Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 10 - Rakha

Duarrr!!

Rakha terkejut mendengar suara ledakan dari arah sayap kiri istananya yang baru di ibu kota Kerajaan Bielinca. Ia bergegas mendatangi asal suara bersama dua pengawal raja. Kepanikan sudah terlihat dari ujung lorong lantai dasar di sayap kiri istana utama yang cukup megah. Beberapa pelayan juga prajurit keluar masuk sebuah ruangan yang mengeluarkan asap hitam tebal. Ruangan tersebut belakangan sering dikunjungi calon ratunya, Lazuli.

Sosok Lazuli muncul dipapah seorang dayang pribadi yang ditugaskan mendampinginya sejak hari pertama Lazuli menginjakkan kaki di istana Bielinca.

Rakha bergegas mendatangi Lazuli. "Kau tidak apa-apa?"

Lazuli menoleh. Rambutnya dibentuk unik dengan gaya rambut khas Bielinca dan dihiasi perhiasan. Gaun lebarnya yang berwarna hijau tosca tampak dihiasi noda-noda hitam yang juga mengotori wajahnya, meski tetap tidak menutupi kecantikannya. Ia tersenyum lebar pada Rakha, senyum yang kontras dengan pemandangan di belakangnya.

"Rakha, aku hampir berhasil!" seru Lazuli riang. Ia menegakkan tubuhnya dan menyongsong Rakha.

Rakha menepuk jidat dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ini kali kelima kau hampir kehilangan nyawamu, Lazuli! Aku sampai harus memindahkan ruang penelitian untuk kesekian kalinya karena ledakan dari percobaanmu itu menghancurkan ruangan-ruangan sebelumnya!"

"Kali ini aku sungguh-sungguh mengatakannya!" Lazuli masih bersemangat meski keadaannya berantakan. Gairah bersinar di kedua mata besarnya. "Hanya sedikit perbaikan untuk eksekusi akhir! Aku yakin senjata baru ini akan menjadikan Bielinca unggul dibanding kerajaan lain!"

Rakha menepuk pelan kedua bahu Lazuli. "Lazuli .... Kau tidak perlu membuat yang aneh-aneh karena Bielinca sekarang memang sudah unggul dalam hal persenjataan. Kerajaan ini satu-satunya yang dapat membuat senjata dengan kualitas terbaik untuk banyak kerajaan dan mampu memproduksi senjata dalam jumlah banyak dengan cepat. Karena itu kita mendapat perlindungan dan nyaris tidak terlibat dalam perang. Aku harap kau mau menghentikan penelitianmu. Aku bahkan tidak tahu apa yang kau kerjakan dengan bubuk-bubuk dan cairan-cairan itu."

Lazuli masih tersenyum. Suaranya terdengar lebih terkendali. "Keadaan bisa berubah kapan saja, Rakha. Apa Rakha lupa kalau Bielinca baru-baru saja diserang oleh kakakmu sendiri. Tidak ada yang tahu pasti kapan Bielinca akan mengalami kejadian yang sama. Entah oleh saudaramu yang mana kali ini."

"Tidak mungkin kakakku akan menyerangku, kan?"

"Jangan remehkan pengaruh kekuasaan, Rakha. Banyak di antara saudara-saudaramu yang belum pernah memegang kuasa sebelumnya, mereka bisa gelap mata. Dan bagaimana dengan Raja Sirgh yang wilayahnya dekat dengan kita?"

"Kak Tarkh sangat memercayai Raja Sirgh, tapi ... aku pernah dengar Kak Oukha dan Kak Azkhar menyebut Jenderal Sirgh bermuka dua. Aku ... tidak yakin dengannya."

Lazuli mengambil kedua tangan Rakha dan mengenggamnya dalam genggaman hangat. "Percayalah, aku tahu apa yang kulakukan. Aku yakin ahli-ahli senjata itu dan aku bisa membuat sesuatu yang akan membantu pertahanan Bielinca jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan."

Rakha mendesah. "Kak Tarkh akan membunuhku kalau kau terluka akibat percobaanmu itu."

"Jadi itu yang dikhawatirkan Rakha?" Sinar semangat kembali muncul di mata Lazuli. "Tenang saja, aku akan berhati-hati lain kali."

"Tidak ada masalah, Yang Mulia," kata sebuah suara dari arah belakang Lazuli.

Rakha dan Lazuli menoleh. Sesosok pria tua jangkung dan kurus muncul dari balik asap hitam. Keadaannya sama seperti Lazuli yang penuh dengan noda hitam. Topi kerucut pria tua itu tampak miring.

"Ledakan kali ini tidak separah yang terlihat, bahkan tidak menghancurkan ruangan seperti sebelumnya. Hanya asap hitam yang membuatnya seakan-akan ada kerusakan yang mengkhawatirkan."

"Nah kebetulan ada Anda, Tuan-Kepala-Penelitian-Senjata." Tampaknya Rakha lupa nama pria tua tersebut. "Apa calon ratuku harus ikut serta dalam pembuatan senjata baru itu? Aku khawatir jika dia terluka atau semacamnya."

Pria tua yang merupakan kepala penelitian senjata Bielinca itu tersenyum. Ia mengelus-elus janggut putih panjangnya yang menjuntai hingga hampir menyentuh lantai. "Nona Lazuli bisa saja mengawasi dari jauh jika beliau mau. Namun, peran beliau amat sangat membantu kami. Nona Lazuli sangat cerdas dan cepat belajar. Keluarga kerajaan sebelumnya tidak begitu memedulikan divisi penelitian senjata. Tapi saat Nona Lazuli datang, penelitian yang selama ini tidak dihiraukan kembali hidup. Saya tidak menyangka seorang putri Naz bisa memiliki pandangan yang begitu revolusioner."

***

"Yang Mulia ... kami menangkap beberapa penyusup dari Kerajaan Kraalovna lagi," lapor seorang bangsawan, anggota dewan penasihat raja, pada pertemuan malam itu.

Meski Rakha masih sangat muda, para bangsawan tetap mencoba memperlakukannya sebagai raja dengan layak. Selain karena Rakha memang menunjukkan tanda-tanda raja yang menjanjikan di masa depan, juga karena kehadiran Lazuli, seorang putri Naz yang amat mereka hormati. Perlakuan sang raja baru pada putri Naz membuat para bangsawan yakin Rakha seorang raja yang baik meski berasal dari kerajaan yang mereka anggap barbar dan kasar. Rakha juga memenuhi permintaan Lazuli untuk mengikuti setiap pertemuan dengan para bangsawan, bahkan mengizinkan gadis itu menyuarakan pendapatnya.

"Lagi?" tanya Rakha. Berita itu baru ia dengar.

"Ya. Semenjak Raja Sirgh memimpin, kami menangkap beberapa orang Kraalovna melanggar batas kerajaan. Entah apa yang diinginkan Kraalovna dengan memasuki wilayah kita berulang-ulang. Sudah jelas rambut pirang mereka yang amat berbeda dengan kita membuat mereka mudah dikenali."

Tanpa sadar Rakha mengelus rambut merahnya yang juga berbeda dari orang-orang di dalam ruangan itu. Orang-orang Bielinca memiliki rambut gelap, entah cokelat tua atau hitam, seperti orang-orang dari Aritoria dan sebagian penduduk Kota Suci. Sementara kerajaan asalnya, Tzaren, adalah satu-satunya kerajaan yang berambut merah.

"Apa mereka melakukan sesuatu?"

"Tidak, Yang Mulia. Mereka berkata jika mereka tersesat saat menggiring domba-domba. Namun, para penjaga perbatasan yakin fisik orang-orang Kraalovna tersebut tampak terawat dan tidak seperti seorang penggembala domba pada umumnya. Mereka hanya ditahan sehari-dua hari lalu dilepaskan lagi dan domba mereka disita sebagai tebusan untuk keluar dari penjara perbatasan."

"Mengapa dilepaskan?" Rakha mengernyit heran. Ia teringat akan Tzaren yang amat tegas terhadap perbatasan mereka. Tidak ada yang berani melintasi perbatasan Tzaren tanpa izin. Karena itu, semiskin apa pun keadaan kerajaan-kerajaan tetangga Tzaren, tidak ada yang nekat menyeberang meski Tzaren terlihat menjanjikan untuk kehidupan yang lebih baik.

"Kita harus berhati-hati dalam menghadapi Kerajaan Kraalovna. Bagaimanapun, tentara kerajaan mereka masih amat kuat meski baru saja kalah perang dari Tzaren. Sementara itu pasukan kita sendiri juga belum pulih."

"Jadi apa yang akan kalian sarankan untuk tindakan selanjutnya pada mereka?" tanya Rakha. Ia merasa masih harus belajar banyak pada para bangsawan tinggi di hadapannya yang lebih berpengalaman.

Wajah dewan penasihat raja tampak lega, bersyukur raja baru mereka tidak bertingkah congkak dan merasa paling tahu. Sang raja justru mau mendengarkan nasihat dan masukan dari dewan penasihatnya.

"Kami masih melihat perkembangan pergerakan Kraalovna. Kami sarankan untuk mengonsentrasikan prajurit perbatasan di barat. Kita bisa mengambil sebagian prajurit dari timur. Tampaknya Aritoria mengurangi penjaga perbatasan Aritoria-Bielinca, ada kabar mereka sedang kerepotan menghadapi bandit-bandit Zetaya," jawab seorang bangsawan di kanan Rakha.

"Tampaknya itu usul yang bagus. Siapkan perintahnya! Besok akan aku sahkan sebelum berangkat. Jika tidak ada lagi yang ingin disampaikan, kububarkan pertemuan ini."

Lazuli yang sedari tadi diam mendengarkan pun menyambut uluran tangan Rakha. Mereka berdua meninggalkan ruang pertemuan lebih dulu.

"Bagaimana pendapatmu, Lazuli? Apa yang diinginkan Kraalovna?" tanya Rakha begitu mereka keluar dari ruangan dan berjalan di koridor panjang nan berliku istana Bielinca. Ia mengantar Lazuli ke kamar sembari menggandeng lengan gadis tersebut.

Meski masih sangat muda dan sering bertingkah terlalu lincah, Rakha dapat melihat tanda-tanda kebijakan Lazuli, gadis yang cepat belajar dan cepat menilai situasi.

Lazuli tampak diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Rakha. "Kalau memang mereka sengaja melanggar perbatasan, sepertinya hal itu masih merupakan tindakan percobaan oleh Kraalovna."

"Tindakan percobaan?"

"Ya. Raja Sirgh ingin menilai kemampuan memimpin Rakha. Kraalovna merupakan kerajaan terakhir yang ditaklukkan Tzaren. Sekalipun kuat, mereka masih belum pulih sepenuhnya untuk bertindak agresif. Karena itu sebaiknya kita bertindak tegas pada para pelanggar perbatasan."

Rakha mengangguk-angguk. Ia tidak dapat mengejar kemampuan berpikir Lazuli yang lebih muda darinya tersebut.

"Tapi ...." Lazuli bergumam. "Apakah pelanggar perbatasan itu benar-benar orang Kraalovna?"

"Apa?" cetus Rakha tidak begitu mendengar perkataan Lazuli.

"Ah ... bukan apa-apa."

Rakha lantas mengelus-elus rambut Lazuli. "Kurasa tindakanmu untuk fokus pada senjata baru itu memang diperlukan dalam perencanaan jangka panjang."

Lazuli tersenyum. Sisi anak-anaknya akan terdengar dari suara riangnya jika sedang bersemangat. "Aku senang Rakha mendukungku. Selama ini, aku takut Rakha akan melarang dan membatasi hal-hal yang ingin kulakukan."

"Hei! Aku selalu mendukungmu! Aku hanya khawatir."

"Aku juga senang Rakha khawatir padaku."

Jantung Rakha berdebar kencang mendengar perkataan Lazuli yang frontal. "Kupikir ... yah ... em ... kau ... kupikir kau akan menjadi ... pendamping yang sempurna untukku. Karena itu ... aku ... wajar kalau aku khawatir pada keadaan calon istriku." ucap Rakha terbata-bata dan tidak sanggup menatap Lazuli saat mengatakan hal tersebut. Ia dapat merasakan wajahnya memerah.

Lazuli sendiri pun menunduk mendengar kata-kata Rakha. Ia mengulum senyum. Merasa bersyukur raja muda yang dipasangkan dengannya itu tidak kasar seperti Raja Tarkh maupun Raja Khrush yang ia benci karena sudah membunuh ayahnya. Rakha begitu polos juga baik, memperlakukannya dari awal dengan penuh hormat dan lembut. Bahkan ia disuruh memanggil dengan nama alih-alih panggilan kehormatan.

"Em ... bagaimana persiapan Rakha untuk pergi besok?" tanya Lazuli, mengalihkan pembicaraan yang membuat mereka grogi.

"Oh ... besok?" Rakha masih merasa gugup. "Aku akan berangkat tengah hari dan segalanya sudah disiapkan. Para pengawal juga sudah siap. Bagaimanapun, perjalanan menuju Zetaya amat jauh. Aku akan pergi ke perbatasan Aritoria dulu. Kak Zakh akan menungguku di sana dan kami akan berangkat bersama-sama. Semakin banyak pasukan maka semakin baik dalam menghadapi bandit Zetaya jika mereka muncul menyerang rombongan kami."

Mereka berdua sampai di depan kamar Lazuli yang terletak di samping kamar Rakha.

Lazuli menatap lembut Rakha. "Sampaikan salamku untuk Kak Alex. Aku harap tidak ada kejadian pada pernikahannya seperti yang menimpa Kak Taaffeite."

Lazuli tidak diizinkan turut serta dalam menghadiri pernikahan serta penobatan ratu kakaknya yang bernama Alexandrite. Selain karena arahan dari Tarkh yang belum mengizinkan para raja membawa putri Naz keluar kerajaan, Rakha juga khawatir akan keselamatannya karena ada kemungkinan bandit Zetaya mengadang di perjalanan menuju ibu kota Zetaya yang terletak jauh di tenggara kerajaan tersebut.

Rakha tersenyum lalu mengecup kening Lazuli. "Akan kusampaikan salammu, Ratuku."



***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro