Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BODOH

"Ya Tuhan, siapa yang telah tega membunuh anak gadisku?" tangis Anroy tak tertahankan melihat tubuh polos novi terkulai lemas di dalam bathtub kamar mandi hotel yang penuh darah. Tadi pagi ia dihubungi seseorang yang tidak dikenal, bahwa anaknya menghabiskan satu malam di hotel bersama pemuda kaya yang menyewanya. Anroy tidak pernah tahu bahwa putrinya bekerja pergi sore pulang pagi hanya untuk menjadi seorang wanita penghibur. Ia tidak marah, ia hanya menyesal karena telah mengenalkan dunia malam kepada putri sematawayangnya itu. Ia berpikir, bahwa jika ia tidak mengajarkan anaknya tentang semua itu, hari ini pasti tidak akan terjadi.

"Ibu tenang saja. Kami pasti akan menemukan pelaku di balik semua kejadian ini," ucap seorang pria yang kelihatannya seperti detektif dari pihak kepolisian. Raka, itu nama di name tag yang ada di seragam kepolisiannya. Ia ditemani oleh Feihung, seorang rekannya yang sedari tadi hanya mengamati tubuh novi yang masih terendam dalam air panas bewarna merah itu. Entah apa yang ada di pikiran lelaki itu, yang jelas ada segurat senyum di bibirnya.

"Halo Pak, kami sudah berada di tempat kejadian peristiwa. Mohon kirimkan personel dan mobil ambulan secepatnya."

"..."

"Baik, terima kasih." Feihung lalu mematikan ponselnya dan berjalan keluar dari kamar mandi bersama Raka, meninggalkan Anroy yang masih meratapi nasib anaknya.

***

"Saya kan sudah mengatakan bahwa ini pasti pembunuhan berantai. Lihat saja korbannya sudah ada di mana-mana. Kalau misalnya kita berlama-lama menyelesaikan 1 kasus, pasti akan muncul korban lain lagi," kata Raka dalam rapat tim penyelidikannya.

"Lantas bagaimana? Kita bahkan belum menemukan orang yang pantas untuk disebut tersangka," tambah Feihung dengan santai.

"Menurut saya, pelaku memang psikopat yang tidak suka terhadap wanita penghibur. Karena dapat kita lihat dari beberapa korban sebelumnya, pasti yang dibunuh itu pekerjaannya sama. Di jam yang sama dan dengan kondisi yang sama yakni perut ditusuk dengan batangan besi sampai menembus ke belakang, lalu tubuhnya direndam air panas dalam bathtub," jelas anggota team yang lain.

"Ya, saya setuju terhadap anda. Hasil forensik juga menunjukkan ia mati sekitar jam 02:27 pagi tadi. Namun hebatnya, tidak ada jejak sama sekali. Semua dilakukan dengan bersih tidak ada sidik jari atau helaian rambut yang rontok sama sekali. Bahkan pihak hotel pun tidak tahu siapa yang bertamu ke kamar itu semalam. Selalu saja begitu. Seperti ada kejanggalan di sini." Kali ini Feihung berbicara agak banyak, tak seperti biasanya yang hanya mengeluarkan beberapa kata saja lalu diam kembali.

"Anehnya, Anroy dihubungi oleh nomor yang tidak dikenal, tadi pagi namun setelah ditanya, Anroy mengaku bahwa nomor si penghubung itu terhapus olehnya, dan ia tidak mau menunjukkan ponselnya dengan alasan ponselnya rusak karena jatuh. Mungkin kita harus mencurigai Anroy."

"Baik, kalau begitu selidiki apapun yang berhubungan dengan Anroy. Untuk sementara kita jadikan dia tersangka."

***

From : Mami
Nanti malam di Hotel Pangeran jam 10 kamar nomor 501.

Sila tampak senang karena telah mendapatkan pelanggan untuk malam ini. Ia bukannya tak laku, hanya ia sudah beristirahat selama 1 minggu karena lelah melayani pria-pria nakal setiap malam. Dan malam ini ia sudah kembali lagi ke rutinitasnya. Jangan tanya kenapa ia mau menjadi wanita penghibur. Ia bukan miskin. Ia hanya memuaskan hasrat dan napsunya yang begitu bergejolak. Uang yang ia terima, semua ia berikan kepada anak yatim piatu. Ia sadar, beramal dengan uang haram itu tidak ada gunanya. Tapi itu memang selalu dilakukannya.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam, butuh waktu 1 jam untuk sampai di tempat itu. Sila bergegas, tak lupa ia membawa mini dress nya. Sesampainya di kamar hotel yang dimaksud, ia langsung mengganti pakaiannya dengan dress merah yang telah ia bawa. Lalu memoleskan sedikit make up serta pewarna bibir merah.

Tak berapa lama kemudian, pintu kamar itu terbuka. Terlihat seorang pemuda kaya masuk dan memberikan senyuman datar ke Sila. Ia langsung duduk di tempat tidur, dan melepas satu persatu pakaiannya, hingga yang tersisa hanya pakaian dalamnya. Sila terdiam melihat pemuda itu. Bukan takjub atau apa. Ia hanya merasa aneh, biasanya ia pasti langsung diserang dengan ganas bak serigala melihat mangsanya. Sampai sampai ia tidak sadar pintu belum di tutup dan ada seorang perempuan masuk lalu membekap hidung dan mulutnya hingga ia pingsan. Lalu dengan sigap, pria itu membaringkan tubuh Sila di tempat yang di dudukinya tadi.

"Awal yang bagus kak. Sepertinya wanita jalang ini tertarik kepadamu," puji Olla kepada lelaki yang disebut kakaknya itu.

"Cih, aku tidak sudi tubuhku dinikmati oleh wanita hina seperti dirinya. Kalau bukan untuk menyenangkan hatimu, aku tak akan mau melepas semua pakaianku lalu dilihat olehnya. Ini memalukan." Lelaki itu lalu beranjak sambil memakai pakaiannya kembali. Setelah itu ia bawa Sila ke kursi yang ada di dalam kamar hotel, dan mengikatnya dengan kuat. Tak lupa sebelumnya ia telah memakai sarung tangan agar tidak meninggalkan jejak apapun.

"Hah, sok suci. Bukannya kita sudah sering melakukan ini bersama?" tanya olla sambil mengeluarkan sebilah pisau berukuran sedang, dan sebuah batangan besi panjang yang runcing di ujungnya.

"Hanya dirimu. Aku hanya membantu. Jika bukan karena ayah yang dibunuh oleh wanita jalang seperti mereka aku juga tidak mau membantu hobi gila mu ini. Aku akan menjerumuskan dirimu ke penjara. Aku sendiri yang akan menangkapmu. Tapi sayangnya kau adikku."

Olla tersenyum mendengar perkataan kakaknya itu. Memang mereka hanya memiliki satu sama lain. Tidak ada lagi keluarga yang tertinggal.
"Bantu aku memindahkan wanita jalang ini ke kamar mandi," perintah Olla.

Dengan sigap, pria itu langsung mengangkat kursi serta penduduknya ke kamar mandi.

Sudah pukul 12, Sila baru sadarkan diri. Kepala Sila terasa pusing. Penglihatannya terlihat berkunang-kunang. Ada 2 orang di hadapannya kini. Satu pria tadi dan satu lagi wanita yang kira-kira sebaya dengannya.

"Hei, wanita jalang sudah bangun dirimu? Kau tahu aku menunggu berapa jam hanya untuk menggores wajah mulusmu ini?" Olla tanpa banyak basa-basi langsung mengeluarkan pisau yang dibawanya tadi, lalu menggoreskan ujung pisau itu ke pipi Sila. Perlahan tapi pasti, satu goresan telah memunculkan cairan merah yang mengalir hingga ke leher jenjang Sila. Sila tak berkata apapun. Ia hanya diam. Tak menangis, namun hanya merintih.

"Kenapa kau diam saja? Tidak sakit bukan?" kemudian Olla beralih mengoyak pipi yang sudah di goresnya tadi. Entah dari mana ia memperoleh sebilah pisau yang biasanya digunakan untuk memotong daging, yang jelas ia menusukkan ke bekas goresan itu. Membuat daging di pipi Sila tebuka dan menampakkan gigi serta rahangnya. Olla tersenyum puas melihat Sila yang menangis dan darah yang sudah berceceran di mana-mana. Sedangkan lelaki itu hanya duduk di pinggiran bathtub sambil melipat tangannya melihat pekerjaan adiknya itu.

"Apa salahku?" Sila berkata dengan suara yang kecil, hampir tak terdengar. Tapi Olla mendengarnya karena jarak mareka yang dekat. Mendengar pertanyaan itu, Olla tertawa dengan keras.

"Kau tanya apa? Hah! Dasar wanita jalang. Tidak tahu diri," bentak perempuan setengah waras itu kepada Sila yang sudah hampir kehabisan darah.

"Kalau begitu, aku minta maaf. Apapun kesalahanku pada kalian, aku minta maaf. Aku mohon. Lepaskan aku. Aku masih ingin hidup," kata Sila pelan, sambil menangis. Air matanya kini telah bersatu bersama darah segar yang terus mengalir. Dress merahnya pun juga telah menjadi semakin merah menyala.

"Aku bukan Tuhan. Jadi jangan meminta maaf kepadaku, wanita jalang," hardik Olla yang disertai tawa ringan dari kakaknya itu.

Jam menunjukkan pukul 2 dini hari. Olla sudah ingin mengakhiri semuanya.
"Kak, tolong isikan air panas di dalam bathtub," pinta Olla yang lansung dikerjakan oleh kakaknya itu.

"Apa kau masih mau bermain-main lagi?" tanya Olla pada Sila yang sudah ketakutan memikirkan apa yang akan terjadi padanya.

"Tidak. Cukup. Tolong jangan lakukan lagi. Kalian boleh menikmati tubuhku atau apapun, tapi jangan bunuh aku. Aku mohon." Sebuah tamparan pun melayang di pipi Sila yang satu lagi.

"Kau kira kakakku akan mengerayangi tubuh indahmu itu? Hah! Siapa pria bodoh yang mau menyentuh pelacur sepertimu? Dasar wanita laknat!" Olla dengan emosinya langsung menancapkan batangan besi runcing ke arah perut Sila. Besi itu langsung menembus sampai ke pungungnya. Sila tak bisa lagi berkata apa-apa. Mulutnya sudah memuntahkan darah. Tak ada lagi harapan untuk dirinya hidup. Ia sekarat sekarang.

Merasa sudah saatnya berakhir, pria itu melepaskan semua ikatan yang ada pada Sila. Tak lupa juga ia menelanjangi tubuh gadis penghibur itu. Lalu membawa Sila ke dalam bathtub yang berisi air panas, tanpa mencabut batang besi yang menancap dengan indahnya. Sementara Olla sedang membersihkan jejak apa saja yang ia tinggalkan di sana.

Tepat 02:27 pagi, Olla dan kakaknya meninggalkan Sila dengan kondisi tubuh yang mengenaskan. Lelaki itu juga sempat menelpon keluarga Sila dengan menggunakan telepon umum yang aman dari cctv jalanan.

"Kerja bagus Kak. Terima kasih." Olla memeluk kakaknya begitu erat. Tidak tahu kenapa, tapi yang jelas ia sangat bahagia.

***

"Saya telah menemukan berbagai bukti untuk menjebloskan Anroy sebagai pembunuhan berantai ini." Seseorang bersuara lantang lalu menyerahkan berkas-berkas penyelidikan kepada Raka.

"Baiklah. Sepertinya ini memang perbuatan Anroy karena ia membenci wanita penghibur layaknya ia membenci dirinya sendiri. Kalau tidak salah dulu ia juga pernah membunuh seorang pria kaya yang menjadi clientnya kan?" Raka berbalik bertanya pada anggota tim.

"Iya, itu terjadi belasan tahun yang lalu. Dan masalahnya, Anroy dan tim kuasa menang dalam pengadilan," tambah Feihung dengan senyum penuh kemenangan di wajahnya. Ia tidak memikirkan siapa yang akan dituduhnya menjadi tersangka lagi jika Anroy sudah di penjara, namun masih ada korban yang muncul akibat dari hobi adiknya itu.

Karya : dreamer926

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro