8. [Dad?]
YEAR 5 ; DAD?
"You're the devil himself"
--
Athena menatap Dumbledore yang berjalan kearah pintu rumahnya itu dari balkon kamarnya.
Ia segera turun ke bawah.
Tak lama, terdengar suara ketukan pintu. Para elf dirumah membukakan pintu itu dan Dumbledore memasuki mansion keluarga Alard.
"Athena" sapa Dumbledore dengan senyum tuanya itu.
"Ah, sudah mau berangkat ya?" ucap Evelyne yang berjalan dari ruang tamu.
Athena mengangguk kearah ibunya, tak lama setelahnya sang ayah datang dari ruang kantornya.
"Berhati-hati ya, nak" ucap Evelyne sembari mencium kening Athena.
"Tentu, mum" ucapnya dengan tersenyum.
"Aku tak akan berlama disana" lanjutnya lagi.
Setelah ketiga anggota keluarga itu berpamitan, Athena berjalan keluar dengan Dumbledore.
"Pegang lenganku" ucap Dumbledore ketika mereka berdua mencapai pagar depan mansion.
Athena memegang lengan Dumbledore dan sekedip kemudian, mereka berdua terlempar dan menapakkan kaki mereka didepan sebuah gedung yang terlihat tua dan usang.
Gedung itu berwarna gelap, memancarkan aura yang tak enak.
"Aku tak akan masuk kedalam, Athena. Penjaga disini tak terlalu menyukaiku, mengetahui aku yang memenjarakan Grindelwald sendiri" ucap Dumbledore.
"Aku bisa sendiri" ucap Athena lalu ia langsung berjalan kearah gedung itu.
Ia berdiri didepan pintu itu, sebelum ia bisa mengetuk, pintunya terbuka dengan sendiri.
Ia menapakkan kakinya digedung itu, seorang penjaga dengan badan kekar berdiri didepannya.
"Kau punya 15 menit. Ikuti aku" ucapnya dengan singkat.
Athena mengikuti penjaga itu, ia mengikutinya menaiki tangga hingga ke ruangan paling atas dari gedung itu.
"15 menit" ucap penjaga itu.
Athena cukup dibuat kesal, ia akan menemui ayahnya yang tak pernah ada dihidupnya, dan ia hanya mendapat 15 menit?
"Sure" ucap Athena dengan sarkas.
Penjaga itu membuka pintu itu dan membiarkan Athena masuk.
Athena menapakkan kakinya diruangan sempit itu, ia terkaget ketika mendengar suara pintu tertutup dibelakangnya.
Ia mengalihkan pandangannya kembali kearah seorang pria kurus, duduk tersila menghadap lubang jendela, membelakangi Athena.
"Sudah berpuluh tahun aku tak didatangi tamu" gumam Grindelwald.
"Ayah" ucap Athena.
Seketika, badan Grindelwald membeku.
"Ini aku, anakmu" lanjut Athena.
Grindelwald menolehkan kepalanya kearah Athena. Ia menatap raut wajah gadis itu dengan seksama.
Athena menatap wajah ayahnya untuk pertama kali. Wajah itu, alasan kenapa ia bisa hadir didunia ini, kenapa ia bisa berdiri disini sekarang.
"Aku bahkan tak tahu bahwa ritual itu benar-benar terjadi" ucap Grindelwald.
"Para iblis sialan itu tak melakukan pekerjaan mereka dengan benar" lanjutnya lagi.
Athena terdiam membeku disitu. Ayahnya sendiri bahkan tak tahu tentang eksistensinya hingga sekarang.
"Why? Why do you do it, dad? Kenapa kau melakukannya jika kau... berujung mentelantarkanku" ucap Athena.
"Aku tak mentelantarkanmu, aku salah meminta permintaan kepada para iblis saat ritual. Kau seharusnya lahir ketika aku masih berkuasa. Namun kau terlambat, semuanya sudah tak berguna" ucap Grindelwald.
"Kau tak berguna" lanjutnya lagilagi dengan penekanan.
Pandangan Athena mulai kabur, matanya berkaca-kaca mendengar hal itu.
"Jadi aku harus menanggung beban atas kesalahan dirimu sendiri?"
"Setidaknya beri tahu aku bagaimana cara memutus ramalannya"
Athena menduduki dirinya disamping Grindelwald, ia tahu bahwa ayahnya sekarang tak berdaya dan tak akan melakukan apapun kepadanya.
Grindelwald menatap gadis itu dengan tatapan datar. Lalu ia tertawa terbahak-bahak.
"Kau sangat mirip denganku, penuh ambisi, sangat ingin berjuang" ucap Grindelwald, meletakkan tangan kanannya dipipi sang gadis.
Untuk seperkian detik, hati sang Grindelwald memelas melihat raut wajah sang gadis itu.
"Siapa namamu" ucap Grindelwald dengan datar lagi, ia menarik kembali tangannya.
"Athena"
"Wise choice" ucap Grindelwald.
"Kau tahu, Athena. Niatku melakukan ritual itu adalah untuk menjadikanmu senjataku, tangan kananku. Aku menunggu kedatanganmu selama bertahun-tahun, namun kau tak kunjung datang"
"Para iblis bodoh" gumam Grindelwald.
Grindelwald kembali menatap langit-langit dicelah lubang jendela yang kecil itu.
"Tak ada yang bisa kau lakukan, nak. Jika iblis menginginkanmu mati, maka kau akan mati" ucapnya lagi.
Setetes air mata jatuh dari mata Athena, setetes demi setetes membasahi pipi sang gadis. Athena menatap Grindelwald dengan tatapan kosong.
"Eksistensiku... hanya semata-mata untuk membantu orang lain hidup" ucap Athena mengingat mimpinya. Mimpi dimana ia dibunuh oleh Voldemort dan kemenangan jatuh ditangan Hogwarts.
"You're a piece of shit, you know that" ucap Athena kepada Grindelwald.
"I always am"
"Hey! Sudah 15 menit" teriak penjaga dari luar.
Athena menatap wajah ayahnya untuk yang terakhir kali. Ini adalah kali pertama dan terakhir ia berbincang dengan ayahnya.
Athena berdiri dari duduknya.
"Aku kemari berharap bahwa ayah asliku bisa mengurangi beban hidupku yang seperti neraka ini..."
Athena menarik nafasnya dengan panjang.
"Kau sama saja seperti para iblis itu"
Athena lalu keluar dari ruangan itu.
Grindelwald, masih terduduk. Namun raut wajahnya berubah menjadi horror setelah mendengar kalimat terakhir yang putrinya ucapkan kepadanya.
Athena berjalan turun melewati tangga-tangga itu dengan tangisan yang masih bercucur dari bola matanya.
Athena keluar dari gedung itu, Dumbledore yang melihat gadis itu terisak langsung menghampirinya.
"It's okay, Athena. It's okay" ucap Dumbledore berulang kali selag ia memeluknya.
Athena menggelengkan kepalanya selagi terisak.
"Tidak ada jalan keluarnya, Dumbledore" ucap Athena terisak.
--
"Athena, sayang. Ini natal" ucap Evelyne ketika ia memasuki kamar gadisnya itu.
Terlihat Athena sedang terduduk, pandangannya kosong dan ia terlihat lebih buruk dari sebelumnya.
"Athena..."
Evelyne dan Ben, bahkan Dumbledore sudah melakukan segala cara. Segala cara untuk membantu Athena bangkit kembali.
Namun mereka semua mengerti, jika mereka ada diposisi Athena, dimana mereka tahu kapan dan bagaimana kematian mereka sendiri, dimana mereka akan selalu dihantui oleh mimpi kematian itu, mereka akan merasakan hal yang sama.
Namun, hati Evelyne, hati seorang ibu patah melihat kondisi sang gadis yang seperti ini.
Athena yang selalu menangis ketika ia tak diberi biskuit ketika ia masih kecil, Athena yang selalu gemar menggambar rupa sang ibu, Athena yang selalu berambisi dan bersemangat.
Athena yang terus berusaha ketika ia belum mengetahui tentang kematiannya sendiri.
Evelyne menatap gadis dengan tatapan kosong itu dengan terisak. Ia membungkuk dan mencium pucuk kepala Athena.
Tetap, Athena tak menggubris satupun interaksi, yang diberikan orang-orang disekitarnya.
Ben ikut memasuki kamar Athena, melihat istrinya terisak ikut mematahkan hatinya. Melihat kedua wanita yang ia sayang dalam kondisi buruk, ia merasa gagal menjadi kepala keluarga.
Ia menghampiri Evelyne, ia ikut duduk, merangkul dan mencoba menguatkan istrinya.
"Merry Christmas, our wise Athy" ucap Ben.
Mata Athena yang terlihat kosong, perlahan mendapatkan kembali kehidupannya ketika ia mendengar kalimat itu.
Tangan Athena meraih pipi Evelyne, ia mengusap air mata yang terus mengalir dari mata wanita itu.
"Jangan menangis..." lirih Athena.
Semakin pecah airmata Evelyne ketika ia mendengar gadisnya berbicara setelah sekian hari.
Ia memeluk Athena menangis dipelukannya.
"Maaf... Maaf jika dunia jahat kepadamu sayang..."
"Maaf kau harus menanggung beban yang bukan menjadi tanggung jawabmu"
Athena terbeku, seluruh badannya memanas termasuk matanya. Setetes air jatuh dari iris mata gadis itu.
"We're here baby, we're here"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro