Chapter 23 - Rencana Ganda
Emerald menatap ngeri pada Ruby setelah mendengar perihal Sapphire. Ia hanya sanggup menutup mulutnya dengan tangan bergetar agar tidak mengeluarkan suara kaget meskipun hanya tinggal mereka berdua di ruangan doa itu.
"Kejam! Benar-benar biadab!" kutuk Emerald.
"Sekarang kau mengerti mengapa aku merahasiakan ini dari saudari kita yang tidak bisa berkomitmen pada rencana Oukha? Mereka tidak akan tahan menjaga rahasia dan akan membocorkan kondisi Sapphire."
"Jadi apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"
"Datanglah ke kamar kami menjelang sore hari. Oukha akan menjelaskan langkah selanjutnya."
"Akan kulakukan!"
"Em ...."
"Ya?"
"Apakah ada hal lain yang perlu kuketahui perihal Pearl?"
Emerald berusaha menutupi rasa gugup dengan menatap lantai di dekat kakinya sambil menggelengkan kepala. "Aku sudah mengatakan semuanya."
***
"Apakah ada hasil dari penyelidikanmu?" Ruby bertanya pada dayang yang sedang menuangkan teh untuknya di gazebo taman pada siang hari setelah ritual doa selesai. Hanya ada mereka berdua di taman yang dipenuhi mawar tersebut.
Ruby hanya bisa tidur sebentar sekadar menghilangkan rasa lelah. Sementara Oukha masih terlelap di kamar mereka. Raja-raja dan putri-putri Naz yang lain masih belum terlihat. Para raja itu tampaknya begadang semalaman menunggu para putri Naz, entah karena khawatir atau berusaha menduga-duga apa yang terjadi ketika para putri Naz berkumpul.
"Saya mendapatkan hasil yang diinginkan, Nona," jawab kepala dayang Ruby yang menaruh teko teh di atas meja dengan anggun.
Oukha tidak akan pernah mengira Ruby memiliki dayang yang lebih dari sekadar dayang. Dayang tersebut merupakan mata-mata yang ditanam Kraalovna di istana Ezze sejak lama, jauh sebelum perang besar meletus. Mata-mata yang kemudian menjadi perantara Ruby dan Putri Freya. Wanita tersebut sangat loyal pada anggota kerajaan sebelumnya sekalipun penguasa Kraalovna telah berganti.
Ruby tahu jika Oukha menempatkan dayang-dayang di sekitarnya untuk memata-matainya. Oukha tampaknya ingin memastikan tindakan-tindakan Ruby berjalan sesuai rencana. Namun, Oukha tidak tahu jika ia telah menempatkan orang yang salah. Salah satu dayang yang ditugaskan untuk melayani Ruby ternyata berperan ganda. Ruby menemukan hal tersebut ketika salah seorang dayang yang ditugaskan untuk melayaninya tiba-tiba memberi pesan rahasia dari Putri Freya yang ingin bertemu di salah satu penginapan di Kraalovna. Selanjutnya dayang itulah yang paling ia percaya. Selain menjadi perantara pesan, kepala dayang tersebut juga menjadi pencari beberapa informasi.
"Jelaskan padaku!"
Kepala dayang itu lantas menceritakan apa yang ia dengar setelah mencoba mengorek informasi dari salah satu pelayan istana Innist yang dengan senang hati menjawab segala pertanyaan ketika melihat emas disodorkan sebagai imbalan. Kenyataan-kenyataan pahit pun terkuak tentang perlakuan Azkhar yang sebenarnya pada Emerald dan Pearl, penyebab asli kematian Pearl yang mengerikan, juga kedatangan Oukha ke Kerajaan Innist yang tidak diketahui Ruby.
"Sialan!" umpat Ruby setelah mendengar kenyataan yang disampaikan kepala dayangnya. Dihempaskan cangkir di tangannya hingga mengeluarkan denting keras setelah bertabrakan dengan piring alas cangkir teh. Ruby bernapas cepat dan matanya memanas karena menahan emosi. Lagi dan lagi dirasakan hatinya terasa sakit mengetahui perlakuan tidak senonoh yang dialami adik-adiknya. Ia ingin menangis, mengutuk, memaki, dan berteriak saat itu juga. Namun, Ruby menahan diri. Ia berada di tempat terbuka dengan banyak mata diam-diam mengintai.
"Orang-orang Tzaren sialan! Akan kupastikan mereka membayar semuanya!" geram Ruby dengan suara rendah. Badannya gemetar ingin menumpahkan darah orang-orang berkepala merah saat itu juga.
"Menurut Nona, mengapa Raja Oukha menutupi penyebab kematian Nona Pearl dari Anda?"
Kepala dayang Ruby membersihkan tumpahan teh yang mengotori meja setelah Ruby membanting cangkir.
"Karena ia tahu, aku akan menuntut balas dendam pada Raja Azkhar."
"Apakah Raja Oukha begitu peduli pada kakaknya?"
"Tidak .... Ia tidak peduli apa pun selain dirinya sendiri. Oukha masih butuh Azkhar. Oukha sadar aku tidak akan mau bekerja sama dengan Azkhar jika aku tahu perbuatannya pada adik-adikku."
"Bagaimana dengan laki-laki yang sudah menyakiti Nona Pearl?"
"Ini hanya instingku. Tapi dia akan muncul lagi, entah dia mendatangiku atau aku mendatanginya. Aku akan menemukannya. Pasti akan kutemukan bangsat itu!" Ruby tampak di ujung batas kesabarannya.
"Apa yang akan terjadi pada Nona Emerald nanti?"
"Aku perlu berbincang empat mata dengan Emerald nanti malam. Aku harus mencari orang yang bisa melindungi Emerald selama ia jauh dari jangkauanku. Ah ... sebelum itu, aku ingin kau mencari tahu tentang seseorang. Pastikan sebisa mungkin sebelum kita kembali ke Ezze, apakah dia adalah kaki tangan musuh atau bukan?"
***
"Kau mengerti tugasmu, Nona Emerald?" Oukha bertanya sambil menyodorkan segelas wine.
Hari sudah mulai menjelang malam saat Oukha bersama Ruby selesai menjelaskan rencana mereka pada Emerald.
Emerald mengangguk lalu menerima wine dari Oukha. Ia mencicipi wine tersebut dan mengernyit karenanya.
Ruby tersenyum. "Tidak perlu dihabiskan, Em. Itu hanya tradisi Tzaren untuk memulai pertemanan. Tuangkanlah untuk Oukha juga."
Emerald menuruti perkataan Ruby.
"Jadilah mataku di Kerajaan Innist. Awasi juga Azkhar! Jika ia mulai melewati batas yang bisa memancing kemurkaan Kak Tarkh atau ia melakukan perbuatan bodoh lainnya, sampaikan padaku. Bisa pula berarti jika ia melakukan perbuatan bodoh padamu. Aku sudah memberikan beberapa tugas pada Azkhar, pastikan ia melakukannya dengan baik."
Emerald kembali mengangguk. "Kalau begitu aku akan mulai dengan memperkuat kembali nilaiku sebagai seorang putri Naz."
"Ya. Kesalahan bodoh Azkhar membuatmu diremehkan. Mulailah dari istana lalu ke rakyat. Setelahnya kau bisa mulai dengan masalah perbatasan. Tidak perlu memaksakan diri. Cukup buat orang-orang Innist tahu jika kau adalah putri Naz yang berharga."
"Akan kulakukan!"
"Berhati-hatilah! Jika mereka berhasil menaruh mata-mata seorang bangsawan, maka kemungkinan besar ada mata-mata lainnya."
"Itu ... sebenarnya siapa saja musuh yang dimaksud dengan 'mereka'?"
Oukha menyesap wine-nya. "Otak dari semua ini adalah Raja Sirgh dan Putri Kleih. Kemudian didukung oleh bangsawan-bangsawan tinggi Tzaren. Mereka berhasil memanfaatkan kekecewaan para bangsawan yang tidak puas akan keputusan Kak Tarkh membagi-bagi kerajaan, bukannya menjadi satu imperium besar. Termasuk juga salah satu Jenderal Kraalovna yang berkhianat dan membantu Tzaren diam-diam pada perang besar. Jenderal itu sekarang menjadi pemegang kekuatan militer satu-satunya di Kraalovna dan ia mendukung Raja Sirgh. Karena itu Raja Sirgh percaya diri jika Kerajaan Kraalovna telah ada dalam genggamannya."
Ah iya .... Jenderal itu melemahkan pertahanan istana Kraalovna dari dalam saat perang besar. Putri Freya sudah memasang mata padanya sejak lama. Seorang pengkhianat yang membuat Kraalovna mengalami kemunduran besar dalam perang. Ruby teringat akan percakapannya di penginapan Kraalovna saat bertemu Putri Freyja.
Emerald termangu. "Kita menghadapi kekuatan yang besar ... dan Raja Tarkh tidak menyadarinya?"
"Tampaknya intuisinya menjadi tumpul karena terlalu dimabuk cinta." Oukha terkekeh. "Kau menyadarinya juga kan, Ruby? Keadaan istana Tzaren saat kita mampir sebelum berangkat bersama menuju pernikahan Ratu Jade dan Kak Zakh."
Ruby menghela napas. "Tatapan-tatapan penghuni istana Tzaren sungguh membuat sesak. Seolah-olah aku berada dalam kandang hewan buas dan ada yang siap menerkamku hidup-hidup. Aku heran Raja Tarkh tidak menyadari semua itu." Tapi aku lebih heran lagi karena Tarkh tidak menyadari tanda-tanda penyiksaan pada Taaffeite saat itu.
"Bagaimana saudari-saudari kita yang lain?"
Ruby memandang Emerald dengan penuh arti. "Biarkan saja mereka dahulu. Selain Sapphire, kondisi Lazuli dan Jade tampaknya sangat baik. Tapi aku yakin mereka akan datang pada kita. Keadaan akan berubah ... cepat atau lambat."
***
Hari sudah mulai beranjak gelap ketika Ruby menemani Emerald kembali ke kamarnya setelah pertemuan di kamar Ruby dan Oukha selesai.
"Em ... boleh aku masuk?" tanya Ruby saat mereka telah sampai di pintu kamar Emerald.
"Tentu saja, Kak." Emerald membuka pintu dan masuk berdua bersama Ruby.
Ruby duduk di salah satu kursi berlengan di sisi dinding yang bersampingan dengan tempat tidur Emerald yang besar. Emerald duduk menyusul di kursi dekat Ruby yang dipisahkan meja bundar.
"Apa kakak ingin minum sesuatu?"
"Tidak usah repot-repot, Em. Aku harus cepat. Oukha akan mencurigaiku jika terlalu lama."
Emerald menatap bingung Ruby.
"Langsung saja," potong Ruby saat Emerald baru membuka mulut. "Aku tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Pearl."
Emerald membelalakkan mata dan wajahnya menjadi pucat. "B-bagaimana kakak tahu? Apa Raja Oukha yang memberi tahu?"
Ruby menggelengkan kepala. "Ia merahasiakannya dariku. Aku tahu dari sumberku sendiri."
Tanpa bisa dicegah, tangis Emerald pecah. Ia khawatir sekaligus merasa bersyukur Ruby mengetahui keadaan mengenaskan adik bungsu mereka. Ada orang lain selain dirinya yang tidak menyepelekan fakta tersebut membuat perasaan Emerald jauh lebih ringan.
"Tolong, Kak .... Jangan sebut tentang kebenaran tersebut pada Raja Oukha." Bibir Emerald bergetar, ia mengingat ancaman Oukha padanya.
"Apa Oukha mengancammu?"
Emerald mengangguk lemah dan menceritakan ancaman Oukha.
"Sialan, Oukha!" umpat Ruby.
"Kak ...."
"Tenang saja, Em. Aku tidak seceroboh itu mengonfrontasi Oukha," lanjut Ruby saat melihat Emerald tampak semakin khawatir.
"Aku takut dengan Raja Oukha, hiks."
"Aku tahu perasaanmu. Dia memang jenis orang yang patut diwaspadai. Tapi kita tidak punya pilihan. Kita harus ikuti permainannya. Pembalasan Pearl akan kita pikirkan nanti. Sekarang yang harus kita pikirkan adalah bagaimana kita menjaga saudari-saudari kita yang masih hidup. Kamu juga termasuk, Em. Aku khawatir akan keadaanmu jika aku dan Oukha kembali ke Ezze."
Emerald menggenggam tangan Ruby. "Kau bisa lebih tenang, Kak. Raja Oukha sudah mengancam Azkhar agar tidak berperilaku buruk padaku. Kurasa Azkhar akan mematuhi adiknya itu."
Ruby menggelengkan kepalanya. "Bukan Raja Azkhar yang kukhawatirkan. Tapi musuh dalam permainan kali ini. Kau berada paling dekat dengan Tzaren dan kondisi pertahanan Kerajaan Innist sangat menyedihkan. Diperburuk dengan bangsawan-bangsawan Innist yang sibuk memperkaya diri sendiri. Jika keadaan semakin buruk, aku khawatir kau akan ditumbalkan oleh Oukha."
Emerald tersenyum sedih. "Aku tidak tahu harus berbuat apa dengan hal itu."
"Aku sudah memikirkannya. Kau perlu seseorang di kerajaan ini yang bisa melindungimu."
Emerald mengernyit. "Apa ada orang bisa diharapkan di kerajaan ini?" Ia teringat ketidakberdayaannya di saat tidak ada satu pun yang mengacuhkan dirinya dan Pearl ketika mereka dibiarkan begitu saja oleh Azkhar.
Ruby tersenyum sambil membelai wajah Emerald. "Dulu kau selalu terbaring di tempat tidur dan sekarang pun diremehkan oleh Raja Azkhar sehingga kau tidak pernah menyadari kelebihan dirimu. Meski diremehkan seperti itu, bukan berarti nilaimu lantas jatuh. Sedikit polesan maka kau akan menjadi batu berharga yang bersinar seperti namamu."
"Apa aku bisa secantik namaku?"
"Tentu saja!" Ruby menjawab dengan sangat yakin.
"Tapi Azkhar saja tidak tertarik padaku."
"Lupakan dia! Akan selalu ada laki-laki yang mempunyai selera berbeda dari kebanyakan orang. Jangan berkecil hati karenanya!"
"Jadi ... mengapa kakak menyebut tentang hal itu?"
"Bukankah kukatakan kau perlu seseorang yang melindungimu. Bagaimana jika ada yang tertarik padamu hingga akan melindungimu apa pun yang terjadi?"
Pipi Emerald bersemu. "A-aku tidak pernah menemukannya."
"Kupikir ada yang tertarik padamu. Hanya saja kau tidak memperhatikannya."
"Eh?"
"Aku sudah melakukan penyelidikan singkat tentang orang itu. Posisinya cukup untuk menjagamu, setidaknya ketika berada di kerajaan ini."
Ruby membisikkan satu nama.
Emerald kembali mengernyit. "Aku tidak pernah mendengar tentang orang tersebut. Dari mana Kakak menarik kesimpulan seperti itu?"
"Aku memperhatikan semua orang yang hadir di pemakaman Pearl. Berulang kali ia mencuri pandang untuk menatapmu. Ia memberikan tatapan iba, seolah berusaha untuk bersimpati pada keadaanmu."
"Mu-mungkin saja dia hanya ... hanya berusaha mencari muka."
"Tapi kau tidak sekali pun menatap ke arahnya, tidak menyadari kehadirannya. Sementara ia memperhatikanmu dengan saksama dan seolah-olah tidak memedulikan sekelilingnya."
Emerald menundukkan pandangannya, ia merasa semakin malu. Belum pernah sekali pun gadis itu memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan romantisme. "Jadi ... aku harus menemuinya? Lalu?"
Ruby meraih tangan Emerald dan menggenggamnya. "Kau harus menggodanya! Entah nanti kau akan jatuh hati juga atau tidak, tapi hal pertama yang harus dilakukan adalah membuatnya tergila-gila padamu!"
"Aku? Menggoda?"
Ruby tersenyum penuh arti.
***
Setelah sekian hari berlalu, rombongan dari kerajaan lain akan kembali ke kerajaan mereka masing-masing. Yang paling pertama kembali adalah Raja Sirgh dengan alasan ia begitu mengkhawatirkan Sapphire yang masih sakit. Saat ia berkata seperti itu, beberapa putri Naz tidak bisa menjaga ekspresi muak mereka. Namun, Ruby masih bisa tersenyum dan mendekati Raja Sirgh sambil memberi salam. "Sampaikan salamku pada Sapphire. Katakan padanya Ahurz selalu bersamanya."
Raja Sirgh tersenyum miring. "Oh, aku yakin Ahurz selalu bersamanya ... setiap saat." Ia mengucapkan kata-kata terakhir nyaris seperti berbisik.
Selanjutnya adalah Raja Zakh-Jade dan Raja Rakha-Lazuli yang kembali bersama-sama sehari setelah Raja Sirgh bertolak. Kemudian Taaffeite kembali ke Tzaren sendiri, sementara Raja Tarkh pergi dengan kawalan prajurit-prajurit khusus pengawal raja menuju Kerajaan Zetaya. Tarkh cukup murka ketika mengetahui bahwa hingga hari terakhir di istana Innist, tidak ada tanda-tanda kedatangan Khrush sama sekali! Bahkan sepucuk surat pun tidak ada!
"Akan kupatahkan kaki orang tidak tahu diri itu!" geram Tarkh sebelum meninggalkan istana Innist.
Oukha dan Ruby berpandangan. Tanpa suara mereka paham jika harus mengirim orang untuk melihat keadaan di Kerajaan Zetaya.
Selang beberapa jam di hari yang sama, Raja Oukha dan Ruby bersiap untuk kembali ke kerajaan mereka. Sebelum pergi, Oukha menyampaikan kalimat perpisahan dengan ancaman yang tersirat jelas hingga beberapa bangsawan, pelayan, dan prajurit Innist yang mengantar kepergian mereka menyadari satu hal: Emerald, seorang putri Naz yang lama diabaikan, telah mendapat dukungan dari Raja Oukha yang sangat disegani oleh raja mereka sendiri.
"Nona Emerald, tolong jaga Kak Azkhar untukku! Jika kau kesulitan dengan kehidupan di sini, sampaikan segera padaku. Aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantumu. Dan jika ada yang berbuat macam-macam denganmu, akan kuberikan perhitungan yang setimpal, begitu pula apabila ada yang memberimu kebaikan. Sudah seharusnya aku menjaga saudari calon ratuku yang sangat berharga."
***
Emerald merenung di kamarnya sambil mengistirahatkan diri setelah memastikan tamu-tamu kerajaan lain telah kembali. Ia mulai bermain dengan pikiran-pikirannya.
Kak Ruby menyuruhku untuk mendekati orang itu. Bagaimana jika ia tidak tertarik padaku? Aku tidak yakin bagaimana cara merayu yang benar, apa seperti wanita-wanita yang dibawa Azkhar ke kamarnya? Bergelayut manja di pelukan Azkhar? Tapi Kak Ruby berkata 'lakukan dengan elegan'. Aku rasa wanita-wanita yang dibawa Azkhar tidak elegan sama sekali. Selain itu, Kak Ruby menyuruhku untuk mengambil hati penduduk juga bangsawan Innist agar aku lebih dihormati dan mempunyai kekuasaan lebih daripada Azkhar meski di balik layar. Padahal Raja Oukha memintaku memperkuat kedudukan hanya agar aku tidak diremehkan sehingga bisa melaksanakan perintah Raja Oukha tanpa gangguan. Dan mengapa Kak Ruby berkata jangan beri tahu siapa pun instruksi yang datang khusus darinya, termasuk pada Raja Oukha? Apakah ... Kak Ruby punya rencana lain?
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro