Chapter 33 - Kerajaan Ezze: Dukungan Bangsawan
Kerajaan Ezze adalah kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan cukup besar, juga merupakan satu-satunya kerajaan dengan dua iklim; iklim hangat semi-gurun di barat kerajaan dan makin dingin ke arah timur. Ibu kota Kerajaan Ezze sendiri terletak di tengah-tengah wilayah kerajaan tersebut, menghadap sungai besar yang memisahkan dua iklim di wilayahnya dengan beberapa jembatan besar untuk mobilisasi.
Kerajaan Ezze mempunyai keeksotisan tersendiri pada gaya bangunan dan budayanya yang bisa dibandingkan dengan Kerajaan Aritoria yang mendapat banyak pengaruh budaya juga arsitektur dari negeri jauh.
Ibu kota dan banyak kota lain di Ezze terletak di wilayah beriklim hangat semi-gurun yang cukup subur, sementara wilayah yang dingin hanya didiami sedikit penduduk karena tanahnya menyerupai tanah wilayah Kerajaan Tzaren yang keras dan sulit ditanami.
Iklim yang hangat membuat istana dan banyak bangunan di Ezze memiliki ruang terbuka yang ditopang banyak pilar hingga Kerajaan Ezze mendapat julukan 'Negeri Seribu Pilar'. Lama kelamaan, pilar menjadi manifestasi kekayaan seseorang. Bagi bangsa Ezze, semakin banyak dan semakin mewah pilar di suatu bangunan adalah bukti seberapa kaya pemilik bangunan tersebut. Pilar-pilar di istana contohnya, terbuat dari marmer yang dihiasi ukiran emas.
Bangsa Ezze juga terkenal sebagai bangsa yang mencintai dan menghargai seni dengan tinggi. Bangunan-bangunan dibangun estetis, patung-patung pahatan indah tersebar di titik-titik kota, pertunjukan seni baik untuk bangsawan ataupun untuk rakyat umum sering digelar, bahkan seni diterapkan hingga ke teknik berpedang dan perang. Terlihat jelas jika Ezze memandang segala sesuatu dari aspek seni.
Kecintaan bangsa Ezze pada seni di berbagai bidang membuat Ezze tergolong bangsa yang maju dalam banyak sisi. Meski demikian, segala sesuatu yang terlihat sempurna pun memiliki kelemahannya juga.
Ezze adalah kerajaan yang paling terbelakang dalam kehidupan sosialnya. Kerajaan tersebut sangat konservatif, apalagi menyangkut strata sosial dan kedudukan pria-wanita. Bangsawan dan keluarga raja adalah strata tertinggi dengan kuasa mutlak. Selanjutnya adalah para kesatria dan ahli di berbagai bidang seperti cendekiawan atau pelukis. Diikuti rakyat kaya, lalu rakyat menengah, dan rakyat bawah. Terakhir adalah para budak yang sering dianggap bukan manusia.
Strata sosial dengan batasan jelas dalam aplikasinya bahkan lebih parah apabila seorang Ezze itu adalah perempuan. Perempuan tidak memiliki banyak hak di Kerajaan Ezze. Mereka adalah masyarakat kelas dua, sering dianggap barang atau setara dengan hewan ternak.
Bagi golongan atas, perempuan adalah objek untuk perjanjian atau bahan tawar menawar dalam politik juga bisnis. Perempuan tidak bisa menjadi pemimpin keluarga dan menerima warisan sehingga apabila ada seorang bangsawan yang hanya memiliki anak perempuan, maka hak waris beserta gelar bangsawan akan jatuh ke laki-laki lain yang masih keluarga dekat.
Di Kerajaan Ezze, hidup dan keputusan wanita ada di tangan laki-laki. Kondisi yang makin mengerikan dapat dialami pada perempuan Ezze di golongan masyarakat bawah. Bagi kalangan bawah, memiliki anak perempuan sama seperti aib sehingga banyak keluarga yang menjual anak gadis mereka untuk ditukar dengan beberapa karung bahan makanan. Sebagian dari perempuan yang dijual menjadi pelacur dan sebagian lain menjadi pekerja kasar. Tidaklah mengherankan pekerjaan berat yang biasa dilakukan laki-laki di kerajaan lain, dilakukan oleh wanita di Kerajaan Ezze. Kekerasan terhadap perempuan adalah hal yang lumrah, kecuali perempuan tersebut dilindungi oleh laki-laki dalam keluarganya.
Fakta-fakta tersebutlah yang diketahui oleh Ruby dengan mengamati dan bertanya ke sana-kemari. Ruby merasakan dengan jelas ketika menjadi wakil raja dalam menghadapi bangsawan-bangsawan konservatif Ezze di saat Oukha sedang bepergian. Mereka awalnya memandang Ruby yang diberi kuasa seperti sebuah aib meski mereka masih berusaha menghormati status putri Naz.
Ruby sadar jika ia akan kesusahan apabila bertindak seperti seorang raja selama Oukha pergi. Namun, ia juga tahu Oukha meremehkan dan menganggap bangsawan-bangsawan Ezze adalah orang-orang tidak berguna yang jarang dilibatkan dalam banyak kesempatan atau keputusan penting. Oukha membawa sendiri orang-orang kompetennya dari Kerajaan Tzaren. Biasanya para bangsawan Ezze akan menerima perintah yang sudah jadi untuk dilaksanakan.
Hierarki raja sebagai penguasa tertinggi di Kerajaan Ezze membuat bangsawan konservatif Ezze menerima nasib mereka setelah perang besar dengan kekecewaan dan kebencian yang berusaha ditutupi. Di satu sisi mereka membenci sang raja asing, di sisi lain mereka tidak terbiasa melawan kehendak raja. Hal tersebut dimanfaatkan Ruby dengan baik.
Ruby bersandiwara seperti seorang pemimpin yang butuh bantuan dan arahan karena tidak mengetahui apa-apa. Ia mempertahankan wajah wanita bangsawan yang anggun, bodoh, dan rapuh sehingga membutuhkan perlindungan. Ia sering terlihat pura-pura berpikir panjang atau bingung ketika bersama bangsawan Ezze, lalu berakhir dengan meminta pendapat bangsawan Ezze.
Bangsawan Ezze yang kehilangan taring setelah kepemimpinan Raja Oukha menjadi sangat menyukai Ruby. Mereka mendukung Ruby menjadi ratu karena meyakini jika Ruby, seorang putri Naz yang tidak tahu apa-apa mengenai politik, akan mudah dikendalikan. Para bangsawan itu yakin raja dari Tzaren akan membawa paham dari Tzaren pula, di mana ratu di Tzaren memiliki kuasa setara raja di kepemerintahan. Apalagi Raja Oukha terlihat makin lama makin memperlakukan Ruby dengan baik.
Bangsawan-bangsawan Ezze beranggapan jika sulit mendapat keuntungan dari raja baru, maka lebih baik memihak sang ratu yang bisa dijadikan boneka mereka. Keputusan yang mereka yakini merupakan keputusan tepat setelah Oukha memberi titah apabila Ratu Ezze memiliki hak dalam kepemerintahan meski kuasanya di bawah raja. Keputusan itu menjadi peristiwa yang baru pertama kali terjadi sejak Kerajaan Ezze berdiri: seorang ratu akhirnya memiliki wewenang dalam mengurus kerajaan!
Niat buruk bangsawan Ezze untuk menjadikan Ruby boneka para bangsawan sudah tentu diketahui oleh Oukha. Namun, hal tersebut justru dimanfaatkan sang raja untuk membuat kubu bangsawan Ezze mengikuti rencananya. Ruby akan bertindak sebagai penengah antara rencana raja dan keinginan bangsawan asli Ezze.
Ruby pun menjalani peran ganda di dalam istana. Bahkan dayang-dayang yang ada di sekelilingnya bukan orang yang bisa ia percaya. Mereka merupakan mata-mata Oukha dan mata-mata para bangsawan yang mengawasi setiap gerak-geriknya. Ketika Ruby memiliki rencana tersendiri yang tidak diketahui kedua kelompok itu, ia harus bertindak sangat hati-hati.
***
Beberapa minggu sebelum pernikahan Oukha dan Ruby, ada sebuah kejadian yang membuat bangsawan-bangsawan Ezze mau tidak mau mendukung Ruby sebagai satu-satunya calon ratu yang bisa ditarik ke pihak bangsawan asli Ezze.
Sudah menjadi rahasia umum di istana jika sang raja suka bermain wanita. Wanita-wanita Ezze, apa pun status mereka, hilir mudik bergantian menghangatkan kasur Raja muda Ezze.
Di antara banyak wanita, ada seorang gadis yang paling sering dipanggil oleh Raja Oukha. Gadis itu memiliki tubuh mungil, rambut pirang keemasan yang halus, wajah cantik, gerakan anggun, dan senyum teduh. Ia juga seorang keturunan bangsawan tinggi Ezze. Ia sering dibanding-bandingkan dengan Ruby, apalagi Ruby tidak pernah disentuh raja. Bahkan di suatu pesta, sang raja mengumumkan bahwa dirinya telah tergila-gila pada gadis tersebut dan mengatakan akan memberi apa pun yang diinginkan si gadis.
Orang-orang mulai meyakini gadis itu akan diangkat raja menjadi selir resmi. Rumor pun bermunculan yang membuat si gadis dan ayahnya gelap mata.
Suatu hari sang gadis kesayangan raja mendatangi Ruby yang sedang duduk menikmati sore di sebuah teras istana.
"Saya membawakan Anda hadiah, Nona. Ini adalah teh terkenal di Kerajaan Ezze," ucap gadis itu. Ia pun menyuruh pelayannya menyeduh lalu menuangkan teh ke dua gelas perak yang ada di atas meja.
Gelas perak kemudian berubah warna, tanda ada racun yang tercampur dalam teh tersebut.
Ruby menatap teh hadiah dari gadis bangsawan yang ia tahu dengan pasti perihal si pemberi. Lalu tatapannya kembali pada gadis di hadapannya.
Gadis berambut pirang membalas tatapan Ruby dengan senyuman.
"Bagaimana jika kita bertaruh, Nona Ruby?"
"Katakan pertaruhannya."
"Ini adalah teh yang sudah dicampur dengan racun terkenal Ezze. Penawarnya tentu saja ada, hampir setiap bangsawan memilikinya. Ayah saya sedang dalam perjalanan ke istana membawa penawar tersebut dan akan memberikannya pada raja di waktu yang tepat agar tidak ada yang menjadi korban. Jika kita minum racun bersama, siapa yang akan raja selamatkan pertama kali?
"Siapa pun yang diminumkan penawar oleh raja lebih dulu, dapat mengumumkan jika pihak yang lain berusaha membunuh karena cemburu. Pihak yang kalah akan menanggung kemarahan raja dan hinaan para bangsawan. Bersediakah Anda bertaruh dengan saya, Nona Ruby? Karena saya yakin sekali, raja pasti memilih saya. Anda tidaklah lebih dari sekadar benalu yang menumpang hidup. Jika Anda tidak ingin bertaruh, maka saya akan minum racun ini sendirian dan sudah pasti Anda akan jadi tersangka."
Ruby tertawa dalam hati. Lucu. Anak ini tidak tahu apa-apa tentangku. Apakah dia ingin cepat mati? Oukha saja tahu aku tidak cemburu. Tapi menarik juga melihat siapa yang akan dipilih Oukha, aku yang sekadar bagian dari rencananya atau gadis mungil kesayangannya?
"Aku terima."
Tanpa menunggu, Ruby dengan cepat meminum teh beracun di gelas miliknya. Ketidakraguan Ruby membuat gadis bangsawan di hadapannya terkejut dan buru-buru mengikuti jejak Ruby.
Kedua gadis yang memuntahkan darah dan menggelepar di teras membuat pelayan-pelayan yang ada di sana berteriak histeris. Kekacauan pun terjadi di istana. Gadis-gadis yang sekarat dibawa ke ruangan terdekat dan dipanggilkan tabib istana.
Oukha langsung datang begitu mendapat berita. Ia murka ketika mengetahui keduanya diracun dan berteriak agar dicarikan penawar racun itu. Tidak lama ayah si gadis bangsawan datang dengan membawa dua botol penawar.
Sang raja dengan cepat mengambil dua botol penawar racun. Ia menuju seorang gadis di antara dua gadis. Dengan tangannya sendiri, ia mengangkat kepala Ruby lalu meminumkan penawar racun tersebut. Warna tubuh Ruby berangsur-angsur kembali seperti semula dan berhenti memuntahkan darah.
"Aku tidak mengizinkanmu mati sekarang, Ruby," kata Oukha yang telah menilai situasi dengan cepat.
Ruby menatap Oukha yang terlihat kesal, lalu ia memaksakan diri tersenyum meski merasa kepayahan. Sudah kuduga, Oukha lebih mencintai dirinya sendiri. Dia pasti marah ada yang mencoba bermain api dengan rencananya.
"Ya-Yang ... Mulia ...," panggil gadis lainnya. Tangan gadis kesayangan raja bergetar melayang di udara ke arah Oukha. Gadis itu masih dalam keadaan parah dan terus batuk darah. "Tolong ... sa-saya, uhuk ...."
Oukha meletakkan kepala Ruby dengan hati-hati, lalu berdiri dan mendekati gadis kesayangannya. Namun, ia hanya diam di samping si gadis. Pandangannya yang dulu selalu menatap dengan penuh cinta pada gadis yang sekarat di hadapannya berubah menjadi dingin seperti melihat sesuatu yang hina.
Gadis bangsawan yang sedang sekarat itu terkejut akan ekspresi mengerikan raja yang ia yakini sangat mencintainya. Tidak butuh waktu lama hingga ia menyadari pilihan sang raja dan kenyataan pahit yang akan dialaminya.
"Aku tidak suka pada orang tidak tahu diri yang berani mengusik orang-orangku! Kau pikir aku sungguh tergila-gila padamu? Wanita bodoh! Bagiku kau hanyalah satu di antara banyak wanita untuk pelampiasan nafsuku!"
Tanpa ragu Raja Oukha membuka tutup penawar racun dan membuang cairan di dalamnya hingga jatuh ke lantai.
Ayah si gadis bangsawan pun berteriak histeris melihat kejadian tersebut. Ia tidak peduli pada anak gadisnya, tapi ia membayangkan kengerian akibat kekalahannya dalam pertaruhan itu.
Sementara gadis bangsawan mungil yang mendambakan cinta sang raja, meninggal dalam kekecewaan.
Oukha pun mengumumkan eksekusi mati seorang bangsawan berkedudukan tinggi beserta keluarga si bangsawan atas percobaan pembunuhan calon ratu. Ia juga mengumumkan apabila Ruby tidak menjadi ratu karena hal-hal semacam itu, maka ia akan mengambil wanita bangsawan Tzaren sebagai calon ratu selanjutnya.
Para bangsawan Ezze tahu dengan pasti seperti apa karakter wanita Tzaren. Sudah tentu lebih menguntungkan mereka jika Ruby yang menjadi ratu dibandingkan bertambah satu orang Tzaren lagi menjadi pemimpin Kerajaan Ezze. Mereka sudah muak melihat kepala-kepala merah berkuasa atas mereka.
***
Setelah peristiwa racun dan eksekusi yang menggemparkan, Ruby mendapat banyak hadiah-hadiah mewah, sogokan yang diberikan para bangsawan untuk mengambil hatinya. Para bangsawan berpikir, seorang putri Naz yang terbiasa hidup sederhana tentu akan gelap mata melihat banyak kemewahan disodorkan padanya sebagai ajakan halus untuk bergabung di kubu bangsawan asli Ezze.
Ruby berpura-pura senang setiap mendapat hadiah-hadiah itu.
"Saya bersyukur melihat Anda kembali sehat, Nona Ruby," ucap seorang bangsawan yang datang menemui Ruby sambil membawakan rempah-rempah mahal beserta beberapa perhiasan. "Herbal yang sudah dikelompokkan ini adalah resep turun-temurun di keluarga saya untuk meningkatkan vitalitas."
Ruby memandang khawatir pada kotak herbal dari kayu mahal dengan ukiran rumit yang diberikan si bangsawan. Ia bertanya dengan nada polos, "Tidak ada racunnya, kan?"
Tamu itu pun menjawab dengan panik. "Ti-tidak mungkin saya berani berbuat yang tidak pantas pada calon ratu Ezze. Mohon jangan samakan saya dengan keluarga bangsawan tidak bermoral yang mencelakakan Anda."
Ruby berpura-pura sedih ketika kejadian peracunan disebut, membuat si bangsawan kembali panik. Dalam hati, Ruby tertawa kecil melihat bangsawan-bangsawan Ezze yang biasanya tidak menganggap penting eksistensi wanita, menjadi gugup dengan tingkahnya.
"Tidak apa-apa. Saya sudah baik-baik saja," balas Ruby yang membuat bangsawan itu mengembuskan napas lega.
Setelah kembali berbasa-basi, si bangsawan menyampaikan maksud asli dari kedatangannya.
"Anda sungguh dihormati Yang Mulia Raja. Saya dengar Yang Mulia sering mengajak Anda sekadar bersantap atau bersantai bersama. Mungkin Yang Mulia menceritakan beberapa hal pada Anda yang dapat merisaukan atau membuat Anda bingung. Tenang saja, saya akan membantu dan mendukung Anda. Saya harap Anda mau berbagi apa pun dengan saya."
"Anda perhatian sekali. Terima kasih! Coba saya ingat-ingat lagi ...." Ruby berpura-pura terlihat berpikir lama. "Ah, Raja Oukha sempat menyampaikan mengenai hal yang membuatnya pusing sampai saat ini."
Tampak si bangsawan begitu tertarik mendengarkan informasi yang akan disampaikan Ruby hingga badannya condong ke depan.
"Hal apa itu, Nona?"
"Katanya ada beberapa raja keturunan Tzaren yang menginginkan kesatuan semua kerajaan dalam imperium besar, diam-diam sedang mempersiapkan perang melawan Raja Tarkh. Dan Raja Oukha yang mendukung Raja Tarkh bingung karena khawatir akan keadaan Ezze yang mungkin tidak siap saat itu. Aku yakin Raja Oukha berlebihan, Raja Tarkh kan kuat sekali meskipun sendirian menghadapi kerajaan lain."
Informasi yang disampaikan Ruby dengan senyum dan nada riang tanpa beban justru membuat tamu bangsawannya berkeringat dingin.
"A-apa Yang Mulia benar-benar mengatakan seperti itu?"
Ruby tersenyum makin lebar. "Tentu saja. Memangnya untuk apa Raja Oukha bohong padaku? Tuan ... Anda baik-baik saja? Apa ada kata-kata saya yang tidak pantas dikatakan?"
Bangsawan di hadapan Ruby merasa lemas dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Ia bertanya-tanya dalam hati apakah itu sebabnya baru-baru saja bendahara kerajaan dipaksa menyetujui anggaran pembelian persenjataan dalam jumlah besar? Bagaimana cara ia menyampaikan pada bangsawan-bangsawan Ezze yang menunggunya untuk berbagi informasi yang bisa dikeruk dari calon ratu? Andaikan berita itu benar adanya, apa yang akan mereka lakukan selanjutnya? Haruskah mereka menemui raja?
***
Ruby memandang dan meneliti Aula Pilar, tempat di luar ruangan di mana altar pernikahan dan penobatan ratu akan diadakan. Sebuah area berpilar tanpa atap yang mewah. Pilar-pilarnya dari marmer dengan ukiran emas, begitu pula lantainya. Terdapat beberapa sisi berkeramik biru yang dialiri air, memberikan sentuhan segar pada Aula Pilar.
Saat itu Ruby sedang melakukan geladi bersih untuk mengetahui alur upacara agar tidak terjadi kesalahan. Ruby juga mempelajari apa saja yang harus dilakukan seorang ratu selama pesta karena ia sadar, sebuah budaya tinggi yang berumur panjang pasti sangat ketat terhadap adat istiadat.
Setelah geladi, Ruby pergi diantar dayang-dayangnya untuk melakukan pengepasan terakhir gaun pernikahan.
Gaun pernikahan Ruby dan Oukha dibuat oleh bangsawan Ezze. Saat akan menentukan gaun, ia meminta tolong kepada para bangsawan tinggi untuk membantu memilih gaun yang sesuai dengan citra Ezze.
Seorang bangsawan menawarkan diri untuk menjadi perancang busana pernikahan. Bangsawan itu tampak sangat modis dan berpakaian mewah, seolah-olah setiap hari ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memilih apa yang akan dikenakan dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Bangsawan Ezze saat itu bertanya, "Apa citra yang ingin Anda tampilkan saat pernikahan dan penobatan, Nona Ruby?"
"Aku ingin kemegahan Ezze ditampilkan dalam gaun pernikahanku, tapi jangan berlebihan hingga terkesan norak. Untuk gaun resepsinya buatkan sesuai dengan deskripsi dari Raja Oukha."
"Ah, saya sudah mendapatkan ide. Dengan wajah luar biasa Nona, gaun itu pasti akan membuat Ratu Ezze terlihat sangat agung. Nona akan menjadi wajah keagungan Ezze hingga tamu dari Kerajaan Aritoria sekalipun akan memandang Anda dengan kagum. Sementara gaun resepsinya akan menjadi kejutan lain."
Saat pengepasan akhir itu, Ruby meyakini kemampuan si bangsawan modis dalam merancang gaun. Ia yakin, gaun-gaun tersebut akan menjadi bagian dari sebuah pernyataan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro