Chapter 21 - Pemakaman Ulang
"Aku akan pergi menemui Kak Tarkh. Seminggu setelah aku bertolak dari Tzaren kembali ke Ezze, baru kalian umumkan kematian Nona Pearl," ujar Oukha sambil memandang dua orang yang duduk di seberang mejanya.
Azkhar dan Emerald mengiakan.
"Ada kemungkinan Kak Tarkh akan langsung datang dan meminta untuk diperlihatkan mayat Nona Pearl," lanjut Oukha. "Saat itu terjadi, adalah tugasmu, Nona Emerald, untuk bersikeras agar kuburan saudarimu tidak dibongkar dengan alasan apa pun. Jika kau yang memaksa, Kak Tarkh tentu akan menghargai keinginanmu."
"Jika Kak Tarkh tetap memaksa?" Azkhar bergidik ngeri membayangkan kemurkaan Tarkh.
"Kita harus menyiapkan mayat anak perempuan lain untuk berjaga-jaga. Anak tersebut harus memiliki perawakan seperti Nona Pearl dan hancurkan kepalanya agar tidak dikenali. Karena itu kita mengatakan jika Pearl terjatuh dari jendela menara tertinggi istana dengan kepala hancur."
Emerald tampak ragu. "Apakah kita akan membunuh seorang gadis kecil yang tidak bersalah?"
Oukha menatap Emerald dengan tatapan penuh arti. "Azkhar kau siapkan gadis yang kumaksud. Ingat! Jangan berbuat bodoh! Kita hanya akan menggunakannya jika terdesak. Kalau tidak diperlukan, lepaskan gadis itu!"
Azkhar menyanggupi, tapi ia merasa bingung. Azkhar tahu Oukha bukan tipe orang yang peduli dengan nyawa seorang gadis kecil.
Emerald sedikit lega mendengar pernyataan Oukha dan tidak menyangka Azkhar benar-benar patuh pada adik kembarnya. Azkhar yang selama itu telah bertindak tidak sopan dan kasar, berubah total semenjak Oukha memerintahnya untuk bersikap lebih baik pada Emerald.
Meski demikian, Emerald masih sangat membenci Azkhar. Raja itu bersikap seolah tidak melakukan kesalahan sama sekali. Seolah-olah Pearl meninggal karena sebab yang wajar. Seolah-olah tidak pernah menyakiti kedua putri Naz yang dipasangkan dengannya. Emerald masih ingat dengan jelas ketika ia ditendang di depan kamar sang raja.
"Andaikan Raja Oukha datang lebih cepat ...," batin Emerald. Dadanya terasa sesak hingga ia meremas bagian depan gaunnya.
"Ada apa Nona Emerald? Apakah kau sakit?" Oukha bertanya saat melihat tingkah laku Emerald.
Emerald menarik napas panjang. "Terkadang penyakitku kembali kambuh. Tapi akhir-akhir ini aku cukup merasa sehat."
"Aku senang mendengarnya. Jagalah kesehatanmu. Dan kau, Azkhar ... kuharap aku tidak mendengar keluhan dari Nona Emerald lagi! Kau harus memperlakukan dia dengan baik kalau tidak ingin menghadapi murkaku! Dia partner penting kita kali ini."
***
Oukha menatap kakaknya yang tampak gusar. Ia baru saja sampai di istana Tzaren setelah bertolak dari Kerajaan Innist dan kakaknya langsung memanggilnya ke ruang kerja tanpa membiarkannya beristirahat terlebih dahulu.
"Apa yang mengkhawatirkanmu, Kak?"
Tarkh menghela napas. "Baru kutinggal sebentar ke pernikahan Zakh, aku merasa atmosfer di Tzaren berubah."
"Berubah bagaimana tepatnya?" tanya Oukha lagi sambil menuang anggur untuk dirinya dan Tarkh.
"Aku merasa jika aku diawasi di sepanjang jalan, mulai dari perbatasan hingga di istanaku sendiri."
"Apakah ada yang mengikutimu?"
Tarkh meneguk anggur di gelasnya dalam sekali teguk dan menyodorkan pada Oukha, meminta adiknya itu untuk mengisi ulang kembali gelasnya yang kosong. "Tidak ada yang mengikutiku. Tapi aku merasa semua orang mengawasiku."
"Apakah kau tidak merasa jika itu hanya kekhawatiran tidak berdasar saja, Kak?"
Tarkh menggeleng. "Ini perasaan yang sama ketika aku sedang perang. Seolah-olah ada yang mengincar titik lemahku."
Oukha terdiam sejenak. Tangannya mengetuk meja dengan irama konstan. "Sudahkah kau menemukan orang yang melempar batu pada Ratu Taaffeite?"
Tarkh kembali menggelengkan kepalanya. "Aneh. Orang itu seperti menghilang tanpa jejak."
"Siapa yang kau perintahkan untuk mencarinya?"
Tarkh merapatkan bibirnya. "Apa maksudmu aku salah menugaskan orang?"
Oukha mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak tahu pastinya. Tidak ada yang tidak mungkin. Musuh dalam selimut lebih berbahaya dibandingkan musuh di medan perang."
"Sepertinya aku harus menginvestigasi beberapa orang." Tarkh tampak memikirkan sesuatu. "Baiklah. Terima kasih atas waktumu, Oukha. Aku tahu kau lelah. Beristirahatlah dulu. Aku sudah menyiapkan kamar untukmu."
Oukha balas mengucapkan terima kasih dan pamit undur diri dari ruang kerja Tarkh. Di tengah perjalanan melalui koridor dingin istana utama Tzaren, ia dapat merasakan aura sesak dan pandangan mengawasi orang-orang licik yang menguar dari sela-sela dinding. Aku harus menjaga keselamatan Tarkh. Dia belum boleh mati. Jika ia mati, Tzaren akan dikuasai secara penuh oleh Sirgh dan kaki tangannya. Tampaknya aku juga harus melakukan sesuatu.
***
"Apa yang kau temukan?" Seseorang berjubah dan bertudung cokelat berdiri dalam kegelapan gang gelap di antara rumah-rumah yang tertutup rapat.
Yang ditanya adalah seseorang yang juga bertudung dan berjubah dengan warna cokelat yang lebih pudar. Orang tersebut menyerahkan segulung kertas pada orang yang bertanya tadi.
Orang berjubah cokelat melebarkan kertas. Ia terkejut dengan informasi di dalamnya.
"Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk melawan ini. Persiapkan orang-orang yang tepercaya. Temui aku besok malam di 'rumah aman'."
***
"Tidak mungkin!" Tarkh berteriak murka saat ia menerima kabar dari istana Innist yang menyatakan bahwa seorang putri Naz bernama Pearl meninggal dunia karena terjatuh dari menara. "Bagaimana kabar putri Naz yang satu lagi?"
"Am-ampun, Yang Mulia. Kabarnya Nona Emerald baik-baik saja." Seorang pengantar surat tampak gemetar ketakutan mendengar nada penuh amarah dari raja bertubuh besar di hadapannya.
"Ck! Apa itu yang dikatakan Azkhar padamu? Atau itu yang Azkhar perintahkan untuk disampaikan padaku?!"
Pembawa pesan berambut cokelat muda di hadapan Tarkh menciut ketakutan.
Melihat pembawa pesan tersebut tidak menjawabnya, Tarkh berteriak, "Pelayan! Siapkan kereta kuda! Aku akan menuju Kerajaan Innist hari ini juga!"
***
Tarkh tiba di istana lebih cepat dari apa yang Azkhar perkirakan. Ia bersyukur saudaranya, Oukha, telah mengatur sedemikian rupa untuk mengatasi kematian putri Naz bernama Pearl itu. Jika tidak ada Oukha yang membantunya, Azkhar yakin kepalanya sudah dipastikan melayang begitu wajah murka Tarkh tampak di depan pintu istananya.
"K-Kak Tarkh ... apa kabar? Kakak tiba lebih dulu dibanding yang lain, kami belum sempat menyelesaikan persiapan upacara doa terakhir untuk Pearl."
"Apa kau sudah memakamkan bocah itu?"
"Ten-tentu saja. Tidak baik membiarkan tubuhnya berlama-lama tidak dimakamkan." Azkhar tidak bisa tidak gemetar menghadapi Tarkh yang seolah ingin mencincangnya saat itu juga.
"Di mana Nona Emerald?"
"Uh ... dia ada di ruang berdoa."
Tarkh mendorong Azkhar dengan kasar. "Cepat tunjukkan di mana tempatnya!"
Dengan tergesa Azkhar menuruti perintah Tarkh. Ia bergegas menuju bagian dalam istana di mana ruang berdoa keluarga raja berada.
Begitu tiba di depan pintu kokoh berwarna cokelat tua, Tarkh mendorong perlahan pintu tersebut. Di dalam ruangan yang cukup dingin, terdapat seorang gadis bersimpuh di depan altar yang dipenuhi lilin merah. Tudung transparan panjang yang terurai hingga ke lantai sedikit menghalangi bagian belakang tubuh gadis itu.
Merasa ada yang membuka pintu ruangan tempatnya berdoa, gadis tersebut menoleh dan sedikit terkejut melihat wajah keras yang menatapnya.
"Emerald, beri salam pada Kak Tarkh." Azkhar memecah keheningan singkat.
Dengan gerakan perlahan, Emerald berdiri dan sedikit menundukkan kepalanya. "Selamat datang, Raja Tarkh. Maafkan saya tidak menyambut Yang Mulia dengan baik."
Tarkh menilai gadis yang ada di hadapannya. Wajah gadis itu tentu saja sembap, tanda yang biasa terlihat dari orang yang sedang berduka. Namun, gadis itu cukup tenang, tidak tampak terintimidasi melihat dirinya dan Azkhar. Jika Azkhar menindas putri Naz tersebut, tentu reaksi yang diberikan akan berbeda. Meski begitu, tetap saja Tarkh masih merasa tidak yakin.
"Tidak masalah, Nona Emerald. Justru saya yang merasa bersalah sudah mengganggu Anda berdoa."
"Tidak apa-apa. Kebetulan saya baru akan menyelesaikan doa saya. Yang Mulia pasti lelah baru datang dari jauh. Silakan beristirahat terlebih dahulu. Saya akan berganti pakaian dengan pakaian yang lebih pantas."
Tarkh baru menyadari jika Emerald hanya menggunakan gaun terusan sederhana dengan tudung dan tidak menggunakan perhiasan sama sekali.
"Sebelah sini, Kak." Azkhar mengajak Tarkh untuk menuju ruangan lainnya.
Tarkh dijamu dengan makanan terbaik yang bisa dihidangkan oleh Azkhar. Meski tidak terlalu menikmati hidangan karena banyak yang berkecamuk dalam pikiran Tarkh, ia tetap mencoba menyentuh makanan di hadapannya dan makan dengan malas.
"Apakah Yang Mulia tidak berkenan dengan makanan Innist?" Sebuah suara lembut muncul dari arah pintu ruang makan keluarga raja.
Tarkh menoleh dengan cepat. Dilihatnya Emerald telah berganti pakaian dengan gaun ala Innist. Ia kembali meneliti putri Naz itu. Gadis tersebut tampak sendu tapi masih kelihatan wajar. Tidak tampak bekas luka, tatapan kebencian, tubuh yang gemetar, ataupun tanda-tanda tidak terurus. Pakaian yang dikenakan juga cukup bagus untuk ukuran Kerajaan Innist, pakaian yang layak bagi calon ratu dengan berhiaskan beberapa perhiasan sederhana.
Bahkan Emerald jauh lebih sehat dari yang terakhir diingat Tarkh. Seingatnya putri Naz yang satu itu sangat kurus karena memiliki tubuh lemah, cantik tapi tidak menarik. Namun, yang sedang berdiri di depannya adalah gadis cantik yang bermuram durja tapi justru indah dipandang.
"Ah ... tidak. Aku hanya sedang tidak berselera makan. Duduklah Nona Emerald. Mari makan bersama."
Suasana makan pun diliputi kecanggungan. Tidak ada yang berbicara selama beberapa saat. Tarkh menahan diri bertanya, Emerald tidak berinisiatif memulai pembicaraan, sementara Azkhar takut jika salah berkata-kata.
"Kalau kau sudah selesai makan, keluarlah Azkhar! Aku ingin berbicara empat mata dengan Nona Emerald," cetus Tarkh setelah makanan penutup dihidangkan.
Azkhar buru-buru menyelesaikan makannya lalu meninggalkan Tarkh dan Emerald berdua. Ia juga menyuruh seluruh pelayan di ruangan itu pergi.
Emerald berusaha untuk berkonsentrasi pada potongan kue di hadapannya. Pandangan menusuk Tarkh memang terasa cukup menekan.
"Nona Emerald ...." Akhirnya Tarkh membuka pembicaraan. Mau tidak mau Emerald mengangkat kepalanya, balas memandangi Tarkh.
"Aku ingin kau tahu, jika aku akan berusaha melindungi para putri Naz apa pun yang terjadi terlepas dari perilaku kasarku dulu."
Ini dia! Emerald menegakkan punggungnya.
"Aku harap kau jujur padaku. Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana Nona Pearl bisa tiba-tiba meninggal?" Tarkh langsung ke inti persoalan karena ia bukan tipe orang yang senang berbasa-basi.
Benar apa kata Raja Oukha. Dia benar-benar bisa memperkirakan apa yang akan dikatakan kakaknya. Ingatan Emerald melayang pada pembicaraan penting antara dia dan Oukha pada hari sebelum Oukha melanjutkan perjalanan menuju Tzaren.
***
"Kakakku akan bertanya padamu perihal kematian Nona Pearl," ucap Oukha di suatu pagi yang dingin dengan sisa-sisa rintik hujan masih sesekali turun. Itu merupakan pembicaraan lanjutan tanpa Azkhar bersama mereka.
"Baiklah aku akan bersikeras menjawab seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya."
"Tidak hanya itu saja, Kak Tarkh akan menjanjikan perlindungan, memberikan keadilan, dan mendesakmu mengatakan hal sebenarnya."
Emerald menatap Oukha dengan tatapan penuh arti. Ia membatin. "Kalau begitu bukankah lebih baik jujur pada Raja Tarkh? Dengan begitu Raja Tarkh akan memberikan keadilan secepat mungkin. Beliau pasti akan menghukum berat Raja Azkhar dan mencari siapa yang menyakiti Pearl. Di samping itu, Raja Tarkh juga bisa memberikan perlindungan. Jika dibandingkan harus mengikuti rencana rumit Raja Oukha yang tidak jelas kapan kami bisa mendapat keadilan itu ...."
"Aku tahu kau pasti berpikir lebih baik untuk mencari perlindungan dan keadilan pada Kak Tarkh dibanding padaku."
Emerald terkejut. Raja muda di hadapannya mudah sekali menebak pikiran orang lain.
Oukha memutar-mutar gelasnya di atas meja yang memisahkan dirinya dan Emerald. Ia melanjutkan. "Aku sarankan kau tidak melakukannya. Raja Tarkh tidak akan bisa melindungimu, terutama dari musuh-musuh kita. Kak Tarkh bahkan tidak tahu jika ratunya sendiri sedang diincar."
Gelas yang dipegang Emerald seketika jatuh ke lantai. Ada lagi saudarinya yang akan menghadapi bahaya?!
"Ap-apa maksud Yang Mulia? Ada yang mengincar Kak Taaffeite?" Emerald tidak habis pikir. Bahkan kakaknya, Taaffeite, yang sangat dipuja oleh seorang raja yang begitu berkuasa pun tetap diintai bahaya.
"Keadaan politik di Tzaren sedang bergejolak. Kak Tarkh terlalu asyik dengan ratu barunya. Ia tidak sadar banyak yang tidak puas dengan sikapnya itu. Jika kau melapor dan meminta perlindungan dari Kak Tarkh, Kak Tarkh akan gelap mata di saat dia seharusnya bersikap tenang. Dia mungkin akan menghabisi Azkhar dan mengambil alih wilayah Innist. Kak Tarkh. Tidak. Boleh. Melakukan. Hal. Itu!" Oukha amat menekan beberapa kata terakhir hingga mengucapkan kata demi kata tersebut secara terpisah.
"Mengapa?"
"Itulah yang diinginkan oleh musuh kita. Saat itu terjadi, kupastikan nasib Ratu Taaffeite akan tamat. Kakakmu mungkin sedang menderita sekarang tapi tidak sanggup melaporkan pada Kak Tarkh. Kau sendiri paham seperti apa lembutnya kakakmu yang satu itu. Ada banyak kekuatan yang lebih besar dari Kak Tarkh sedang menunggu di balik kegelapan. Karena itu, Nona Emerald, jika kau ingin menyelamatkan kakakmu atau saudari-saudarimu yang lain, akan sangat bijak jika melakukannya dengan perencanaan matang. Tidak dengan cara barbar Kak Tarkh."
Melihat Emerald yang masih tampak ragu, Oukha melanjutkan bujukannya.
"Kau mungkin masih tidak percaya padaku. Tapi kakakmu, Ruby, berpartisipasi dalam rencanaku. Kau tentu tahu betapa bijaknya Ruby. Jika memang Kak Tarkh adalah pilihan yang terbaik ... mengapa Ruby tidak meminta pertolongan pada Kak Tarkh?"
***
"Nona Emerald?"
Emerald tersadar dari lamunan singkatnya. "Maaf, saya tiba-tiba teringat adik saya."
"Maaf jika aku mengungkit kembali kesedihanmu. Tapi aku perlu tahu kebenarannya."
Aku percaya pada Kak Ruby. "Yang Mulia sudah mendengarnya. Itulah yang sebenarnya terjadi. Pearl adalah anak yang lincah. Ia senang menjelajahi istana dan saya tidak selalu sehat untuk mengawasinya. Menara itu memiliki jendela lebar yang tidak berterali. Pearl ... terjatuh dari sana." Air mata Emerald terjatuh tanpa disadari, hatinya sakit saat mengatakan kebohongan itu.
Melihat Emerald yang mulai menangis, Tarkh mengeluarkan sapu tangannya dan diberikan pada putri Naz di hadapannya.
"Apakah itu benar-benar kejadian yang sebenarnya. Aku ada di sini melindungimu, Nona Emerald. Kau bebas mengatakan apa pun. Bahkan jika itu adalah sebuah dugaan atau kecurigaan."
"Sayalah yang harus disalahkan di sini Yang Mulia, hiks. Saya yang tidak menjaga adik saya dengan baik padahal ibu kami sudah berpesan untuk melindungi Pearl." Kalimat yang juga mengandung kebenaran itu membuat Emerald makin terisak.
"Apa tidak ada kemungkinan ... seseorang mendorongnya, misalnya?"
Emerald menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Azkhar memaksamu mengatakan hal seperti itu padaku? Kau tidak perlu takut pada Azkhar. Aku akan menghabisinya jika ia bertindak kurang ajar." Tarkh masih memaksa.
Emerald kembali menggelengkan kepalanya. "Yang Mulia ... saya juga ingin mencari pembenaran agar ada orang lain yang bisa disalahkan. Tapi saya tidak bisa. Saya ... hanya bisa ... menyalahkan diri sendiri yang tidak bisa menolongnya saat kecelakaan itu terjadi."
Emerald kemudian tenggelam dalam tangisnya.
***
Warna abu-abu menghiasi langit seakan turut bersedih.
Satu persatu rombongan dari berbagai kerajaan datang menuju istana Innist. Kali itu bukan pemandangan suka cita pernikahan, melainkan suasana muram atas kematian seorang putri Naz. Satu persatu kereta kuda berlambang kerajaan lain datang dan menurunkan penumpangnya yang penuh air mata, berwajah sedih, ataupun memasang topeng ekspresi duka.
Emerald sudah menunggu dengan gaun hitam di depan pintu istana sejak pagi. Semua kereta kuda perwakilan kerajaan lain dijadwalkan akan tiba di hari itu. Ia tidak sabar menunggu saudari-saudarinya, berharap mereka bisa saling menguatkan. Ia juga ingin mencari tahu, siapakah salah satu musuh yang dimaksud Oukha?
Kereta kuda pertama adalah kereta kuda dari Tzaren. Taaffeite datang sendiri ditemani dayang dengan pengawalan yang ketat.
Tarkh ikut menunggu kedatangan para tamu bersama Emerald. Ia membiarkan saja ratunya langsung menghambur dalam pelukan Emerald dan menangis tersedu-sedu.
Taaffeite datang dengan mata bengkak, pertanda sepanjang perjalanan dihabiskan dengan bersedih. Hal yang sangat dibenci Tarkh karena itu berarti ia gagal membuat ratunya bahagia.
Emerald mengajak Taaffeite masuk ke dalam istana. Di aula istana yang berdekatan dengan pintu utama istana Innist, telah diatur kursi-kursi memanjang untuk menyambut kedatangan para tamu penting. Emerald duduk dan saling berpelukan dengan Taaffeite. Mereka berbincang, sesekali menangis bersama.
Kereta kuda kedua yang datang adalah kereta kuda dari Ezze. Ruby memasuki aula dengan berjalan cepat. Begitu ia menemukan Taaffeite dan Emerald, ekspresi wajahnya sangat gelap. Kesedihan dan kekhawatiran terlihat jelas menghiasi wajah Ruby. Ia menghambur, memeluk kedua adiknya dengan erat. Tanpa sadar Emerald melihat dengan saksama kedua tangan Ruby.
"Apa kau baik-baik saja, Em?" Ruby bertanya dengan wajah cemas.
"Kepergian Pearl begitu mendadak. Aku sangat sedih."
"Apa yang terjadi?"
Emerald melirik ke arah Oukha yang datang bersama Ruby dan sedang berbincang dengan saudara-saudaranya. Oukha yang menyadari tatapan itu, melihat sekilas pada Emerald.
"Em?"
Emerald tersentak lalu lanjut menjawab pertanyaan saudarinya. "Ah ... begini ...."
Ruby menyadari ada sesuatu yang disembunyikan Emerald. Ia menoleh ke arah pandangan Emerald tadi, di mana Raja Tarkh dan adik-adiknya sedang berbincang.
Kereta kuda dari Kerajaan Aritoria dan Kerajaan Bielinca datang berbarengan di penghujung sore hari itu. Jade bersama Lazuli datang dengan mata merah. Mereka saling berpelukan dan menumpahkan air mata.
Saat menjelang malam, kereta kuda dari Kraalovna datang. Emerald terkejut dan termangu ketika melihat Raja Sirgh datang sendiri. Ia sempat lupa jika kakaknya, Sapphire, adalah satu-satunya putri Naz yang belum hadir. Raja Sirgh langsung menuju ke arah Emerald dan memberikan sepucuk surat.
"Maafkan, Nona Emerald. Nona Sapphire masih belum cukup kuat untuk melalui perjalanan panjang menuju Kerajaan Innist. Ia sudah memaksa ikut, tapi kularang karena aku khawatir akan kondisinya. Dia menitipkan surat sebagai pengganti kehadirannya," ujar Sirgh sambil tersenyum yang lebih terlihat seperti seringai.
Dengan tangan gemetar, Emerald menerima surat dari Sirgh. "Te ... terima kasih, Yang ... M-Mulia." Emerald tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya dengan baik. Apa yang sudah ia lakukan pada Kak Sapphire?!
Sirgh kemudian berbisik di telinga Emerald. "Tidak kusangka kau akan berpartisipasi. Selamat datang di arena pertarungan, Nona Emerald."
Sirgh kembali menyeringai lalu berlalu meninggalkan Emerald yang mematung dengan wajah pucat. Bagaimana orang itu bisa tahu dalam waktu singkat tentang keterlibatanku?
***
"Doa khusus?"
"Benar. Ini adalah kesempatan yang tepat untuk mengajak saudari-saudariku turut serta dalam rencana. Dengan kekosongan posisi Naz dan belum siapnya Az menjadi Naz yang baru, maka para putri Naz memiliki keistimewaan melakukan doa tersebut. Doa dari kami setara dengan kepala pendeta dan dapat menjadi wakil sementara dari Naz. Ritual doa khusus ini harus dilakukan tanpa diganggu oleh siapa pun, dilakukan ketika terjadi musibah besar, dan tidak terikat waktu tertentu. Saat itu, aku bisa memberikan arahan pada mereka tanpa khawatir mendapat gangguan," kata Ruby panjang lebar saat mereka sedang bersiap-siap menghadiri doa terakhir untuk Pearl pagi itu. Upacara doa dilakukan sehari setelah para tamu datang dan dilaksanakan di kuburan Pearl.
Di saat hanya berdua, Ruby sudah berani berbicara informal pada Oukha dan Oukha pun tidak mempermasalahkan hal tersebut.
"Kematian Pearl bisa dianggap sebagai musibah besar?"
"Kematian seorang putri Naz sudah menjadi hal besar. Jika terdapat dua kematian berturut-turut bisa dianggap musibah, apalagi kematiannya tidak alami."
"Tidak alami?" Oukha mengernyit.
"Tidak karena sakit atau usia tua."
Oukha manggut-manggut. "Di mana dan kapan kau berencana untuk melaksanakannya?"
"Seharusnya dilakukan di Ruang Doa Balai Kota Verhalla. Tapi aku khawatir jika dilaksanakan di sana dengan semua putri Naz berkumpul, bisa saja ada yang berencana tidak baik. Jika dilaksanakan dan diumumkan mendadak seperti ini, tidak akan ada yang menyangka dan mereka tidak akan sempat melakukan sesuatu. Akan kuumumkan setelah makan malam dan akan dilaksanakan malam ini juga. Aku berharap padamu untuk penjagaannya."
Oukha tersenyum. "Serahkan padaku. Ingatlah! Jika kau membantuku saat ini, akan kuberikan apa saja yang kau inginkan kelak. Aku adalah pria yang memegang kata-kata."
***
Pemakaman di pagi yang sendu itu dihiasi isak tangis para putri Naz. Semua yang hadir tampak berusaha memasang ekspresi sedih, entah karena terpaksa atau memang tulus dari dalam hati.
Pendeta istana bertubuh kurus bagai ranting kering memulai upacara pemakaman dengan khidmat. Ia melantunkan doa kepergian dengan suara lirih di hadapan nisan yang masih baru.
Semua orang larut dalam suasana hati masing-masing, sebagian benar-benar bersedih dan sebagian lainnya ketakutan akan efek dari kematian seorang putri Naz. Ada yang berharap segala prosesi itu segera berlalu karena sudah gerah memasang topeng, ada pula yang diam-diam melirik beberapa orang, salah satunya Ruby. Ia meneliti satu persatu wajah yang hadir di pemakaman itu.
***
"Doa khusus?"
Semua mata menoleh ke arah salah seorang putri Naz yang sedang menikmati makanan di hadapannya dengan anggun.
Malam itu semua perwakilan tiap kerajaan makan malam bersama di meja panjang yang besar. Sebagai tuan rumah, Azkhar dan Emerald duduk di kedua ujung meja makan yang berjauhan. Sementara para raja dan putri-putri Naz duduk di sisi yang memanjang di kanan kiri. Semua mengenakan gaun dan pakaian berwarna hitam tanda sedang berduka.
Ruby menjelaskan dengan tenang perihal kematian dua saudarinya adalah tanda dari musibah besar yang mungkin akan terjadi. Ia juga menyebut kemungkinan murka dari Ahurz akan datang karena telah membunuh Naz. Ruby mati-matian memasang topeng sedihnya saat menyinggung tentang kematian ayahnya.
"Karenanya kami sebagai perwakilan dari keluarga Naz, harus melakukan ritual doa khusus ini. Seharusnya cukup Naz, Kepala Pendeta Kota Verhalla, dan beberapa pendeta tinggi yang melakukannya. Tapi karena posisi Naz masih kosong, maka kami akan menjadi perwakilan untuk bagian Naz."
"Mengapa aku baru mendengar tentang ritual itu?" Suara berat dari salah satu sisi meja menarik perhatian yang lain. Sirgh tampak terlihat gusar. Kerutan di kening membuat wajahnya makin tampak keras.
"Karena ini hanya dilakukan ketika terjadi musibah besar oleh petinggi Kota Verhalla dan keluarga Naz dalam suasana hening dan tidak boleh terganggu siapa pun."
Sirgh bersuara sedikit keras ketika menyuruh seorang pelayan untuk memanggil pendeta istana. Seluruh pendeta yang tersebar di kerajaan, baik di istana maupun di rumah-rumah ibadah yang ada di kota-kota, merupakan pendeta yang dikirim dari Kota Suci Verhalla.
Seorang pendeta yang sebelumnya memimpin upacara pemakaman datang. Pria itu masih sama seperti tadi pagi, tampak kurus dan menderita. Bajunya bersih tapi kontras dengan aura yang dipancarkan. Matanya cekung dan tidak berbinar.
Oukha menemukan jika pendeta istana tersebut disiksa oleh bangsawan berkumis tipis yang telah mati. Ia ditekan agar tidak membantu putri Naz dan dijauhkan dari istana.
Oukha sudah membujuk si pendeta untuk melakukan beberapa hal dengan menggunakan nama putri Naz. Pendeta tersebut sudah pasti setuju untuk menebus dosanya atas pembiaran kematian seorang putri Naz.
"Apakah kau tahu mengenai ritual doa khusus itu?" Sirgh bertanya dengan menatap tajam sang pendeta.
"Se-semua pendeta mengetahuinya, Yang Mulia. Itu semacam doa bersama di antara pendeta tinggi dan Naz. Tidak banyak orang selain pendeta yang mengetahuinya karena jarang dilakukan."
"Jadi itu hanya doa semata?" Oukha memotong.
"Benar, Yang Mulia."
"Apakah ada tata cara khususnya?"
"Selain dilakukan di ruangan tertutup tanpa diganggu semalam penuh dan tanpa makan juga minum. Tidak ada hal khusus lainnya."
"Apakah bisa diwakilkan oleh putri-putri Naz?" timpal Sirgh.
"Mengingat keadaan saat ini. Tentu saja bisa."
Oukha menatap Sirgh yang tampak duduk dengan tidak nyaman dan Tarkh yang mengerutkan kening. Si brengsek itu pasti gelisah jika para putri Naz berkumpul tanpa satu pun telinga yang bisa dipakai untuk mencuri dengar apa yang dibicarakan. Sedangkan Kak Tarkh hanya khawatir jika ada putri Naz yang berbagi pengalaman menyedihkan pada ratunya. Karena itu dari kemarin Kak Tarkh hanya fokus memandangi putri-putri Naz. Tapi putri-putri Naz yang hadir di sini tidak bisa membuktikan kekhawatiran tersebut.
"Jika ada yang tidak mengizinkan putri Naz pasangannya untuk ikut berdoa tentu saja kami tidak bisa memaksakan," cetus Ruby yang memecah keheningan singkat.
"Bagus, Ruby!" batin Oukha lagi. Ia tersenyum pada Ruby. Itu akan menunjukkan jika ada yang terlalu mengekang pasangannya hingga tidak mengizinkan para saudari tersebut untuk sekadar berdoa bersama.
"Aku ingin ikut berdoa, Tarkh. Apakah boleh?" Taaffeite dengan cepat bertanya pada Tarkh yang ada di sampingnya. Wajahnya yang penuh harap menatap Tarkh lekat-lekat.
"Ten-tentu saja boleh. Aku hanya khawatir jika kau tidak kuat semalaman berdoa."
Taaffeite menghela napas. "Aku tidak selemah itu."
Tentu saja dengan diizinkannya Ratu Taaffeite, maka tidak ada alasan bagi raja yang lain melarang putri Naz untuk ikut berdoa.
Oukha pun tersenyum singkat.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro