku akan mengambil selir," potong Zakh. Nada suaranya tidak menyiratkan ia akan menerima kompromi lanjutan.

"Bagaimana dengan tugas ratu untuk sementara waktu, Yang Mulia?" lanjut bangsawan yang pertama kali menyuarakan isu selir.

"Biarkan kepala dayang ratu yang melakukannya sampai enam bulan ke depan. Dia adalah seorang bangsawan kompeten yang kubawa sendiri dari Kerajaan Tzaren. Kalian tidak perlu meragukan pekerjaannya. Apakah ada lagi yang ingin disampaikan?"

Setelah para bangsawan mengatakan 'tidak', Zakh pun berlalu dari ruang pertemuan itu.

Baru saja Zakh menghilang dari balik pintu, bangsawan termuda di ruangan tiba-tiba berceletuk, "Ah ... bukankah tugas ratu salah satunya adalah perizinan pedagang kecil? Baru-baru ini ada banyak pedagang kecil melakukan pengiriman barang ke mana-mana. Terlalu banyak dan terlalu hening sampai terasa mencurigakan. Apakah Yang Mulia mengetahui hal itu?"

"Tentunya Yang Mulia tahu. Bukankah kepala dayang ratu yang baru adalah orang Yang Mulia sendiri? Seorang bangsawan Tzaren," jawab bangsawan di samping bangsawan termuda tadi.

"Jadi para pedagang kecil itu melakukan pengiriman apa?" Bangsawan paling muda kembali bertanya.

Seorang bangsawan dengan rambut beruban pun menjawab pertanyaan tersebut. Sebagian bangsawan membelalakkan mata mereka karena terkejut, sebagian yang lain tampak telah mengetahui hal tersebut.

"Yang benar saja?! Orang-orang Tzaren itu ...." Seorang bangsawan hampir saja melontarkan kata-kata berbahaya. Bagaimanapun, ada banyak telinga dan mulut di ruang pertemuan.

"Aku penasaran ... seperti apa reaksi rakyat dan para pedagang jika secara tidak langsung sang ratu terlibat," timpal bangsawan berjanggut panjang.

"Jika ada yang menabuh genderang, berarti setidaknya ada dua kubu. Yang Mulia Raja akan mendukung kubu yang mana?" tanya seorang bangsawan paling gemuk di sana.

"Setidaknya kita harus bersiap sejak dini. Kita harus melakukan sesuatu untuk melindungi Aritoria," sambung bangsawan dewan penasihat raja lainnya.

"Anda semua tidak perlu melakukan apa-apa." Sebuah suara terdengar dari arah pintu masuk.

Seorang wanita bertubuh kurus dan tinggi dengan mata elang telah berdiri di pintu ruang pertemuan entah sejak kapan. Rambut merah menyalanya adalah bukti jika ia merupakan seorang bangsa Tzaren.

"Kepala Dayang Iris." Seorang bangsawan menyebut identitas wanita itu.

"Sudah jadi rahasia umum jika raja ingin melakukan sesuatu secara diam-diam, maka akan menggunakan kekuatan ratu. Yang Mulia Raja tidak mendukung siapa pun kali ini, karenanya wewenang ratu yang digunakan. Yang Mulia memenuhi semua permintaan dari kubu mana pun dengan baik sebagai ganti perlindungan untuk Aritoria. Yang Mulia juga ingin Aritoria mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari kejadian yang akan datang. Karena semua ini melibatkan keinginan gelap saudara-saudara Yang Mulia .... " Kepala dayang tersenyum sambil sedikit membungkukkan badan. "Mohon jangan ada yang membahas hal ini lagi. Tunggu saja sampai Yang Mulia yang mulai membicarakan hal ini."

***

Selepas dari ruang pertemuan, kepala dayang ratu berjalan dengan cepat menuju salah satu sisi istana di pojok sebuah bangunan yang terlihat serupa dengan kebanyakan bangunan-bangunan besar lainnya dalam kompleks istana Aritoria.

Seorang pemuda berpakaian pelayan istana berdiri sebentar di samping kepala dayang.

"Sampaikan pada Raja Oukha, waktu jadi lebih lapang karena Raja Zakh tidak mengambil selir. Ratu Jade akan mendapat pendidikan ratu selama enam bulan. Hanya sampai saat itu aku bisa melakukan semua ini. Bisa saja lebih cepat karena beberapa bangsawan Aritoria tetap memasang kecurigaan," bisik kepala dayang.

"Dimengerti," balas pemuda berpakaian pelayan tadi yang langsung menghilang dengan cepat di suatu belokan.

Setelah pertemuan singkat tersebut, kepala dayang ratu pun bergegas ke istana ratu. Ia menuju ke arah ruang santai, tempat di mana Ratu Jade yang dilayaninya sering menghabiskan waktu.

Kepala dayang ratu segera menguping di dekat pintu. Hal tersebut tidaklah aneh meski banyak pelayan dan prajurit di luar ruang santai tersebut.

Bagaimanapun, setiap bawahan raja dan ratu harus bersiap kapan saja kedua pemimpin kerajaan itu memanggil. Banyak ruangan di istana yang memiliki ukuran besar sehingga suara orang di dalam ruangan yang memanggil orang di luar akan teredam. Karenanya, bawahan raja atau ratu dengan posisi tinggi yang sedang berada di sana akan bersiaga di bagian yang paling bisa mendengar suara di dalam ruangan. Biasanya mereka akan berdiri di pintu akses masuk dan keluar.

Sesuai dugaan kepala dayang, Raja Zakh sedang menyampaikan hasil rapat dengan dewan penasihat raja barusan pada Ratu Jade.

"Aku mengerti .... Aku akan melakukan sebaik mungkin dan belajar segiat mungkin agar tidak mengecewakanmu, Zakh." Suara Ratu Jade terdengar sedikit bergetar.

"Enam bulan ini akan sangat menguras tenagamu, Jade. Aku akan mencarikan guru terbaik dan aku juga akan membantu sebisaku."

***

Jade baru saja akan kembali ke kamar saat malam telah sangat larut. Ia sudah beberapa minggu mengikuti jadwal pelatihan ketat untuk ratu sampai-sampai hanya dapat tidur beberapa jam sehari.

Jade belajar tata krama kalangan atas, sejarah, silsilah seluruh keluarga bangsawan Aritoria, ekonomi, sosial, politik dalam negeri maupun luar negeri, dan masih banyak lagi. Pelajaran-pelajaran yang tidak pernah ia pelajari sebelumnya. Selain Naz, anggota keluarganya yang mempelajari semua itu dengan sukarela bahkan sembunyi-sembunyi hanyalah sang kakak tertua, Ruby, dan adiknya, Lazuli.

Putri-putri Naz pada umumnya hanya belajar tata krama untuk keluarga Naz, agama, dan keterampilan wanita sederhana. Sejak dulu keturunan Naz tidak boleh menikahi keluarga kerajaan atau keluarga bangsawan penting dari kerajaan tertentu karena akan membuat hubungan antar kerajaan-kerajaan di dataran tersebut menjadi tegang, seolah-olah Naz memihak satu kerajaan. Akibatnya keturunan-keturunan Naz sudah terbiasa beranggapan jika mereka akan menjalani kehidupan sederhana setelah dewasa dan pergi membina keluarga sederhana mereka sendiri.

Dua saudarinya, Ruby dan Lazuli, memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap hal-hal di luar Kota Suci sehingga kemungkinan besar sudah mempelajari setidaknya dasar-dasar dari apa yang sedang Jade pelajari. Jade merasa sedikit menyesal, tapi ia memang tidak mempunyai minat terhadap sebagian besar pelajaran tentang kepemerintahan.

Jade tidak punya pilihan lain, jika dalam enam bulan dirinya tidak sanggup menjalankan tugas ratu dengan baik, maka Zakh akan menikah lagi sesuai peraturan. Ia tidak menginginkan hal tersebut, perasaannya sudah pasti akan terluka. Karena bagaimanapun, Jade sudah terlanjur jatuh cinta pada sang raja.

Setidaknya Jade bisa kembali mendapatkan dorongan semangat belajar setiap mengingat apa yang sudah dilakukan Zakh untuknya. Ia mendengar jika awalnya para bangsawan ingin langsung mengangkat selir utama untuk raja, tapi Zakh memperjuangkannya dengan memaksakan tambahan waktu belajar baginya.

Selepas membersihkan diri, Jade sangat senang begitu mendapati Zakh ternyata menunggunya di sofa panjang di kamar tidurnya sambil membaca beberapa lembar kertas laporan.

Setelah dilantik menjadi ratu, Jade mendapatkan istana sendiri. Di Aritoria, istana kediaman ratu berada di samping area istana kediaman raja. Biasanya raja akan mempunyai jadwal tidur bersama ratu. Namun, Zakh tidak peduli pada aturan tersebut dan mereka sering bergantian mendatangi istana masing-masing untuk tidur bersama. Padahal Zakh adalah orang yang kaku dan patuh pada aturan, tapi jika menyangkut Jade, ia akan mencari celah dalam peraturan terkait.

Zakh langsung menyambut dan memeluk ratunya. Ia lalu menarik Jade ke tempat tidur luas di dekat jendela besar yang memiliki teras lebar. Keduanya pun merebahkan diri mereka di atas tempat tidur sambil menatap satu sama lain.

Zakh menopang kepalanya dengan sebelah tangan dan tangan lainnya mengelus kepala Jade.

"Bagaimana pelajaranmu hari ini?"

Jade menikmati elusan di kepalanya tersebut.

"Pelajaran sosial hari ini meski rumit tapi menyenangkan. Oh iya, menurut Yang Mulia—"

"—Ssstt." Satu jari Zakh menutup mulut istrinya tersebut. "Saat hanya kita berdua, hilangkan segala keformalan itu."

Jade tersenyum geli karena Zakh mengatakan hal yang melawan aturan dengan ekspresi wajah dan nada datar yang bertolak belakang.

"Baiklah, Zakh ...."

Zakh ingin ikut tersenyum, tapi ia tidak tahu cara tersenyum dengan tulus.

"Apa yang ingin kamu tanyakan?"

"Menurutmu, apa aku bisa datang pada pernikahan Kak Emerald dengan Raja Azkhar akhir bulan depan?" tanya Jade dengan mata penuh harap.

Zakh menutup mata dan merebahkan dirinya menghadap langit-langit.

Harapan Jade segera sirna. Ia mengerti arti bahasa tubuh tersebut. Zakh selalu menutup mata atau mengalihkan pandangan ketika akan mengatakan hal yang menyakitkannya.

Masih sambil terpejam, Zakh menjawab. "Kamu tahu kan enam bulan sangat mepet untuk mempelajari semua keahlian ratu. Perjalanan menuju ibu kota Innist lalu kembali lagi ke ibu kota Aritoria bisa memakan waktu berminggu-minggu dengan rombongan besar. Maafkan aku. Ketika kamu sudah bisa menjalankan tugas ratu dengan baik, aku akan memberimu waktu panjang untuk liburan dan mendatangi saudari-saudarimu."

Jade menarik napas berat. Ia sebenarnya sudah menduga setelah menjalani jadwal belajarnya yang padat. Malah ia juga merasa waktu enam bulan pun masih belum cukup untuknya melaksanakan tugas ratu dengan baik. Namun, tetap saja dirinya memiliki harapan.

"Aku mengerti," balas Jade lirih.

"Lagi pula ..., pernikahan di Innist itu bukan pernikahan yang dipenuhi kebahagiaan. Hanya sebuah pernikahan palsu untuk melaksanakan syarat dari Kak Tarkh."

Jade mengernyit. "Apa maksudmu?"

Zakh akhirnya kembali menoleh pada Jade.

"Saudarimu tidak memberi tahu? Bukankah baik Nona Emerald maupun Azkhar memiliki kekasih masing-masing? Mereka tidak tertarik satu sama lain."

Emerald menegakkan tubuhnya dan duduk menghadap Zakh.

"Kak Emerald punya kekasih? Bagaimana bisa? Siapa? Kenal dari mana?"

"Kesatria pribadinya. Laki-laki itu bahkan disuruh oleh Azkhar sendiri untuk menjadi kekasih Nona Emerald."

"Disuruh? Atau kakak terpaksa?" Jade makin penasaran.

"Dari interaksi yang kulihat saat pesta pernikahan di Ezze, bahasa tubuh Nona Emerald dan kesatrianya tampak seperti kekasih yang benar-benar jatuh hati satu sama lain."

"Kekasih itu ... apakah termasuk ...."

Zakh meraih rambut hitam tergerai milik istrinya.

"Ya ... tentu saja termasuk kekasih di tempat tidur."

Jade membuka mulutnya dan menatap Zakh dengan tatapan tidak percaya.

"Tidak mungkin .... Kak Emerald bukan orang yang seperti itu ...."

***

"Nona, ini hasil pantauan saya terkait proyek-proyek pembangunan infrastruktur."

Seorang wanita di akhir usia dua puluhan tahun dengan kulit yang menggelap memberikan gulungan-gulungan kertas terbalut kulit pada majikannya.

Emerald yang sedang duduk di pangkuan kesatrianya menerima laporan tersebut. Ia lalu menoleh pada wanita tadi.

"Apakah ada kendala selama kau melakukan pengintaian, Mia?"

Mia, nama wanita yang memberikan laporan, adalah pekerja kasar yang dihadiahkan pada Emerald oleh sang kakak, Ruby. Ia membawa wanita itu bersamanya kembali ke Kerajaan Innist dan menjadikan Mia dayangnya.

Emerald sudah menduga kakaknya tidak asal memilih pekerja wanita yang membuat kehebohan saat ia dan saudari-saudarinya bersantai di tepi sungai Ezze. Mia memiliki pengetahuan tinggi, tanda jika wanita tersebut tidak berasal dari kalangan bawah.

Mia ternyata seorang wanita yang menderita di dua kepemimpinan Ezze. Pada saat Ezze masih dipimpin penguasa terdahulu, Mia dibuang suaminya yang seorang pangeran karena ia tidak mampu menghasilkan keturunan. Wanita itu dilelang mantan suaminya dan terjual ke seorang bangsawan kelas menengah yang sudah tua dan memiliki lima orang istri. Ia hidup menderita di bawah siksaan suami barunya yang kasar dan istri-istri lain yang kejam.

Pada saat Ezze kalah perang di perang besar, Mia disodorkan oleh suaminya kepada prajurit-prajurit Tzaren yang kala itu menguasai kota agar si suami tidak diusik. Wanita tersebut digilir di barak-barak tentara Tzaren bersama beberapa wanita Ezze lain yang dijadikan persembahan oleh keluarga mereka sebagai ganti kenyamanan keluarga.

Selepas tentara Tzaren angkat kaki dari Kerajaan Ezze, Mia diambil paksa pedagang budak. Tubuhnya yang dinilai sudah terlalu rusak, dianggap tidak akan laku jika dijual di rumah bordil dan akhirnya menjadi pekerja wanita kasar. Wanita yang sempat berada di posisi tinggi sebagai istri pangeran, lantas jatuh ke titik terendah. Ia pikir hidupnya akan terus menderita. Sampai kemudian seorang dayang calon Ratu Ezze mendatanginya di suatu hari, memintanya untuk melakukan sebuah drama dan menjadi orang yang mengabdi pada calon ratu sebagai ganti kebebasan dari hidup yang hina.

Tanpa pikir panjang, saat itu Mia mengiakan. Ia akan melakukan apa pun selama dirinya bisa hidup dengan lebih layak. Ia harus melayani dua majikan: Ratu Ezze dan calon Ratu Innist yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan, Nona Emerald.

Awalnya, Mia menyangka akan melakukan hal hina lainnya. Namun, siapa sangka dirinya justru menjadi mata-mata sekaligus dayang ratu. Pekerjaan yang menurutnya tidak buruk sama sekali. Banyak kebebasan yang ia dapatkan, bahkan jika dibandingkan dengan saat ia masih menjadi istri seorang pangeran Ezze.

Mia pun tidak protes ketika diminta untuk mengecat rambutnya dengan warna yang lebih gelap agar serupa orang-orang Innist. Baginya warna rambut tersebut seperti awal yang baru untuknya.

Mia sadar, kenyamanan itu ada harganya. Kerahasiaan menjadi tuntutan. Tidak masalah. Mia sudah berjanji dalam setiap doa-doa yang ia panjatkan pada malam-malam serupa neraka bahwa ia akan memberikan kesetiaan sepenuhnya pada siapa pun yang menariknya dari kegelapan menuju cahaya.

"Tidak ada kendala apa pun, Nona," jawab Mia sambil tersenyum.

Kemudian Emerald menyodorkan sekantung kecil emas.

"Pergilah ke selatan. Pantau pergerakan Tzaren di sana. Kau bisa melakukannya dengan santai sambil sedikit berlibur. Sebenarnya Kak Ruby hanya ingin membuatmu menjauh dari ibu kota selama pernikahanku, khawatir kalau ada rombongan dari Kerajaan Ezze yang mengenalimu. Kau tidak masalah jika tidak menghadiri pesta pernikahanku ... yang menjijikan itu, kan?"

Sekali lagi Mia tersenyum dan membungkuk dalam.

"Tidak masalah. Akan saya laksanakan dengan sepenuh hati, Nona."



***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro