17. [The Vanishing Cabinet]
YEAR 6 ; THE VANISHING CABINET
"Harmonia nectere passus"
--
"Harry mencekikku beberapa malam yang lalu" ungkap Athena sembari melihat dekorasi-dekorasi yang terpajang di kantor Albus Dumbledore kala itu.
"Madam Pomfrey bilang, aku hampir kehilangan suaraku" ucapnya lagi.
Dumbledore menghela nafasnya kasar, "Anak itu...." lirih Dumbledore. Ia memijat keningnya dengan kedua jarinya. "Aku sudah menasihatinya agar tak terlalu membencimu. Sebaiknya kau jaga jarak dengannya, Athena" lanjutnya lagi.
"Itu bukan masalah. Bagaimana dengan para pelahap maut? Draco akan mencoba membunuhmu cepat atau lambat" ucap gadis itu.
Dumbledore berdiri dari duduknya dan menghampiri Athena.
"Athena, ketika waktunya datang... Jangan biarkan Draco yang membunuhku" ucap Dumbledore.
"Biarkan Snape yang membunuhku, kau mengerti?"
Athena mengernyitkan dahinya.
"Kau akan... sukarela dibunuh?"
"Memang sudah sepantasnya seperti itu bukan? Percayakan kepadaku, Athena" Athena nampak tak yakin dengan keputusan Dumbledore. Membayangkan bahwa Harry harus melawan seorang Voldemort tanpa Dumbledore sepertinya adalah hal yang mustahil. Namun akhirnya gadis itu mengangguk setuju.
"Soal Draco, kau ada hubungan dengannya?" tanya Dumbledore sembari ia kembali ke duduknya, menghadap kearah kertas-kertas dimejanya yang berserakan.
"Kami teman dekat" ucap Athena tanpa melihat kearah Dumbledore.
Dumbledore tersenyum sekilas, "Kau tahu setiap keputusan ada pertanggung jawaban" gumam laki-laki itu kecil.
"Ah ya, sudah ada kemajuan tentang catatan asli itu?" tanya Athena, mengalihkan topik.
Gelengan kepala Dumbledore sudah diekspetasikan oleh Athena, gadis itu menghela nafasnya dengan kasar. Masih tak tahu harus bagaimana kedepannya, apa ia harus menyerah saja dan membiarkan semua ramalannya terjadi?
"Aku bisa merasakan bahwa waktuku sedikit, Dumbledore"
"Aku tahu. Sedikit lagi, Thena. Sedikit lagi"
--
"Seharusnya lemari ini akan berfungsi dengan baik diakhir tahun pembelajaran" ucap Athena, melihat lemari kumuh didepannya, ia menutup hidungnya sembari mendengus ketika saluran pernafasannya dipenuhi oleh debu-debu dari lemari itu.
"Ayo kita coba" ucap Draco sembari membuka lemari itu. Ia menaruh sebuah apel hijau didalamnya dan menutup kembali pintu lemari itu.
"Harmonia nectere passus" gumam Draco.
Hening, untuk sejenak. Draco lalu membuka pintu itu dan apel didalamnya menghilang. Ia kembali menutupnya lagi, mengucapkan mantra yang sama. Lalu dibukanya lagi pintu itu dan terlihat apel hijau yang sudah terkoyak dan sudah tak terbentuk.
"Sepertinya memang perlu banyak perbaikan" celetuk Athena melihat kondisi apel dihadapannya dengan wajah masam.
"Kau benar, ada yang salah dengan sihirnya" ucap Draco sembari mengetuk lemari itu untuk melihat kondisi benda dihadapannya.
"Kita perbaiki besok saja, sudah mulai larut malam" ucap Athena selagi ia melihat-lihat benda-benda yang ada di ruangan itu.
"Athena?" panggil Draco.
"Ya?"
"Aku melihatmu keluar dari kantor Dumbledore kemarin, apa ada sesuatu yang harus kau ceritakan kepadaku?"
Athena mengalihkan pandangannya kearah Draco, ia terdiam dengan datar untuk sejenak sebelum akhirnya ia tersenyum kilas. Ia menggeleng.
"Tak ada masalah, kau tak perlu khawatir" ucap Athena mencoba meyakinkan Draco.
Entah Draco harus percaya dengannya atau tidak, banyak hal dari gadis itu yang masih menjadi tanda tanya besar di dirinya. Seperti bagaimana tatapan gadis itu yang menatapnya dengan tatapan... Entahlah, iba? atau khawatir? Atau bagaimana gadis yang selalu menghilang dari hadapannya.
Ia bukannya posesif, namun... Apakah Athena memang benar-benar bisa dipercayai?
"Baiklah, ayo kita kembali"
Athena menghela nafasnya kecil. Dari awal, ia tahu bahwa hanya tinggal menunggu waktu hingga Draco mulai mencurigainya. Namun ia berfikir bahwa berkencan dengannya akan mengurangi kemungkinan itu terjadi, namun sepertinya malah itu yang memicunya.
Keduanya berjalan melewati lorong-lorong yang mulai gelap itu. Musim dingin akan segera tiba, Athena dan Draco merasakan anginnya kala itu. Tanpa mengucapkan satu katapun, tangan Draco mengait tangan gadis disampingnya dan memasukkan tangannya ke kantung jubahnya.
Sudah lebih dari 2 bulan hubungan mereka, namun Athena masih sulit beradaptasi dengan situasinya. Ia sedikit terkejut ketika Draco mengenggam tangannya dengan semudah itu. Wajah gadis itu memanas hingga ke sekujur tubuhnya. Membuatnya merasa hangat di dinginnya kala itu.
"Wajahmu merah" ledek Draco ketika ia sadar Athena yang terus mengalihkan wajahnya dari pandangan Draco.
"Tidak, tuh" sahut Athena dengan pelan, walaupun memang perkataan laki-laki disampingnya benar.
Keduanya memasuki ruang rekreasi Slytherin, tak banyak murid yang tersisa disana. "Aku akan menemuimu besok" celetuk Athena sembari tersenyum sekilas. Diikuti oleh anggukan Draco.
"Athena?"
Athena menengok dan melihat Theo menghampiri keduanya, tatapannya sumringah ketika ia melihat Athena namun raut itu berubah menjadi raut bingung ketika tatapannya jatuh kearah genggaman tangan Athena dan Draco.
"Kau.... Dan Draco...." gumam Theo, hampir tak terdengar namun Draco cukup peka untuk mendengarnya.
"Aku akan pergi meninggalkan kalian berdua" ungkap Draco sembari menatapi Theo dalam-dalam dengan tajam, ia mencium pipi gadis dihadapannya dan pergi meninggalkan mereka berdua. Theo masih menatap Draco dengan tatapan yang tak kalah tajamnya, namun setelah Draco menghilang dari tatapannya, realita memukulnya.
"Ah, kau bilang apa tadi Theo?" tanya Athena.
"Kau dan Draco...."
"Ya, kami berpacaran"
Sesuatu bergerak dari dalam dada Theo dan itu menyakitkan, namun ia segera menutupinya dengan senyuman paksa, ia membuang nafasnya pelan dan mengangguk mengerti kepada Athena dihadapannya.
"Aku turut senang untuk kalian berdua" ucap Theo, walaupun jauh dilubuk hatinya ia ingin sekali mencabik-cabik anak tunggal Malfoy itu.
Tanpa sepatah kata lagi, Theo pergi dari hadapan Athena. Meninggalkan Athena sendirian didepan perapian kala itu.
Athena mendudukkan dan menyandarkan dirinya di sofa hijau. Tak lama, Pansy ikut menduduki dirinya disamping gadis itu. Pansy tersenyum lebar memperlihatkan gigi-giginya yang cerah itu. Athena mengernyitkan dahinya akan kelakuan Pansy.
"Ada apa?" tanya Athena yang melihat Pansy begitu bahagia.
"Blaise mengajakku berkencan"
"Kau serius?"
"Tentu saja!" pekik Pansy sembari kegirangan, ia menepuk-nepuk lengan Athena dengan kencang selagi Athena meringis kesakitan.
"Baiklah, baiklah. Hentikan" ringis Athena sembari menggengam lengannya yang ngilu.
Tiba-tiba saja, dada Athena terasa sakit. Layaknya sayatan pisau, membuat Athena sedikit meringis dan menahan dadanya agar rasa sakit itu menghilang. Pansy yang melihat itu langsung memasang raut wajah khawatirnya.
"Hey, ada apa denganmu?" tanya Pansy.
"Entahlah, dadaku sakit" ucap Athena.
Aneh, apa ia sekarat? Tak mungkin, bukan? Namun itu tetap saja tak mustahil.
"Sebaiknya aku istirahat"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro