Sahabatku Psycho
Sekolah sudah sepi sejak sore tadi, tapi Olla masih duduk di pinggir lapangan melihat pemain basket yang sedang latihan.
Tak dipungkiri lagi, Olla sudah lama menyukai Raka yang notabenenya adalah seorang kakak kelas. Olla selalu mengikuti kegiatan yang dilakukan Raka. Dengan senang hati Olla menunggu Raka.
Tapi sangat disayangkan bahwa Raka tak pernah peka terhadap perasaan Olla padanya. Raka memang orang yang cuek. Tak pernah Raka sadari kehadiran Olla di dekatnya.
Hari ini, Olla memberanikan diri untuk menyapa Raka. Olla masih merapalkan mantra untuk mendukung dirinya agar bisa saling sapa pada Raka.
Peluh berjatuhan dari dahinya, di lapnya dengan pergelangan tangannya. Dia melihat gadis duduk di bawah pohon tepat di pinggir lapangan. Gadis mungil yang selalu bertengger di sana saat Raka latihan basket.
"Itu siapa, Feng?" tanya Raka pada kawan satu timnya.
"Ooh, itu si Olla. Kenapa?" tanya Feihung.
"Kenapa setiap kita latihan dia selalu duduk di situ?" tanya Raka pemasaran. Feihung hanya mengangkat bahunya dan beranjak dari tempatnya.
Raka masih memperhatikan gerak-gerik gadis tersebut. Gadis tersebut menunduk saat Raka melihatnya. Tapi, saat Raka mengalihkan pandangannya, gadis itu akan memperhatikan Raka dari tempatnya.
Olla berdiri hendak beranjak dari tempatnya, ia meneguhkan niatnya untuk berani menyapa Raka. Saat hendak menuju ke lapangan, langkah kaki Olla berhenti saat Sila menghampiri Raka.
Sila bergelayut manja di tangan Raka. Napasnya tercekat, pandangannya kabur, Olla menggelengkan kepalanya. Olla menegarkan hatinya.
"Jangan, jangan nangis di sini Olla, plis. Olla pasti kuat, Olla kuat!" Olla menegarkan hatinya.
Olla membalikkan badannya dan berjalan cepat tanpa memperhatikan jalannya. Olla menabrak seseorang, laki-laki tinggi. Teman sekelasnya, ya benar, dia Feihung.
"Olla? Kenapa matanya merah?" tanya Feihung, Feihung memerhatikan wajah Olla yang penuh dengan air mata, "Kok Olla nangis?" tanya Feihung lagi.
"Olla kelilipan Fei, Olla balik dulu ya, udah sore banget." Olla berhenti tak bergerak, tangannya dipegangi Feihung.
"Aku anterin ya? Gabaik cewek pulang sendirian sore gini." Ajak Feihung, Olla diam tak bergeming. Feihung menarik tangan Olla, menuntjnnya ke parkiran sekolah yang sudah sepi.
Olla hanya menuruti yang diucapkan Feihung. Setelah naik ke motor Feihung, Olla hanya diam sepanjang jalan. Tak membuka mulut sedikitpun, Olla masih memikirkan kejadian di lapangan tadi.
Feihung melajukan motornya agar cepat sampai ke rumah Olla. Feihung merasa iba kepada Olla. Gadis mungil tak berdaya, hanya berani memperhatikan dari jauh. Gadis bodoh, pikir Feihung.
"Olla udah sampai," ucap Feihung menyadarkan Olla dari lamunannya.
Olla tersentak dari lamunan panjangnya selama di perjalanan.
"Ah, iya. Makasih ya Fei," ucap Olla singkat.
"Yaudah, aku balik. Udah malam," pamit Feihung, Olla mengangguk. Feihung melajukan motornya. Punggung Fei dudah tak terlihat, Olla memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.
Olla melepaskan sepatunya dan naik ke kamarnya. Di letakkannya ransel cath kidston itu di pojok ruangan. Diputuskannya untuk mandi.
Setelah setengah jam berkutat di kamar mandi, Olla keluar dan mencari baju tidur untuk dikenakannya.
Setelah selesai dengan urusan pakaian, Olla mengambil buku dan membuka ke halaman tugasnya.
Satu jam bermain dengan buku, hp Olla bergetar. Ada sebuah pesan masuk dari seseorang. Olla menggeser lock screen dan melihat pesan masuk.
Anroy : Sila tewas dalam kecelakaan mobil. Mobil yang dia gunakan menabrak pohon di jalan Angkasa.
Badannya menegang, tak di sangka. Sila yang baru saja bergelayut manja di lengan seseorang yang ia sukai telah tiada. Ini saat yang tepat untuk mendekatkan diri kepada Raka.
Olla menganggukkan kepalanya, ia tersenyum sekilas. Lalu, diputuskannya untuk tidur. Tanpa membalas pesan dari temannya tersebut.
Keesokkan harinya, di mading tertera wajah dan ucapan turut berduka cita atas kepergian Sila. Pulang sekolah nanti, anggota Osis dan teman-teman dekat Sila akan berkunjung ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Olla berada di dalam kelas, bel masuk belum berbunyi, mungkin 5 menit lagi bel akan bunyi. Bangku di sebelah Olla masih belum berpenghuni, karna sang empunga kursi belum datang.
"Olla, kau udah dengar berita kepergian Sila?" tanya Feihung.
"Udah, aku turut berduka cita atas kepergian Kak Sila." ucap Olla.
"Kasian Raka, baru jadian sama Sila, Sila nya malah pergi ninggalin Raka." lanjut Fei. Olla menegang, dengan ceoat ia menormalkan reaksinya.
"Oh ya? Sangat disayangkan." ucap Olla singkat.
"Sekarang kau bisa mendekati Raka, tidak ada penghalangmu lagi, bukan?" ucap Fei.
"Ah, itu tidak benar. Aku turut bersedih atas kepergian Sila." lanjut Olla.
"Tak apa jika kau senang," lanjut Fei, Fei beranjak dari tempatnya, tangan di saku celana. Fei berjalan dengan gaya cueknya.
Fei memang tak kalah tampan dari Raka. Siswi sekolah Rebellion pun banyak yang jatuh hati padanya. Sikap dingin dan frontalnya membuat beberapa siswi takut padanya.
Tak lama Feihung beranjak, Anroy datang. Anroy adalah teman dekatnya Olla. Mereka dekat sejak awal menduduki bangku sekolah menengah. Anroy adalah orang yang pendiam dan tertutup.
"Roy dapat kabar darimana kalau Sila tewas?" tanya Olla.
"Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri." jawab Anroy singkat.
"Kau ada di tempat kejadian?" Anroy mengangguk dan mengeluarkan komik yang selalu ia baca.
"Apa kau tak takut membaca komik seram itu?" tanya Olla lagi, Anroy hanya menggeleng.
"Aku sangat senang sekali Sila sudah tiada." ucap Olla dengan nada bahagia.
"Setidaknya saingan berkurang," ucap Anroy, Olla menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
Saat istirahat Olla dan Anroy berjalan menuju kantin. Anroy yang notabenenya tak banyak bicara sering disebut 'Pendiam menghanyutkan'. Tapi Anroy tak pernah menggubris perkataan orang-orang.
Saat hendak masuk ke pintu kantin, seseorang menarik tangan Olla. Olla berhenti dan menatap pria itu, "Hati-hati, dan jaga ucapanmu," perintah pria itu.
Pria itu pun melepaskan genggamannya dari tangan Olla dan berjalan masuk ke kantin.
Olla menelan susah salivanya. Ada apa pikirnya. Mengapa lelaki itu berkata seperti itu.
"Kenapa La?" tanya Anroy menyadarkan lamunan Olla.
"Ah, tidak. Mari kita pesan makanan." ajak Olla. Anroy mengangguk dan mereka memesan makanan.
Tak terasa, waktu pun sudah menunjukkan pukul 15.00 Wib. Saatnya bel pulang sekolah berdenting nyaring.
"Roy apakah kau mau menemaniku untuk melihat Raka latihan?"ajak Olla, Anroy menggeleng pelan.
"Aku harus menemani Novi ke toko buku, aku sudah berjanji padanya." ucap Anroy gugup.
"Oh, tak apa. Lain kali kau akan menemaniku kan?" tanya Olla.
"Mungkin," jawab Anroy singkat, Anroy pun berjalan meninggalkan Olla dan melambaikan tangannya pelan.
"Apa kau mempercayai temanmu itu?" tanya seseorang dari belakang membuat Olla terlonjak kaget.
"Mengapa kau selalu mengagetkanku? Apa tak ada kerjaan lain untukmu? Urusanku bukan urusanmu." jawab Olla sarkas.
"Hey, terkadang teman memelukmu erat agar pisaunya tertancap lebih dalam." Feihung berjalan meninggalkan Olla.
Olla masih terhenyak dalam pikirannya sendiri. Apa yang dimaksud lelaki itu. Entahla, Olla tak paham.
Olla pun meninggalkan kelas dan langsung menuju lapangan. Di lapangan pun sudah ada pemain basket, tentunya ada Raka dan Feihung di sana. Olla tersenyum saat melihat raka mendribble bola basket itu.
Seseorang menatap bengis ke arah Olla. Selalu memperhatikan Olla yang sedang melihat Raka berlatih.
"Aku tak akan biarkan satu orang pun yang mencoba mendekatimu, Raka. Kau adalah milikku." ucap seseorang tersebut. Ia masih mematung di tempatnya.
Latihan basket pun selesai, para pemain masih duduk di pinggir lapangan basket. Raka mencari botol minum di dalam tasnya, sayang tak ditemukannya.
Olla menjulurkan tangannya yang memegang sebotol air mineral ke arah Raka. Raka melihat gadis itu lalu tersenyum.
"Apa kau gadis yang selalu memperhatikanku saat latihan?"tanya Raka, Olla hanya mengangguk dan tersenyum malu sambil menundukkan kepalanya.
"Boleh aku tau siapa namamu?" tanya Raka lagi, Olla mendongakkan kepalanya.
"Namaku Olla," jawab Olla singkat. Feihung yang memperhatikan itu memutarkan arah pandangnya dan tak sengaja menangkap tubuh seseorang yang tak jauh dari lapangan.
Feihung memperhatikan seseorang itu dari tadi menatap ke arah Raka dan Olla, nampak dari gerak-gerik bahwa orang itu tak menyukai pemandangan ini. Feihung tahu betul siapa orang itu.
"Apa kau mau pulang denganku?" tawar Raka pada Olla, Olla pun tersenyum malu. Olla menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Mereka pun menuju parkiran motor. Raka melajukan motornya membelah keramaian di jalan.
Setelah sampai di depan rumah, Olla turun dari motor Raka dan mengucapkan terimakasih.
"Apa kau mau masuk dulu?" tawar Olla pada Raka.
"Tidak, sudah mau gelap. Aku akan pulang langsung, masuklah ke dalam," ucap Raka.
"Aku akan memunggumu di sini, pulanglah, setelah kau pergi aku akan masuk," jawab Olla.
"Baiklah, aku akan pergi, selamat tinggal." Raka menyalakan mesin motornya dan menjalankan motornya. Setelah punggung Raka tak terlihat, Olla hendak membalikkan badanya.
Plakkk..
Sebuah batu terlempar tepat mengenai pagar rumah Olla, Olla terkejut dan melihat sekelilingnya. Tapi tak ada satu pun orang di sana. Ada sebuah kertas yang menggulung pada batu tersebut. Olla membuka kertas tersebut, betapa terkejutnya Olla melihat tulisan tersebut.
'Jauhi Raka, atau kau menjadi korban selanjutnya.'
Olla membuang kertas itu dan melangkah cepat menuju rumah.
Setelah mengemaskan dirinya, Olla turun ke bawah untuk makan malam. Setelah makan malam, Olla kembali ke kamarnya.
Olla memikirkan kejadian tadi sore, Olla belum bisa menutup matanya. Ia merasakan ada getaran, getaran itu berasal dari hp-nya. Nomor tak dikenal menelponnya. Olla mengangkat telepon tersebut, tapi tak ada jawaban di ujung sana. Hanya nafas sesorang yang sedang terburu-buru yang ia dengar.
Olla pun menutup telepon tersebut, tetapi orang itu menelepon lagi dan sama sekali tak ada jawaban lagi saat Olla mengangkat telepon itu. Olla pun memutuskan untuk tidur.
Plakkkk
Kaca jendela kamar Olla pecah akibat batu yang tepat mengenainya. Seperti tadi sore, ada surat pada batu itu. Olla membaca surat itu dan napas Olla tercekat. Kali ini Olla sangat takut. Olla buru-buru mematikan lampu kamarnya dan tidur.
Keesokan paginya Olla mendapat bingkisan yang ditaruh oleh pembantunya di atas nakas. Setelah bersiap untuk ke sekolah, Olla penasaran dengan bingkisan tersebut dan membukanya. Naas, Olla melempar bingkisan tersebut ke arah pintu kamar dan berteriak. Olla segera berlari keluar kamar.
Sampainya di sekolah, Olla langsung duduk dan memasukkan kepalanya diantara lipatan tangannya. Seseorang memegang punggung Olla, sontak Olla terkejut dan mengangkat badannya.
"Ini aku," ucap Feihung.
"Kirain siapa," Olla mengelus dadanya yang masih terasa degdegan.
"Kau merasa tidak aman, huh?" tanya Feihung.
"Bagaimana kau? Kau yang melakukannya?" Olla mendorong bahu Feihung.
"Untuk apa aku menerormu?"tanya Feihung. Olla berpikir sejenak.
"Bisa saja kau menyukai Raka, bisa jadi kalau kau homo!" Olla membentak Feihung.
"Aku lebih tampan daripada Raka, untuk mendapatkan gadis pun tak susah bagiku, lantas kenapa aku harus homo?" cecar Feihung.
"Bisa saja kau iri," tuduh Olla lagi. Feihung terkekeh, ia mengedarkan pandangannya.
"Seharusnya kau berhati-hati pada temanmu." Feihung memberi peringatan.
"Mengapa temanmu itu selalu membawa cutter? Mengapa temanmu selalu bertingkah aneh?" tanya Feihung yang membuat Olla tak mampu menjawabnya.
"Mungkin suatu saat dia akan membutuhkan cutter, kau jangan menuduh macam-macam tentang sahabatku!"
Feihung hanya mengedikkan bahunya dan tersenyum remeh ke arah Olla. Lalu berjalan meninggalkan Olla sendirian. Dengan pikiran menumpuk, Olla beranjak untuk ke toilet sekedar membasuh mukanya.
Toilet sepi, hanya ada dia sendiri di dalam toilet. Tiba-tiba dari bilik pertama Olla mendengar suara keran berputar.
"Siapa?" tanya Olla tetapi tidak ada yang menjawab. Terdengar lagi suara keran itu berputar dan suara air turun. Olla terdiam, di tatapnya wajahnya di kaca.
Tak lama kemudian suara keran mati air pun berhenti mengalir. Olla mengerutkan dahinya.
"Ada orang di dalam?" Olla tak mendapat jawaban lagi, akhirnya ia memutuskan untuk keluar. Belum sempat melangkahkan kakinya, ia merasa seseorang memukul tepat dibagian belakang kepalanya dipukul. Hitam, tak tau apa lagi yang terjadi.
Cluk cluk cluk
Terdengar suara air berjatuhan, bau amis menyeruak masuk ke indera penciuman Olla. Kepala Olla sangat pusing. Penglihatannya hitam akibat penutup mata. Tangan dan kaki Olla terikat pada kursi yang didudukinya. Terdengar suara langkah kaki mendekati Olla.
"Siapa itu?!" Olla memberontak agar ikatan dapat terlepas.
"Wow, sabar sedikit Olla." Suara itu tak asing bagi Olla.
"Apa kau lagi mencerna suaraku?" tanya orang itu, "Bukannya kau sudah diberi tahu oleh teman lelakimu itu ya?" tanyanya lagi.
"Anroy! Kau kah itu? Anroy tolong lepaskan aku!" Olla meneriaki Anroy. Olla menangis, dia tak kuat mencium bau amis yang ada disekitarnya sedangkan matanya tertutup.
"Jangan menangis Olla," ucap Anroy.
"Kenapa kau tega padaku? Apa salahku padamu?" tanya Olla terisak.
"Salahmu? Aku muak mendemgar ocehanmu tentang Raka dan Raka, setiap hari selalu Raka! Apa kau tidak tahu aku mencintai Raka, hah?!" bentak Anroy, Olla masih terisak sambil menundukkan kepalanya.
"Aku tidak tau, kau tidak pernah bilang. Setidaknya kita bisa bersaing secara sehat atau aku bisa mundur An." jelas Olla. Terdengar suara kekehan Anroy.
"Kau pikir semusah itu, huh? Mereka selalu mencoba merebut Raka dariku, membuatku muak dan menguliti mereka sendiri dengan tanganku. Dan kau selanjutnya, kau yang selalu bercerita Raka di depanku." jelas Anroy. Olla hanya bisa menangis.
Olla merasa ada benda tajam mengenai kulit halusnya, pelan tapi perih. Olla hanya bisa menangis, ia membukam suaranya.
"Sakit bukan? Seperti itu yang kurasakan," ucap Anroy, "Ini belum seberapa Olla." lanjut Anroy.
Anroy menjambak rambut panjang Olla, Olla merintih kesakitan tapi Anroy tidak memerdulikan isakan Olla. Anroy mengambil gunting dan memotong rambut Olla.
"Jangan, aku mohon jangann," tangisan Olla memecah. Olla merasakan benda tajam itu lagi di lengannya.
Brakkkkkkk....
Terdengar suara dobrakan pintu dari luar sana. Tak habis pikir Olla langsung berteriak.
"Tolong! Siapapun itu tolong aku..." tangis Olla memecah.
"Roy lepaskan Olla, mau berapa orang lagi yang ingin kau bunuh?" tanya orang itu, sepertinya Olla tidak asing dengan suaranya.
"Fei? Apakah kau Fei? Fei tolong aku Fei tolong!" teriak Olla. Olla merasakan benda tajam itu berada di lehermya. Napasnya tercekat, air matanya sudah membasahi pipinya.
"Aku akan mengakhiri hidupnya jika kau mendekat!" teriak Anroy, Feihung berhenti di tempatnya.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Feihung.
"Aku hanya ingin dia enyah dari bumi ini." suara Anroy terdengar tenang, tiba-tiba, dooorrr. Suara tembakan terdengar tepat di dalam ruangan.
Peluru itu tepat masuk ke bahu Anroy, ia pun melepaskan lingkaran tangannya dari Olla. Feihung mendekati Olla dan membuka ikatanmya. Polisi mengamankan Anroy.
Olla memeluk Feihung tak sengaja. Feihung pun membalas pelukan Olla. Olla melihat sekililingnya banyak darah berceceran, bahkan pintu di sebelah ia di sekap terdapat beberapa mayat siswi yang ia kenal.
"Bagaimana kau bisa tau aku disini?" tanya Olla kepada Feihung.
"Aku sepupu sahabat anehmu itu, dia memang mengalami penyakit bipolar. Dia akan melukai orang yang mendekati Raka. Aku sudah lama tahu tabiat buruknya, saat dia memerhatikanmu di pinggir lapangan saat kau memberi Raka minum, aku yakin kalau kau korban selanjutnya. Aku sudah muak melihatnya, dan aku tak bisa melihat gadis yang aku sukai tersakiti." jelas Feihung, Olla senyum pipinya memanas mendengar kalimat terakhir dari Feihung.
End~
Karya : CindyCR4
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro