Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 13 - Sapphire

"Akan ada masa di mana kecantikan membawa petaka. Suatu saat nanti kamu akan mengutuk hal tersebut. Tetaplah tegar apa pun yang terjadi, kamu lebih kuat dibanding yang kamu pikirkan."

Sapphire tiba-tiba teringat pesan terakhir ibunya di sela hari-harinya yang serupa neraka.

"Ibu ... aku tidak sekuat yang Ibu katakan." Sapphire meringis dalam hati.

Sapphire tidak menyangka akan mendapat perlakuan seburuk itu. Para laki-laki yang menyentuhnya sesaat setelah ia menginjakkan kaki di istana Kraalovna telah memperlakukannya dengan sangat rendah. Padahal sebelumnya ia adalah putri Naz yang paling dilarang keluar rumah oleh sang ibu sehingga ia amat sangat jarang melakukan kontak dengan seorang laki-laki.

Terkadang Sapphire merasa iri pada saudari-saudarinya, terutama pada Alexandrite. Adiknya, Alexandrite, adalah putri Naz yang paling suka memberontak, sering berbuat semaunya, dan keluar tanpa izin. Meski berakhir dengan hukuman dan teguran keras kepala pendeta, tapi kebebasan itulah yang membuat Sapphire selalu menatap iri Alexandrite dari balik jendela Puri Naz, tempat ia menghabiskan hari-harinya yang terpenjara dengan berbagai macam alasan. Alasan favorit sang ibu untuk merantai Sapphire adalah dirinya ditugaskan untuk merawat Emerald yang sakit-sakitan.

Setelah Sapphire akhirnya keluar jauh dari rumah, ia  menyadari alasan sebenarnya sang ibu yang membatasinya dari dunia luar.

"Mungkin Ibu sudah mengetahuinya sejak lama dan melakukan apa yang Ibu bisa untuk menyelamatkanku dari nasibku. Kecantikan ini adalah ... kutukan. Kutukan yang membuatku pindah dari penjara satu ke penjara yang lain. Kutukan yang menguak sisi jahat manusia."

***

Saat kakaknya, Ruby, mendatanginya, Sapphire mengira itu hanyalah bagian dari khayalan-khayalan yang membuatnya bertahan menghadapi orang-orang kejam yang terus menyiksanya.

Sapphire sering berkhayal tentang kehidupannya di puri Naz, sebuah kehidupan yang indah dan tenang. Ia akan mulai memindahkan kesadarannya pada khayalan tersebut saat tubuhnya mulai dijamah.

Akan tetapi, tangan yang hangat dan lembut milik Ruby menyadarkan Sapphire jika kali itu khayalannya menjadi kenyataan.

"Kak Ruby! Ini nyata!" Sapphire bersorak dalam hati. "Ah ... aku rindu sekali wajahnya itu!"

Sapphire telah belajar untuk tidak merasakan apa pun yang menimpa tubuhnya, tetapi ia dapat merasakan hangatnya pelukan sang kakak. Bahkan air mata yang jatuh ke pundaknya terasa sangat hangat, membasuh jiwanya yang kering.

Sudah cukup bagi Sapphire bisa melihat salah satu saudarinya, meskipun hanya Ruby seorang, dalam keadaan baik-baik saja. Selama itu ia bertahan hanya untuk melihat satu wajah yang disayanginya sebelum ia memutuskan untuk menyerah dan mengejar sang ayah.

***

"Hei."

"... Mendengarku?"

"Besok ... putri ...."

Saphhire membatin. "Suara yang asing. Apa Raja Sirgh membawa orang baru? Tidak ... aku tidak ingin mengetahuinya. Aku tidak boleh mendengarkan apa-apa, tidak boleh merasakan apa-apa. Aku ...."

***

Suara-suara asing tersebut terus kembali, nyaris setiap hari.

Aneh, mengapa aku ingin mendengar apa yang dikatakannya? Tapi kalau aku kembali pada kesadaranku, aku akan ....

"... Ruby."

Tunggu! Sapphire tersentak. Suara asing itu menyebut nama kakaknya. Perlahan ia mengangkat wajahnya.

Hanya dengan satu nama, Sapphire memutuskan untuk kembali pada kesadarannya seperti yang ia lakukan ketika kedatangan Ruby. Meski hal tersebut berarti ia harus kembali merasakan perih dan sakit di tubuhnya.

"Ah, akhirnya kau mendengarku."

Sapphire mencoba memusatkan pandangan pada dua orang gadis di hadapannya. Satu berpakaian pelayan dan satu lagi memakai baju pemburu. Gadis yang memakai baju pemburu memiliki wajah cantik meski dengan bekas luka besar pada salah satu sisi wajah.

Sapphire pun heran. Sejauh yang ia ingat, semua yang mengunjunginya adalah laki-laki.

"Siapa ... kalian?"

"Kami? Kami adalah teman kakakmu, Ruby. Kau bisa memanggilku Frey," jawab gadis berpakaian pemburu.

"Kak Ruby?" Hati Sapphire terasa menghangat.

Wajah Putri Freyja berubah sedih. "Aku tidak menyangka keadaan putri Naz bisa semengerikan ini. Sebelumnya aku memang sudah mendengar tentangmu, tapi aku menutup mata karena kebencian di hatiku. Aku benar-benar merasa bersalah sudah berkata kasar pada Ruby saat itu. Maaf, aku baru mengunjungimu setelah kunjungan Ruby."

Sapphire tidak mengerti apa yang dimaksud gadis berpakaian pemburu yang mengenalkan diri sebagai Frey itu.

"Kau kurus sekali," lanjut Putri Freyja. "Apa mereka memberimu makan?"

"Ya ...," jawab Sapphire dengan suara parau. "Tapi sebagian besar kumuntahkan. Aku merasa jijik dengan semua hal yang masuk ke dalam mulutku."

Putri Freyja bergidik mendengarnya.

Pandangan Sapphire beralih pada gagang pedang di samping pinggang Putri Freyja yang sedang duduk menghadapnya. Gagang pedang yang tampak datar dan sederhana. "Apa kau membawa pedang?"

"Ya."

Sapphire tersenyum lebar, senyum aneh yang akan selalu diingat Putri Freyja seumur hidupnya. "Apakah Kak Ruby memenuhi permintaanku untuk lepas dari segala penderitaan ini? Akhirnya ...."

***

"Ruby."

Putri Freyja belajar bahwa hanya satu kata itu yang bisa menyadarkan Sapphire setiap ia mengunjungi putri Naz itu.

"Aku kembali lagi." Putri Freyja menyunggingkan senyum.

Sapphire membuang pandangan. "Kembalilah saat kau sudah memutuskan untuk membantuku mengakhiri hidupku."

"Aku tidak bisa melakukannya."

"Kalian bangsa Kraalovna, tentu sudah biasa memuntahkan darah dengan pedang-pedang kalian."

"Pedangku hanya untuk melindungi yang lemah dan menumpahkan darah mereka yang berdosa."

"Maka lindungilah jiwaku yang lemah ini dan tumpahkanlah darahku yang kotor ini!" desis Sapphire dengan bisikan keras.

Putri Freyja terdiam. Setiap ia memandang Sapphire, hatinya terasa sempit. Baru kali itu ia merasa tidak berdaya untuk menolong seseorang. Apalagi perasaan tersebut justru hadir saat ia berada di istana Kraalovna, istana yang selalu ia banggakan di mana dirinya dibesarkan. Istana yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan terhormat, lantas menjelma menjadi tempat menjijikan oleh seorang raja baru dari Tzaren.

Tiba-tiba Sapphire terisak pelan. Air mata jatuh menghiasi pipinya yang cekung. Sudah lama ia tidak merasakan air matanya sendiri. Namun, seiring dengan seringnya ia kembali pada kesadarannya, hatinya menjadi lebih mudah merasakan pedih.

"Kumohon ... kasihanilah aku .... Bunuh saja aku yang hina ini."

***

Brak! — Pintu ruangan tempat Sapphire dirantai terbanting keras.

Raja Sirgh kembali dari perjalanan panjangnya dan mulai menyetubuhi Sapphire dengan brutal. Seperti biasa, gadis itu tidak peduli. Namun, Raja Sirgh mulai berteriak-teriak aneh, suaranya terdengar bersemangat.

"Gila! Benar-benar gila! Khrush bodoh! Hahaha!" teriak Raja Sirgh. "Sudah kuduga, ia tidak bisa menjinakkan gadis liarnya. Hahaha! Oh ... ekspresi mereka benar-benar tidak ternilai pada saat itu. HAHAHA!"

Tiba-tiba Raja Sirgh mencengkeram wajah Sapphire agar gadis itu menatapnya. "Hei, kau mau dengar apa yang terjadi pada pernikahan adikmu, Alexandrite?"

Deg! — Tanpa sengaja Sapphire kembali tersadar begitu nama Alexandrite disebut. Hatinya menjadi sakit mendengar kabar yang disampaikan Raja Sirgh yang baru kembali dari pesta pernikahan adiknya, Alexandrite.

Sapphire menjerit dalam hati. "Alex! Mengapa selalu kau? Mengapa selalu kau yang mendapatkan kebebasan?!"



***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro